Gambar III. 50. Penulis dengan Ropong Tarigan Sibero
DAFTAR NARASUMBER
1. Nama : Ropong Tarigan Sibero
Umur : 85 tahun
Alamat : Jln.Seroja Berastagi Kab.Karo
Pekerjaan : Pembuat alat musik tradisonal Karo
2. Nama : Bangun Tarigan S.sn
Pekerjaan : Dosen Praktek musik Karo di Departemen Etnomusikologi USU.
4. Nama : Kebal Kaban
Alamat :Jalan Luku 2 Gg Anggrek Medan
DAFTAR PUSTAKA
Bangun,Payung,1993.”Kebudayaan Batak” dalam Manusia dan Kebudayaan Indonesia
(Koentjaraningrat:ed). Jakarta, Penerbit Jembatan (hal 94-117).
Situmeang, Hendrik 2011 “Kajian Organologis Sarunei Simalungun Buatan Bapak Martuah
Di Kecamatan Siantar Utara kota Pematang Siantar” Skripsi S-1 di Departemen
Etnomusikologi
Hood,Mantle 1982 . The Ethnomusicologist. Ohio : The Kent State University Press
Hornbostel , Erich M. Von and Curt Sach, 1961. Clasification of Musical Instrument.
Translate from original Jerman by Antoni Brims and Klaus P. Wachsman.
Khasima , Susumu, 1978. Measuring and Ilustrating Musical Instrument dalam Musical
Voice of Asia, Report of (Tradisional Performing Arts 1978), Tokyo: Heibonsha
Limited, Publizer .Terjemahan Rizaldi Siagian.
Merriam , Alan P ,1964. The Antropology of Music, North western, University Press.
Poerwadarminta W.J.S 2003 Kamus Umum Bahasa Indonesia .Jakarta ,Penerbit Balai
Pustaka.
Pusat Pembinaan Bahasa ,2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia . Jakarta,Penerbit Balai
Pustaka.
Simbolon, J.Wely, 2010 : Kajian Organologis Garantung Buatan Bapak Junihar Sitohang di
Kelurahan Helvetia Timur , Kecamatan Helvetia Kota Medan.Skripsi S-1 pada
Departemen Etnomusikologi FIB – USU
Koentjaraningrat. 1973. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia. 1980.
Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan. 1981. Pengantar
Antropologi, Jakarta : Balai Pustaka. 1985. Metode-metode Penelitian Masyarakat.
BAB III
KAJIAN ORGANOLOGIS BALOBAT
3.1 Klasifikasi Balobat Karo
Dalam mengklasifikasikan instrumen sarunei, penulis mengacu pada teori yang
dikemukakan oleh Curt Sach dan Hornbostel (1961) yaitu:
”Sistem pengklasifikasian alat musik berdasarkan sumber penggetar
utama bunyinya. Sistem klasifikasi ini terbagi menjadi empat bagian
yaitu: Idiofon, (penggetar utama bunyinya adalah badan dari alat musik
itu sendiri), Aerofon, (penggetar utama bunyinya adalah udara),
Membranofon, (penggetar utama bunyinya adalah kulit atau membran),
Kordofon, (penggetar utama bunyinya adalah senar atau dawai).
Mengacu pada teori tersebut , maka balobat adalah instrumen musik Aerofon. Hal ini
disebabkan suara yang dihasilkan instrumen tersebut penggetar utama bunyinya adalah udara.
Balobat adalah alat musik tiup yang terbuat dari bambu dan pada ujung nya dipasang blok
3.2 Konstruksi Bagian Yang Terdapat Pada Balobat Karo
Untuk membahas bagian konstruksi ini, penulis mengacu pada balobat buatan bapak
Ropong Tarigan Sibero
Instrumen balobat ini memiliki bagian-bagian yang mempunyai fungsi
masing-masing, antara lain :
• Tuldak merupakan lubang pembelah udara yang terdapat pada bagian ujung
balobat.
• Lubang udara adalah lubang yang menentukan nada pada saat balobat
dimainkan, terdapat enam buah lobang nada yang ada pada balobat. Ukuran
lubang nada yang ada pada balobat tidak sama.
• Sondel adalah blok yang terbuat dari kayu cemara yang dibentuk bulat
sehingga sesuai dengan ukuran lubang bambu sehingga dapat dimasukan pada
lubang bambu tersebut.
• Lubang hembusan adalah lubang untuk meniup udara yang dibuat dengan cara
meraut blok kayu yang telah dibuat dari dahan kayu cemara, yang akan
dimasukan ke dalam bambu.
Gambar III. 1. Bagian-bagian balobat
Gambar III .2. Bagian-bagian balobat
Tuldak
Lubang nada I
Lubang nada II
Lubang nada III
Lubang nada IV
Lubang nada V
Lubang nada VI
Gambar III. 3. Bagian balobat
3.3 Ukuran Bagian Balobat
Berikut adalah ukuran bagian-bagian yang ada pada balobat buatan bapak Ropong
Tarigan Sibero.
• Panjang badan balobat : 28 cm • Jarak antara lubang nada : 2,3 cm • Jarak lubang tuldak ke pangkal
• Diameter lubang nada I,II,IV dan V : 0,2 cm • Diameter lubang nada III dan VI : 0,5 cm • Diameter pangkal: 2,3 cm
• Diameter ujung : 1,5 cm
Gambar III. 4. Diameter lubang nada balobat
Gambar III. 5. Panjang balobat dan jarak anatar luabang.
0,2 cm 0,2 cm 0,5 cm 0,2 cm 0,2 cm 0,5 cm
Panjang badan balobat 28 cm
Jarak lubang tuldak ke pangkal 2,3 cm Jarak antar
Gambar III. 6. Diameter pangkal
Gambar III. 7. Diameter ujung
2,3 cm
3.4 Pembuatan Balobat
Dalam proses pembuatan balobat terdapat beberapa tahap yang harus dilakukan mulai
dari pemilihan bahan baku, alat yang digunakan, hingga proses pengerjaan balobat.
3.4.1 Bahan Baku Dalam Pembuatan Balobat
Berikut adalah bahan baku yang digunakan dalam pembuatan balobat butan bapak
Ropong Tarigan Sibero yaitu:
3.4.1.1 Bambu
Bambu adalah bahan utama dalam pembuatan balobat, bambu yang digunakan adalah
bambu regen (Gigantochloa pruriens) , buluh regen (Karo). Bagian yang diambil adalah bagian
pucuk bambu yang sudah tua. Bambu tua biasaanya tahan dan tidak keriput dan suaranya pun
lebih bagus. Pucuk bambu yang diambil berukuran sejengkal tangan orang dewasa lebih.
3.4.1.2 Kayu cemara
Kayu cemara digunakan sebagai sondel untuk balobat, kayu cemara dipilih karena
kayu tersbut tidak mudah rusak dan tidak mudah lapuk. Selain kayu cemara biasa juga dibuat
dari pohon cabe, namun bapak Ropong Tarigan lebih sering menggunakan kayu cemara.
Bapak Ropong Tarigan Sibero biasanya mengambil dahan pohon cemara yang jatuh di sekitar
taman Gundaling yang tak jauh dari rumah beliau.
Gambar III. 9. Pohon cemara
3.4.2 Peralatan Yang Dipergunakan
Berikut adalah peralatan-peralatan yang dipergunakan Bapak Ropong Tarigan Sibero
dalam pembuatan balobat yaitu:
Gambar III. 11. Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan balobat
3.4.2.1 Pisau belati
Pisau digunakan untuk mengupas kulit bambu dan meratakan bagian bambu yang
tidak rata dari berkas gergaji. Pisau yang digunakan harus sangat tajam.
3.4.2.2 Gergaji
Gergaji yang digunakan adalah gergaji potong atau gergaji kayu. Gergaji ini
digunakan untuk memotong bambu.
Gambar III. 13. Gergaji kayu
3.4.2.3 Pisau Ukir Kecil
Pisau kecil digunakan untuk membuat lubang nada dan lubang tuldak dan meratakan
bagian bambu yang telah dikupas agar lebih rata. Pisau-piau tersebut khusus dibuat sendiri
oleh Bapak Ropong Tarigan Sibero untuk mendukung pekerjaanya.
3.4.2.4 Kikir
Kikir digunakan untuk menghaluskan kayu eru dan memmbentuk kayu hingga bulat
agar bisa dimasukan ke lubang bambu sebagai sondel. Kikir yang digunakan adalah kikir
persegi yang bermata kasar.
Gambar III. 15. Kikir persegi
3.4.2.5 Kertas Pasir
Kertas pasir digunakan untuk menghaluskan seluruh permukaan balobat agar lebih
halus dan tidak berserabut. Kertas pasir yang digunakan adalah kertas pasir kayu yang halus.
3.4.2.6 Alat ukur
Untuk mempermudah pengukuran jarak antar lubang nada serta lebih lebih cepat
dalam proses pembuatan maka digukan alat ukur seperti penggaris atau meteran.
Gambar III. 17. Alat ukur
3.4.3 Proses Pengerjaan Balobat
Proses pngerjaan balobat memiliki tahapan-tahapan yang harus diikuti untuk
mencapai hasil pembuatan yang maksimal. Proses pengrjaan balobat yang penulis uraikan
dalam tulisan ini adalah pembuatan balobat oleh bapak Ropong Tarigan Sibero.
