• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Organologis Sarune Jahe Pada Masyarakat Karo Jahe, Buatan Bapak Kebal Kaban Di Desa Baguldah, Kecamatan Binjai Selatan, Kabupaten Langkat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Organologis Sarune Jahe Pada Masyarakat Karo Jahe, Buatan Bapak Kebal Kaban Di Desa Baguldah, Kecamatan Binjai Selatan, Kabupaten Langkat"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Bachtiar Harsja W. Kebudayaan dan pendidikan: bersatulah Fakultas Sastra, Universitas Indonesia, 1987

Badudu, J.S. 1982. Pelik-Pelik Bahasa Indonesia. Bandung: Pustaka Prima

Bangun, Payung, 1980. Kebudayaan Batak dalam Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta, Djambatan

Depdikbud, 2005. Kamus besar bahasa indonesia. Jakarta balai pustaka.

G.L Tichelman dan P. Voorhoeve, 1936 “Steenplastiek Simaloengoen” Medan, Kohler & Co Medan.

Hornbostel,Erich M.Von and Curt Sach, 1961. Clasification of Musical Instrument. Translate From Original Jerman by Antoni Brims and Klons P. Wachsman.

Hood, Mantle, 1982. The Etnhomusicologist, New Edition Kent : The Kent State University Press

Khasima, Susumu, 1978. Ilustrasi dan Pengukuran Instrumen Musik. Terjemahan Rizaldi Siagian

Koentjaraningrat. 1973. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia. 1980. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan. 1981. Pengantar Antropologi, Jakarta : Balai Pustaka. 1985. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia. 1986. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Aksara Baru

M. Soeharto, 1992. Kamus Musik

Manoff, Tom. 1991. “The Musik Kit(Terjemahan)”. Medan. Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara

Meriam, Allan P. 1964. The Anthropology of Music . North Western, University press.

Moleong, Lexi j, 1988. Metodologi penelitian kualitatif. Bandung Remaja Poskakarya

Nettl, Bruno. 1964. Theory and Method in Etnomusicology. The Free Press of Glencoe. New York

Prinst, Darwan. 2004. Adat Karo. Medan: Bina Media Perintis

(2)

BAB III

EKSISTENSI DAN FUNGSI SARUNE JAHE

3.1 Eksistensi Sarune Jahe pada Masyarakat Karo Jahe di kota Langkat

Pada tahun 1949 Indonesia mengesahkan dirinya menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS). Mulailah berdatangan para suku-suku karo gugung ke daerah Langkat dan mulai bertempat tinggal dan melanjutkan hidup di Langkat. Banyaknya suku Karo yang mendiami daerah Langkat sehingga menjadikan mereka disebut “karo Jahe”.

Budaya yang sama baik dalam segi bahasa, acara adat, dan lain-lain, sehingga para suku karo yang ada saat mengadakan acara-acara tertentu pasti menggunakan setiap nilai-nilai kebudayaannya baik tata cara maupun alat musik yang digunakan dalam setiap acara tersebut.

Ada beberapa alat musik karo yang digunakan dalam setiap acara adat suku karo seperti : sarune, gong, gendang kitik dan gendang galang. Dan dalam setiap acara adat yang dilakukan semua alat musik ini harus lengkap. Seperti halnya dibawah akan dibahas mengenai salah satu alat musik karo yang merupakan objek penelitian bagi peneliti yaitu sarune jahe.

(3)

Namun pada masyarakat di Langkat gendang ini diperkenalkan oleh bapak Kebal Kaban setahun setelah dia pindah ke Langkat pada tahun 1953.

Sarune jahe ini dipergunakan untuk setiap acara-acara yang dilakukan oleh para suku karo seperti : acara pernikahan, masuk rumah baru, memindahkan tulang-belulang para leluhur, upacara agama, dll. Sarune Jahe juga menjadi sesuatu yang dianggap berbau mistik oleh para suku karo dikarenakan mereka mempercayai bahwa saat memainkan alat musik tersebut yang memainkannya adalah para leluhur mereka dan tidak sembarangan orang dapat memainkannya. Namun ada juga yang berpendapat seperti yang diutarakan oleh bapak Kebal Kaban bahwa dalam memainkannya si pemain juga harus merasakan emosi dari lagu yang dimainkan.

Seiring berjalannya waktu, bapak Kebal Kaban semakin terkenal namanya sebagai pemain alat musik karo yaitu pada tahun 1958, yang menyebabkan banyak orang yang mengenal dia hingga akhirnya ada 6 orang yang memesan alat musik karo untuk dia buat seperti : Gendang galang atau sarune. Dan bahkan dia memberikan 3 teman terdekatnya masing-masing 1 alat musik karo.

(4)

3.2 Fungsi Sarune Jahe pada Masyarakat Karo Jahe di Langkat

Dalam musik Karo, ada suatu keyakinan kuat bahwa bunyi-bunyi musik secara langsung dapat berpengaruh terhadap perilaku manusia serta kejadian-kejadian sepanjang hidupnya.

Menurut penjelasan dari Bapak Kebal Kaban, di dalam ensambel Gendang Langkat, sarunei memiliki peran utama yaitu sebagai pembawa melodi.

Penerapan metode siklus pernapasan yang tidak terputus, tanpa adanya perhentian atau istirahat dari awal hingga akhir sebuah lagu dalam memainkan sebuah repertoar lagu, menjadikan pemain sarune sebagai pemimpin didalam ensambel musik gendang langkat. Hal tersebut disebabkan sarune adalah instrumen pembawa melodi pokok yang menjadi nada khas sebuah lagu dalam setiap gual, yang dibawakan dalam upacara-upacara pada masyarakat karo jahe di Langkat.

Dalam fungsinya sarune dapat digunakan pada upacara-upacara adat, selain itu sarune juga dapat dimainkan secara pribadi untuk keperluan alat hiburan semata. Untuk keperluan hiburan sarune yang digunakan adalah sarune yang tidak khusus, yakni biasa digunakan saat mengisi waktu luang ketika berada di rumah. Akan tetapi pada zaman ini penggunaan sarune tergolong situasional. Maksudnya dalam acara hiburan terkadang bagian gundalnya sudah dipergunakan.

Dalam menuliskan fungsi sarunei, maka penulis mengacu pada teori Alan P.Merriam, yaitu:

(5)

Dari kalimat di atas, dapat diartikan bahwa use (penggunaan) bahwa menitikberatkan pada masalah situasi atau cara yang bagaimana musik itu digunakan, sedangkan function (fungsi) yang menitikberatkan pada alasan penggunaan atau menyangkut tujuan pemakaian musik, terutama maksud yang lebih luas, sampai sejauh mana musik itu mampu memenuhi kebutuhan manusia itu sendiri.

Menurut hematnya, Alan P. Merriam menjabarkan sepuluh fungsi musik pada umumnya, yaitu: (1) fungsi pengungkapan emosional, (2) penghayatan estetis, (3) hiburan, (4) komunikasi, (5) perlambangan, (6) reaksi jasmani, (7) norma-norma sosial, (8) pengesahan lembaga sosial dan upacara agama, (9) kesinambungan kebudayaan, dan (10) pengintegrasian masyarakat. Fungsi tersebut menyangkut tujuan pemakaian musik dalam pandangan luas.

3.2.1 Fungsi Pengungkapan Emosional

Musik mempunyai daya yang besar sebagai sarana untuk mengungkapkan rasa atau emosi (misalnya rasa sedih, rindu, bangga, tenang, rasa kagum pada dunia hasil ciptaan Tuhan) bagi para pendengarnya (Merriam,1964:223). Reaksi-rekasi tersebut dapat berupa ekspresi langsung seperti menyanyi mengikuti lagu yang dimainkan atau mendengarkan secara tenang dan seksama tanpa banyak pengungkapan suasana hati yang terlihat secara langsung.

(6)

seperti rasa rsedih dan rindu kepada kedua orang tua penyajinya yang telah meninggal dunia. Dorongan emosional yang mengakibatkan kesedihan pada diri pemainnya terutama karena kemelaratan dan penderitaan yang dialami, akhirnya rasa rindu kepada orangtuanya mengenang masa-masa indah dan bahagia ketika mereka masih bersama-sama.

3.2.2 Fungsi Penghayatan Estetis

Menurut Merriam, ada empat buah asumsi dalam mendefinisikan kata estetika. Keempat asumsi tersebut adalah:

a) Estetika adalah suatu konsep yang digunakan dalam kebudayaan Barat dan Timur untuk menyatakan sesuatu mengenai kesenian.

b) Konsep estetika dengn berbagai macam konsep pemikiran cenderung lebih bersifat mengaburkan dan bukan memperjelas konsep-konsep pemikiran pokok yang dikandung oleh filsafat estetika.

c) Dalam membahas estetika, biasanya hanya terpaku hanya pada satu macam seni saja. Dengan demikian para pakar telah menegaskan perbedaan antara kesenian murni dan kesenian terapan, maupun antara artis dan pengrajin.

(7)

Setiap musik yang dimiliki masyarakat memiliki nilai-nilai estetis dan penilaian terhadap musik tersebut tergantung kepada anggota masyarakat itu sendiri maupun masyarakat luar (Merriam, 1964:223). Merriam juga mengisolir enam buah konsep khas atau faktor yang dapat menyimpulkan apakah suatu masyarakat memiliki pemahaman estetika yang memerankan fungsi tertentu. Keenam faktor tersebut adalah:

1) Pemisahan psikis, yaitu mencakup kapasitas kemampuan seseorang individu untuk menjauhkan diri dari suatu obyek dan kemudian mengamatinya dengan suatu tingkat obyektivitas tertentu. Maksudnya adalah musik dipisahkan dari konteks di mana musik itu biasanya didengarkan dan unsur-unsur penyusunnya dapat dikenali dan dianalisa.

2) Manipulasi bentuk secara positif, merupakan bagian yang berpengaruh kuat pada budaya musik Barat, sebab perubahan dianggap sebagai suatu norma dan menjadi logis. Bila musik dianggap sebagai obyek yang abstrak, maka manipulasi bentuk secara otomatis hampir dipastikan akan selalu terjadi. Untuk memanipulasi bentuk diperlukan adanya konsep-konsep unsur bentuk. Dalam terminologi Barat, konsep-konsep unsur tersebut berkenaan dengan hal-hal seperti interval, melodi, irama, ketukan, keselarasan nada, dan yang lainnya.

