• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan aktivitas antioksidan ekstrak Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) dalam Multiemulsi A/M/A dan suspensi liposom.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbandingan aktivitas antioksidan ekstrak Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) dalam Multiemulsi A/M/A dan suspensi liposom."

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

INTISARI

Kelopak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L.) memiliki aktivitas antioksidan dan berpotensi digunakan sebagai zat aktif dalam produk kosmetik. Penggunaan ekstrak kelopak bunga rosella secara topikal menyebabkan iritasi kulit dan mudah teroksidasi sehingga perlu diformulasikan dalam multiemulsi A/M/A dan suspensi liposom. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat dan stabilitas fisis formula optimum multiemulsi A/M/A ekstrak rosella, serta mengevaluasi perbandingan aktivitas antioksidan ekstrak kelopak bunga rosella dalam multiemulsi A/M/A dan dalam suspensi liposom.

Aktivitas antioksidan ekstrak rosella dianalisis menggunakan metode DPPH dengan spektrofotometer visibel selama 28 hari. Aktvitas antioksidan dinyatakan dalam Inhibition Concetration 50% (IC50). Perbedaan nilai IC50

ekstrak rosella dalam multiemulsi A/M/A dan liposom diuji statistik t–test dengan taraf kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan multiemulsi A/M/A dapat menjerap emulsi primer yang mengandung ekstrak rosella dan stabil sifat fisis dalam penyimpanan pada suhu 4oC selama 28 hari. Aktivitas antioksidan ekstrak rosella dalam suspensi liposom lebih tinggi dibandingkan dalam multiemulsi A/M/A dengan signifikansi yang berbeda bermakna.

(2)

ABSTRACT

Roselle (Hibiscus sabdariffa L.) has an antioxidant activity and potential to be used as an active ingredients in cosmetic products. The use of roselle extract topically causes dermal irritation and oxidation of active substance, therefor it needs to be formulated in W/O/W multiple emulsion and liposom suspension. The aim of this study was to find out the physical characteristic and stability of optimum formula of W/O/W multiple emulsion, and to evaluate the antioxidant activity of roselle extract in W/O/W multiple emulsion and liposome suspension.

Antioxidant activity was assessed by DPPH method using visible spectrophotometer for 28 days. Antioxidant activity was expressed in inhibition concentration (IC50). The different of roselle extract IC50 value in W/O/W multiple

emulsion and liposome suspension were analysed statistically using t-test with confidence level of 95%.

The result showed that the W/O/W multiple emulsion could entrapped primary emulsion containing roselle extract and was stable for 28 days under storage of 4oC. Antioxidant activity of roselle extract was higher in liposome suspension compared in W/O/W multiple emulsion with high significant differences.

(3)

PERBANDINGAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L.) DALAM MULTIEMULSI A/M/A

DAN SUSPENSI LIPOSOM

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh: Eva Mayangsari NIM : 118114163

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)

i

PERBANDINGAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L.) DALAM MULTIEMULSI A/M/A

DAN SUSPENSI LIPOSOM

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh: Eva Mayangsari NIM : 118114163

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(5)

ii

(6)

iii

Pengesahan Skripsi Berjudul

HALAMAN PERSEMBAHAN

If someone wants something, and if they’re willing to work for it, they can

achieve great things – Chris Colfer ( Land of Stories, The Wishing Spell)

The will to win, the desire to succeed, the urge to reach your full potential

are the keys that will unclock the door

to personal excellence - Confucius

(7)
(8)

v

(9)

vi PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala perlindungan dan berkat yang telah diberikan sehingga skripsi berjudul Perbandingan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Rosella (Hibiscus Sabdariffa L.) dalam Multiemulsi A/M/A dan Suspensi Liposom yang disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Program Studi Farmasi (S. Farm.) dapat dikerjakan dengan baik dan lancar.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan campur tangan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terimakasih kepada :

1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah mengijinkan penulis menjalankan pembelajaran selama masa studi.

2. Prof. Dr. Sri Noegrohati, Apt., selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah membimbing, mendampingi, dan memberikan saran serta pengetahuan baru selama penelitian dan penyusunan skripsi.

3. Beti Pudyastuti, M.Sc., Apt. selaku Dosen Penguji yang telah memberikan kritik dan saran selama penyusunan skripsi.

(10)

vii

5. Agustina Setiawati, M.Sc., Apt. selaku Kepala Penanggungjawab

Laboratorium Fakultas Farmasi yang telah memberikan ijin dalam penggunaan fasilitas laboratorium untuk kepentingan penelitian ini.

6. Drs. Sanjayadi, MSc., selaku dosen pembimbing pendamping yang telah membimbing, memberi banyak pengetahuan dan membuka wawasan serta motivasi selama penelitian dan penyusunan skripsi.

7. Pak Bima, Pak Musrifin, Pak Kayat, Pak Wagiran, Pak Heru, Pak Parlan, Pak Kunto, dan Pak Bimo, Pak Iswandi, selaku laboran Laboratorium Fakultas Farmasi yang telah membantu penulis dalam proses pelaksanaan penelitian di laboratorium.

8. Papa dan Mama tercinta yang selalu memberi motivasi, perhatian, dukungan dan doa demi kelancaran studi dan keseluruhan proses pelaksanaan skripsi. 9. Saudara-saudara tersayang, cece Evi, Evan, Megu, dan Awin yang selalu

memberi saran akademis, selalu mengingatkan untuk tidak menyia-nyiakan waktu, membantu penyediaan alat, dan memberikan motivasi yang bermanfaat saat sedang down.

(11)

viii

11. Sahabat – sahabat dari bangku SMA, Victor, Alvin, Domi, Steven, dan Eric atas persahabatan, motivasi, doa, dukungan, nasihat yang diberikan serta kesediaan mendengar cerita kegalauanku dan cerita-cerita tentang penelitian ini walaupun kalian tidak begitu mengerti apa maksud cerita itu.

12. Tim skripsi analisis melon (Kiki, Devi, Lika, Miko), PPD (Verni, Canly, Shiro, Erita), dan udang (Yolanda dan Adit) di bawah bimbingan Ibu Sri Noegrohati dan Bapak Sanjayadi atas segala dukungan, bantuan serta sharing informasi terkait penelitian dan administratif.

