• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA

H. Kulit dan Fungsi Kulit

Kulit merupakan organ terbesar dan penting dalam menjaga homeostatis tubuh. Kulit terdiri dari tiga lapisan antara lain:

1. Epidermis

Epidermis tersusun dari epitel skuamosa yang berlapis dan tidak ada pembuluh darah ataupun ujung saraf. Lapisan paling dalam dari sel epidermal disebut stratum basal atau stratum germinativum. Sel dalam lapisan ini dapat membelah dan tumbuh, sehingga sel epidermal yang telah tua (keranosit) akan disisihkan dari dermis menuju permukaan kulit. Semakin jauh sel berpindah, maka suplai nutrisi dari pembuluh darah semakin berkurang dan hingga pada waktunya sel tersebut akan mati. Peristiwa tersebut disebut keranitisasi. Sel mati yang terakumulasi pada lapisan terluar epidermis membentuk lapisan yang disebut stratum korneum (Shier, Butler, dan Lewis, 2006).

Epidermis menjalankan beberapa fungsi salah satu yang paling penting adalah untuk generasi stratum korneum. Absorbsi suatu solute melalui bagian kulit ini lebih sulit dibandingkan melalui bagian kulit lain dari tubuh. Hal ini dikarenakan stratum korneum memiliki barrier dengan densitas yang tinggi (1,4 g/cm3 pada kondisi kering), hidrasi yang rendah (15-20%), dan kecilnya luas area untuk transport solut. Barrier ini berperan

dalam fungsi protektif dari kehilangan air dari jaringan, tekanan mekanis, perlindungan dari senyawa berbahaya, dan menjaga dari serangan mikroorganisme patogen (Walters dan Roberts, 2002).

Bagian dasar epidermis terdiri dari memiliki peran penting dalam sistem imun kulit yaitu sel Langerhans. Sel Langerhans merupakan sel dendritik yang berperan dalam mengatur proliferasi dari keratinosit dan juga sebagai antigen-presenting cell. Sel lain yang terdapat dalam epidermis adalah melanosit yang memproduksi melanin, yaitu pigmen gelap yang memberikan warna pada kulit. melanin mengabsorbsi radiasi ultraviolet dari sinar matahari, mencegah mutasi DNA pada sel kulit dan efek merusak lainnya. Melanosit terdapat pada bagian terdalam epidermis (Walters dan Roberts, 2002).

2. Dermis

Dermis mengikat epidermis pada jaringan di dalam kulit. Bagian kulit ini terdiri dari jaringan ikat yang mengandung serat-serat kolagen dan elastin. Jaringan-jaringan yang terbentuk dari serat ini memberikan struktur yang kuat dan elastis pada kulit (Shier dkk., 2006). Dermis memiliki fungsi nutrisi, imunitas dan sistem pendukung bagi epidermis melalui lapisan papilari tipis yang berdekatan dengan epidermis, juga berperan dalam pengaturan suhu, tekanan, dan rasa sakit. Sel-sel yang ada pada lapisan ini adalah fibroblas yang menghasilkan komponen jaringan ikat seperti kolagen, laminin, fibronektin dan vitronektin; sel mast yang terlibat dalam respon

imun dan inflamasi; dan melanosit yang terlibat dalam memproduksi pigmen melanin (Walters dan Roberts, 2002).

Pembuluh darah pada lapisan dermis memberikan suplai nutrisi pada semua sel kulit, juga membantu dalam regulasi suhu tubuh. Sel saraf tersebar pada lapisan dermis. Proses motorik membawa rangsangan keluar dari otak atau tulang belakang menuju otot atau kelenjar kulit. Proses sensorik membawa ransangan pergi dari reseptor sensorik menuju otak atau tulang belakang (Shier dkk., 2006).

Sistem limfatik merupakan komponen penting dalam regulasi tekanan, mobilisasi mekanisme pertahanan dan penghilangan material limbah. Sistem limfatik berupa jaringan yang padat dan rata pada lapisan papiler dermis dan menyebar hingga bagian yang lebih dalam dari dermis. Aliran limfatik mengeleminasi solute yang berukuran besar seperti interferon (Walters dan Roberts, 2002).

3. Subkutan

Lapisan terdalam kulit adalah jaringan subkutan atau hipodermis. Hipodermis berperan sebagai isolator panas, penyerap getaran, dan tempat penyimpanan energi. Lapisan ini merupakan jaringan sel lemak yang berikatan dengan dermis pada kolagen dan serabut elastin. Sel yang terdapat dalam lapisan subkutan adalah sel lemak, fibroblas dan makrofag. Peran utama dari lapisan subkutan adalah tempat sistem vaskular dan saraf pada kulit, juga untuk mengikat kulit pada lapisan otot di bawahnya (Walters dan Roberts, 2002).

4. Komponen kulit lainnya

Komponen kulit ini terdiri dari folikel rambut, kelenjar sebasea, dan kelenjar keringat. Masing-masing komponen ini memiliki fungsi yang berbeda-beda. Folikel rambut terdistribusi pada seluruh permukaan kulit kecuali pada telapak kaki, telapak tangan, dan bibir. Otot halus yaitu erector pilorum mengikat folikel pada jaringan dermis sehingga memungkinkan rambut untuk tegak sebagai respon terhadap rasa takut. Kelenjar sebaseus mensekresikan sebum yang mengandung trigliserida, asam lemak bebas, dan lilin, yang berfungsi menjaga dan melubrikasi kulit serta menjaga pH kulit. Kelenjar keringat terdiri dari kelenjar ekrin dan apokrin. Kelenjar ekrin terletak pada bagian terbawah dermis, mensekresikan larutan garam dengan pH 5 yang distimulasi oleh temperatur serta stress emosional oleh sistem saraf otonom. Kelenjar apokrin mensekresi protein, lipoprotein dan lipid yang juga distimulasi oleh temperatur (Walters dan Roberts, 2002).

I. Metode DPPH

Senyawa DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl) merupakan radikal bebas yang stabil dan mengalami delokalisasi elektron pada keseluruhan molekul, sehingga molekul tidak membentuk dimer seperti yang terjadi pada radikal bebas lainnya. Delokalisasi ini juga membentuk warna ungu pada larutan sehingga dapat diukur absorbansinya pada panjang gelombang 517 nm (Molyneux, 2004).

Metode DPPH secara luas digunakan untuk menguji kemampuan dari suatu senyawa untuk berperan sebagai peredam radikal bebas DPPH atau sebagai pendonor hidrogen dan untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan suatu senyawa

yang terkandung dalam makanan, kosmetik ataupun dalam sistem biologis. Metode DPPH dapat digunakan untuk sampel padat ataupun cair dan tidak spesifik untuk senyawa antioksidan tertentu, melainkan untuk hampir keseluruhan senyawa antioksidan (Prakash, 2001). Metode ini berdasarkan pada pengukuran kemampuan antioksidan menghambat radikal bebas DPPH. Elektron pada DPPH akan tereduksi dengan menerima atom hidrogen dari antioksidan menyebabkan perubahan warna dari ungu menjadi kuning (gambar 12) (Kedare dan Singh, 2011).

Gambar 12. Reaksi reduksi DPPH oleh antioksidan yang mendonorkan atom hidrogen. (a) radikal bebas 2,2-diphenylpicryl-1-hydrazyl (ungu) ; (b) non-radikal

2,2-diphenylpicryl-1-hydrazine (kuning)

Dokumen terkait