3.4.3.1 Menebang Pohon Bambu
Pohon bambu yang dipilih adalah yang sudah tua, dalam pemilihan dan pemotongan
pohon bambu tidak ada ritual khusus ataupun pemilihan hari yang khusus. Biasanya bapak
Ropong Tarigan Sibero tidak kesulitan untuk mendapatkannya karena daerah Berastagi
sekitarnya termasuk daerah yang banyak terdapat pohon bambu. Bapak Ropong Tarigan
Sibero biasanya mengambil bambu ke daerah Doulu, namun karena usia beliau yang sudah
cukup tua dan tidak sanggup lagi untuk menelusuri hutan, beliau kini lebih sering menyuruh
Bambu yang telah ditebang kemudian diambil bagian pucuknya, biasanya diambil
beberapa ruas saja yang dianggap paling bagus. Bambu yang telah diambil dan dibawa
pulang tidak langsung dibuat balobat oleh beliau, ada beberapa proses lagi agar bambu yang
dibuat menjadi balobat lebih bagus dan tidah mudah rusak.
3.4.3.2 Perendaman
Bambu yang digunakan untuk balobat biasanya direndam selama lima hari , setelah
direndam selama lima hari bambu tersebut kemudian di keringkan dipanas matahari. Bambu
yang telah kering kemudian diangkat dan biarkan terletak di ruangan terbuka selama sehari.
Hal tersebut dilakukan beliau agar balobat yang dibuat bisa tahan lama sampai beberapa
tahun, tidak dimakan rayap dan tidak keriput.
Ruas bambu yang telah dipotong kemudian direndam menggunakan air biasa di
baskom bisa juga di bak air. Untuk membuat balobat , bambu harus satu sisi tidak dipotong
ruasnya sedangkan satu sisi lagi ruasnya dipotong, ruas yang dipotong nantinya akan diberi
sondol atau blok yang terbuat dari kayu cemara
Gambar III. 18. Bambu yang telah dikeringkan
3.4.3.3 Pemotongan Bambu
Bambu yang telah di keringkan tersebut kemudian diukur dan dipotong dengan
gergaji sesuai dengan ukuran yang telah ditetapkan, balobat tidak mempunyai ukuran yang
pasti dalam pembuatanya, namun menurut bapak Ropong Trigan Sibero dan Kebun Tarigan
biasanya antara sejengkal tangan orang dewasa lebih beberapa jari.
Gambar III.19. Pengukuran panjang balobat.
3.4.3.4 Menentukan Jarak Lubang Nada dan Memberi Tanda
Setelah bambu selesai dipotong selanjutnya adalah menentukan jarak lubang nada dan
memberi tanda sebelum dibuat lubang nada dan tuldak. Panjang badan balobat keseluruhan
dibagi dua kemudian dibagi enam, dalam pembuatan ini, panjang balobat adalah 28 cm,
lobang nada yang terdapat pada balobat berjumlah enam buah, jadi jarak lubang nada adalah
sebagai berikut , 28 cm : 2 : 6 = 2,3 cm atau dengan kata lain jarak lobang nada I hingga
lobang nada VI sama yaitu 1/12 dari panjang badan instrument balobat. Setelah didapat jarak
lubang nada maka hal selanjutnya adalah memberi tanda dengan menggunakan pencil, pulpen
atau memberi goresan dengan ujung pisau. Tanda pertama yang dibuat adalah lubang nada I
yang berada ditengah badan balobat atau pada ukuran 14 cm, kemudian dilanjutkan untuk
membuat tanda lubang nada berikutnya serta tanda tuldak.
Gambar III. 21. Pengukuran jarak lubang nada dan tuldak
3.4.3.5 Pembuatan Tuldak
Tuldak adalah lubang pembelah udara pada balobat, bila tidak ada tuldak maka
balobat tidak akan berbunyi. Jarak tuldak sama dengan jarak lubang nada pada balobat atau
bisa juga sama dengan ukuran diameter bambu yang menjadi badan instrument balobat.
Proses pembuatannya adalah dengan meraut kulit bambu agak mendalam pada bagian yang
telah diberi tanda, bambu diraut dengan menggunakan pisau belati. Pada bagian bambu yang
telah diraut tadi kemudian dibuat lubang udara dengan menggunakan pisau ukir yang kecil.
Gambar III. 23. Badan bambu diraut
3.4.3.6 Pembuatan Lubang Nada dan Lubang Resonator
Proses selanjutnya adalah pembuatan lubang nada balobat. Pada proses pembuatan
lubang nada ini bapak Ropong Tarigan menggunakan beberapa jenis pisau ukir kecil yang
dibuat sendiri oleh beliau.
Ada beberapa tahap yang dilakukan sebelum membuat lubang nada. Hal pertama yang
dilakukan adalah menusuk tanda lubang nada yang telah dibuat pada bambu dengan
menggunakan pisau ukir paling kecil, hal ini dilakaukan agar pada saat bambu dikupas tanda
lubang nada yang telah dibuat tidak hilang, sehingga lebih memudahkan untuk proses
pembuatan lubang nada.
Gambar III. 25. Penusukan bambu yang telah diberi tanda
Setelah seluruh tanda lobang nada selesai ditusuk , kulit bambu kemudian dikupas ,
bambu tidak sepenuhnya dikupas, bambu dikupas kurang lebih 2/3 bagian dari panjang
Gambar III. 26. Pengupasan kulit bambu dengan pisau belati
Gambar III.27. Pengupasan kulit bambu dengan pisau belati
Kulit bambu dikupas secara perlahan-lahan agar hasilnya bagus dan merata, pisau
belati yang digunakan juga harus sangat tajam, agar proses pengupasan kulit dapat lebih cepat
.Setelah kulit bambu selesai dikupas , tahap pengerjaan selanjutnya adalah pembuatan ke
yang sebelumnya ditusuk, tanda lubang nada tersebut kemudian ditusuk lebih dalam hingga
menembus bambu dan berlubang.
Gambar III. 28. Penusukan bambu setelah dikuliti
Setelah bambu berlubang tahap selanjutnya adalah pembentukan lobang nada.
Sebelum lobang nada dibentuk pada bagian yang telah dilubangi, badan bambu pada bagian
tersebut terlebih dahulu diraut kira-kira 1,5 cm.
Gambar III.29. Bagian bambu yang diraut sekitar lubang nada.
Pada bagian bambu yang telah diraut tersebut kemudian dibentuk lubang nada
balobat, diameter lubang nada pada balobat tidak semua sama. Lubang nada I,II,IV,V
Proses pengerjaanya bapak Ropong Tarigan Sibero terlebih dahulu membentuk
lubang nada III dan VI baru kemudian dilanjutkan dengan lubang nada yang lain. Dalam
pembentukan lubang tersebut beliau mennggunakan beberapa pisau ukir kecil yang sangat
tajam, pisau tersebut digunakan secara bergantian sesuai kebutuhannya.
Gambar III. 30. Proses pembentukan lubang nada
Gambar III. 31. Proses pembentukan lubang nada
Setelah seluruh lubang nada selesai dibuat, tahap selanjutnya adalah pembuatan lubang
resonator yang ada pada ujung bawah badan balobat, sebelum lubang dibuat terlebih dahulu
ujung bambu dirapikan menggunakan pisau belati dengan cara diraut pada ujungnya. Proses
ukir. Ukuran lubang resonator tidak ditentukan namun biasanya tidak lebih besar dari lubang
nada.
Gambar III. 32 . Ujung bambu diaraut dengan pisau belati
Gambar III. 34. Pembentukan lubang dengan pisau ukir
3.4.3.7 Pembuatan dan Pemasangan Sondel
Setelah lubang nada dan lubang resonator selesai tahap selanjutnya adalah pembuatan
sondel / block kayu untuk lubang hembusan yang terbuat dari dahan kayu cemara. Dalam
proses pembuatan sondel ini alat yang digunakan adalah pisau belati dan kikir persegi. Dahan
kayu cemara yang telah dikuliti kemudian dibentuk bundar dan sesuai dengan lubang bambu,
Gambar III. 35. Kayu dibentuk dengan menggunakan kikir
Gambar III. 36. Proses pemasangan sondel
Setelah dahan kayu sesuai dengan ukuran lubang bambu dan berhasil dimasukkan
maka tahap selanjutnya adalah pembuatan lubang hembusan. Lubang hembusan dibuat
dengan cara meraut kayu seuai lebar lubang tuldak dengan pisau belati, dalam hal ini kita
harus meniup balobat untuk menentukan lubang hembusan sudah tepat atau belum, bila
bunyinya belum bagus maka harus diraut lagi secara halus. Setelah bunyi yang didapat bagus
dan sesuai yang diinginkan baru kemudian dahan tersebut dipotong dengan menggunakan
Gambar III. 37. Pengikisan kayu cemara
Gambar III. 38. Pengikisan kayu cemara
Gambar III. 40. Bekas gergaji dirapikan dengan pisau
Setelah sondel selesai dipasang, maka seluruh badan balobat yang telah selesai
dihaluskan dengan menggunakan kertas pasir / amplas, untuk menghaluskan lubang nada
maka kertas pasir digulung dan dimasukkan kelubang tersebut , hal ini dilakukan agar seluruh
bagian balobat terlihat rapi.