13. Seluruh dosen, teman-teman FSM D, teman-teman FST-B 2011, serta seluruh angkatan 2011 Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.

Penulis menyadari bahwa manusia tidak ada yang sempurna sehingga penulis berharap kritik dan saran dari semua pihak demi kemajuan di masa yang akan datang. Akhir kata, semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak terutama di bidang ilmu Farmasi.

(12)

ix DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... iv

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... v

PRAKATA ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

INTISARI ... xvi

ABSTRACT ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Perumusan masalah ... 3

2. Manfaat penelitian ... 4

3. Keaslian penelitian ... 4

B. Tujuan penelitian ... 5

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ... 6

A. Antioksidan ... 6

B. Radikal Bebas ... 7

(13)

x

D. Multiemulsi A/M/A... 14

E. Komponen Pembentuk Multiemulsi ... 16

F. Stabilitas Multiemulsi ... 21

G. Liposom ... 23

H. Kulit dan Fungsi Kulit ... 26

I. Metode DPPH ... 29

J. Spektrofotometri Visibel ... 30

K. Landasan Teori ... 32

L. Hipotesis ... 34

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 35

A. Jenis Rancangan Penelitian ... 35

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 35

1. Variabel penelitian ... 35

2. Definisi operasional... 36

C. Bahan Penelitian ... 37

D. Alat Penelitian ... 38

E. Tata Cara Penelitian ... 38

1. Ekstraksi kelopak bunga rosella ... 38

2. Penetapan bobot tetap ekstrak ... 39

3. Formulasi dan optimasi multiemulsi A/M/A ... 39

4. Evaluasi multiemulsi A/M/A ... 42

5. Penentuan aktivitas antioksidan multiemulsi A/M/A ekstrak rosella ... 44

6. Evaluasi suspensi liposom ... 45

7. Penentuan aktivitas antioksidan suspensi liposom ekstrak rosella ... 46

(14)

xi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 49

A. Ekstraksi Kelopak Bunga Rosella ... 50

B. Penetapan Bobot Tetap Ekstrak Rosella ... 50

C. Pembuatan Multiemulsi A/M/A Ekstrak Rosella ... 51

D. Hasil Evaluasi Multiemulsi A/M/A Ekstrak Rosella ... 55

1. Pengamatan organoleptis dan pH ... 55

2. Pengukuran diameter partikel rata-rata ... 56

3. Uji tipe fase emulsi ... 59

4. Uji mekanik (sentrifugasi) ... 59

5. Volume pemisahan ... 59

E. Evaluasi Suspensi Liposom Ekstrak Rosella ... 60

1. Pengamatan organoleptis dan pH ... 60

2. Pengukuran diameter partikel rata-rata ... 61

F. Penentuan Aktivitas Antioksidan Multiemulsi A/M/A Ekstrak Rosella dan Liposom dengan Metode DPPH ... 62

1. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum ... 63

2. Hasil pengukuran aktivitas antioksidan multiemulsi A/M/A dan liposom dengan metode DPPH ... 65

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 72

A. Kesimpulan ... 72

B. Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 73

(15)

xii

DAFTAR TABEL

(16)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Tanaman rosella (Hibiscus sabdariffa L.) ... 9

Gambar 2. Sturuktur dasar antosianin ... 11

Gambar 3. Jalur degradasi termal antosianin pada berbagai pH ... 12

Gambar 4. Jenis-jenis droplet multiemulsi A/M/A ... 15

Gambar 5. Struktur Span 80 ... 17

Gambar 6. Struktur Tween 80 ... 18

Gambar 7. Struktur dimethicone ... 19

Gambar 8. Struktur setil alkohol ... 19

Gambar 9. Struktur xanthan gum ... 20

Gambar 10. Proses ketidakstabilan emulsi sederhana ... 22

Gambar 11. Fusi pada liposom ... 24

Gambar 12. Reaksi reduksi DPPH oleh antioksidan ... 30

Gambar 13. Multiemulsi A/M/A ekstrak rosella ... 55

Gambar 14. Foto mikroskopik multiemulsi A/M/A ekstrak rosella hari ke–1 .. 58

Gambar 15. Foto mikroskopik multiemulsi A/M/A ekstrak rosella hari ke–28 58 Gambar 16. Suspensi liposom ekstrak rosella pada hari ke-1 ... 61

Gambar 17. Foto mikroskopik suspensi liposom ekstrak rosella ... 62

Gambar 18. Reaksi penangkapan radikal bebas DPPH oleh antosianin ... 63

Gambar 19. Pembentukan radikal bebas yang lebih stabil oleh resonansi ... 63

Gambar 20. Spektrum serapan larutan DPPH 0,0776 mM dalam metanol ... 64

Gambar 21. Reaksi peredaman radikal bebas oleh BHT ... 66

Gambar 22. Kurva aktivitas antioksidan multiemulsi A/M/A ... 66

(17)

xiv

Gambar 24. Kurva aktivitas antioksidan suspensi liposom ... 68 Gambar 25. Laju penurunan aktivitas antioksidan ekstrak rosella dalam

(18)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Skema pembuatan emulsi ganda ... 79

Lampiran 2. Foto multiemulsi A/M/A selama rentang waktu pengujian ... 80

Lampiran 3. Foto hasil uji tipe fase emulsi ... 81

Lampiran 4. Foto hasil uji mekanik (sentrifugasi) multiemulsi A/M/A ... 82

Lampiran 5. Foto hasil uji volume pemisahan multiemulsi A/M/A ... 83

Lampiran 6. Penetapan bobot tetap ekstrak rosella ... 84

Lampiran 7. Optimasi formula dan pencampuran multiemulsi A/M/A ekstrak rosella ... 85

Lampiran 8. Perhitungan jumlah emulsifier campuran emulsi primer ... 87

Lampiran 9. Perhitungan diameter globul rata-rata ... 88

Lampiran 10. Konsentrasi larutan uji ekstrak rosella dalam multiemulsi A/M/A ... 90

