• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1Ayam Broiler

2.7 Kulit Buah Naga untuk Pakan Ternak

Sadarman (2013) melaporkan mengenai pemberian ekstrak kulit buah naga dalam air minum sebagai antioksidan terhadap status kesehatan ayam pedaging memberikan peningkatan eritrosit (sel darah) dengan perlakuan tertinggi ditunjukan oleh T4 (penambahan ekstrak kulit buah naga 53,25 g/5 ml/ekor) 2,22±0,26; T1 (kontrol) 2,21±0,09; T2 (penambahan ekstrak kulit buah naga 17,75 g/5 ml/ekor) dan T3 (penambahan ekstrak kulit buah naga 35,50 g/5 ml/ekor) menghasilkan nilai yang sama yaitu 2,11±0,14 dan 2,11±0,11. Hasil analisis menunjukan tidak ada perbedaan yang nyata. Hal ini diduga bahwa zat yang terkandung dalam kulit buah naga belum mampu menyebabkan perubahan jumlah eritrosit pada ayam pedaging, karena eritrosit pada semua perlakuan tidak mampu bertahan lebih lama dalam sistem transportasi.

Nilai hematokrit pada penelitian ini dari tertinggi hingga terendah yaitu perlakuan T4 (27,66±2,90%); T1 (26,94±0,76%); T2 (25,84±2,04%) dan T3 (25,74±1,86%). Nilai hematokrit masih berada dalam kisaran normal sekitar 22,0-35,0%. Hemoglobin penting untuk kelangsungan hidup karena membawa dan mengantarkan oksigen ke jaringan tubuh. Hemoglobin perlakuan T1 (7,28 g/dl) cenderung lebih tinggi dari T2 (6,76 g/dl), T3 (6,92 g/dl) dan cenderung lebih rendah dari T4 (7,50 g/dl). Pada penelitian ini menunjukan kadar hemoglobin masih berada dalam kisaran normal yaitu 7,0-13,0 g/ml.

20

Nilai leukosit perlakuan T1 (703,64) cenderung lebih tinggi dari perlakuan T3 (692,04) dan cenderung lebih rendah dari perlakuan T4 (721,16) dan T3 (751,64). Namun demikian, tidak menunjukan perbedaan yang nyata dengan kontrol. Peningkatan jumlah leukosit ayam pedaging dalam penelitian ini diduga karena kondisi terinfeksi atau terjadinya radang selama pemeliharaan berlangsung atau karena kondisi stress pada saat pengambilan darah. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak kulit buah naga dalam air minum menunjukan peningkatan eritrosit, hemoglobin dan nilai hematokrit ayam pedaging dan peningkatan tersebut masih berada dalam batas normal, sedangkan leukositnya meningkat tajam. Namun demikian, pemberian ekstrak kulit buah naga dalam air minum sebagai antioksidan tersebut dapat meningkatkan status kesehatan ayam pedaging.

Wulandari (2011) menyatakan mengenai efektifitas penggunaan limbah kulit buah naga dalam ransum sebagai alternatif suplemen alami hingga 6% dapat meningkatkan warna kuning telur yang lebih pekat, terlihat pada perlakuan P4 (penambahan kulit buah naga 6% dalam ransum) sebesar 10; P3 (penambahan kulit buah naga 3% dalam ransum); P2 (penambahan kontrol+ekstrak air minum buah naga 10%) dan P1 (kontrol) sebesar 9. Berdasarkan analisis, tidak berbeda nyata. Rataan produksi perlakuan P4 lebih tinggi dibandingkan perlakuan P1, P2, dan P3. Produksi telur mengalami puncak produksi pada minggu ke-3 dengan produksi telur terbanyak pada perlakuan P4 (75,80); P2 (63,52); P1 (57,01) dan P3 (42,04). Indeks telur pada P4 menunjukan hasil tertinggi sebesar (63,01), P1 (62,27), P3 (61,15); dan P2 (61,10).

21

Haugh Unit (HU) tertinggi penelitian ini ditunjukan pada perlakuan P2

(78,27); P3 (76,57); P4 (76,00); dan P1 (67,75). Menurut USDA (1964) HU lebih dari 72 termasuk dalam kualitas AA, bila HU 60-72 termasuk kualitas A, dan HU 31-60 termasuk kualitas B, serta HU kurang dari 31 termasuk kualitas C. Kualitas telur hasil penelitian pada penambahan buah naga pada air minum atau penambahan kulit buah naga pada ransum dapat dikelompokkan pada telur berkualitas AA, sedangkan kontrol termasuk dalam telur kualitas A. Dari data penelitian ini, konversi ransum yang baik terlihat pada P1 (2,26); P3 (2,3); P2 (2,45) dan P4 (2,54). Penggunaan kulit buah naga cenderung meningkatkan konversi ransum. Disimpulkan bahwa pemberian tepung kulit buah naga dapat diberikan pada ayam petelur dan tidak mempengaruhi kualitas telur ayam.