Gambar III. 42. Proses penghalusan lubang nada
3.4.4 Pembuatan Secara Konvensional
Pembuatan balobat secara konvensional tidak jauh beda dengan cara yang
sebelumnya, menurut bapak Ropong Tarigan Sibero yang membedakanya adalah penentuan
panjang balobat dan penentuan jarak tidak menggunakan alat ukur. Pada saat dahulu ketika
menentukan panjang balobat si pembuat hanya menggunakan jengkal tangan, biasanya
sejengkal lebih. Untuk menentukan jarak lubang biasanya menggunakan tali ataupun
urat-urat kayu yang dapat dilipat. Tali ataupun urat-urat kayu tersebut kemudian diambil sepanjang
bambu yang telah ditentukan kemudian dibagi dua untuk menentukan titik tengah atau
lubang nada I, selanjutnya dibagi enam untuk menentukan jarak antar lubang nada. Untuk
Gambar III. 43. Pengukuran dengan tali
Gambar III. 44. Tali dilipat dua
Gambar III. 46. Pengukuran dengan tali
Gambar III. 47. Pemberian tanda
3.5 Kajian Fungsional
Dalam kajian fungsional, penulis akan membahas mengenai posisi memainkan, teknik
memainkan, penyajian sarunei dan perawatan sarueni, nada yang dihasilkan.
3.5.1 Posisi Memainkan
Dalam memainkan balobat posisi jari tangan kanan menutup dua lubang nada
dibagian belakang yaitu lubang nada I dan II dengan menggunakan jari telunjuk dan jari
lubang nada III,IV,V,VI bila dilihat dari arah penonton. Posisi tersebut bisa juga sebaliknya
dengan mengganti posisi tangan kanan menutup empat lubang di depan dan tangan kiri
menutup dua lubang dibelakang, disesuaikan dengan kebiasaan si pemain.
Gambar III. 48. Posisi jari
3.5.2 Posisi Tubuh
Utnuk posisi tubuh dalam memainkan balobat itu tergantung dari penggunaan balobat
tersebut. Bila balobat dimainkan pada acara ritual pada ensamble gendang telu sendalanen,
si pemain balaobat duduk di lantai (bersimpuh atau kaki dilipat), dengan posisi badan tegak
dan kepala sedikit menunuduk. Pada saaat balobat tidak dimainkan di dalam acara ritual
misalnya hanya untuk menghibur diri sendiri di saat mengembala, maka posisi tubuh bebas.
3.5.3 Teknik Memainkan Balobat
Dalam memainkan balobat tidak ada tekhnik khusus dalam cara meniup untuk
mempnyai tekhnik khusus dalam menghasilkan bunyi, seperti halnya recorder ketika ditiup
balobat langsung berbunyi.
Menurut bapak Kebun Tarigan walaupun tidak ada tekhnik khusus dalam permaianan
balobat ketika meniup balobat kita juga harus mengatur nafas agar tiupan tetap konstan dan
tidak mudah capek, yaitu menghirup udara melalalui rongga hidung dan memasukkan udara
tersebut ke rongga perut, lalu mengeluarkan udara tersebut dengan tekanan tiupan dari mulut
secara perlahan.
Tekhnik permainan balobat terletak pada posisi jari, dalam memainkan lagu-lagu
dalam balobat biasanya lubang nada VI jarang dipakai, dalam permainanya biasanya lubang
nada ke VI tidak ditutup sejak balaobat dimainkan.
Untuk memainkan melodi dengan baik pada balobat tergantung pada posisi jari dan
kelincahan jari dalam memainkan lubang nada, pada saat jari menutup lubang nada harus
dipastikan tertutup rapat, karena bila lubang nada tidak tertutup rapat maka bunyi yang
disilkan juga tidak akan bagus.
3.5.4 Perawatan Balobat
Perwatan yang digunakan untuk balobat cukup sederhana, yaitu dengan cara sering
dimainkan, sesekali dijemur bila basah.
3.5.5 Nada yang dihasilkan
Balobat mempunyai enam buah lubang nada, dari setiap lubang nada yang dimainkan
akan dihasilkan bunyi berbeda. Berikut adalah nada yang dihasilkan oleh balobat butan
bapak Ropong Tarigan Sibero berdasarkan posisi jari pada lubang nada. Nada yang
Gambar III. 49. Seluruh lubang nada ditutup Gambar III. 49a. Lubang nada VI dibuka
Gambar III. 49b. lubang nada V dibuka Gambar III. 49c. Lubang nada IV dibuka
Gambar III. 49f. Lubang nada I dibuka
• Pada saat semua lubang nada tertutup (Gambar 49) maka nada yang dihasilkan adalah
C
• Pada saat lubang nada VI dibuka Gambar 49a) maka nada yang dihasilkan adalah D • Pada saat lubang nada VI dan V dibuka (Gambar 49b) maka nada yang dihasilkan Eb • Pada saat lubang nada VI,V dan IV dibuka (Gambar 49c) maka nada yang dihasilkan
F
• Pada saat lubang nada VI,V,IV dan III dibuka (Gambar 49d) maka nada yang
dihasilkan G
• Pada saat lubang nada VI,V,IV,III dan II dibuka (Gambar 49e) maka nada yang
dihasilkan A
• Pada saat lubang nada VI,V,IV,III,II,I dibuka/ seluruh lubang dibuka (Gambar 49f)
BAB IV
EKSISTENSI DAN FUNGSI BALOBAT PADA MASYRAKAT KARO
4.1 Eksistensi Balobat
Balobat adalah alat musik Karo yang dapat dimainkan secara solo maupun ensambel.
Secara solo balboat biasanya dimainkan oleh masyrakat Karo untuk mngibur diri, dahulu
anak laki-laki yang lagi ermakan ( mengembala sapi) ataupun yang lagi muro ( menghalau
burung di sawah) memainkan balobat untuk mengusir rasa suntuk, salah satu lagu yang biasa
dimainkan adalah lagu io-io. Dengan memainkan balobat waktu tidak akan terasa cepat
berjalan. Secara ensambel balobat dimainkan dengan alat musik tradisional yang lain yaitu
keteng-keteng dan mangkuk mbentar yang disebut dengan ensambel gendang telu
sendalanen, dalam ensambel tersebut balobat berfungsi sebagai pembawa melodi. Menurut
bapak Ropong Tarigan dan Kebun Tarigan, Ensambel gendang telu sendalanen biasanya
dipakai untuk acara ritual yaitu raleng tendi, perumah begu, erpangir ku lau, namun lagu yang
dimainkan berbeda dengan lagu balobatsaat dimainkan secara solo, lagu yang biasa
dimainkan secara ensambel adalah mari-mari dan begu deleng.
Bila dilihat dari eksistensinya alat musik balobat semakin terlupakan dalam
masyarakat Karo seiring berjalanya waktu, hal ini dapat dilihat di kehidupan masyrakat Karo
sendiri, saat ini bila kita berkunjung ke desa-desa di Kabupaten Karo tidak akan kita temui
lagi masyrakat yang membawa dan memainkan balobat di ladang mereka. Hal ini tidak
terlepas dari perkembangan zaman dan pengaruh budaya luar, serta masuknya agama di
daerah Karo. Sebagian besar masyrakat masih percaya kalau setiap alat musik tradisional
Karo itu berkaitan dengan hal-hal yang berbau mistis dan bertentangan dengan agama mereka
saat ini. Masyrakat Karo sendiri juga sudah banyak meninggalkan acara-acara ritual
begu, erpangir ku lau dan acara ritual lainya. Dengan berkurangnya acara ritual-ritual tersebut
ditambah dengan perkembangan zaman serta pengaruh budaya luar dimana semakin
banyaknya alat-alat musik modern yang masuk pada masyrakat maka secara otomatis
penggunaan alat musik tradisional Karo juga semakin jarang dan mungkin akhirnya akan
terlupakan.
Saat ini masih ada beberapa pengrajin yang membuat alat musik Karo termasuk
balobat dan menjual alat buatanya, yaitu Bapak Ropong Tarigan Sibero ( Berastagi), Bapak
Fauzi Ginting ( Pancur Batu), Bapak Nampat Sinulingga ( Desa Lingga) dan beberapa
pengarajin lainya yang tidak diketahui penulis.
Walaupun masih ada beberapa orang yang bisa membuat balobat dan menjual alat
butannya di masyrakat, namun minat masyrakat tidak begitu besar lagi akan alat musik
tersebut, bahkan masyarakat melihat balobat seperti barang antik yang dipajang di rumah
sebagai hiasan, hal ini dapat dilihat di toko-toko souvenir yang ada di Berastagi, toko tersebut
menjual beberapa macam alat musik tradisional Karo dan banyak turis yang membeli
balobat tsebagai cendramata tanpa tau fungsi dan cara memiankanya. Namun tetap ada orang
membeli alat musik tresebut dan mencoba untuk terus mempelajari cara memainkannya,
biasanya orang seperti ini berasal dari kalangan seniman maupun mahasiswa yang kuliah di
jurusan seni.