Lampiran 11. Konsentrasi larutan uji ekstrak rosella dalam suspensi liposom.... 90

Lampiran 12. Penimbangan DPPH dan BHT untuk penentuan aktivitas antioksidan multiemulsi A/M/A ... 91

Lampiran 13. Aktivitas antioksidan multiemulsi A/M/A ... 92

Lampiran 14. Penimbangan DPPH dan BHT untuk penentuan aktivitas antioksidan suspensi liposom ... 98

Lampiran 15. Aktivitas antioksidan suspensi liposom ekstrak rosella ... 99

Lampiran 16. Uji signifikansi (t-test) IC50 multiemulsi A/M/A dan suspensi liposom ekstrak rosella setelah penyimpanan hari ke-1 ... 102

(19)

xvi INTISARI

Kelopak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L.) memiliki aktivitas antioksidan dan berpotensi digunakan sebagai zat aktif dalam produk kosmetik. Penggunaan ekstrak kelopak bunga rosella secara topikal menyebabkan iritasi kulit dan mudah teroksidasi sehingga perlu diformulasikan dalam multiemulsi A/M/A dan suspensi liposom. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat dan stabilitas fisis formula optimum multiemulsi A/M/A ekstrak rosella, serta mengevaluasi perbandingan aktivitas antioksidan ekstrak kelopak bunga rosella dalam multiemulsi A/M/A dan dalam suspensi liposom.

Aktivitas antioksidan ekstrak rosella dianalisis menggunakan metode DPPH dengan spektrofotometer visibel selama 28 hari. Aktvitas antioksidan dinyatakan dalam Inhibition Concetration 50% (IC50). Perbedaan nilai IC50 ekstrak rosella dalam multiemulsi A/M/A dan liposom diuji statistik t–test dengan taraf kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan multiemulsi A/M/A dapat menjerap emulsi primer yang mengandung ekstrak rosella dan stabil sifat fisis dalam penyimpanan pada suhu 4oC selama 28 hari. Aktivitas antioksidan ekstrak rosella dalam suspensi liposom lebih tinggi dibandingkan dalam multiemulsi A/M/A dengan signifikansi yang berbeda bermakna.

(20)

xvii ABSTRACT

Roselle (Hibiscus sabdariffa L.) has an antioxidant activity and potential to be used as an active ingredients in cosmetic products. The use of roselle extract topically causes dermal irritation and oxidation of active substance, therefor it needs to be formulated in W/O/W multiple emulsion and liposom suspension. The aim of this study was to find out the physical characteristic and stability of optimum formula of W/O/W multiple emulsion, and to evaluate the antioxidant activity of roselle extract in W/O/W multiple emulsion and liposome suspension.

Antioxidant activity was assessed by DPPH method using visible spectrophotometer for 28 days. Antioxidant activity was expressed in inhibition concentration (IC50). The different of roselle extract IC50 value in W/O/W multiple emulsion and liposome suspension were analysed statistically using t-test with confidence level of 95%.

The result showed that the W/O/W multiple emulsion could entrapped primary emulsion containing roselle extract and was stable for 28 days under storage of 4oC. Antioxidant activity of roselle extract was higher in liposome suspension compared in W/O/W multiple emulsion with high significant differences.

(21)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lingkungan memberikan dampak buruk bagi kulit manusia melalui radiasi ultraviolet (UV). Paparan cahaya matahari yang berlebihan dapat menimbulkan Reactive Oxygen Species (ROS) yang menyebabkan oksidasi terhadap molekul-molekul yang membentuk sel kulit. Peroksidasi lipid, kerusakan pada protein membran, dan mutasi DNA menyebabkan perubahan struktural dan fungsional kulit, serta dapat menginisiasi terjadinya berbagai penyakit (Stojiljković, Pavlović, dan Arsić, 2014). Tanda-tanda klinis tejadinya kerusakan kulit yaitu keriput, pigmentasi kulit, kulit kasar, kulit kering, memudarnya warna kulit, kemerahan, kanker dan melanoma (Pandel, Poljšak, Godic, dan Dahmane, 2013).

(22)

yang terkandung, misalnya asam fenolat, flavonoid, antosianin, dan tanin (Djeridane, Yousfi, Nadjemi, Boutassouna, Stocker, dan Vidal, 2006).

Hibiscus sabdariffa .L atau rosella merupakan tanaman dari famili Malvaceae dan digunakan oleh beberapa negara di dunia sebagai bahan makanan serta diaplikasikan dalam pengobatan seperti mengatasi hipertensi, gangguan hati, leukimia dan penyakit lainnya yang disebabkan oleh rusaknya material biologis dalam tubuh (Mohd-Esa, Hern, Ismail, dan Yee, 2010).

Komponen aktif dalam ekstrak rosella yang memiliki efek antioksidan adalah senyawa antosianin. Penggunaan ekstrak rosella secara topikal menyebabkan iritasi pada kulit dan menurunnya aktivitas antioksidan senyawa antosianin akibat degradasi oleh faktor lingkungan antara lain suhu, cahaya, dan pH. Kenaikan suhu pada rentang pH 1-7 menyebabkan terbentuknya senyawa intermediet kalkon yang menimbulkan warna coklat pada ekstrak (Wallace dan Giusti, 2014). Selain itu, banyaknya gugus hidrofilik pada senyawa antosianin menyebabkan sulitnya penetrasi ekstrak rosella ke dalam struktur lipofilik dari stratum korneum (Pinsuwan, Amnuaikit, Ungphaiboon, dan Itharat, 2010).

(23)

A/M/A akan terlindungi oleh membran minyak yang membatasi fase air internal dan eksternal (Epstein dan Simion, 2001), sedangkan ekstrak rosella dalam inti polar vesikel liposom akan terlindung oleh membran fosfolipid lapis ganda (Shasi, Satinder, dan Bharat, 2012).