(8)

4) Pengakuan keindahan terhadap proses atau produk seni. Dalam masyarakat Barat keindahan merupakan sesuatu yang penting. Keindahan merupakan suatu bagian yang tidak terpisahkan dari kesenian.

5) Kesengajaan dalam menciptakan sesuatu yang estetik. Seniman Barat secara sengaja menciptakan suatu obyek atau bunyi-bunyian yang akan dikagumi secara estetik oleh mereka yang menyaksikan atau mendengarnya, dan unsur pengupayaan secara sadar ini menekankan kembali keabstrakan seni dari konteks kebudayaannya.

6) Keberadaan filsafat suatu materi estetik. Menurut Merriam, benar adanya jika dikatakan bahwa apa yang menjadi kekhasan konsep-konsep pemikiran Barat serta idealisme akan bentuk dan keindahan adalah bahasa estetika yang pasti.

Berdasarkan ke enam faktor tersebut, dapat ditentukan bahwa pada dasarnya sarune jahe buatan bapak Kebal Kaban ini memenuhi kriteria tersebut di atas. Oleh sebab itu alat musik ini dapat dikatakan memiliki fungsi estetika.

3.2.3 Fungsi Hiburan

Pada setiap masyarakat di dunia, musik berfungsi sebagai alat hiburan karena musik dapat memberikan ketenangan, kebahagiaan dan kepuasan tertentu kepada yang mendengar (Merriam 1964:224).

(9)

Perkembangan penggunaan sarune berikutnya telah digunakan sebagai alat untuk mengusir rasa jenuh, bosan dan sunyi di lading-ladang atau sawah terutama ketika sedang menjaga padi.

Sebagai akibat yang diditimbulkan instrument ini berkaitan dengan fungsi pengungkapan emosional ialah timbulnya rasa puas di mana pemainnya dapat mengungkapkan kesedihan hati dan penderitaan yang selama ini menggangu hati dan pikirannya kini telah tersalurkan walaupun kondisi ini hanya berlangsung dalam waktu yang relatif singkat.

3.2.4 Fungsi Komunikasi

Musik mampu menyampaikan sesuatu (pesan) kepada siapa yang akan dituju yang dilatarbelakangi oleh kebudayaan yang membentuk musik tersebut (Merriam, 1964:224). Merriam berpendapat bahwa kemungkinan yang paling jelas ialah komunikasi dihadirkan dengan cara menanamkan makna-makna simbolis ke dalam musik yang secara tidak disadari diakui oleh para warga komunitas tersebut. Penanaman makna-makna simbolis dapa terjadi dalam salah satu dari kedua macam cara berikut: secara sadar atau secara bawah sadar.

Bunyi musik dapat menyajikan suasana hati tertentu, baik itu sedih, gembira, semangat, ataupun yang lainnya. Dengan demikian bunyi musik dapat mengkomunikasikan lingkup-lingkup nuansa yang sesuai dengan musik yang dibunyikan.

(10)

ketika alat ini digunakan oleh anak perana (pemuda) untuk mengkomunikasikan perasaannya kepada seorang gadis yang disukainya.

Dalam kaitan yang lain, dapat dilihat bahwa sarune berfungsi sebagai alat komunikasi antara penggunanya dengan unsur atau oknum yang dituju. Misalnya, pada reportoar gendang mulana, sarune sebagai salah satu perangkat instrument di dalamnya berfungsi sebagai alat untuk mengkomunikasikan maksud dan permohonan kesukuten (pelaksana pesta) kepada guru (pencipta) agar apa yang diinginkan dapat terkabul.

Juga sebagai alat musik yang dianggap oleh masyarakatnya mempunyai tendi (roh kehidupan) akan jelas terlihat bahwa melodi-melodi yang dikeluarkan sarune adalah merupakan komunikasi yang dianggap sebagai kata-kata kepada unsur-unsur atau oknum-oknum tertentu sebagaimana selalu diucapkan dalam upacara-upacara adat dengan istilah merkata gendang , yaitu memainkan ensambel gendang yang di dalamnya terdapat gong, sarune, dan gendang galang. Jika dikatakan merkata gendang berarti di dalamnya telah terkandung suara dalam bentuk kata-kata untuk mengkomunikasikan sesuatu hal kepada sesuatu hal lain, sesuai dengan repertoar yang dimainkan.

3.2.5 Fungsi Perlambangan

(11)

1) Melalui makna harafiah yang disajikan. Dalam menulis mengenai aspek simbolisme dalam kesenian ini, Merriam mengakui keberadaan makna harafiah dalam kesenian serta penyampaian ini jauh lebih mudah dipahami dalam bentuk-bentuk seni rupa dan tari-tarian dibandingkan dengan seni musik.

2) Melalui refleksi suasana hati dan makna.

3) Melalui refleksi nilai-nlai , pengaturan kondisi sosial dan perilaku budaya lain. Alan P.Merriam berpendapat bahwa musik merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebudayaan dan sebagaimana aspek-aspek kebudayaan lainnya, musik niscaya akan mencerminkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip umum yang mendasarinya yang menghidupkan kebudayaan tersebut secara menyeluruh.

4) Melalui prinsip-prinsip aplikasi universal secara luas.

Mengenai fungsi perlambangan akan jelas dapat kita lihat bahwa secara fisik sarune adalah lambang kehidupan yang dinyatakan dalam tiga unsur, yaitu gundal (bayangan) pada resonator, daroh (darah) pada perdah (batang sarune), dan kesah (nafas) pada tiupan yang menghasilkan suara dari pemainnya.

(12)

3.2.6 Fungsi Kesinambungan Budaya

Sebagai fungsi kesinambungan kebudayaan, penulis melihatnya dari segi penggunaan sarune sebagai alat untuk mengkomunikasikan perasaan seorang pemuda kepada seorang gadis melalui bunyi dan pitunang yang terdapat di dalamnya. Berhasilnya cara tersebut digunakan hingga samapai ke jenjang perkainan, secara otomatis sesuai dengan tujuan utama perkawinan yaitu untuk mendapatkan keturunan akan mengakibatkan kesinambungan kebudayaan dari generasi orang tua kepada anaknya.

(13)

BAB IV

KAJIAN ORGANOLOGIS SARUNE JAHE

4.1 Perspektif Sejarah Sarune Jahe

Dari beberapa informan yang telah penulis temui secara terpisah, diantaranya adalah bapak Kebal Kaban dan Jahuat Lape Sitepu pemain sarunei mengatakan bahwa mereka tidak mengetahui asal-usul alat musik sarunei tersebut. Dan tidak pernah mendengar cerita dari mulut kemulut dari leluhurnya tentang asal-usul alat musik sarunei tersebut.

Darwan Prinst dalam bukunya Adat Karo mengatakan:

“Memang benar adanya bahwa asal-usul alat musik sarune ini tidak jelas dan ,menjadi kabur oleh sekian banyak peristiwa sejrah yang terjadi setelah alat musik ini mulai dikenal di Indonesia. Alat musik sarune, sebagaimana yang diketahui oleh orang-orang Batak Karo, hanya merupakan salah satu bentuk alat musik sejenis yang dijumpai mulai dari negeri Turki hingga ke wilayah Timur tengah (zurna), Persia (surnay), dan India (shabnai dan nagasvaram)hingga ke Malaysia (sernai), Cina (suoonab), dan Filipina (sabunay).”

(14)

(Madura), srune (Aceh), serunai (Dayak), dan sarunei di kalangan masyarakat Batak (Jairazbhoy 1970:386).

Jairazbhoy dalam Jansen menyatakan bahwa orang-orang India mungkin merupakan sumber asal-usul dari alat musik sarunei:

“Tampaknya subbenua Asia Selatan sangat mungkin merupakan sumber penyebaran awal bagi alat musik jenis oboe. Terlepas dari bukti yang ada pada mobori/madbukari yang menyatakan bahwa sejenis bentuk indipenden alat musik oboe telah ada di India saat alat musik surnai mulai dikenal. Ada bukti lebih lanjut yang didapat dari relief-relief ukuran-ukuran dari periode gandhara pada masa sekitar abad kedua dan ketiga masehi. Disitu alat bunyi-bunyian berbentuk kerucut yang ditiup pada bagian ujungnya digambarkan sebanyak lebih dari satu kali.”

(15)

sempat memakan waktu yang cukup lama. Ada pendapat yang menyatakan bahwa tradisi musik gendang karo kemungkinan telah berusia hingga 500 tahun lamanya. (Darwan Prinst,2004:65)

4.2 Klasifikasi Sarune Karo Jahe

Dalam mengklasifikasikan instrumen sarune, penulis mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Curt Sach dan Hornbostel (1961) yaitu:

”Sistem pengklasifikasian alat musik berdasarkan sumber penggetar utama bunyinya. Sistem klasifikasi ini terbagi menjadi empat bagian yaitu: Idiofon, (penggetar utama bunyinya adalah badan dari alat musik itu sendiri), Aerofon, (penggetar utama bunyinya adalah udara), Membranofon, (penggetar utama bunyinya adalah kulit atau membran), Kordofon, (penggetar utama bunyinya adalah senar atau dawai).

(16)

Tabel 1

Klasifikasi instrumen musik sarunei

4 Aerofon

4.2 Wind Instrument/ Non Free Instrument

4.2.2 Reed Aerofon

4.2.2.1.1.2 With Conical Bore

Berdasarkan pengklasifikasian di atas, maka sarune merupakan jenis alat musik tiup yang terbuat dari kayu (wind instrument), yang menggunakan udara sebagai sarana untuk menghasilkan bunyi (Aerofon), memiliki lidah ganda ( double reed), bentuknya sedikit mengerucut (with conical bore).

4.3 Konstruksi Bagian yang Terdapat pada Sarune Jahe

Untuk membahas bagian konstruksi ini, penulis mengacu pada Sarune Jahe buatan Bapak Kebal Kaban.