Instrument balobat pada saat ini tidak lagi hanya dimainkan dalam bentuk ensambel
gendang telu sendalanen, tetapi sudah mulai digabungkan dengan alat-alat musik modern
seperti gitar, keyboard, bass dan alat musik lainya. Lagu yang dimainkan pun tidak lagi lagu
yang khusus untuk balobat seperti begu deleng maupun mari-mari, orang yang memainkan
4.2 Fungsi Balobat pada Masyarakat Karo
Dalam menuliskan fungsi balobat, maka penulis mengacu pada teori Alan
P.Merriam, yaitu:
…use then refers to the situation in which is employed in human action : function
concern the reason for its employment and particulary the broader purpose which
it serves….(Merriam 1964:210)
Dari kalimat di atas, dapat diartikan bahwa use (penggunaan) bahwa menitikberatkan
pada masalah situasi atau cara yang bagaimana musik itu digunakan, sedangkan function
(fungsi) yang menitikberatkan pada alasan penggunaan atau menyangkut tujuan pemakaian
musik, terutama maksud yang lebih luas, sampai sejauh mana musik itu mampu memenuhi
kebutuhan manusia itu sendiri.
Menurut Allan P. Merriam (1964:219-226) fungsi musik dapat dibagikan dalam 10
kategori yaitu
7. Fungsi yang berkaitan dengan reaksi social
8. Fungsi pengesahan lembaga sosial dan upacara keagamaan
9. Fungsi kesinambungan budaya
4.2.1 Fungsi Pegungkapan Emosional
Balobat dapat dimainkan secara solo maupun ensambel, pengungkapan emosional
yang paling terasa adalah ketika balobat dimainkan secara solo, ketika dimainkan secara solo
biasanya si pemain akan mamainkan perasaannya lewat balobat yang ditiup. Salah satu lagu
yang dimainkan secara solo saat seorang berada di ladang ataupun lagi mengembala yaitu
io-io, lagu tersebut adalah sebuah pengungkapan emosional dari sang pemain. Menurut bapak
Yoe Anto Ginting melalaui lagu io-io tersebut si pemain seolah jungut-jungut ( sungut –
sungut) dari hati nya ke alam sekitarnya, sehingga tidak jarang orang yang mendengarnya
akan merasa terharu.
4.2.2 Fungsi Hiburan
Ketika balobat dimainkan secara solo walaupun lagu tersebut berisi sebuah
kesedihan, seperti lagu yang dimainkan di ladang, namun lagu tersebut merupakan sebuah
hiburan bagi si pemian sehingga kesendirian tidak terasa dan waktu akan terasa cepat
berjalan.
Saat ini balobat juga dipergunakan untuk hiburan, ketika dalam sebuah pertunjukan
balobat digabung dengan beberapa ensambel seperti gitar,bas, keyboard dan alat musik
lainya. Hal tersebut pernah dilakukan beberapa mahasiswa etnomusikologi di sebuah acara
mahasiswa yang memainkan balobat dan keteng-keteng beserta alat musik modern lainya
seperti gitar dan bass, dimana balobat dimainkan sebagai pembawa melodi lagu, hasilnya
dosen beserta mahasiswa yang hadir pada tersebut merasa sangat terhibur.
4.2.3Fungsi Kesinambungan Kebudayaan
Ensambel gendang telu sendalanen merupakan bagian dari kebudayaan masyrakat
gendang telu sendalanen jarang dipakai seiring berkurangnya upacara–upacara ritual tersebut
dalam masyrakat Karo, namun alat musik balobat dan keteng-keteng yang bagian dari
ensambel tersebut masih dimainkan hingga saat ini walaupun dalam konteks yang berbeda.
Dengan masih dipergunakannya balobat dalam kehidupan masyarakat walaupun itu
digabung dengan alat musik yang lain, dengan repertoar lagu yang berbeda hal tersebut akan
menjadikannya tetap terpelihara dan berkesinambungan sebagai salah satu alat musik
tradisonal Karo yang bertahan sampai saat ini.
4.3 Ensambel Gendang telu sendalanen
Ensambel gendang telu sendalanen adalah ensambel yang terdapa pada masyrakat
Karo selain ensambel lima sendalanen, yang terdiri dari (1) Kulcapi
(chordophone)/balobat(block flute), (2) keteng-keteng (idiochordophone), dan (3) mangkok
(idiophone). Dalam ensambel ini ada dua istrumen yang bisa digunakan sebagai pembawa
melodi yaitu Kulcapi atau balobat. Sedangkan Keteng-keteng dan mangkok merupakan alat
musik yang berfungsi sebagai ritem dan pembawa tempo.
4.3.1 Kulcapi
Kulcapi adalah alat musik petik tradisional Karo berbentuk lute yang terdiri dari dua
buah senar, badan kulcapi terbuat dari pohon nangka, dahulu kala senarnya terbuat dari akar
pohon aren (enau) namun sekarang telah diganti senar metal.
4.3.2 Balobat
Balobat merupakan alat musik tiup tradisional Karo yang tebuat dari bambu (block
memiliki enam buah lubang nada. Lubang nada pada balobat tersebut memiliki besar yang
berbeda.
4.3.3 Keteng-keteng
Keteng-keteng merupakan alat musik yang terbuat dari bambu. Bunyi keteng-keteng
dihasilkan dari dua buah “senar” yang diambil dari kulit bambu itu sendiri (bamboo
idiochord). Pada ruas bambu tersebut dibuat satu lobang resonator dan tepat di atasnya
ditempatkan sebilah potongan bambu dengan cara melekatkan bilahan itu ke salah satu senar
keteng-keteng. Bilahan bambu itu disebut gung, karena peran musikal dan warna bunyinya
menyerupai gung dalam Gendang sarune. Bunyi musik yang dihasilkan keteng-keteng
merupakan gabungan dari alat-alat
musik pengiring Gendang sarune (kecuali sarune) karena pola permainan keteng-keteng
menghasilkan bunyi pola ritem: gendang singanaki, gendang singindungi, penganak dan gung
yang dimainkan oleh hanya seorang pemain keteng-keteng.
4.3.4 Mangkok
Mangkok yang dimaksud dalam hal ini adalah mangkuk yang berwarna putih polos,
pada dasarnya bukan merupakan alat musik, namun dalam gendang telu sedalanen, mangkok
tersebut digunakan sebagai instrumen pembawa tempo.
Ensambel gendang sendalanen dalam masyrakat Karo digunakan untuk beberapa
acara ritual, seperti raleng tendi, perumah begu, dan erpangir kulau.
• Raleng tendi adalah sebuah acara ritual pada masyrakat Karo untuk
memanggil roh orang yang terlepas dari tubuhnya. Masyrakat Karo meyakini
bahwa roh manusia dapat terlepas dari badanya misalnya karena terkejut,
keramat, seperti di gunung, taupun sungai-sungai besar. Untuk
mengembalikan roh tersebut dilakukanlah acara ritual raleng tendi dimana
ensambel gendang telu sendalanen digunakan sebagai musik pengiring.
• Perumah begu adalah acara yang dilakukan untuk memanggil roh yang telah
meninggal, setelah orang yang meninggal dikuburkan, maka pada malam hari
dilakukan acara perumah begu untk memanggil roh yang telah meninggal
tersebut.
• Erpangir ku lau adalah acara pembersihan diri dari hal-hal yang tidak baik,
acara erpangir kulau dilakukan di sebuah sungai, salah satu tempat untuk
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Terdapat dua buah ensambel pada masyrakat Karo yaitu ensambel gendang lima
sendalanen dan telu sendalanen. Ensambel tersebut dipergunakan masyrakat Karo untuk
mendukung upcara-upacara di dalam kehidupan mereka.
Balobat adalah alat musik tiup tradisional Karo yang daapat dimainkan secara solo
maupun dalam ensambel gendang telu sendalanen. Balobat dibuat dari ujung bambu tua yang
biasanya kurang lebih sejengkal dan mempunyai enam buah lubang nada. Dalam pembuatan
balobat terdapat beberapa langkah yang harus ditempuh, mulai dari pemotongan bambu
hingga pengukuran jarak lubang nada dan tuldak mempunyai aturan tersendiri yang telah
dipakai dari dulu hingga sekarang.
Saat ini masih ada beberapa orang yang membuat balobat diantaranya adalah Ropong
Tarigan Sibero ( Berastagi), Fauzi Ginting (Pancur Batu), Nampat Sinulingga ( Desa Lingga )
serta beberapa orang yang belum diketahui penulis.
Ropong Tarigan Sibero adalah salah satu pembuat balobat yang sudah cukup tua,
beliau sudah berumur 85 tahun, namun dalam usia yang sudah tua beliau tetap bekerja
membuat alat musik. Alat musik buatan beliau telah banyak terjual dan tersebar di Indonesia
bahkan ke luar negeri seperti Jerman, India, Amerika dan Malaysia.
Keberadaan (eksistensi) instrument balobat dalam penggunanya sebagai bagian dari
ensambel gendang telu sendalanen kini sudah sangat sulit ditemukan. Hal ini tidak terlepas
dari semakin hilangnya acara-acara ritual dalam masyrakat karo yang menggunakan
ensambel gendang telu sendalanen sebagai pengiringnya. Walaupun ensambel gendang telu
sendalanen sudah jarang dimainkan, namun balobat sebagai instrument masih dipakai
5.2. Saran
Adapun saran yang penulis kemukakan adalah sebagai berikut yaitu.
1. Adanya pelatihan mengenai pembutan dan pelatihan alat musik tradisional Karo yang
dilakukan oleh pemerintah sebagai agenda tahunan, khususnya Pemkab Karo sebagai
pendukung kelestarian kebudayaan Karo.
2. Harus diadakan pensosialisasian mengenai musik tradisional Karo di masyrakat Karo,
agar masyrakat tidak lupa akan budayanya.