Aktivitas antioksidan ekstrak rosella dalam multiemulsi A/M/A dan suspensi liposom ditetapkan menggunakan metode DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl) dengan melihat nilai IC50 ekstrak rosella dalam kedua jenis formulasi tersebut. Metode DPPH merupakan metode yang banyak digunakan untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan dalam waktu yang relatif singkat, mudah dan sederhana serta memberikan hasil yang memiliki reprodusibilitas yang tinggi. Senyawa DPPH sebagai radikal bebas akan mengalami reduksi dengan menerima atom hidrogen dari senyawa antosianin sehingga menyebabkan perubahan warna dari ungu menjadi kuning (Molyneux, 2004). Aktivitas antioksidan ektrak rosella dalam multiemulsi A/M/A dan suspensi liposom dibandingkan dan dievaluasi untuk mengetahui kemampuan masing-masing jenis formulasi tersebut dalam mengurangi kerusakan senyawa antosianin dalam ekstrak rosella.

1. Perumusan masalah

a. Bagaimana sifat dan stabilitas fisis formula optimum multiemulsi A/M/A ekstrak rosella?

(24)

2. Manfaat penelitian a. Manfaat teoritis

Penelitian ini menambah informasi dan ilmu pengetahuan mengenai metode yang digunakan untuk pengujian kadar antioksidan ekstrak rosella dalam multiemulsi A/M/A dan suspensi liposom menggunakan metode DPPH.

b. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang aktivitas antioksidan ekstrak rosella dalam multiemulsi A/M/A dan suspensi liposom.

3. Keaslian penelitian

Penelitian terkait ekstrak rosella yang pernah dilakukan yaitu: Liposom-Containing Hibiscus sabdariffa Calyx Extract Formulation with Increased Antioxidant Activity, Improved Dermal Penetration dan Reduce Dermal Toxicity Testing oleh Pinsuwan, Amnuaikit, Ungphaiboon, dan Itharat (2010). Penelitian tersebut belum melakukan penentuan aktivitas antioksidan ekstrak rosella setelah diformulasikan dalam liposom.

(25)

B. Tujuan

1. Mengetahui sifat dan stabilitas fisis formula optimum multiemulsi A/MA . 2. Mengetahui dan mengevaluasi perbandingan aktivitas antioksidan ekstrak

(26)

6 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Antioksidan

Antioksidan merupakan substansi yang secara langsung maupun tidak langsung menjaga sel dari efek samping yang ditimbulkan oleh xenobiotika, obat, karsinogen dan reaksi radikal toksik dengan mendonorkan elektron pada ROS. Beberapa senyawa penting yang memiliki efek antioksidan antara lain vitamin C (asam askorbat), vitamin E (α-tocopherol), vitamin A, β-karoten, polifenol, flavonoid, taurin, fitoeserogen, dan lain-lain. Antioksidan dari senyawa fenolik misalnya 3-(2)-tert-butyl-4–hydroxyanisole (BHA), 3,5-di-tert-butyl-4-hydroxytoluene (BHT), and t-butyl hydroquinone (t-BHQ) juga memiliki fungsi untuk mencegah oxidative stress (Mates, 2000).

Antioksidan memiliki kemampuan untuk menetralisasi radikal bebas atau reaksinya pada berbagai kondisi. Antioksidan dibagi berdasarkan fungsinya, yaitu 1. pencegahan pembentukan ROS misalnya superoksida dismutase (SOD) yang

mengkatalisis dismutasi superperoksidan menjadi H2O2 dan katalase

2. melakukan pencegatan terhadap reaksi radikal bebas dengan peredaman radikal misalnya pada antioksidan vitamin C dan E, flavonoid, dan kartenoid 3. memperbaiki enzim yang terlibat dalam reaksi oksidasi untuk mengurangi

tingkat kerusakan misalnya glutation (Devasagayam, Tilak, Baloor, Sane, Ghaskadbi, dan Lele, 2004).

(27)

reaksi reduksi-oksidasi selama oxidative stress, sehingga diperlukan antioksidan eksogen untuk mencapai kondisi homeostatis reduksi-oksidasi dalam sel. Beberapa tanaman kaya akan antioksidan dan mikronutrien sehingga banyak dikembangkan sebagai antioksidan alami salah satunya adalah senyawa polifenol. Polifenol merupakan peredam ROS yang efektif karena adanya beberapa gugus hidroksil. Contoh antioksidan alami polifenol yang berasal dari tanaman yaitu lain vitamin E, flavonoid, derivat asam sinamat, kurkumin, kafein, katekin, derivat asam galat, antosianin, dan tanin (Kunwar dan Priyadarsini, 2011).

B. Radikal Bebas

Radikal bebas merupakan molekul yang memiliki satu atau lebih elektron tak berpasangan. Radikal bebas yang paling sederhana adalah atom hidrogen dengan satu proton dan elektron. Contoh radikal bebas yaitu radikal dengan elektron tak berpasangan pada atom O (Reactive Oxygen Species / ROS) seperti superperoksida (O2•-) dan hidroksil (OH•), peroksil (ROO•), dan hidrogen

peroksida (H2O2) (Halliwell, 2001).

Pembentukan ROS intraseluler umumnya meliputi radikal superperoksida (O2•-) dan nitrit oksida (NO•). Pada keadaan fisiologi normal, sekitar 2% oksigen yang dikonsumsi oleh tubuh mengalami perubahan menjadi O2•-

melalui proses respirasi mitokondria, fagositosis, dan lain-lain. Presentase ROS meningkat oleh infeksi, polutan, sinar UV, radiasi, dan lain-lain. Reactive Oxygen Species berpartisipasi dalam berbagai reksi kimia dengan molekul biologis yang menyebabkan kondisi patofisiologis yang dikenal sebagai oxidative stress. (Kunwar dan Priyadarsini, 2011). Radikal O2•- dan NO•

(28)

langsung pada beberapa molekul dalam tubuh namun jika diubah menjadi radikal pengoksidasi kuat seperti hidroksil (OH•), alkoksi (RO•), peroksil (ROO•) melalui reaksi transformasi kompleks maka dapat bereksi dengan molekul apapun (Halliwell, 2001).