Instrumen sarunei ini memiliki bagian-bagian yang mempunyai fungsi masing-masing, antara lain :

(17)

b) Gundal, adalah badan sambungan yang meneruskan diameter lubang yang lebih besar pada ujung bawah perdah. Panjangnya kira kira setengah panjang perdah.

c) Tongkeh, merupakan bagian antara perdah dan anak sarune, yang terbuat dari timah bentuknya seperti selongsong kecil dan pada bagian ujungnya memiliki dua buah kerah yang berfungsi sebagai penahan agar tongkeh tidak masuk terlalu jauh kedalam perdah dan sebagai penahan .

d) Anaki sarune (lidah sarunei), berfungsi sebagai penggetar udara.

(18)

Gambar 1 : Bagian-bagian sarune (Dokumentasi penulis)

4.4 Ukuran Bagian-Bagian Sarune

Ukuran dan bagian-bagian sarune yang penulis paparkan berikut ini adalah sesuai dengan ukuran sarune jahe buatan bapak Kebal Kaban, dan dibuat secara terpisah. Dapat dilihat pada gambar berikut ini.

4.4.1 Ukuran Bagian Gundal

Gundal adalah bagian sambungan yang berbentuk selongsong, umumnya memiliki panjang setengah atau dua pertiga panjang perdah.

(19)

• Panjang gundal : 19,5 cm • Diameter pangkal gundal : 2 cm • Diameter Ujung gundal : 2 cm

(20)

Gambar 3 : Diameter Pangkal Gundal : 2cm (Dokumentasi penulis)

Gambar 4 : Diameter ujung gundal ( Dokumentasi

(21)

4.4.2 Ukuran Bagian Perdah ( Badan Sarunei)

Perdah adalah badan sarunei atau bagian laras pada sarune yang terdapat 8 buah lubang jari. Berikut ini adalah ukuran dari badan sarunei ( perdah) yang terdapat pada Instrumen sarune buatan bapak Kebal Kaban, antara lain :

(22)

Gambar 5 : Panjang badan sarunei/perdah

33,5 cm ( Dokumentasi Penulis )

(23)

(24)

Gambar 8 : Diameter lubang jari/ lubang nada

(25)

Gambar 10 : Jarak antar lubang jari 3,3 cm (Dokumentasi Penulis)

4.4.3 Tongkeh

(26)

• Panjang tongkeh : 2,5 cm

• Diameter bagian ujung tongkeh : 0,3 cm • Diameter bagian pangkal tongkeh : 0,3 cm

(27)

Gambar 12 : Diameter bagian pangkal dan ujung tongkeh : 0,3 cm (Dokumentasi Penulis)

4.4.4 Anak Sarune

Anak sarune terbuat dari daun kelapa yang didikatkan pada potongan bulu ayam. Anak ni sarune tersebut berfungsi sebagai penggetar udara atau sering disebut dengan reed. Berikut ini adalah ukuran dari anak sarune (reed) yang terdapat pada Instrumen sarune buatan bapak Kebal Kaban, antara lain :

• Panjang anak sarune : 1,3 cm • Lebar anak sarune : 0,7 cm • Panjang bulu ayam : 1,25 cm • Diameter bulu ayam : 0,2 cm

(28)

4.4.5 Ampang-ampang

Ampang-ampang berfungsi sebagai tempat penahan selain itu ampang-ampang juga digunakan sebagai tempat mengikatkan anak sarune. Ampang-ampang-ampang tersebut terbuat dari tempurung kelapa berbentuk bulat dan berdiameter 3,5 cm.

Gambar 14 : Diameter Ampang-ampang

(29)

4.5 Bahan Baku yang Digunakan

Bahan baku yang digunakan pada pembuatan sarune jahe cukup sederhana. Karena tidak banyak bahan yang dipakai dalam pembuatannya. Selain itu bahan-bahan untuk membuatnya mudah untuk didapatkan.

Berikut ini penulis akan menjelaskan mengenai bahan-bahan dalam pembuatan sarune jahe, serta fungsi masing-masing.

4.5.1 Kayu Pohon Selantam (Codiaeum variegatum BL.)

Pembuatan bagian perdah pada sarune membutuhkan bahan utama yang diproses menjadi hasil akhir berupa sarune. Bahan utama dalam pembuatan perdah sarune adalah kayu dari pohon selantam, selain cukup ringan berserat padat kayu pohon selantam ini mudah untuk dibentuk.

Alasan pemilihan batang kayu selantam sebagai bahan utama pembuatan badan sarune Bapak Kebal Kaban mengatakan:

(30)

Ga mbar 16 : Onong, bagian tengah kayu selantam

Menurut bapak Kebal Kaban, kayu yang digunakan harus berasal dari pohon yang sudah berumur tua, berkisaran 3-4 tahun, karena kayu dari pohon yang tua tersebut akan menjadi lebih kuat, dan juga gampang untuk dilubangi, sehingga hasil perdah dari sarune yang dibentuk nantinya akan bersuara nyaring, kuat, tahan lama.

(31)

Gambar 17 : Pohon Kayu Selantam (Dokumentasi Penulis)

4.5.2 Bambu Tali (Asparagus cochinchinensis)

(32)

pucuk yang berukuran kecil. Bagian pucuk yang digunakan dipilih dan disesuaikan dengan bagian sarune.

Dari bahan bambu tersebut juga digunakan sebagai bahan untuk membuat cetakan badan tongkeh dan cetakan lubang tongkeh. Untuk membuat cetakan badan tongkeh tersebut digunakan bambu dengan diameter yang kecil. Sedangkan untuk membuat bambu cetakan lubang tongkeh digunakan bambu biasa yang dibelah dan dibentuk menyerupai temper kecil.

(33)

4.5.3 Daun Kelapa (Drynaria quersifolia)

Daun kelapa digunakan untuk membuat bagian ipit-ipit (lidah sarunei). Daun kelapa yang digunakan adalah daun kelapa yang sudah tua. Berdasarkan informasi yang didapat penulis dari informan Kriteria pemilihan daun kelapa yang biasa digunakan untuk membuat ipit-ipit tersebut adalah berdasarkan kehalusan dan kelenturannya. Menurut bapak Kebal Kaban hanya daun kelapa yang beliau ketahui bisa digunakan menjadi bahan dasar pembuatan lidah/anak sarune.

Gambar 19 : Daun Kelapa (Dokementasi Penulis)

4.5.4 Timah

(34)

Gambar 20 : Timah(Dokumentasi Penulis) 4.5.5 Batang Bulu Ayam

Batang bulu ayam yang berfungsi sebagai penahan reed dan sebagai lubang tiup agar dapat dimasukkan kedalam bagian tongkeh.

Gambar 21 : Bulu Ayam (Dokumentasi Penulis) 4.5.6 Benang

Benang yang digunakan adalah benang suntil/ benang jahit dengan merek singer. Benang tersebut digunakan untuk mengikat reed yang terbuat dari daun kelapa pada ujung bulu ayam yang berfungsi sebagai lubang tiup.

(35)

yang beragam dan untuk fungsi yang beragam pula. Sebab pembuatan sarunei oleh bapak Kebal Kaban masih tetap menggunakan peralatan yang sedehana.

Gambar 22 : Benang (Dokumentasi Penulis)

4.6 Peralatan Yang Digunakan

4.6.1 Parang

Parang yang dipergunakan adalah jenis parang yang biasa dipakai, yaitu parang yang berukuran besar dan bergagang kayu. Parang ini berfungsi untuk memotong batang kayu pohon selantam.

Gambar 23 : Parang

(36)

4.6.2 Pisau belati

Pisau yang dipakai untuk pembuatan sarune tersebut adalah pisau belati. Pisau belati tersebut digunakan untuk mengikis badan sarune kayu pohon selantam.

Gambar 24 : Pisau Belati (Dokumentasi Penulis)

4.6.3 Kertas Pasir

Kertas pasir yang digunakan adalah kertas pasir yang biasa digunakan oleh pekerja bangunan. Kertas pasir tersebut berfungsi sebagai alat bantu untuk menghaluskan badan sarune, biasanya pada zaman dulu alat yang digunakan adalah daun jati. Akan tetapi pada zaman sekarang lebih mudah untuk mendapatkan kertas pasir untuk mempersingkat waktu, daripada menggunakan daun jati.

(37)

4.6.4 Temper Galang

Temper galang digunakan oleh bapak Kebal Kaban untuk melubangi pohon selantam yang sudah dibentuk untuk dijadikan perdah sarune. Temper galang ini terbuat dari besi tajam yang bentuknya mengerucut dan panjangnya sekitar 70cm. Bentuk dari temper ini akan membentuk pola dasar dalam pembuatan perdah pada sarune.

Gambar 26 : Temper galang (dokumentasi penulis)

4.6.5 Temper Kitik

(38)

Gambar 27 : Temper kitik (dokumentasi penulis) 4.6.6 Kikir

Kikir digunakan untuk mengasah temper kitik jika temper kitik ini sudah mulai agak tumpul. Ukuran kikir ini juga seukuran dengan temper kitik.

Gambar 28 : Kikir (dokumentasi penulis)

4.6.7 Kayu Bakar dan Tempat Pengapian

Kayu bakar yang digunakan oleh bapak Kebal Kaban adalah kayu bakar yang biasa dia ambil dari hutan dan kayu ini biasa dipergunakan untuk memasak bahan makanan pokok di rumahnya sendiri.

(39)

Gambar 29 : Kayu bakar dan tempat pengapian (dokumentasi penulis)

4.6.8 Kaleng Susu

Kaleng susu yang digunakan adalah kaleng susu bekas. Kaleng susu ini berfungsi sebagai tempat pembakaran timah untuk pembuatan tongkeh. Bapak Kebal Kaban sudah biasa menggunakan metode ini untuk setiap sarune yang dibuatnya.

Gambar 30 : Kaleng susu (dokumentasi penulis)

4.6.9 Bambu Cetakan Badan Tongkeh

(40)

tersebut berfungsi sebagai alat untuk membentuk badan tongkeh. Dibagian ujung cetakan dikorek agar memberi bentuk kerah pada tongkeh.