3. Pembutan dan permainan balobat seharusnya bisa dimasukkan di dalam kurikukulum
pendidikan khususnya di Kabupaten Karo. Sebagai jalan untuk mengenalkan alat
musik tradisional sejak dini kepada generasi muda.
BAB II
GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN BIOGRAFI SINGKAT
BAPAK ROPONG TARIGAN SIBERO
Bab ini merupakan penjelasan tentang gambaran umum wilayah penelitian dan
biografi singkat bapak Ropong Tarigan Sibero sebagai pembuat alat musik tradisional Karo.
Wilayah yang dimaksud disini adalah bukan hanya lokasi penelitian, tetapi lebih terfokus
kepada gambaran masyarakat Karo khususnya yang ada di Berastagi secara umum.. Namun
sebelum membahas topik tersebut, akan diuraikan lebih dahulu Sejarah singkat Kecamatan
Berastagi
2.1 Sejarah Singkat Kecamatan Berastagi
Kecamatan Berastagi adalah salah satu kecamatan yang terdapat di Kabupaten Karo,
Kecamatan Berastagi dulunya merupakan bagian dari kecamatan Kabanjahe, Kabupaten
Daerah tingkat II Karo, dalam rangka pemekaran Kecamatan di Kabupaten Karo maka
Kecamatan Kabanjahe dibagi menjadi dua wilayah yaitu Kecamatan Kabanjahe dan
perwakilan Kecamatan Berastagi.
Adapun dasar pemikiran ataupun factor pendukung dari pembentukan dari Kecamatan
Berastagi menjadi kecamatan Defenitif adalah sebagai berikut:
Jumlah penduduk = 21.784 jiwa pada tahun 1984
Kota Berastagi adalah merupakan kota tujuan utama pariwisata
Kantor instansi tingkat kecamatn maupun tingkat II banyak yang berada di Berastagi
Sebagai kota tujuan pariwisata selalu sibuk dengan segala bentuk kegiatan masyarakat
Berdasarkan beberapa hal diatas maka ahirnya terbentuklah Kecamatan Berastagi sesuai
dengan peraturan pemerintah Pemerintah RI Nomor 50 tahun 1991 tanggal 07 September
1991. Saat ini Kecamatan Berastagi terdiri dari enam desa dan empat lurah yaitu:
1. Guru Singa
Lokasi penulis melakukan penlitian adalah di rumah Bapak Ropong Tarigan Sibero yang
terletak di Kelurahan Gundaling 1.
2.2 Letak dan Geografis
1. Letak di atas permukan laut : 1.375 meter dengan temperature 190-260 C
2. Luas wilayah : 30,50 Km2
3. Berbatasan dengan :
Sebelah Utara : Kab.Deli Serdang
Sebelah Selatan : Kecamatan Kabanjahe
Sebelah Barat : Kecamatan Simpang Empat dan Kecamatan Merdeka
Sebelah Timur : Kecamatan Tigapanah dan Kecamatan Dolat Rakyat
Topografi Kecamatan Berastagi datar sampai dengan berombak adalah 65 %,
berombak sampai dengan berbukit 22%, berbukit sampai dengan bergunung 13 % dengan
tingkat kesuburan tanahnya sedang sampai dengan tinggi, didukunga lagi dengan curah hujan
rata-rata 2.100 sampai dengan 3.200 mm pertahun.
Kecamatan Berastagi terdiri dari enam desa dan empat kelurahan, dari data statistik
tahun 2011 jumlah penduduk Kecamatan Berastagi adalah 44.734 . Dihitung berdasarkan
jumlah Kepala Keluarga (KK), Kecamatan Berastagi terdiri 10.887 kepala keluarga.
Mayoritas penduduknya adalah suku Karo sebanyak 75 % dan selebihnya adalah suku
Batak Toba, Nias, Jawa, Aceh, Simalungun, Keturunan Cina, Pakpak, Dairi dan lain-lain.
2.3 Sistem Bahasa
Bahasa yang dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah bahasa Karo (Cakap
Karo), namun di pusat kota Berastagi selain bahasa Karo bahasa yang sering dipergunakan
dalam berkomunikasi adalah bahasa Indonesia, hal ini diakaibatkan karena Kota Berastagi
merupakan pusat dari perdagangan, pajak tradisioanal, pajak buah, terminal angkutan umum,
serta gerbang utama untuk wisatawan yang ingin berwisata di Tanah Karo, sehingga wajar
bila selain bahasa Karo bahasa Indonesia juga kerap dipergunakan sebagai bahasa
berkomunikasai sehari-hari.
2.4 Sistem Kekerabatan
Masyarakat Karo dikenal sebagai masyarakat yang menganut sistem kekerabatan
Patriliniel, seperti halnya yang dianut suku Batak lainnya (Simalungun, Toba, Mandailing,
Pakpak/Dairi). Dalam sistem kekerabatan ini, setiap anak yang lahir dalam sebuah keluarga,
baik laki-laki maupun perempuan, dengan sendirinya akan mengikuti garis keturunan atau
adalah anak laki-laki. Sehingga apabila seorang anak perempuan menikah, maka anak-anak
yang dilahirkannya akan mengikuti marga suaminya. Hal ini yang membuat kedudukan
seorang anak laki-laki sangat penting dalam masyarakat Karo.
Ada beberapa strukstur yang mendukung sistem kekerabatan pada masyarakat Karo
yaitu:
• Merga Silima • Tutur Siwaluh • Rakut Si Telu
Merga Silima dalah jumlah marga (merga) yang ada pada suku Karo yaitu:
1. Karo-Karo
2. Ginting
3. Tarigan
4. Sembiring
5. Perangin-angin
Tutur siwaluh adalah delapan unsur keturunanan yang terdapat pada seorang yang
bersuku Karo (kalak Karo), empat dari ayah dan empat dari ibu. Tutur siwaluh inilah yang
selalu dipergunakan saat suku Karo bertutur satu sama lain, dari hasil tutur siwaluh inilah
seseorang akan tau posisinya dengan orang lain dalam adat.
Berikut ini adalah beberapa cara dalam hal menarik garis keturunan seseorang dalam
Suku Karo atau yang disebut dengan Tutur Siwlauh atau Terombo;
Merga/beru
Merga dalam Suku Karo dipakai oleh lelaki, sedangkan beru dalam Suku Karo itu dipakai
dimana dalam Suku Karo itu terdapat lima Marga besar yaitu Sembiring, Ginting,
Perangin-Angin, Karo-karo dan Tarigan.
Contoh pemakain Merga atau Beru: Bapak saya bermarga Sembiring Brahmana, maka saya
bermarga Sembiring Brahmana, begitu juga dengan adik perempuan saya yang mempunyai
beru Sembiring Brahmana.
Bre-bre
Bere-bere yang dipakai seseorang dalam Suku Karo, berasal dari beru yang dipakai oleh ibu.
Pengunaan bere-bere dalam Suku Karo sama dengan pemakaian Marga/beru dalam
seseorang, bedanya kalau Marga/ beru yang digunakan seseorang itu berasal dari Marga ayah,
tetapi kalau bere-bere dalam seseorang itu berasal dari Beru ibu. Bere-Bere dalam Rakut
Sitelu disebut juga dengan Kalimbubu Simupus.
Contoh pemakaian Bere-Bere dalam seseorang Suku Karo: Ibu saya Beru Ginting maka saya
bere-bere Ginting, begitu juga dengan adik-adik saya.
-Binuang
Binuang yang terdapat dalam seseorang Suku Karo, berasal dari bere-bere ayah atau dengan
kata lain beru yang digunakan oleh nenek(ibu dari ayah). Binuang dalam Rakut Sitelu disebut
juga dengan kalimbubu Bena-Bena.
Contoh pemakaian Binuang dalam seseorang Suku Karo: ayah saya mempunyai bere-bere
Ketaren, maka binuang dalam diri saya adalah Ketaren.
-Kempu atau Perkempun
Kempu atau Perkempun dalam seseorang Suku Karo berasal dari bere-bere ibu atau dengan
kata lain beru yang dimiliki nenek (ibu dari ibu). Kempu dalam Rakut Sitelu disebut juga
dengan Kalimbubu Singalo Perkempun.
Contoh pemakain Kempu atau Perkempun dalam seseorang Suku Karo: ibu saya mempunyai
-Kampah
Kampah dalam seseorang Suku Karo berasal dari beru dari ibu kakek, kakek yang dimaksud
adalah ayah dari ayah, atau dengan kata lain bere-bere dari kakek (ayah dari ayah). Kampah
sendiri disebut juga denggan kalimbubu dari seseorang.
Contoh pemakaian kampah dari seseorang Suku Karo; kakek( ayah dari ayah) mempunyai
bere-bere Sebayang, maka Kampah dalam diri saya adalah Sebayang.
-Entah
Entah dalam seseorang Suku Karo berasal dari bere-bere dari nenek (ibu dari ayah), atau
dengan lain Entah adalah beru dari nini (nenek dari bapak). Entah dalam Rakut Sitelu disebut
jugad dengan puang kalimbubu.
Contoh pemakian Entah dalam seseorang Suku Karo: nenek( ibu dari ayah) saya mempunyai
bere-bere Sembiring Kloko, jadi saya Entah saya adalah Sembiring Kloko.