Kerusakan molekular yang disebabkan oleh radikal bebas dapat merusak fungsi sel dan bahkan menyebabkan kematian sel yang pada akhirnya menimbulkan berbagai penyakit. Reaksi antara radikal bebas dengan lipid menimbulkan peroksidasi lipid. Selama peroksidasi lipid, produk antara akan terbentuk dan memberikan efek merugikan jauh dari tempat pembentukannya, maka dari itu produk antara ini disebut juga sebagai second messenger. Radikal bebas seperti OH• bereksi dengan karbohidrat menyebabkan putusnya ikatan

molekul penting seperti asam hialuronat. Interaksi ROS dengan DNA terutama terhadap basa purin dan pirimidin menghasilkan produk oksidatif dari purin dan pirimidin yang berimplikasi pada karsinogenesis, penuaan dan kerusakan DNA (Devasagayam dkk., 2004).

C. Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) 1. Taksonomi

Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Bangsa : Malvales Famili : Malvaceae Marga : Hibiscus

Spesies : Hibiscus sabdariffa L.

(29)

2. Deskripsi tanaman rosella (Hibiscus sabdariffa L.)

Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) merupakan anggota famili Malvaceae. Rosella dapat tumbuh dengan baik di daerah beriklim tropis dan subtropis. Tanaman ini mempunyai habitat asli di daerah yang terbentang dari India sampai Malaysia. Rosella merupakan herba tahunan yang bisa mencapai ketinggian 0,5-3 meter. Batangnya bulat, tegak, berkayu, dan berwarna merah. Daunnya tunggal, berbentuk bulat telur, pertulangan menjari, ujung tumpul, tepi bergerigi, dan pangkal berlekuk. Panjang daun 6-15 cm dan lebarnya 5-8 cm.

(a) (b)

Gambar 1. (a) Tanaman rosella (Hibiscus sabdariffa L.) dan (b) bagian kelopak bunga rosella (foto koleksi pribadi)

Bunga rosella yang keluar dari ketiak daun merupakan bunga tunggal. Bunga ini mempunyai 8-11 helai kelopak yang berbulu, panjangnya 1 cm, pangkalnya saling berlekatan, dan berwarna merah seperti terlihat dalam gambar 1. Mahkota bunga berbentuk corong, terdiri dari 5 helai, panjangnya 3-5 cm. Buahnya berbentuk kotak kerucut, berambut, berwarna

(30)

merah. Bentuk biji menyerupai ginjal, berbulu, dengan panjang 5 mm dan lebar 4 mm. Saat masih muda, biji berwarna putih dan setelah tua berubah menjadi abu-abu (Maryani dan Kristiana, 2005).

3. Fitokimia bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L.)

Bunga rosella kaya akan asam dan pektin. Analisis bunga rosella menunjukkan adanya protein sederhana dan mineral seperti besi, fosfor, kalsium, mangan, aluminium, magnesium, potasium, dan sodium. Kalsium sitrat, asam askorbat, gossypetin, dan hibiscin chlorideare juga terdapat pada bunga rosella seperti tercantum dalam tabel I (Mahadevan, Shivali, dan Kamboj, 2009).

Tabel I. Konstituen fitokimia bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L.)

(31)

dalam air dan termasuk dalam kelas senyawa flavonoid. Senyawa antosianin memiliki struktur dasar yang terdiri dari dua cincin aromatis (cincing A dan B) yang terikat bersama oleh tiga atom karbon membentuk cincin heterosiklik (cincin C) dengan gugus gula yang terikat pada atom karbon pada posisi C-3 atau A-5 (gambar 2). Berdasarkan nilai pH medium, antosianin dapat mengalami perubahan warna yaitu warna merah hingga jingga pada pH asam (pH 1-4) karena adanya ikatan rangkap terkonjugasi yang membawa muatan positif, tidak berwarna pada pH 5 dan 6 karena terbentuk senyawa karbinol dan kalkon, dan akan terdegradasi pada pH 7 (Miguel, 2011).

Gambar 2. Sturuktur dasar antosianin (Miguel, 2011)

(32)

Menghasilkan radikal bebas baru yang distabilkan oleh resonansi (Farombi dan Fakoya, 2005).

Gambar 3. Jalur degradasi termal antosianin pada berbagai pH (Wallace dan Giusti, 2014)

(33)

aldehid dan asam benzoat pada pH 3,5 dan 7 (gambar 3b dan 3c) (Wallace dan Giusti, 2014).

4. Manfaat farmakologis bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L.)

Rosella terkenal dan banyak digunakan sebagai tanaman obat yang memiliki beberapa khasiat. Bagian bunga tanaman rosella dapat berkhasiat sebagai antihipertensi dan kardioprotektif yang ditunjukkan dengan efektivitasnya terhadap penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi. Bunga rosella menunjukkan efek proteksi terhadap sitotoksisitas dan genotoksisitas pada hepar. Mekanisme yang berkaitan dengan manfaat sebagai hepatoprotektif tersebut adalah peredaman radikal bebas oleh senyawa protochatecuic acid. Aktivitas anti oksidatif antosianin dalam rosell memiliki efek mencegah oksidasi LDL dan menyebabkan apoptosis sel kanker sehingga berkhasiat sebagai agen kemopreventif (Mahadevan dkk.,2009).

(34)

D. Multiemulsi A/M/A

Multiemulsi air dalam minyak dalam air (A/M/A) merupakan sistem emulsi di mana droplet air terjebak dalam droplet minyak yang berukuran lebih besar yang kemudian didispersikan kembali dalam fase air. Multiemulsi seperti ini sering diaplikasikan dalam produk kefarmasian dan kosmetik. Multiemulsi A/M/A mengandung dua jenis emulsi yaitu emulsi primer M/A dan emulsi sekunder A/M dalam air yang membutuhkan sedikitnya dua jenis emulsifier (zat pengemulsi) dalam formulasi yaitu emulsifier bernilai Hydrophile-Lipophile Balance (HLB) rendah untuk menstabilkan emulsi tipe A/M dan emulsifier bernilai HLB tinggi untuk menstabilkan emulsi tipe M/A (Jiao dan Burgess, 2008).

Multiemulsi memiliki keuntungan yaitu dapat memberikan efek lepas lambat dari zat aktif yang terjebak dalam fase internal dan dapat membawa zat aktif yang tidak kompatibel satu sama lain dalam satu formula yang sama. Aplikasi multiemulsi berbasis air dalam industri kosmetik memberikan sensasi nyaman dengan pelepasan zat aktif yang lebih lambat. Selain itu juga akan memberikan sifat mudah tercuci dengan air (Epstein dan Simion, 2001).