Gambar 31 : Bambu cetakan tongkeh (dokumentasi penulis)

4.6.10 Bambu Cetakan Lubang Tongkeh

Cetakan lubang tongkeh tersebut dibuat dari bahan bambu. Bambu tersebut dipotong kecil dan pada bagian tengahnya dibentuk sampai bulat. Fungsinya sebagai cetakan lubang tongkeh.

(41)

4.6.11 Gunting

Gunting digunakan untuk menggunting atau membentuk lidah sarune. Gunting yang biasa digunakan adalah gunting kertas karena diannggap lebih tajam dibandingkan dengan gunting kain.

Gambar 33 : Gunting (Dokumentasi Penulis)

4.6.12 Gergaji

Gergaji digunakan untuk meratakan bagian ujung dan pangkal bagian gundal yang berbahan dasar digunakan. Gergaji digunakan agar bambu tidak pecah atau retak.

(42)

4.6.13 Drag Jari-jari Sepeda

Drag jari-jari sepeda digunakan oleh bapak Kebal Kaban untuk menghaluskan lubang-lubang nada yang telah dibentuk oleh bapak Kebal Kaban. Metode ini baru dilakukan bapak Kebal Kaban karena untuk mempermudah penghalusan lubang dan mencegah agar lubang nada tidak retak.

Gambar 35 : Drag Jari-jari sepeda (dokumen penulis)

4.7 Proses Pembuatan Sarunei

Proses pembuatan sarune memiliki tahapan-tahapan yang harus diikuti untuk mencapai hasil pembuatan yang maksimal. Proses pembuatan sarune yang penulis uraikan dalam tulisan ini adalah pembuatan sarunei oleh bapak Kebal Kaban.

Tabel 2

Tahapan pekerjaan dalam pembuatan sarunei

NO TAHAPAN

PENGERJAAN

BAGIAN PENGERJAAN

(43)

• Membentuk bentuk kasar badan sarune

• Melubangi batang pohon • Menyempurnakan dan

menghaluskan bentuk sarune • Mengukur dan memberi tanda

jarak antara lubang nada • Membuat lubang jari

2 Gundal • Pemilihan pohon dan

pengukuran pohon • Pembuatan bentuk kasar

gundal

• Melubangi gundal

menggunakan temper galang

3 Tongkeh • Membuat cetakan tongkeh

• Memanaskan timah

• Menuangkan timah ketempat cetakan

• Mendinginkan tongkeh • Menyempurnakan bentuk

(44)

4 Ampang-ampang • Memilih batok kelapa

• Membentuk ampang-ampang • Menyempurnakan dan

menghaluskan batok kelapa

5 Anak sarune • Memilih daun kelapa dan bulu ayam

• Membentuk reed

• Pembuatan anak sarune

Keterangan : tahapan yang tertera pada tabel di atas merupakan tahapan pembuatan sarune yang dilakukan oleh Bapak Kebal Kaban.

4.7.1 Pembuatan Badan Sarunei (Perdah)

4.7.1.1Memotong Batang Pohon Selantam

(45)

Dalam proses pembuatan badan sarune tidak ada ukuran standart atau ukuran yang pasti, semuanya tergantung dari ukuran batang kayu pohon selantam yang didapat. Hanya saja yang terpenting dalam pengambilan batang tersebut batang pohon selantam yang dipilih harus dianggap cukup baik dan sudah tua kira-kira berumur 3-4 tahun. Batang yang akan menjadi bagian ujung harus berukuran lebih besar dibandingkan dengan bagian pangkal, hal tersebut dikarenakan bentuk sarune sedikit mengerucut.

Selain itu batang yang akan ditebang harus berukuran cukup besar yang ideal menjadi badan sarune yaitu berdiameter kira-kira 4 cm -10 cm. Setelah memotong batang kira-kira 31-40 cm dengan menggunakan parang. Setelah menebang batang kayu pohon selantam tersebut bapak Kebal Kaban mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Setelah itu ujung batang dan pangkal dari batang tersebut diratakan terlebih dahulu. Kemudian batang tersebut dibawa pulang kerumah yang juga sebagai bengkel instrumen beliau untuk dibentuk.

4.7.1.2Membentuk Bentuk Kasar Badan Sarunei (Perdah)

(46)

Gambar 36 : Proses Mengikis Kulit

(Dokumentasi Penulis)

(47)

4.7.1.3Proses pelubangan

Setelah kayu sudah berbentuk, tahap selanjutnya adalah proses pembuatan lubang. Proses pelubangan ini dilakukan dengan menggunakan peralatan temper galang dengan cara menusuk bagian tengah dari kayu. Dan memutar bolak-balik temper tersebut sampai temper tersebut masuk kebagian dalam batang kayu. Setelah temper masuk pada bagian tengah kayu, temper tersebut dijepitkan pada bagian tengah kaki. Kemudian bentuk kasar sarune tersebut diputar dengan perlahan-lahan sampai bagian tengah batang tersebut berlubang sesuai dengan bentuk temper yang lancip atau lubang bagian ujung berdiameter lebih besar dibandingkan dengan lubang bagian pangkal. Hal selanjutnya yang dilakukan adalah membuat lubang pada bagian pangkal sarune dengan menusukkan temper ke bagian pangkal badan sarunei tersebut.

(48)

4.7.1.4Menyempurnakan dan menghaluskan bentuk sarune

Setelah proses pelubangan selesai, hal selanjutnya yang dilakukan adalah mengikis bagian-bagian luar yang kasar pada badan sarune dengan menggunakan pisau, dan kemudian menghaluskannya dengan bambu dan kertas pasir.

(49)

Gambar: 40 badan sarune setelah di haluskan (Dokumentasi Penulis)

4.7.1.5Mengukur Jarak Lubang Jari Dan Memberi Tanda

(50)

(51)

Gambar 42: proses pelubangan

(52)

Gambar 44: proses pengukuran untuk pembuatan lobang bawah

(53)

4.7.2 Pembuatan Gundal

4.7.2.1Pemilihan Kayu

Setelah pengerjaan badan sarune selesai dilanjutkan dengan pengerjaan bagian berikutnya yaitu bagian gundal. Dalam proses pembuatan gundal, proses pertama yang dilakukan adalah pemilihan kayu. Kayu yang di gunakan dalam proses pembuatan tersebut tetap menggunakan kayu selantam, hanya saja ukuran kayunya harus lebih besar daripada bahan dasar membuat badan sarune. Proses pembuatan gundal ini sendiri tidak jauh berbeda dengan proses pembuatan perdah(badan sarune). Perbedaannya hanyalah terletak pada lubang nada atau lubang jari pada perdah. Gundal sarune tidak memiliki lubang nada atau lubang jari. Kayu selantam yang ukurannya lebih besar dipotong sehingga tampak bentuk kasar dari gundal, kemudian gundal dilubangi dengan menggunakan temper galang seperti halnya dalam proses pengelubangan perdah pada sarune.

(54)

Gambar 47 : proses pengelubangan gundal dengan menggunakan temper galang (dokumentasi penulis)

4.7.3 Pembuatan Tongkeh

4.7.3.1 Membuat Cetakan Tongkeh

(55)

Gambar 48 :cetakan badan nalih (Dokumentasi Penulis)

Gambar 49: cetakan lobang nalih (dokumentasi penulis) 4.7.3.2 Memanaskan Timah

Setelah cetakan tongkeh selesai, tahap selanjutnya adalah memanaskan

(56)

Gambar 50 : Timah dimasak di pengapian kayu bakar (dokumentasi penulis)

4.7.3.3 Menuangkan Timah Cair Kedalam Cetakan

Setelah timah tersebut mencair selanjutnya adalah mengangkat kaleng susu tersebut dengan gagang kayu yang dimodifikasi sendiri oleh bapak Kebal Kaban dan menuangkannya kedalam cetakan tongkeh sampai cetakan tersebut penuh.

(57)

Gambar 52 : Timah telah tertuang penuh di dalam cetakan tongkeh 4.7.3.4 Mendinginkan Tongkeh

Setelah timah cair tersebut dituangkan kedalam cetakan hal selanjutnya yang dilakukan adalah mendiamkan atau mendinginkan cetakan dalam keadaan berdiri dan ditunggu sampai timah tersebut mengeras kembali. Hal tersebut dilakukan kurang lebih 3-5 menit, setelah itu tongkeh dicongkel keluar dari bambu cetakan.

Gambar 53 : tongkeh setelah keluar dari badan cetakan 4.3.7.5 Menyempurnakan Bentuk Tongkeh

(58)

tersebut sesuai dan pas dengan lubang bagian pangkal badan sarune. Selain proses penghalusan tersebut juga dikikir agar tongkeh tersebut halus dan kelihatan rapi.

Gambar 54 : tongkeh setelah dirapikan

4.7.4 Pembuatan Ampang-ampang

4.7.4.1Pemilihan Batok kelapa

(59)

4.7.4.2Membentuk Ampang-ampang

Setelah mendapatkan batok kelapa yang sudah tua, selanjutnya adalah memecahkan bagian pinggir batok dengan menggunakan parang untuk mendapatkan bagian tengah batok. Kemudian membentuk batok kelapa tersebut bulat dengan menggunakan parang dan kikir. Diameter batok kelapa yang dibutuhkan adalah kira-kira 4-5,5 cm. Setelah membentuk batok kelapa tersebut selesai proses selanjutnya adalah melubangi bagian tengah kelapa dengan cara memukulkan paku 5 inci dengan parang pada bagian tengahnya untuk membuat lubang pada bagian tengah batok kelapa. Setelah melubangi bagian tengah batok kelapa tersebut selesai maka bentuk ampang-ampang selesai, dan dilanjutkan ketahap selanjutnya yaitu menghaluskan dan menyempurnakan bentuk ampang-ampang.