-Ente
Ente dalam seseorang Suku Karo berasal dari bere-bere kakek (ayah dari ibu), dalam Ruku
Sitelu Ente termasuk ke dalam Puang Kalimbubu.
Contoh pemakaian Ente dalam seseorang Suku Karo : kakek (ayah dari ibu) saya mempunyai
bere-bere Sembiring Brahamana, sehingga Ente saya adalah Sembiring Brahmana.
-Soler
Soler dalam seseorang Suku Karo berasal dari bere-bere nenek( ibu dari ibu), yang dimana
dalam Rakut Sitelu Soler termasuk ke dalam Puang ni Puang.
Contoh pemakaian Soler dalam seseorang Suku Karo: nenek(ibu dari ibu) saya mempunyai
bere-bere Sembiring Depari, sehingga saya mempunyai Soler Sembiring Depari.
Rakut Si Telu adalah tiga ikatan hubungan pada masayarakat Karo yang menjadi
1. Sukut
3. Anak beru
Rakut Si Telu sangat berperan penting dalam upacara adat bagi masyarakat Karo, jika dalam
sebuah upacara adat salah satu dari Rakut Sitelu belum hadir maka acara adat tersebut tidak
dapat dimulai.
2.5 Mata Pencaharian
Mata pencaharian penduduk masyrakat Kecamatan Berastagi sebagian besar adalah
sebagai petani meskipun ada beberapa sebagai PNS, pengusaha,pedagang serta kryawan
swasta. Disamping itu penduduk juga mempunyai pekerjaan sambilan yaitu memelihara
ternak ayam, lembu, kerbau, kambing, serta kolam ikan untuk menambah pendapatan.
Banyaknya orang bekerja sebagai petani dan beternak tak lepas kondisi alam yang
subur dan curah hujan yang tinggi. Hasil pertanaian yang menonjol adalah sayur mayur,
buah-buahan, bunga-bungaan, dan palawija lainya.
Tabel 1
Mata Pencaharian di Kecamatan Berastagi
NO Mata Pencaharian Jumlah
1. Pertanian 16.189
2. Industri Rumah Tangga 3139
3. PNS 2032
4. Lainya 1972
2.6 Sistem Kepercayaan
Sebelum menganut agama seperti pada saat sekarang ini, masayrakat Karo menganut
keercayaan yang disebut pemena. Pemena mempercayai adanya penciptaan alam semesta yang disebut Dibata Kaci-Kaci atau lebih dikenal dengan nama Tonggal Sinasa. Masyarakat Karo juga mempercayai adanya tiga alam yaitu Banua Datas(alam bagian atas yang dikuasai oleh Dibata Atas
yang bernama Ompung Utara Diatas), Banua Teruh (alam yang dikuasai oleh Dibata Teruh yang bernama Panglima Duokah Ni Haji), dan Banua Tengah (alam yang dikuasai oleh Dibata Tengah yang bernama Beru Noman Kaci-kaci).
Dibata ini disembah agar manusia mendapatkan keselamatan, jauh dari marabahaya dan
mendapatkan kelimpahan rezeki. Mereka pun percaya adanya tenaga gaib yaitu berupa kekuatan yang berkedudukan di batu-batu besar, kayu besar, sungai, gunung, gua, atau tempat-tempat lain. Tempat inilah yang dikeramatkan. Dan apabila tenaga gaib yang merupakan kekuatan perkasa dari maha pencipta -dalam hal ini Dibata yang menguasai baik alam raya/langit, dunia/bumi, atapun di dalam tanah- disembah maka permintaan akan terkabul. Karena itu masyarakat yang berkepercayaan demikian melakukan berbagai variasi untuk melakukan penyembahan.
Ada beberapa upacara ritual yang dilaksanakan masyarakat Karo secara umum, yang bersifat
mistis (gaib) sesuai dengan kepercayaan zaman dahulu, yaitu:
1. Perumah Begu yaitu upacara pemanggilan arwah seseorang yang sudah meninggal
melalui media Guru Sibaso (dukun)
2. Ndilo Tendi upacara ini sering dilakukan apabila ada seseorang yang terkejut karena
mengalami suatu kejadian, baik karena pengelihatan, pendengaran atau jatuh, hanyut,
dan lain-lain. Dimana tendi tersebut akan meninggalkan tubuhnya karena terkejut.
3. Nengget adalah upacara yang di tujukan pada pasangan suami istri yang setelah sekian
tahun berumah tangga namun belum memiliki anak.
4. Ngarkari ialah upacara menghindari suatu kemalangan yang dialami oleh suatu
5. Perselihi ialah upacara pengobatan suatu penyakit seseorang, untuk memperoleh
kesembuhan dan untuk menghindari penyakit menjadi semakin parah.
6. Ngulaken adalah upacara yang dilaksanakan karena suatu penyakit yang sengaja di
buat oleh seseorang untuk menyerang orang lain hingga orang tersebut jatuh sakit.
Orang yang jatuh sakit tersebut meminta kepada guru sibaso untuk memantulkan
penyakit tersebut kepada si pembuatnya.
7. Erpangir Ku Lau adalah upacara untuk membersihkan diri seseorang atau keluarga
secara keseluruhan, menghilangkan kesulitan, malapetaka, dan lainnya.
8. Ndilo Wari Udan adalah upacara untuk memanggil turunnya hujan kepada Tuhan agar
kemarau tidak berkepanjangan.
9. Njujungi Beras Piher adalah suatu upacara selamatan dan doa agar orang tersebut
dapat diberikan keteguhan iman, berkat, dan lain-lain.
10.Guro- Guro Aron pesta yang dilakukan oleh masyarakat desa setahun sekali.
Guro-guro Aron adalah ungkapan rasa syukur atas pertanian yang dilaksanakan dalam
waktu setahun telah membuahkan hasil yang melimpah, sehingga masyarakat desa
berinisiatif untuk melakukan pesta syukuran.
Seiring berjalanya waktu masayrakat karo secara perlahan-lahan mulai meninggalkan
kepercayaan tersebut, walaupun masih ada beberapa ritual yang masih dilaksanakan. Begitu
juga dengan masayrakat karo di Kecamatan Berastagi, Saaat ini masayrakat Karo di Berastagi
telah memeluk agama yang berkembang dan diakui oleh Negara. Rumah ibadah juga telah
Tabel 2
Jumlah Pemeluk Agama di Kecamatan Berastagi
NO Agama Yang Dianut Oleh Masyrakat Jumlah
1 Islam 15.104
2 Kristen Protestan 19.713
3 Kristen Katholik 3.704
4 Hindu 67
5 Budha 720
jumlah 39308
2.7 Sistem Kesenian
Kesenian adalah merupakan ekspresi perasaan manusia terhadap keindahan, dalam
kebudayaan suku-suku bangsa yang pada mulanya bersifat deskriptif (Koentjaraniningrat,
1980:395-397). Begitu juga dengan masyrakat Karo, mereka memiliki beragam kesenian
dalam kehidupan masyrakatnya.
2.7.1 Seni musik
Dalam masyrakatKaro istilah musik disebut juga dengan gendang. Terdapa dua
ensambel yang musik yang dipakai di masyrakat Karo, yaitu ensambel gendang lima
sendalanen dan ensambel telu sendalanen. Ensambel lima sendalanen terdiri dari sarune,
gendang singindungi, gendang singanaki, penganak dan gong , sedangkan telu sendalanen
2.7.2 Seni tari
Dalam masyarakat karo istilah tari disebut juga landek, Menurut masyarakat Karo,
masing-masing gerakan tari (landek) selalu berhubungan dengan perlambangan tertentu.
Salah satu tarian masyrakat Karo adalah Tari Lima Serangkai.
2.7.3. Seni Bela Diri
Ndikar adalah seni bela diri tradisional dari daerah Karo, dalam prakteknya ndikar
sering juga dianggap sebagai tari-tarian karena dalam setiap penampilannya dalam
acara-acara tertentu pertunjukkan ndikar kerap diiringi dengan musik tradisional Karo
2.7.4 Seni Ukir
Masyarakat Karo banyak membuat ukiran-ukiran ornamen di dalam kehidupan
sehari-harinya, masyarakat juga percaya kalau ukiran tersebut mempunyai kekuatan mistis. Secara
garis besar ada empat tempat dimana karya seni ini biasa ditempatkan, antara lain:.
Berikut adalah beberapa contoh ornamen yang ada pada masyrakat Karo
1. Pengretret
Motif : Cicak berkepala dua
Fungsi : Tolak bala
Tempat: Dinding rumah adat Karo
Motif :Geometris
Fungsi :Tolak bala
Tempat :Melmelen, Ukat, Gantang beru-beru, Buku Pustaka
3. Ampik – Ampik
Motif : Terdiri dari bermacam-macam motif yang bergabung yaitu: Bunga Gundur, Duri
Ikan, Tempune-tempune, Pakau-pakau, Anjak-anjak beru Ginting dan Pancung-pancung
Cekala.
Fungsi : Tolak bala / hiasan
Tempat : Pada anyaman ayo-ayo rumah adat.
Motif : Geometris
Fungsi : Tolak bala
Tempat : Melmelen, Ukat, Gantang beru-beru, Buku Pustaka
5. Ukiran Pisau Tumbu Lada
Motif : Kepala burung
Tempat : Gagang Pisau
Fungsi : Memperindah Tampilan Pisau
2.8 Biografi Ropong Tarigan Sibero
Biografi berasal dari bahasa Yunani, yaitu bios yang berarti hidup, dan graphien yang
berarti tulis. Dengan kata lain biografi merupakan tulisan tentang kehidupan seseorang.