(35)

aktif larut air melalui lapisan minyak antara kedua fase air. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengatasi tidak stabilnya multiemulsi adalah dengan mengecilkan ukuran partikel droplet internal melalui pemilihan surfaktan yang sesuai dan meningkatkan stabilitas fase internal dan eksternal multiemulsi dengan menggunakan surfaktan polimerik untuk membentuk lapisan yang lebih kuat dan kaku pada permukaan antar fase (Kumar, Kumar, dan Mahadevan, 2012).

Multiemulsi memiliki ukuran droplet yang lebih besar daripada emulsi biasa sehingga bersifat kurang stabil secara termodinamika. Pelepasan zat aktif dari fase dalam ke fase luar dan sebaliknya sering tidak terkendali. Stabilitas dan mekanisme pelepasan multiemulsi saling berhubungan dan memiliki keterkaitan (Lutz dan Aserin, 2008).

Gambar 4. Jenis-jenis droplet multiemulsi A/M/A (Myers, 2006)

Multiemulsi A/M/A terbagi menjadi tiga jenis berdasarkan sifat dasar droplet minyak (gambar 4) yaitu tipe A berisikan satu droplet internal berukuran besar dan terenkapsulasi oleh fase minyak; tipe B berisikan beberapa droplet internal yang berukuran kecil dan terpisah satu sama lain; dan tipe C berisikan

Tipe B Tipe C

Fase kontinue

(36)

banyak droplet internal berukuran kecil dengan jarak yang dekat satu sama lain (Myers, 2006).

E. Komponen Pembentuk Multiemulsi 1. Surfaktan (emulsifier agent)

Surfaktan adalah molekul amfifilik yang terdiri dari bagian hidrofobik non polar yang berupa rantai hidrokarbon atau florokarbon lurus atau bercabang yang terdiri dari 8-18 atom karbon, yang terikat pada bagian polar atau ionik (hidrofilik). Bagian hidrofilik dapat berupa non ionik, ionik atau zwitterionik. Rantai hidrokarbon berinteraksi lemah dengan molekul air, sedangkan gugus polar atau ionik berinteraksi kuat dengan molekul air melalui ikatan dipol atau ion-dipol. Ikatan yang kuat dengan molekul air ini menyebabkan surfaktan larut di air. Keseimbangan antara bagian hidrofobik dan hidrofilik akan membentuk lapisan antar muka pada sistem serta suatu perkumpulan dalam larutan (membentuk misel) (Tadros, 2005).

Surfaktan menurunkan energi bebas pada batas antar fase. Energi bebas pada antar muka disebut juga dengan tekanan antar muka atau tegangan permukaan. Semakin tinggi adsorpsi surfaktan maka semakin tinggi penurunan terhadap tekanan antar muka. Tingkat adsorpsi surfaktan pada antar muka bergantung pada struktur surfaktan dan sifat dari kedua fase yang bertemu pada antar muka (Tadros, 2005).

(37)

terbentuk karena gugus hidrofobik surfaktan menghadap bagian dalam agregat dan gugus polar menghadap bagian solven. Misel memiliki keseimbangan yang dinamis dan kecepatan perpindahan antara molekul surfaktan dan misel bergantung pada struktur dari molekul surfaktan (Tadros, 2005).

Tabel II. Rentang HLB dan aplikasinya Rentang HLB Aplikasi Pemilihan berbagai jenis surfaktan dalam membuat emulsi minyak dalam air (M/A) maupun air dalam minyak (A/M) seringkali berdasarkan pada dasar empiris. Berdasarkan dasar semi empiris dalam pemilihan surfaktan adalah dengan mengetahui nilai HLB (Hydrophilic–Lipophilic Balance) (tabel II). Nilai HLB ini didasarkan pada persentase relatif gugus hidrofil terhadap lipofil dalam molekul surfaktan (Tadros, 2005).

a. Span 80

Gambar 5. Struktur Span 80 (Rowe, Sheskey, dan Quinn, 2009)

(38)

emulsifiying agent untuk preparasi sediaan krim, emulsi, dan salep untuk aplikasi secara topikal. Kombinasi Span 80 dengan surfaktan polisorbat dengan kombinasi tertentu akan menghasilkan krim atau emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air dengan konsistensi yang beragam. Span 80 berupa cairan kental berwarna kuning dengan nilai HLB sebesar 4,3. Penggunaan Span 80 sebagai emulsifying agent bersamaan dengan emulsifier hidrofilik adalah sebesar 1–10% (Rowe dkk., 2009).

b. Tween 80

Gambar 6. Struktur Tween 80 (Rowe dkk., 2009)

(39)

2. Dimethicone

Gambar 7. Struktur dimethicone (Rowe dkk., 2009)

Dimethicone (gambar 7) memiliki nama lain dimethylpolysiloxane. Dimethicone digunakan dalam kosmetik. Dimethicone ditambahkan ke fase minyak sebagai antifoaming agent (penghilang busa) dalam air dalam minyak. Dimethicone berupa cairan bening tidak berwarna dengan kekentalan yang beragam. Penggunaan dimethicone dalam formulasi krim adalah sebesar 10-30% (Rowe dkk., 2009).