Mustika et al. (2014) menunjukan bahwa penambahan tepung kulit buah naga merah pada ransum puyuh dapat diberikan 1% tanpa berpengaruh buruk. Selanjutnya pemberian 1% menyebabkan penurunan terhadap konsumsi ransum, secara numerik konsumsi ransum tertinggi yaitu P2 (penambahan 0,50% tepung kulit buah naga merah) 27,12±0,10 g/ekor/hari; P1 (penambahan 0,25% tepung kulit buah naga merah) 26,85±0,77 g/ekor/hari; P3 (penambahan 0,75% tepung kulit buah naga merah) 26,68±0,98 g/ekor/hari); P0 (kontrol) sebesar 26,46±1,09 g/ekor/hari dan P4 (penambahan 1% tepung kulit buah naga merah) 26,29±1,22 g/ekor/hari dan menunjukan perlakuan berpengaruh tidak nyata.

Nilai Hen Day Production (HDP) tertinggi hingga terendah berturut P2 (87,77±5,30%); P0 (87,57±9,53%); P1 (85,99±5,28%); P4 (85,57±7,86%) dan P3 (81,75±7,36%). Selanjutnya data FCR (Feed Convertion Ratio) berturut P1 (2,41±0,07); P2 (2,39±0,03); P0 (2,38±0,17); P3 (2,35±0,08); dan P4 (2,35±0,13).

22

Secara numerik nilai FCR terendah diperoleh perlakuan P4, hal ini menunjukan penambahan tepung kulit buah naga merah dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pakan dan menurunkan nilai FCR. Dijelaskan pula bahwa nilai

Income Over Feed Cost (IOFC) tertinggi hingga terendah antara lain perlakuan P2

(120,84±20,66); P0 (119,96±26,42); P1 (119,41±26,42); P4 (115,69±16,94); dan P3 (103,08±18,52). secara numerik nilai IOFC tertinggi didapatkan pada perlakuan P2. Disimpulkan bahwa pemberian 1% kulit buah naga merah tidak memberikan efek negatif pada tubuh ternak dan tidak mempengaruhi produktivitas ternak puyuh.

Penelitian lain oleh Rosa et al. (2013) menyatakan pemberian tepung kulit buah naga sebagai suplemen dalam ransum guna menghasilkan telur puyuh yang kaya vitamin A dan rendah kolesterol sampai level 4% dapat memberikan peningkatan terhadap persentase produksi telur dan mengalami puncak produksi pada minggu ke-4 dengan produksi telur terbanyak pada P3 (penambahan 4% tepung kulit buah naga) 16,30, P1 (penambahan 1% tepung kulit buah naga) 15,60, P0 (kontrol) 14,35 dan P2 (penambahan 2% tepung kulit buah naga) 11,90. Warna kuning telur pada penelitian ini berkisar 6,44-7,67. Warna kuning telur tertinggi sampai terendah berturut P3 (7,67±0,50); P2 (7,44±0,53), P1 (6,67±0,71) dan P0 (6,44±0,73). Hal ini dapat disebabkan oleh kandungan

karotenoid pada tepung kulit buah naga yang tinggi sehingga meningkatkan skor

warna pada kuning telur. Sedangkan konsumsi tertinggi terjadi pada perlakuan P2 (17,465 g/ekor/hari), P3 (17,055 g/ekor/hari), P0 (16,730 g/ekor/hari) dan P1 (16,680 g/ekor/hari). Dijelaskan pula bahwa bobot telur selama penelitian berkisar 9,25-9,60 g/butir. Bobot telur tersebut masih dalam batas normal yaitu 7-11

23

g/butir dan hasil analisis menunjukan tidak berbeda nyata dengan kontrol. Perlakuan tertinggi ditunjukan pada P1 (9,60±0,40 g/butir); P2 (9,40±0,51 g/butir); P0 (9,32±0,46 g/butir); dan P3 (9,25±0,47 g/butir).

Haugh Unit (HU) pada penelitian ini berkisar 62,02-63,84%. HU tertinggi

terdapat pada P0 (63,84±1,76); P1 (63,29±0,77); P2 (62,02±1,15); dan P3 (62,19). Hal ini menunjukan bahwa pemberian tepung kulit buah naga dapat menurunkan HU pada telur puyuh. Tebal kerabang berkisar 0,14-0,16 mm dan perlakuan tertinggi terjadi pada P0 (0,16±0,01 mm); P1 (0,16±0,01 mm); P2 (0,15±0,01 mm) dan P3 (0,14±0,01 mm). Dijelaskan, penurunan tebal kerabang dimungkinkan karena rasio Ca:P dalam ransum yang ditambahkan tepung kulit buah naga menjadi berubah sehingga mempengaruhi imbangan tersebut.

Kandungan Vitamin A pada telur puyuh dengan perlakuan P2 merupakan kandungan tertinggi (2090,90 IU/100g) cenderung lebih tinggi dari perlakuan P3 (1668,32 IU/100g), P0 (1667,55 IU/100g) dan P1 (1613,52 IU/100g). Kondisi ini dapat dipengaruhi oleh proses pembuatan suplemen yang menggunakan panas. Vitamin A sangat rentan terhadap panas dan menyebabkan vitamin A rusak sehingga kandungan vitamin A pada telur puyuh tidak meningkat. Hasil analisis kandungan kolesterol pada penelitian ini diketahui kolesterol pada telur puyuh mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan kontrol. Hal ini tidak sesuai dengan yang diharapkan. Perlakuan tertinggi pada P1 (27,68 mg/g); P2 (27,05 mg/g); P3 (26,83 mg/g) dan P0 (26,63 mg/g). Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemakaian atau pemberian kulit buah naga masih sangat terbatas dan secara umum memberikan dampak positif.

Dokumen terkait