(60)

Gambar 56: proses menghaluskan (Dokumentasi Penulis)

4.7.4.3 Menghaluskan dan Menyempurnakan Bentuk Ampang-ampang

(61)

Gambar 57: ampang-ampang (Dokumentasi Penulis)

4.7.5 Pembuatan Anak Sarune

4.7.5.1Pemilihan Daun Kelapa Dan Bulu Ayam

(62)

Gambar 58 : Bulu Ayam Jantan

Gambar 59: daun kelapa tua (Dokumentasi Penulis)

4.7.5.2 Pembuatan Bahan-Bahan Anak Sarune

(63)

Gambar 60 : Anak Sarune Yang Sudah Dibentuk

(64)

4.7.5.3 Pengikatan reed

Setelah bahan-bahan dasar pembuatan anak sarune selesai proses selanjutnya adalalah mengikatkan dengan benang dan daun kelapa pada batang bulu ayam dengan bagian yang dipotong sedikit miring dibagian dalam dan bagian pangkal yang tumpul.

Gambar 62 : pengikatan reed

(65)

Gambar 64 : gambar reed ( anak ni sarunei) (Dokumentasi Penulis)

4.7.6 Kajian Fungsional

Dalam kajian fungsional, penulis hanya membahas proses belajar, posisi memainkan, teknik memainkan, penyajian sarunei dan perawatan sarueni, nada yang dihasilkan dan wilyah nada.

4.7.6.1 Proses Belajar

(66)

dari mulut. Kedua pipi cenderung selalu dipertahankan menggelembung terutama pada saat porsi udara terakhir yang dihirup sedang dikeluarkan dari paru-paru menuju rongga mulut kemudian pada saat udara dihirup masuk melalui hidug cadangan udara yang tersimpan pada pada kedua rongga pipi ditiupkan kedalam sarunei sampai dapat mengisinya kembali dengan pasokan udara yang baru dihirup. Cara mempelajari pulihnama pada instrumen sarune adalah dengan menutup semua lubang jari sambil ditiup secara konstan dan mengatur siklus pernapasan.

4.7.6.2 Posisi Memainkan

Dalam memainkan sarune posisi jari tangan kiri menekan lubang jari dibagian belakang dan posisi jari tangan kanan menekan lubang jari dibagian depan bila dilihat dari arah penonton.

Dalam memainkan sarunei pada ensamble gendang binge, si pemain sarune duduk di lantai (bersimpuh atau kaki dilipat), dengan posisi badan tegak dan kepala sedikit menunuduk.

4.7.6.3 Teknik Memainkan Sarune

Dari informasi yang penulis dapatkan dari informan dalam memainkan sarunei ada 2 teknik, yaitu dengan cara:

1. Pulihnama

(67)

hidung dan memasukkan udara tersebut ke rongga perut(diafragma), lalu mengeluarkan udara tersebut dengan tekanan tiupan dari mulut.

2. Merengget

Merengget adalah salah satu teknik dalam memainkan instrumen sarune jahe. Kata merengget diambil dari suara yang dihasilkan sarune. Teknik ini digunakan dalam memainkan melodi karo jahe. Teknik ini mempermainkan buka tutup lubang jari dengan sangat cepat atau lebih tepatnya menyenggol-nyenggolkan jari kepada lubang jari sehingga nada yang dihasilkan seperti rengget(melodi yang mengayun seperti melisma).

4.7.6.4 Penyajian Sarune yang Baik

(68)

4.7.6.5 Perawatan Sarune

Agar sarune dapat bertahan lama dan awet, diperlukan proses perawatan yang baik terhadap instrumen ini, dari hasil wawancara dengan Kebal Kaban, bahwa perawatan sarunei yang baik adalah dengan menyimpan pada tempat yang tidak lembab dan dibungkus dengan kain kemudian membersihkan dari debu dengan menggunakan kain pembersih.

4.7.6.6 Nada Yang Dihasilkan Sarune

Nada yang dihasilkan sarune tersebut diukur dengan menggunakan tuner. Nada yang dihasilkan Sarune dari nada yang terendah sampai nada tertinggi diperkirakan :

D#-E-G#-A#-B-D#`

4.7.6.7 Wilayah Nada

Untuk mengetahui nada-nada yang dihasilkan dari sarune jahe tersebut, penulis akan menyertakan materi lagu yang hasilnya dapat dilihat dalam bentuk (visual) berikut. Lagu yang dimaksud adalah Doah-doah Sarudung. Alasan penulis memilih lagu Doah-doah Sarudung disebabkan lagu tersebut lebih populer pada masyarakat karo jahe di Langkat.

(69)
(70)

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Peranan ilmu Etnomusikologi sangat penting mengangkat suatu konsep dalam sistem musikal di setiap etnis di dunia ini. Dalam pendekatan Curt Sach dan Hornbostel pengklasifikasian alat musik sarune jahe, dapat diklasifikasikan ke dalam aerofon, sarune jahe merupakan jenis alat musik tiup yang terbuat dari kayu (wind instrument), yang menggunakan udara sebagai sarana untuk menghasilkan bunyi (Aerofon), memiliki lidah ganda ( double reed), bentuknya sedikit mengerucut (with conical bore) dan tujuan pengklasifikasian ini memudahkan persmuseuman dalam pengklasifikasian alat musik.

Dalam proses pembuatan sarune jahe, bapak Kebal Kaban masih menggunakan tenaga dan kemampuannya. Mulai dari pemilihan bahan baku yang digunakan dalam pembuatan sarune ini, beliau sangat telaten dan lebih mementingkan kualitas suara dan ketahanan sarune sekalipun beliau mengetahui memakan waktu yang cukup lama. Beliau mempunyai kiat-kiat tersendiri dalam membuat gendang tersebut.

(71)

melalalui rongga hidung dan memasukkan udara tersebut ke rongga perut(diafragma), lalu mengeluarkan udara tersebut dengan tekanan tiupan dari mulut. Teknik merengget adalah salah satu teknik dalam memainkan instrumen sarune jahe. Kata merengget diambil dari suara yang dihasilkan sarune. Teknik ini digunakan dalam memainkan melodi karo jahe. Teknik ini mempermainkan buka tutup lubang jari dengan sangat cepat atau lebih tepatnya menyenggol-nyenggolkan jari kepada lubang jari sehingga nada yang dihasilkan seperti rengget(melodi yang mengayun seperti melisma).

5.2 Saran

Penelitian yang penulis lakukan masih dalam tahap kecil namun bermanfaat bagi masyarakat pendukung kebudayaan serta pihak departemen pemerintahan yang mengemban tugas menjaga dan melestarikan budaya nusantara. Kiranya penelitian ini membuka jalan untuk penelitian berikutnya. Mungin kendala yang akan dialami peneliti berikutnya adalah sulitnya memperoleh informasi dari informan-informan di lapangan. Sejauh pengamatan penulis, usia dari para narasumber dan tokoh-tokoh adat yang menguasai kesenian dan budaya dari masyarakat Karo Jahe.

(72)
(73)

BAB II

GAMBARAN UMUM MASYARAKAT KARO JAHE DI DESA

BAGULDAH KABUPATEN LANGKAT, DAN BIOGRAFI RINGKAS

KEBAL KABAN SEBAGAI SENIMAN MUSIK TRADISIONAL SARUNE

JAHE LANGKAT

2.1 Sejarah Kabupaten Langkat

(74)

Tentang asal mula Kerajaan Langkat berdasarkan tambo Langkat mengatakan bahwa nama leluhur dinasti Langkat yang terjauh diketahui ialah Dewa Syahdan yang hidup kira-kira tahun 1500 sampai 1580. Dewa syahdan digantikan oleh puteranya, Dewa Sakti yang memerintah kira-kira tahun 1580 sampai 1612. Dewa Sakti selanjutnya digantikan oleh Sultan Abdullah yang lebih dikenal dengan nama Marhum Guri. Selanjutnya tambo Langkat mengatakan bahwa yang menggantikan Marhum Guri adalah puteranya Raja Kahar (± 1673). Raja Kahar adalah pendiri Kerajaan Langkat dan berzetel di Kota Dalam, daerah antara Stabat dengan Kampung Inai kira-kira pertengahan abad ke-18. Berpedoman kepada tradisi dan kebiasaan masyarakat Melayu Langkat, maka dapatlah ditetapkan kapan Raja Kahar mendirikan Kota Dalam yang merupakan cikal bakal Kerajaan Langkat kemudian hari. Setelah menelusuri beberapa sumber dan dilakukan perhitungan, maka Raja Kahar mendirikan kerajaannya bertepatan tanggal 12 Rabiul Awal 1163 H, atau tanggal 17 Januari 1750. Perkembangan selanjutnya Kota Binjai pernah jadi Ibu kota Kabupaten Langkat hingga pada saat ini Kabupaten Langkat beribukota Stabat, dan berdasarkan Perda Nomor 11 tahun 1995 telah ditetapkan Hari Jadi Kabupaten Langkat 17 Januari 1750, dengan Motto: ”Bersatu Sekata Berpadu Berjaya”.

2.2 Gambaran Umum Kabupaten Langkat

(75)

Wilayah Kabupaten Langkat terletak pada koordinat 3°14’ - 4°13’ LU dan 97°52’ - 98°45’ BT dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:

a. Sebelah utara berbatasan dengan Selat Malaka dan Propinsi Nangro Aceh Darussalam (NAD)

b. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Karo

c. Sebelah barat berbatasan dengan Propinsi Nangroe Aceh Darussalam dan Tanah Alas

d. Sebeleh timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang dan Kota Binjai. Luas keseluruhan Kabupaten Langkat adalah 6,263.29 km² atau 626.329 Ha. Berdasarkan informasi yang penulis peroleh dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Langkat, secara administratif terdapat dua puluh tiga Kecamatan yang ada di Kabupaten Langkat .

(76)

11. Kecamatan Secanggang 12. Kecamatan Hinai

13. Kecamatan Padang Tualang 14. Kecamatan Batang Serangan 15. Kecamatan Sawit Seberang 16. Kecamatan Tanjung Pura : 17. Kecamatan Babalan 18. Kecamatan Gebang 19. Kecamatan Brandan Barat 20. Kecamatan Sei Lepan 21. Kecamatan Pangkalan Susu 22. Kecamatan Besitang

23. Kecamatan Pematang Jaya .

Berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2012, penduduk Kabupaten Langkat mayoritas bersuku bangsa Melayu (70,87 persen), diikuti dengan suku Jawa (9,93 persen), Karo (7,22 persen), Tapanuli/ Toba (2 persen), Madina (2 persen) dan lainnya (5,94 persen). Sedangkan agama yang dianut penduduk Kabupaten Langkat mayoritas agama Islam (90,00 persen), Kristen 7,56 persen), Katolik (1,06 persen), Budha (0,95 persen) dan lainnya (0,34 persen).