Biografi, secara sederhana dapat dikatakan sebagai sebuah kisah riwayat hidup seseorang.
Biografi dapat berbentuk beberapa baris kalimat saja, namun juga dapat berupa lebih dari satu
Biografi yang dibahas disini hanyalah berupa biografi ringkas, artinya hanya memuat
hal-hal umum mengenai kehidupan bapak Ropong Tarigan Sibero dimulai dari masa kecil
hingga saaat ini. Biografi yang dibahas disini adalah hasil wawancara langsung dengan beliau
2.8.1 Latar Belakang Keluarga
Ropong Tarigan Sibero lahir di Desa Ndeskati, Kecamatan Simpang Empat,
Kabupaten Karo pada tanggal yang tidak diketahui, bulan 9 tahun 1927. Ayah Ropong
Tarigan bernama Lameh Tarigan dan ibu Ropong Tarigan bernama Ronah br Sembiring.
Ropong Tarigan sibero adalah anak kedua dari enam bersaudara , beliau merupakan anak
laki-laki satu-satunya.
Orag tua beliau bekerja sebagai petani dan pembuat gula aren. Seperti anak-anak
kecil yang lainya di Tanah Karo pada saat itu, beliau menghabiskan masa kecilnya hanya
dengan bermain-main dengan anak sebayanya dan pergi ke ladang membantu orang tua,
2.8.2 Latar Belakang Pendidikan
Beliau hanya mejalani pendidikan samapai kelas 5 SD, pengertian SD disini bukan
Sekolah Dasar seperti sekarang tapi Sekolah Desa, mulai dari kelas 1 SD hingga kelas 3 SD
beliau sekolah di Naman sedangkan untuk kelas 4, 5, dan 6 harus diselesaikan di Berastagi
begitu lah peraturan padaa saat itu menurut beliau. pada saat itu ia termasuk siswa yang
pintar, matematika adalah salah satu pelajaran yang paling dia sukai, bahkan ketika masih di
kelas 5 dia sering membantu guru di kelas untuk membimbing teman-temanya yang lain
untuk bidang matematika ini, karena beliau adalah yang paling pintar matemaatika di
sekolahnya. Pada saat itu ketersediaan tenaga pengajar sangat sedikit, apalagi untuk sekolah
di wilayah desa, berbeda dengan sekolah belanda di kota yang khusus untuk orang-orang
beliau lulus dari pendidikan SD-nya. Tapi hal itu tidak sempat terjadi karena ketika beliau
masih kelas 5 SD terjadi lagi perang dengan penjajah yang mengakibatkan beliau dan
masyrakat lainya harus meninggalkan kampungnya untuk mengungsi mencari tempat yang
lebih aman agar terhindar dari para penjajah, bahkan beliau harus ikut berperang sebagai
laskar untuk melawan penjajah walaupun beliau masih muda.
2.8.3 Masa Berumah Tangga
Setelah merdeka dan keadaan semakin kondusif maka para pengungsi kembali ke
kampung masing-masing, pada saat itu beliau ditawarkan untuk kembali melanjutkan
pendidikannya yang sempat terhenti, namun beliau menolak dan memilih untuk bekerja
sebagai petani saja seperti masyrakat karo pada umumnya saat itu. Banyak jenis pekerjaan
yang digeluti beliau mulai dari bertani, membuat gula aren, mengiris tembakau dan bekerja di
pajak sayur Berastagi. Beliau mengiris tembakau bukan hanya di satu daerah saja beberapa
desa di Tanah Karo seperti Batukarang, Tanjong Morawa, Payung, Sukatendel sebagai
pengiris tembakau panggilan.
Ropong Tarigan Sibero menikah pada tahun 1950 saat usianya 23 tahun. Beliau
menikah dengan Nanam br Sitepu. Dari pernikahan ini Ropong Tarigan dan istrinya
dikarunai delapan orang anak tiga laki-laki dan lima perempuan. Berikut adalah nama-nama
dari putra-putri Ropong Tarigan Sibero :
7. Ate Keleng br Tarigan
8. Mbantu Tarigan
2.8.4 Ropong Tarigan Sebagai Pekerja Seni
Sejak kecil Ropong Tarigan Sibero memang sudah memiliki keterampilan dalam
bidang seni terutama dalam hal membuat alat musik tradisional Karo, alat musik
keteng-keteng, surdam dan balobat sudah biasa dibuat oleh beliau sejak masih kecil. Beliau tidak
mempunyai guru khusus yang mengajarinya untuk membuat alat musik, beliau belajar secara
otodidak dengan memperhatikan orang lain, dan mempraktekkanya secara langsung. Menurut
beliau setelah dirinya pindah dan menetap di Berastagi beliau sering berjumpa dengan
bebrapa pemain musik tradisional Karo, secara tak langsung beliau pun semakin akrab
dengan musik Karo bukan sebagai pemainnya tapi sebagai pembuat, Pada suatu malam beliau
bermimpi, dalam mimpinya tersebut beliau berjumpa dengan seorang yang sedang bermain
kulcapi lalu pria tersebut memberi kulcapinya tersebut kepada beliau,. Selain mimpi tersebut
dia juga disuruh oleh beberapa teman-tamanya salah satunya adalah ayah dari alm.Tukang
Ginting waktu itu untuk bekerja sebagai pembuat alat musik Karo. Berdasarkan mimpi dan
desakan beberapa teman-teman beliau yang yakin dengan kemampuan beliau, maka beliau
mencoba untuk membuat alat musik Karo.
Melihat alat musik hasil buatanya banyak diapresiasi oleh masyrakat maka pada tahun
1962, beliau mulai bekerja sebagai pembuat alat musik karo dan menjual alat musik
buatanya. Kulcapi pertama yang dibuat oleh beliau diberi kepada Pa Tropong Purba. Secara
perlahan beliau semakin dikenal sebagai pembuat alat musik Karo. Sejak bekerja sebagai
pembuat alat musik beliau tidak pernah mempunyai galeri khusus untuk ataupun mendirikan
tempat khusus untuk pekerjaan dan penjualan hasil karyanya, semua itu dilakukan di
2.8.5 Keberadaan Alat Musik Buatan Ropong Tarigan Sibero
Sejak mulai dikenal sebagai pembuat alat musik hingga saat ini, telah banyak alat
musik yang dijual oleh beliau. Tidak hanya masyrakat Karo dan seniman karo saja yang
membeli alat musik buatan beliau. Alat musik buatan beliau telah banyak terjual dan tersebar
di Indonesia bahkan ke luar negeri seperti Jerman, India, Amerika dan Malaysia.
Pada tanggal 22 September 1989 seorang culutural anthropologist dari Jerman yang
bernama Achim Sibeth datang menjumpai beliau dan memesan beberapa alat musik
tradisional karo untuk dibawa ke museum di Jerman. Sebelumnya orang Jerman lainya juga
sudah pernah datang menjumpai beliau yaitu Uli Kozok seorang peneliti budaya dan sastra
batak untuk dimintai keterangan seputar pembuatan alat musik Karo.
Menurut Tri Syahputra Sitepu alat musik beliau juga banyak dipakai seniman di
Taman Budaya yang memainkan musik tradisional Karo. Pada saat adanya pegelaran Pekan
Raya Sumatera Utara (PRSU) di Medan yang merupakan pameran dan pegelaran seni dan
budaya dari seluruh etnis Sumatera Utara khusus untuk Kabupaten Karo alat musik yang
dipamerkan sebagian besar adalah buatan Ropong Tarigan Sibero. Toko Souvenir di
Berastagi seperti Karo-Karo souvenir, Modesty souvenir juga menjual alat musik butan
beliau. Museum Karo yang terdapat di Berstagi juga memajang beberapa alat musik buatanya
di tempat tersebut.
Para konsumen alat musik buatan Ropong Tarigan juga banyak dari mahasiswa yang
kuliah di jurusan seni musik seperti FBS UNIMED dan Departemen Etnomusikologi USU.
Menurut Wanda Sitepu dan Ricky Bukit (mahasiswa unimed jurusan seni musik) mereka juga
memakai alat musik tradisional karo buatan Ropong Tarigan, Wanda sitepu mengakui bahwa
semua alat musik karo yang dipergunakanya adalah buatan Ropong Tarigan Sibero,
menurutnya kualitas alat musik buatan beliau bagus, kokoh, tahan lama. Beberapa Mahasiswa
Tidak susah untuk mengetahui alat musi buatan beliau, karena alat musik yang telah
selesai dikerjakan dan siap untuk dijual akan diberi tanda oleh beliau sesuai dengan singkatan
nama beliau yaitu RTS ( Ropong Tarigan Sibero). Khusus untuk alat musik balobat dan
surdam beliau biasanya mengukir namanya di bambu tersebut dengan aksara Karo.
Gambar II.1. Singkatan nama RTS di kulcapi
Gambar II.2. Singkatan nama RTS di balobat.
Selain menulis namanya di setiap alat musik yang dibuatnya, beliau juga selalu
menulis nama, orang yang membeli alat musiknya, tanggal pembelianya, bahkan khusus
telah dijualnya mulai dari dulu hingga saat ini. Sejak tahun 1962 sampai saat ini beliau telah
menjual 275 kulcapi. Semua catatan ini ditulis di sebuah buku notes oleh beliau.