3. Stiffening agent (setil alkohol)

C

Gambar 8. Struktur setil alkohol (Rowe dkk., 2009)

(40)

4. Biopolimer (xanthan gum)

Gambar 9. Struktur xanthan gum (Rowe dkk., 2009)

Xanthan gum (gambar 9) merupakan polisakarida dengan berat molekul yang besar. Tiap unit xanthan gum terdiri lima residu glukosa yaitu dua unit glukosa, dua unit manosa, dan satu unit asam glukoronat. Ikatan polimer terdiri dari tiga unit β-D-glukosa yang berikatan pada posisi satu dan

(41)

F. Stabilitas Multiemulsi

Proses pecahnya atau ketidakstabilan emulsi dapat terjadi akibat beberapa mekanisme. Faktor yang paling berpengaruh terhadap hal tersebut adalah menurunnya energi bebas sistem yang disebabkan berkurangnya area antarmuka. Mekanisme sederhana ketidakstabilan emulsi antara lain (gambar 10): 1. Koalesensi

Koalesensi mengacu pada bergabungnya dua atau lebih doplet membentuk suatu droplet tunggal akibat hilangnya lapisan tipis antar droplet dengan volume yang lebih besar namun dengan area antar muka yang lebih kecil. Perubahan ini akan menunjukkan perubahan signifikan secara mikroskopik dari fase terdispersi, seperti perubahan ukuran partikel rata-rata dan distribusi, namun tidak berpengaruh langsung terhadap perubahan penampilan sistem secara makroskopik.

2. Breaking

Breaking mengacu pada proses pemisahan signifikan antara dua fase. Proses ini merupakan konsekuensi dari koalesensi droplet secara mikroskopik yang terlihat signifikan pula secara makroskopik. Identitas droplet telah hilang, bersamaan dengan sifat fisik dan kimia dari emulsi. Hal ini menunjukkan kehilangan stabilitas dari emulsi.

3. Flokulasi

(42)

merupakan proses yang reversibel, diatasi dengan memberikan energi yang lebih sedikit dibandingkan dengan yang dibutuhkan untuk proses emulsifikasi. 4. Creaming

Creaming berhubungan dengan flokulasi yang dipengaruhi oleh perbedaan densitas antar dua fase. Kecepatan creaming bergantung pada karakteristik fisik sistem terutama viskositas fase kontinu dan perbedaan densitas antar dua fase. Creaming dapat diatasi dengan memberikan energi yang kecil. Flokulasi dan creaming menunjukkan kondisi di mana droplet saling bersentuhan, namun tidak bersatu untuk membentuk suatu unit tunggal. (Myers, 2006).

Gambar 10. Proses ketidakstabilan emulsi sederhana (a) koalesens; (b) breaking; (c) flokulasi; (d) creaming (Myers, 2006)

Mekanisme utama penyebab ketidakstabilan multiemulsi adalah koalesensi emulsi primer. Pemilihan emulsifier primer berupa surfaktan tunggal atau campuran surfaktan untuk membentuk emulsi primer yang stabil menjadi hal yang penting untuk dipertimbangkan. Mekanisme kedua adalah hilangnya droplet emulsi yang terjerap akibat pecahnya lapisan minyak yang memisahkan droplet internal dengan fase kontinu. Mekanisme tersebut dapat disebabkan oleh

(43)

perbedaan tekanan osmotik antara fase internal dan fase kontinu dalam sistem yang menyebabkan transfer material (Myers, 2006).

Mekanisme ketidakstabilan sangat merugikan bagi aplikasi obat terkontrol yang mekanisme pelepasannya adalah difusi terkontrol karena dapat menghasilkan efek pelepasan yang cepat dari zat aktif dan memungkinkan terjadinya efek berbahaya. Stabilitas akhir sistem sangat bergantung pada sifat fase minyak, karakteristik emulsifier primer dan sekunder, dan hubungan antara fase internal dan kontinu (Myers, 2006).

G. Liposom

Liposom merupakan suatu vesikel koloid yang tersusun dari membran lipid lapis ganda unilamelar atau multilamelar yang mengelilingi suatu kompartemen cairan. Zat aktif yang terenkapsulasi pada kompartemen air didalam vesikel liposom dapat mencapai efek terapetik dengan durasi yang lama karena zat aktif harus dilepaskan terlebih dahulu dari vesikel liposom (Shasi dkk., 2012).

Liposom dapat digunakan untuk menghantarkan zat aktif yang bersifat hidrofobik, amfifatik, dan hidrofilik. Liposom memiliki kelebihan antara lain biokompatibel, tidak toksi, tidak menyebabkan reaksi imunologi, serta dapat mengenkapulasi zat aktif dari pengaruh lingkungan sehingga meningkatkan stabilitas zat aktif dalam sediaan (Shasi dkk., 2012).

(44)

biologis dalam plasma (Davis, Gyurik, Hadgraft, Pellett, dan Walters, 2002). Mekanisme peningkatan absorbsi obat ke dalam kulit belum jelas, namun ada kemungkinan bahwa liposom berpenetrasi ke stratum korneum dan berinteraksi dengan lapisan lipid pada kulit untuk melepaskan obat ke stratum korneum. Umumnya, liposom yang efektif adalah liposom yang memiliki komposisi yang mirip dengan komposisi lipid pada stratum korneum (Benson, 2005).

Berbagai jenis fosfolipid dapat digunakan untuk membuat liposom. Fosfolipid yang paling sering digunakan adalah fosfatidilkolin, dapat digunakan secara individu atau kombinasi dengan kolesterol. Kolesterol dapat digunakan untuk memadatkan bilayer fosfatidilkolin, sehingga dapat meningkatkan rigiditas (Ranade dan Hollinger, 2004).

Gambar 11. Fusi pada liposom (Meier dan Schreiber, 2005)

(45)

enzim. Liposom yang sensitif terhadap suhu dapat mengalami kebocoran lebih cepat di atas suhu transisi fase dari membran lipidnya. Liposom dapat stabil hingga suhu 37oC, namun akan rusak ketika melewati area tubuh dengan temperatur lebih dari 40oC (Kulkami, 2005). Masalah stabilitas liposom diketahui berasal dari vesikel unilamelar karena dapat berfusi dengan vesikel lain membentuk vesikel unilamelar dengan ukuran besar atau Large Unilamelar Vesicle (LUV) (Gambar 11) (Meier dan Schreiber, 2005). Parameter yang harus dipertimbangkan untuk menstabilkan sistem liposom dalam suatu formulasi antara lain:

1. Membuat liposom dengan lipid murni karena lipid yang tidak murni (teroksidasi/terhidrolisis atau lipid yang tersuspensi pada minyak/trigliserida) akan mendestabilisasi liposom.