2.2.1 Letak Lokasi Penelitian

Desa Raja Tengah merupakan tempat tinggal dari bapak Kebal Kaban, di lokasi

(77)

tepatnya di Dusun Baguldah, Kecamatan Binjai Selatan, Kabupaten Langkat. Berikut ini merupakan gambaran umum mengenai Desa Baguldah. Desa Baguldah memiliki luas wilayah 258 km², berbatasan dengan:

a) Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Kampung Tanjung Menggusta b) Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Bandar Meriah

c) Sebelah Barat berbatasan dengan Sunge Binge d) Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Bakti Karya

2.3 Bahasa

Bahasa karo jahe adalah bahasa yang dipergunakan masyarakat Baguldah sehari-hari sebagai bahasa lisan untuk menyampaikan maksud dan tujuan di rumah maupun di luar rumah dan dalam pergaulan sehari-hari. Bahasa karo yang digunakan sudah dipengaruhi dengan kebudayaan Melayu, sehingga didaerah tersebut berbahasa Karo tetapi berdialeg Melayu . Peranan bahasa karo jahe menunjukkan keberadaanya di tangah-tengah masyarakat, di sekolah, upacara adat istiadat dan upacara agama.

2.4 Sistem Kekerabatan

Berikut adalah sistem kekerabatan di masyarakat Karo Jahe atau sering disebut Daliken Sitelu atau Rakut Sitelu.

(78)

tungku untuk menyalakan api (memasak). Lalu Rakut Sitelu berarti ikatan yang tiga. Artinya bahwa setiap individu Karo tidak lepas dari tiga kekerabatan ini. Namun ada pula yang mengartikannya sebagai sangkep nggeluh (kelengkapan hidup). Unsur Daliken Sitelu ini adalah Kalimbubu, Sembuyak/Senina dan Anak Beru. Setiap anggota masyarakat Karo dapat berlaku baik sebagai kalimbubu,senina/sembuyak, anakberu, tergantung pada situasi dan kondisi saat itu.

1. Kalimbubu

Kalimbubu adalah kelompok pihak pemberi wanita dan sangat dihormati dalam sistem kekerabatan masyarakat Karo. Masyarakat Karo menyakini bahwa kalimbubu adalah pembawa berkat sehingga kalimbubu itu disebut juga dengan Dibata Ni Idah(Tuhan yang nampak). Sikap menentang dan menyakiti hati kalimbubu sangat dicela.

Kalau dahulu pada acara jamuan makan, pihak kalimbubu selalu mendapat prioritas utama, para anakberu (kelompok pihak penerima istri) tidak akan berani mendahului makan sebelum pihak kalimbubu memulainya, demikian juga bila selesai makan, pihak anakberu tidak akan berani menutup piringnya sebelum pihak kalimbubunya selesai makan, bila ini tidak ditaati dianggap tidak sopan. Dalam hal nasehat, semua nasehat yang diberikan kalimbubu dalam suatu musyawarah keluarga menjadi masukan yang harus dihormati, perihal

dilaksanakan atau tidak masalah lain. Oleh Darwan

(79)

Kalimbubu dapat dibagi atas dua yaitu Kalimbubu berdasarkan tutur dan kalimbubu berdasarkan kekerabatan (perkawinan).

1.Kalimbubu berdasarkan tutur

a) Kalimbubu Bena-Bena disebut juga kalimbubu tua adalah kelompok keluarga pemberi dara kepada keluarga tertentu yang dianggap sebagai keluarga pemberi anak dara awal dari keluarga itu. Dikategorikan kalimbubu Bena-Bena, karena kelompok ini telah berfungsi sebagai pemberi dara sekurang-kurangnya tiga generasi.

b) Kalimbubu Simajek Lulang adalah golongan kalimbubu yang ikut mendirikan kampung. Status kalimbubu ini selamanya dan diwariskan secara turun temurun. Penentuan kalimbubu ini dilihat berdasarkan merga. Kalimbubu ini selalu diundang bila diadakan pesta-pesta adat di desa di Tanah Karo.

2. Kalimbubu berdasarkan kekerabatan (perkawinan)

Kalimbubu Simupus/Simada Dareh adalah pihak pemberi wanita terhadap generasi ayah, atau pihak clan (semarga) dari ibu kandung ego (paman kandung ego). (Petra : ego maksudnya orang, objek yang dibicarakan)

(80)

b) Puang Kalimbubu adalah kalimbubu dari kalimbubu, yaitu pihak subclan pemberi anak dara terhadap kalimbubu ego. Dalam bahasa sederhana pihak subclan dari istri saudara laki-laki istri ego.

c) Kalimbubu Senina. Golongan kalimbubu ini berhubungan erat dengan jalur senina darikalimbubu ego. Dalam pesta-pesta adat, kedudukannya berada pada golongan kalimbubuego, peranannya adalah sebagai juru bicara bagi kelompok subclan kalimbubu ego. d) Kalimbubu Sendalanen/Sepengalon. Golongankalimbubu ini

berhubungan erat dengan kekerabatan dalam jalur kalimbubu dari senina sendalanen, sepengalon (akan dijelaskan pada halaman-halaman selanjutnya) pemilik pesta.

Ada pun hak kalimbubu ini dalam struktur masyarakat Karo : a) Dihormati oleh anakberunya

b) Dapat memberikan perintah kepada pihak anakberunya Tugas dan kewajiban dari kalimbubu :

a) Memberikan saran-saran kalau diminta oleh anakberunya

b) Memerintahkan pendamaian kepada anakberu yang saling berselisih c) Sebagai lambang supremasi kehormatan keluarga

d) Mengosei anak berunya (meminjamkan dan mengenakan pakaian adat) di dalam acara-acara adat

(81)

seorang anggota anakberunya yang meninggal, yang menerima seperti ini disebut Kalimbubu Simada Dareh.

Pada dasarnya setiap ego Karo, baik yang belum menikah pun mempunyai kalimbubu, minimal kalimbubu si mada dareh. Kemudian bila ego (pria) menikah berdasarkan adat Karo, dia mendapat kalimbubu si erkimbang.

2. Senina/Sembuyak

Hubungan perkerabatan senina disebabkan seclan, atau hubungan lain yang berdasarkan kekerabatan. Senina ini dapat dibagi dua :

a. Senina berdasarkan tutur yaitu senina semerga. Mereka bersaudara karena satu clan (merga).

b. Senina berdasarkan kekerabatan :

1) Senina Siparibanen, perkerabatan karena istri saling bersaudara. 2) Senina Sepemeren, mereka yang berkerabat karena ibu mereka saling

bersaudara, sehingga mereka mempunyai bebere (beru (clan) ibu) yang sama.

(82)

4) Senina Secimbangen (untuk wanita) mereka yang bersenina karena suami mereka sesubclan (bersembuyak).

Tugas senina adalah memimpin pembicaraan dalam musyawarah, bila dikondisikan dengan situasi sebuah organisasi adalah sebagai ketua dewan. Fungsinya adalah sebagai sekaku, sekat dalam pembicaraan adat, agar tidak terjadi friksi-friksi ketika akan memusyawarahkan pekerjaan yang akan didelegasikan kepada anakberu.

Sembuyak adalah mereka yang satu subclan, atau orang-orang yang seketurunan (dilahirkan dari satu rahim), tetapi tidak terbatas pada lingkungan keluarga batih, melainkan mencakup saudara seketurunan di dalam batas sejarah yang masih jelas diketahui. Saudara perempuan tidak termasuk sembuyak walaupun dilahirkan dari satu rahim, hal ini karena perempuan mengikuti suaminya.

Peranan sembuyak adalah bertanggungjawab kepada setiap upacara adat sembuyak-sembuyaknya, baik ke dalam maupun keluar. Bila perlu mengadopsi anak yatim piatu yang ditinggalkan oleh saudara yang satu clan. Mekanisme ini sesuai dengan konsep sembuyak, sama dengan seperut, sama dengan saudara kandung. Satu subclan sama dengan saudara kandung.

Sembuyak dapat dibagi dua bagian :

a) Sembuyak berdasarkan tutur. Mereka bersaudara karena sesubklen (merga).

(83)

2) Sembuyak Bapa adalah bapak yang bersaudara kandung. 3) Sembuyak Nande adalah ibu yang bersaudara kandung.

3. Anak Beru

Anakberu adalah pihak pengambil anak dara atau penerima anak gadis untuk diperistri. Oleh Darwan Prints, anakberu ini diumpamakan sebagai yudikatif, kekuasaan peradilan. Hal ini maka anakberu disebut pula hakim moral, karena bila terjadi perselisihan dalam keluarga kalimbubunya, tugasnyalah mendamaikan perselisihan tersebut.

Anakberu dapat dibagi atas 2: 1. Anakberu berdasarkan tutur :

a) Anakberu Tua adalah pihak penerima anak wanita dalam tingkatan nenek moyang yang secara bertingkat terus menerus minimal tiga generasi.

b) Anakberu Taneh adalah penerima wanita pertama, ketika sebuah kampung selesai didirikan.

2. Anakberu berdasarkan kekerabatan :

a) Anakberu Jabu (Cekoh Baka Tutup, dan Cekoh Baka Buka). Cekoh Baka artinya orang yang langsung boleh mengambil barang simpanankalimbubunya. Dipercaya dan diberi kekuasaan seperti ini karena dia merupakan anak kandung saudara perempuan ayah.