Gambar II.4. Catatan pembelian di buku notes
Berdasarkan catatan yang ditulis oleh beliau dapat diketahui siapa saja yang pernah
membeli alat music buatan beliau, misalnya Jasa Tarigan membeli 5 kulcapi dengan harga Rp
75.000 pada tanggal 15-2-1986.
Dalam usia beliau yang sudah mencapai 87 tahun beliau masih tetap aktif membuat
alat musik tradisional karo, dari ke delapan anak beliau tidak satupun yang meneruskan
bakat beliau, sehinnga beliau senang bila ada yang ingin belajar darinya.
Saat ini beliau menjual balobat dan surdam seharga Rp. 30.000 per buah, sedangkan
kulcapi Rp 800.000 perbuah, dari hasil penjualan alat musik tersebut lah beliau mencukupi
kebutuhannya sehari-hari.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Karo adalah salah satu suku yang berasal dari propinsi Sumatera Utara. Etnis Karo
merupakan salah satu dari lima kelompok etnis batak lainnya, yaitu, Toba, Karo, Simalungun,
Pakpak, Mandailing-Angkola, ( Bangun, 1993:94). Seperti suku-suku lain yang ada di dunia
ini suku Karo mempunyai budaya yang diwariskan secara turun temurun dari leluhur
mereka, baik secara lisan maupun tulisan. Salah satu bentuk kebudayaan yang dapat kita lihat
dalam kehidupan masyrakat adalah kesenian. Banyak ragam kesenian yang terdapat pada
suku Karo yaitu seni ukir, seni musik, seni tari dan masih banyak lagi.
Bagi suku Karo, musik mempunyai peranan yang sangat penting dalam aspek
kehidupan masyarakatnya, karena hampir seluruh kegiatan adat, ritual, hiburan, selalu
menggunakan musik.
Masyrakat Karo mempunyai budaya musikal sendiri. Dalam penyajiannya ada yang
menggunakan alat musik, ada vokal, gabungan vokal dengan musik, dalam penggunaan alat
musiknya ada yang dimainkan secara ensambel ada juga yang secara solo .
Masyarakat Karo menyebut musik dengan istilah gendang, Musik tradisional Karo
terbagi atas dua jenis yaitu ensambel gendang lima sendalanen dan ensambel telu
sendalanen. Kedua ensambel tersebutlah sering dipergunakan masyarakat karo dalam
kehidupan mereka sehari-hari baik dalam konteks ritual, upacara adat maupun hiburan.
Ensambel gendang lima sendalanen terdiri dari lima instrumen musik yaitu sarune
(aerophone),gendang singindungi (membranophone), gendangsinganaki (membranophone),
gung (idiophone),penganak (idiophone).
sedangkan gendang telu sendalanen terdiri dari keteng-keteng (idio-kordophone), kulcapi
(kordophone),balobat (aerophone), mangkuk mbentar (idiophone).
Balobat adalah salah satu jenis alat musik yang dipakai dalam bentuk solo instrumen
dan juga digabungkan dalam ensambel musik tradisional Karo. Balobat merupakan alat musik tiup yang tebuat dari bambu (block flute). Bambu yang dipilih adalah pucuk atau ujung dari pohon bambu yang sudah tua, mempunyai enam buah lobang nada.
Saat ini pembuat balobat tidak banyak lagi. Hal ini mungkin diakibatkan tidak
adanya ketertarikan untuk mempelajari pembuatan alat musik balobat pada saat ini sehingga
tidak adanya regenerasi. Bapak Ropong Tarigan Sibero merupakan seorang yang masih bisa
membuat alat musik balobat, tetapi beliau sudah berumur 85 tahun, Ropong Tarigan bukan
hanya membuat balobat hampir seluruh alat musik Karo bisa dibuat oleh bapak ini. Bila
dilihat dari segi umur beliau sudah cukup tua, walaupun sekarang beliau masih sanggup,
melihat umur beliau, tidak tertutup kemungkinan beberapa tahun ke depan beliau tidak akan
sanggup lagi. Dengan demikian akan semakin sedikit orang yang mengerti proses pembutan
alat musik balobat.
Balobat dimainkan dengan cara ditiup, namun balobat juga mempunyai tekhnik
permainan yang harus dipelajari agar ketika saat memainkanya bisa maksimal dan didapat
hasil yang bagus.
Balobat dimainkan dalam satu ensambel yang terdiri dari mangkuk mbentar dan
keteng-keteng. Ensambel ini biasa dimainkan untuk memanggil roh, misalnya upacara raleng
tendi,. Selain dimainkan secara ensambel dalam konteks ritual, belobat juga dimainkan oleh
masayrakat karo secara solo instrument disebut tambar melungen, alang-alang melaun
Alat musik buatan bapak Ropong Tarigan banyak dipakai oleh seniman-seniman karo
yang berkecimpung di musik tradisi, bahkan alat musik buatanya sudah dijual ke luar negeri
seperti Jerman dan Belanda.
Menurut beliau orang dari luar negeri tersebut membeli alat musiknya bukan hanya
sebagai cendera mata namun untuk di perkenalkan di negaranya dan juga untuk dimainkan.
Dari uraian latar belakang masalah di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti,
mengkaji, serta menuliskanya dalam sebuah tulisan ilmiah dengan judul ”KAJIAN
ORGANOLOGIS BALOBAT BUATAN BAPAK ROPONG TARIGAN SIBERO Di
BERASTAGI ”
1.2 Pokok Permasalahan
Dari latar belakang yang penulis kemukakan di atas, maka penulis mengambil
beberapa pokok permasalahan utama , yang menjadi topik bahaan dalam tulisan ini :
1.Bagaimana proses pembuatan alat musik balobat
2.Tehknik memainkan balobat
4.Eksistensi balobat pada masyrakat Karo
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian terhadap balobat adalah :
1.Untuk mengetahui tekhnik dan proses pembuatan balobat
2.Untuk mengetahui tekhnik permianan balobat
1.3.2 Manfaat Penelitian
Manfaat Penelitian adalah :
1.Sebagai bahan dokumentasi dan bahan refrensi bagi penelitian berikutnya yang memiliki
keterkaitan dengan topik ini.
2.Sebagai upaya untuk melestarikan musik tradisional sebagai bagian dari budaya nasional
3.Sebagai tulisan yang dapat berguna dan memberi pengetahuan mengenai belobat bagi
penulis dan pembaca khususnya masyarakat Karo.
4.Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan program S-1 di Departemen
Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya USU.
1.4 Konsep dan Teori
1.4.1 Konsep
Konsep merupakan rancangan ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa
konkret (Kamus besar bahasa Indonesia,Balai Pustaka,2005).
Kajian berasal dari kata kaji yang berarti pelajaran dan agama.Mengkaji mempunyai arti 1.belajar,mempelajari, 2.memeriksa, menyelidiki, memikirkan (mempertimbangkan) menguji, menelaah secara mendalam .Kajian adalah hasil dari mengkaji w.J.S Poerwadarminta(2003:508).
Pengertian dari organologi merupakan ilmu tentang instrumen musik, yang tidak
hanya meliputi sejarah dan deskripsi alat musik, akan tetapi sama pentingnya dengan ilmu
pengetahuan dari alat musik itu sendiri antara lain : teknik permainan, fungsi musikal, dan
berbagai pendekatan tentang sosial budaya, Mantle Hood (1982:124)
Balobat merupakan instrumen musik karo yang terbuat dari bambu memiliki enam
buah lobang nada dimainkan dengan cara ditiup, balobat secara umum bisa dimainkan secara
Secara solo biasanya balobat hanya dimainkan sebagai hiburan di saat senggang di
ladang. sedangkan dalam ensambel dipakai pada upacara ritual seperti raleng tendi.untuk
memanggil roh yang terlepas.
Berdasarkan uraian diatas, maka dalam tulisan ini penulis mengkaji tentang
pembuatan instrumen musik balobat Karo. Penulis juga akan mempelajari, memeriksa, dan
mendalami balobat dengan teliti.
1.4.2 Teori
Teori merupakan pendapat yang dikemukakan mengenai suatu peristiwa (Kamus
besar bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1991:1041). Sesuai dengan permasalahan yang akan
dibahas dalam skripsi ini, maka penulis menggunakan beberapa teori yang
berkaitan(relevan) dengan tulisan ini.
Dalam mengkaji cara pembuatan alat musik belobat, penulis mengacu pada teori
yang dikemukakan oleh Susumu Kashima(1978:74) yaitu;
“Dua pendekatan yang dapat dilakukan untuk membahas alat musik, yakni
pendekatanstruktural dan fungsional. Secara struktural, yaitu : aspek fisik instrumen musik,
pengamatan, mengukur, merekam, bentuk serta menggambar bentuk instrumen, ukuran,
konstruksi, dan bahan yang dipakai untuk membuat instrumen. Sedangkan pendekatan
fungsional berhubungan dengan fungsi alat musik sebagai alat untuk memproduksi suara,
meneliti, melakukan pengukuran dan mencatat metode, memainkan instrumen, penggunaan
bunyi yang diproduksi (dalam kaitannya dengan komposisi musik) dan kekuatan suara”
Dalam pengklasifikasian instrument musik, penulis menggunakan teori yang