(84)

mengambil anak wanita dari pihak kalimbubunya yang sekarang. Anakberu ini disebut juga anakberu langsung yaitu karena dia langsung mengawini anak wanita dari keluarga tertentu. Masalah peranannya di dalam tugas-tugas adat, harus dipilah lagi, kalau masih orang pertama yang menikahi keluarga tersebut, dia tidak dibenarkan mencampuri urusan warisan adat dari pihak mertuanya. Yang boleh mencampurinya hanyalah Anakberu Jabu.

c) Anakberu Menteri adalah anakberu darianakberu. Fungsinya menjaga penyimpangan-penyimpangan adat, baik dalam bermusyawarah maupun ketika acara adat sedang berlangsung. Anakberu Menteri ini memberi dukungan kepadakalimbubunya yaitu anakberu dari pemilik acara adat.

d) Anakberu Singikuri adalah anakberu darianakberu menteri, fungsinya memberi saran, petunjuk di dalam landasan adat dan sekaligus memberi dukungan tenaga yang diperlukan.

Dalam pelaksanaan acara adat peran anakberu adalah yang paling penting. Anakberulah yang pertama datang dan juga yang terakhir pada acara adat tersebut. Lebih lanjut tugas-tugasnya antara lain :

a) Mengatur jalannya pembicaraan runggu (musyawarah) adat. b) Menyiapkan hidangan pada pesta.

(85)

e) Mengawasi semua harta milik kalimbubunya yaitu wajib menjaga dan mengetahui harta benda kalimbubunya.

f) Menjadwal pertemuan keluarga.

g) Memberi khabar kepada para kerabat yang lain bila ada pihak kalimbubunya berduka cita.

h) Memberi pesan kepada puang kalimbubunya agar membawa ose (pakaian adat) bagi kalimbubunya.

i) Menjadi juru damai bagi pihak kalimbubunya, Anakberu berhak untuk :

a) Berhak mengawini putri kalimbubunya, dan biasanya para kalimbubu tidak berhak menolak.

b) Berhak mendapat warisan kalimbubu yang meninggal dunia. Warisan ini berupa barang dan disebut morah-morah atau maneh-maneh, seperti parang, pisau, pakaian almarhum dan lainnya sebagai kenang-kenangan. Selain itu juga karena pentingnya kedudukan anakberu, biasanya pihak kalimbubu menunjukkan kemurahan hati dengan :

a) Meminjamkan tanah perladangan secara cuma-cuma kepada anakberunya. b) Memberikan hak untuk mengambil hasil hutan (dahulu karena

(86)

c) Merasa bangga dan senang bila anak perempuannya dipinang oleh pihak anakberunya. Ini akan melanjutkan dan mempererat hubungan kekerabatan yang sudah terjalin.

d) Mengantarkan makanan kepada anaknya pada waktu tertentu misalnya pada waktu menanti kelahiran bayi atau lanjut usia.

e) Membawa pakaian atau ose (seperangkat pakaian kebesaran adat) bagi anakberunya pada waktu pesta besar di dalam clan anakberunya.

Adapun istilah-istilah yang diberikan kalimbubu, kepadaanakberunya adalah : a) Tumpak Perang, atau Lemba-lemba. Artinya adalah ujung tombak.

Maksudnya, bila kalimbubunya ingin pergi ke satu daerah, maka yang berada di depan sebagai pengaman jalan dan sebagai perisai dari bahaya adalah pihakanakberu. Dalam bahasa lain anakberu sebagai tim pengaman jalan.

b) Kuda Dalan (Kuda jalan/beban). Dahulu sebelum ada alat transportasi hanya kuda, untuk membawa barang-barang atau untuk menyampaikan informasi dari satu desa ke desa lain, dipergunakanlah kuda. Arti Kuda Dalam dalam istilah ini adalah alat atau kenderaan yang dipakai kemana saja, termasuk untuk berperang, untuk membawa barang-barang yang diperlukan pihak kalimbubunya atau untuk menyampaikan berita tentang kalimbubunya, dan sekaligus sebagai hiasan bagi kewibawaan martabatkalimbubunya.

(87)

mendirikan teratak tempat berkumpul. Setiap anakberu harus memiliki pisau yang yang demikian agar tangkas dan sempurna mengerjakan pekerjaan yang diberikankalimbubunya. Menjadi kebiasaan dalam tradisi Karo, pisau dari pihak kalimbubu yang meninggal dunia diserahkan kepada anakberunya. Pisau ini disebut maneh-maneh, pemberiannya bertujuan agar pekerjaankalimbubu terus tetap dilanjutkan oleh penerimanya. Dalam pengertian lain dalam acara-acara adat di dalam keluarga kalimbubu, anakberulah yang menjadi ujung tombak pelaksanaan tugas tersebut, mulai dari menyediakan makanan sampai menyusun acaranya. Ketiga jenis pekerjaan di atas, dikerjakan tanpa mendapat imbalan materi apapun, maka anakberu yang selalu lupa kepada kalimbubunya dianggap tercela di mata masyarakat. Bahkan dipercayai bila terjadi sesuatu bencana di dalam lingkungan keluarga dari anakberuyang melupakan kalimbubunya, ini dianggap sebagai kutukan dari arwah nenek moyang mereka yang tetap melindungi kalimbubu.

2.5 Mata Pencaharian

(88)

Dari hasil wawancara dengan bapak Lape Sitepu, bahwa beliau selain sebagai seorang seniman juga sebagai seorang pekerja bangunan dan petani. Diakui oleh beliau, penghasilan menjadi seorang pemusik di Kabupaten Langkat tidaklah mencukupi jika dibanding dengan kebutuhan hidup saat ini, sehingga dengan dibantu penjualan instrumen musik yang dilakukannya sedikit mampu meringankan beban ekonomi keluarganya.

2.6 Sistem Kesenian

Dalam musik instrumental ada beberapa instrumen yang lazim digunakan dalam ansambel maupun disajikan dalam permainan tunggal, baik dalam kaitannya dalam upacara adat, religi maupun sebagai hiburan.

Pada masyarakat Karo Jahe terdapat ensambel musik tradisional, yaitu ansambel gendang Binge. Selain itu ada juga instrument musik tradisional yang digunakan secara tunggal.

2.6.1 Ensambel Gendang Binge

Beberapa instrumen yang terdapat dalam ansambel gendang Binge adalah sebagai berikut:

1. Sarune, kelompok aerophone yang memiliki reed ganda (double reed) dimainkan dengan meniup terus menerus.

(89)

2.7 Pengertian Biografi

Dalam disiplin ilmu sejarah biografi dapat didefenisiskan sebagai sebuah riwayat hidup seseorang. Sebuah tulisan biografi dapat berbentuk beberapa baris kalimat saja, namun juga dapat berupa tulisan yang lebih dari satu buku. Perbedaannya adalah, biografi singkat hanya memaparkan tentang fakta-fakta kehidupan seseorang dan peranan pentingnya dalam masyarakat. Sedangkan biografi yang lengkap biasanya memuat dan mengkaji informasi-informasi penting, yang dipaparkan lebih detail dan tentu saja dituliskan dengan penulisan yang baik dan jelas.

Sebuah biografi biasanya menganalisia dan menerangkan kejadian-kejadian pada hidup seorang tokoh yang menjadi objek pembahasannya. Dengan membaca biografi, pembaca akan menemukan hubungan keterangan dari tindakan yang dilakukan dalam kehidupan seseorang tersebut, juga mengenai cerita-cerita atau pengalaman-pengalaman selama hidupnya.

Suatu karya biografi biasanya becerita tentang kehidupan orang terkenal dan orang tidak terkenal, dan biasanya biografi tentang orang yang tidak terkenal akan menjadikan orang tersebut dikenal secara luas, jika didalam biografinya terdapat sesuatu yang menarik untuk disimak oleh pembacanya, namun demikian biasanya biografi hanya berfokus pada orang-orang atau tokoh-tokoh terkenal saja.

(90)

dewasa seseorang, namun ada juga beberapa biografi yang lebih berfokus pada suatu topik-topik pencapaian tertentu.

Biografi memerlukan bahan-bahan utama dan bahan pendukung. Bahan utama dapat berupa benda-benda seperti surat-surat, buku harian, atau kliping koran. Sedangkan bahan pendukung biasanya berupa biografi lain, buku-buku referensi atau sejarah yang memparkan peranan subjek biografi tersebut.

Beberapa aspek yang perlu dilakukan dalam menulis sebuah biografi antara lain: (a) Pilih seseorang yang menarik perhatian anda; (b) Temukan fakta-fakta utama mengenai kehidupan orang tersebut; (c) Mulailah dengan ensiklopedia dan catatan waktu; (d) Pikirkan, hal apa lagi yang perlu anda ketahui mengenai orang tersebut, bagian mana dari cerita tentang beliau yang ingin lebih banyak anda utarakan dan tuliskan.

(91)

buruk atau lebih baik jika orang tersebut hidup ataupun tidak hidup, bagaimana, dan mengapa demikian.

Lakukan juga penelitian lebih lanjut dengan bahan-bahan dari studi perpustakaan atau internet untuk membantu penulis dalam menjawab serta menulis biografi orang tersebut dan supaya tulisan si peneliti dapat dipertanggungjawabkan, lengkap dan menarik. Terjemahan Ary (2007) dari situs:

2.8 Alasan Dipilihnya Kebal Kaban

Dalam tulisan ini, penulis memilih Kebal Kaban sebagai objek penelitian, dikarenakan beliau mampu memainkan dan membuat alat musik tradisional Karo Jahe diantaranya adalah: (a) Beliau adalah salah satunya orang yang dapat membuat sarune jahe yang merupakan alat musik tradisional Karo Jahe; (b) Beliau dapat memainkan alat musik tradisional Karo Jahe dengan sangat baik pada massanya menurut warga sekitar; (c) Sarune Jahe hasil buatan Kebal Kaban banyak dipakai oleh para masyarakat baik di dusun tempat Kebal Kaban tinggal ataupun di luar dusun tersebut; (d) hasil karya beliau juga dikirim ke daerah-daerah lainnya seperti Bukit Lawang, Langkat, Bandar Meriah, Kinepen

. (e) pengalaman beliau yang merupakan anak dari pembuat sarune jahe pertama sekali yang membuat Kebal Kaban menjadi orang yang lebih paham mengenai alat musik tradisional Karo Jahe.

(92)

pengalaman beliau yang banyak ini menjadi alasan ketertarikan penulis menemukan fakta-fakta mengenai kehidupan beliau, dalam hal ini penulis lebih fokus kepada kehidupan beliau sebagai pembuat alat musik dan lebih dikhususkan kepada instrumen musik sarune buatan beliau.

Melalui wawancara penulis akan mencatat kehidupannya berdasarkan dimensi waktu, ide-ide kreatif beliau dalam pembuatan instrumen musik tradisional Karo Jahe, dalam hal ini sarune jahe adalah salah satu instrumen musik tradisional Karo Jahe dan juga akan membahas bagaimana pengalaman hidup beliau, tanggapan masyarakat khususnya masyarakat Karo Jahe mengenai bentuk instrumen musik tradisional Karo Jahe yang dibuat oleh beliau yang sama sekali tidak ada perbedaan dengan yang terdahulu, khususnya pada instrumen sarune jahe, bagaimana pendapat orang mengenai dirinya, dan hal-hal lain.

2.9 Biografi Kebal Kaban

Biografi Kebal Kaban yang akan dideskrpsikan dalam tulisan ini, mencakup aspek-aspek: latar belakang keluarga, pendidikan beliau, kehidupan sebagai pemusik, kehidupan sebagai pembuat alat musik dan tanggapan masyarakat khususnya para masyarakat di Langkat mengenai keberadaan Kebal Kaban, khususnya mengenai sarune jahe buatan beliau tersebut.

2.9.1 Latar Belakang Keluarga

(93)

Tarigan. Kebal lahir dari keluarga seniman musik tradisional Karo Jahe, dimana ayah beliau bapak Ngesah Kaban adalah seorang pemusik dan pembuat alat musik tradisional Karo yang terkenal se Kabupaten Karo. Latar belakang keluarga yang sedemikian rupa membuat Kaban sudah sangat akrab dengan musik tradisional Karo, baik dalam memainkan instrumen dan juga pembuatannya.

Profesi keseharian ayah beliau yang adalah pemain sekaligus pembuat instrumen musik tradisional Karo, sering juga membuat Kebal sering terlibat membantu ayahnya dalam membuat alat musik juga dalam bermain musik, hal tersebutlah yang membuat Kebal menjadi sangat akrab dengan musik tradisional Karo dan menguasai banyak permainan instrumen musik tradisional juga proses pembuatan nya.

Kebal Kaban merupakan anak pertama dari 6 bersaudara masing-masing adalah sebagai berikut:

2.9.2 Latar Belakang Pendidikan dan Karir Militer Kebal Kaban

(94)
(95)

2.9.3 Keluarga Kebal Kaban

Kebal Kaban berumah tangga dengan istri pertamanya M. br. Simanjorang bulan September tanggal 11 tahun 1952 di Baguldah. Dari istri pertamanya ini Beliau memiliki 6(enam) orang anak, diantaranya 3(tiga) laki-laki dan 3(tiga) perempuan.

Nama-nama anak Kebal Kaban tersebut adalah 1. Moratken Kaban ( laki-laki) 6 cucu, 2. Serintan br kaban (perempuan) 5 cucu, 3. Sertali br kaban (perempuan) 4 cucu, 4. Ngaturken Kaban (laki-laki) 2 cucu, 5. Darma Kaban (Laki-laki)

6. Sempamuli br kaban (perempuan)

Sekitar tahun 1983 kebal kaban bercerai dengan istri pertamanya, kemudian menikah tahun 1984 tanggal 9 bulan Oktober dengan Pelcik br Bangun dan memperoleh satu anak laki-laki yang bernama Sekat Kaban.

2.10 Kebal Kaban Sebagai Pemusik Tradisional Sarune Jahe Pada Masyarakat

Karo Jahe

(96)

Amalen Perangin-angin meninggal dunia, namun Almarhum masih meninggalkan peralatan-peralatan pembuatan alat-alat musik tradisional karo jahe. Sebelum bapak Amalen meninggal dunia Almarhum menitipkan pesan kepada Kebal Kaban agar mempelajari lagu-lagu daerah karo jahe dan melestarikan musik kebudayaan karo jahe.

Lalu Sekitar tahun 1955 bapak Kebal Kaban mulai mempelajari reportoar lagu karo jahe. Tidak ada kesulitan dalam proses pembelajaran lagu oleh Kebal Kaban karena latar belakangnya yang seorang anak penggual karo gugung yang bernama Ngesah Kaban. Untuk mematangkan tehnik dan perbendaharaan lagu karo jahe, kebal kaban memulai pembelajarannya di baguldah I padang cermin yang bernama Bapak Malem Teta Perangin-angin sekitar 3 tahun, mempelajari lagu-lagu adat karo langkat, di antaranya : Doah-daoh Sarudung, Didong Lau Kambing, dan lain-lain. Setelah itu Kebal Kaban memantapkan tehnik permainannya kepada bapak Jumpa Sembiring di Bandar Meriah, di sini Kebal Kaban lebih memantapkan refrensi lagu- lagunya, diantaranya lagu Patam-patam Johor, Patam-patam Pudi Terang, Patam-patam Bungaen Cole. Setelah itu Kebal Kaban belajar lagi dari seorang guru yang bernama Ngaku Tarigan di Batu Menjah, disini Kebal Kaban mempelajari persyaratan dalam melakukan berbagai upacara-upacara adat di karo jahe selaku penggual, Syarat-syaratnya antara lain adalah :

a) Di upacara orang mati, harus ada penandek /gual-gual (beras pukulen,didlmnya trdapat beras putih, telur, sirih, gambir, kapu, pinang, kemudian kain putih sepanjang 2 meter sebagai pengikat),

(97)

c) Di upacara pernikahan hanya biasa saja.

Sekitar 1956 Kebal Kaban memiliki grup yang bernama “Penggual Guldah”. Mereka meneruskan dan menjaga kelestarian pemusik karo jahe langkat. Nama-nama penggual seangkatan kebal kaban:

1.Ngantus Sembiring 2.bena muli Ginting 3.tergiah perangin-angin 4.suria sitepu

5.longge ginting

Dulu terdapat beberapa penggual di langkat. Antara lain; 1.penggaul kampong tanjung Langkat

2.penggual Nangka Lima 3.penggual Namo ukur 4.penggual namo terasi

2.11 Kebal Kaban Sebagai Pembuat Alat Musik

Seperti yang telah dibahas di sub bab sebelumnya, bahwa latar belakang keluarga banyak mempengaruhi dan membuat Kebal Kaban seorang yang piawai dalam bermain musik tradisional Karo Jahe. Demikian juga halnya sebagai pembuat instrumen musik Karo Jahe.

(98)

membantu ayahnya bapak Ngesah Kaban dalam membuat instumen musik tradisional masyarakat Karo Jahe. Berawal dari pengalaman hidup pada masa anak-anak tesebutlah yang terus dikembangkan dan menjadi bekal bagi beliau untuk memulai karir beliau sebagai pembuat instrumen musik tradisional pada masyarakat Karo Jahe.

Awalnya kebal kaban hanya ingin memperbaikki sarunenya (peninggalan Ngesah kaban/ayah) yang rusak ke Gunung Ambat . Kemudian Kebal Kaban berinisiatif untuk belajar sendiri agar dapat memperbbaiki sarune buatan ayahnya tersebut. Lalu untuk mengantisipasi perbaikkan sendiri, sekitar tahun 1958 kebal kaban memulai karirnya sebagai pengrajin/pembuat sarune berbekal dari pengalamnnya membuat sarune dengan almarhum ayahnya Ngesah Kaban.

Sehingga beliau membuat instrumen musik tradisional tersebut seperti apa yang pernah dialami dan dipelajari beliau ketika bersama dengan ayahnya. Sarune, gendang kitik, belobat, surdam adalah jenis instrumen musik tradisional yang sering dibuat oleh bapak Kebal Kaban , karena keempat instrumen tersebutlah yang kerap digunakan oleh bapak Kebal Kaban dan saudaranya dalam setiap pertunjukan yang mereka adakan maupun yang mengundang mereka untuk bermain musik tradisional. Dengan seringnya instrumen musik tradisional buatan bapak Kebal Kaban tersebut ditampilkan di beberapa acara-acara Kabupaten Langkat, maka hal tersebut lambat laun mulai diketahui oleh pemusik tradisional Karo lainnya, dan merekapun mulai meminta kepada bapak Kebal Kaban untuk dibuatkan juga instrumen musik serupa.

Gambar

Gambar 17 : Pohon Kayu Selantam
Gambar 18 : Bambu Tali
Gambar 20 : Timah(Dokumentasi Penulis)
Gambar 22 : Benang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam tulisan ini, penulis memilih Paingot Manik sebagai objek penelitian dikarenakan, beliau mampu memainkan dan membuat alat musik tradisional Pakpak di antaranya adalah: (a)

BAB II : GAMBARAN UMUM MASYARAKAT KARO JAHE DI DESA RAJA TENGAH KABUPATEN LANGKAT, DAN BIOGRAFI RINGKAS LAPE SITEPU SEBAGAI SENIMAN MUSIK TRADISIONAL GENDANG

Adat Karo, Medan, Bina Media Perintis.. Hornbostel,

Balobat adalah salah satu jenis alat musik yang dipakai dalam bentuk solo instrumen dan juga digabungkan dalam ensambel musik tradisional Karo.. Balobat merupakan alat musik

Keteng-keteng adalah salah satu alat musik tradisional karo yang masuk dalam klasifikasi alat musik idiochord, yang terbuat dari bambu, bunyi keteng- keteng

GAMBARAN UMUM MASYARAKAT KARO KECAMATAN TIGA PANAH KABUPATEN KARO, DAN BIOGRAFI RINGKAS BAJI SEMBIRING PELAWI SEBAGAI SENIMAN MUSIK

Pekerjaan : Pemain Musik dan Pengrajin alat musik Karo sepeti surdam, keteng-keteng dan gendang indung dan gendang anak2. Alamat : Desa Seberaya, Kecamatan Tiga

Dalam tulisan ini, penulis memilih Lape Sitepu sebagai objek penelitian, dikarenakan beliau mampu memainkan dan membuat alat musik tradisional Karo Jahe diantaranya adalah: (a)