2. Hindari penggunaan surfaktan ionik dalam fase di mana liposom akan ditambahkan.

3. Hindari pemanasan tinggi (> 40oC) ketika membuat produk akhir yang mengandung liposom. Liposom dapat ditambahkan pada fase pembawa pada akhir proses ketika temperatur fase tersebut telah di bawah 40oC.

4. pH produk dipertahankan mendekati pH netral karena kecepatan hidrolisis teredah pada pH 6,5.

(46)

6. Wadah produk yang mengandung liposom berupa wadah dengan bahan opaque untuk menghindari/mengurangi kerusakan oleh cahaya pada liposom.

(Kulkami, 2005).

H. Kulit dan Fungsi Kulit

Kulit merupakan organ terbesar dan penting dalam menjaga homeostatis tubuh. Kulit terdiri dari tiga lapisan antara lain:

1. Epidermis

Epidermis tersusun dari epitel skuamosa yang berlapis dan tidak ada pembuluh darah ataupun ujung saraf. Lapisan paling dalam dari sel epidermal disebut stratum basal atau stratum germinativum. Sel dalam lapisan ini dapat membelah dan tumbuh, sehingga sel epidermal yang telah tua (keranosit) akan disisihkan dari dermis menuju permukaan kulit. Semakin jauh sel berpindah, maka suplai nutrisi dari pembuluh darah semakin berkurang dan hingga pada waktunya sel tersebut akan mati. Peristiwa tersebut disebut keranitisasi. Sel mati yang terakumulasi pada lapisan terluar epidermis membentuk lapisan yang disebut stratum korneum (Shier, Butler, dan Lewis, 2006).

(47)

dalam fungsi protektif dari kehilangan air dari jaringan, tekanan mekanis, perlindungan dari senyawa berbahaya, dan menjaga dari serangan mikroorganisme patogen (Walters dan Roberts, 2002).

Bagian dasar epidermis terdiri dari memiliki peran penting dalam sistem imun kulit yaitu sel Langerhans. Sel Langerhans merupakan sel dendritik yang berperan dalam mengatur proliferasi dari keratinosit dan juga sebagai antigen-presenting cell. Sel lain yang terdapat dalam epidermis adalah melanosit yang memproduksi melanin, yaitu pigmen gelap yang memberikan warna pada kulit. melanin mengabsorbsi radiasi ultraviolet dari sinar matahari, mencegah mutasi DNA pada sel kulit dan efek merusak lainnya. Melanosit terdapat pada bagian terdalam epidermis (Walters dan Roberts, 2002).

2. Dermis

(48)

imun dan inflamasi; dan melanosit yang terlibat dalam memproduksi pigmen melanin (Walters dan Roberts, 2002).

Pembuluh darah pada lapisan dermis memberikan suplai nutrisi pada semua sel kulit, juga membantu dalam regulasi suhu tubuh. Sel saraf tersebar pada lapisan dermis. Proses motorik membawa rangsangan keluar dari otak atau tulang belakang menuju otot atau kelenjar kulit. Proses sensorik membawa ransangan pergi dari reseptor sensorik menuju otak atau tulang belakang (Shier dkk., 2006).

Sistem limfatik merupakan komponen penting dalam regulasi tekanan, mobilisasi mekanisme pertahanan dan penghilangan material limbah. Sistem limfatik berupa jaringan yang padat dan rata pada lapisan papiler dermis dan menyebar hingga bagian yang lebih dalam dari dermis. Aliran limfatik mengeleminasi solute yang berukuran besar seperti interferon (Walters dan Roberts, 2002).

3. Subkutan

(49)

4. Komponen kulit lainnya

Komponen kulit ini terdiri dari folikel rambut, kelenjar sebasea, dan kelenjar keringat. Masing-masing komponen ini memiliki fungsi yang berbeda-beda. Folikel rambut terdistribusi pada seluruh permukaan kulit kecuali pada telapak kaki, telapak tangan, dan bibir. Otot halus yaitu erector pilorum mengikat folikel pada jaringan dermis sehingga memungkinkan rambut untuk tegak sebagai respon terhadap rasa takut. Kelenjar sebaseus mensekresikan sebum yang mengandung trigliserida, asam lemak bebas, dan lilin, yang berfungsi menjaga dan melubrikasi kulit serta menjaga pH kulit. Kelenjar keringat terdiri dari kelenjar ekrin dan apokrin. Kelenjar ekrin terletak pada bagian terbawah dermis, mensekresikan larutan garam dengan pH 5 yang distimulasi oleh temperatur serta stress emosional oleh sistem saraf otonom. Kelenjar apokrin mensekresi protein, lipoprotein dan lipid yang juga distimulasi oleh temperatur (Walters dan Roberts, 2002).

I. Metode DPPH

Senyawa DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl) merupakan radikal bebas yang stabil dan mengalami delokalisasi elektron pada keseluruhan molekul, sehingga molekul tidak membentuk dimer seperti yang terjadi pada radikal bebas lainnya. Delokalisasi ini juga membentuk warna ungu pada larutan sehingga dapat diukur absorbansinya pada panjang gelombang 517 nm (Molyneux, 2004).

(50)

yang terkandung dalam makanan, kosmetik ataupun dalam sistem biologis. Metode DPPH dapat digunakan untuk sampel padat ataupun cair dan tidak spesifik untuk senyawa antioksidan tertentu, melainkan untuk hampir keseluruhan senyawa antioksidan (Prakash, 2001). Metode ini berdasarkan pada pengukuran kemampuan antioksidan menghambat radikal bebas DPPH. Elektron pada DPPH akan tereduksi dengan menerima atom hidrogen dari antioksidan menyebabkan perubahan warna dari ungu menjadi kuning (gambar 12) (Kedare dan Singh, 2011).

Gambar 12. Reaksi reduksi DPPH oleh antioksidan yang mendonorkan atom hidrogen. (a) radikal bebas 2,2-diphenylpicryl-1-hydrazyl (ungu) ; (b) non-radikal

2,2-diphenylpicryl-1-hydrazine (kuning)

J. Spektrofotometri Visibel

Prinsip dari spektrofotometri adalah radiasi pada panjang gelombang 400-800 nm melalui larutan yang mengandung molekul tertentu akan menyebabkan elektron pada ikatan antar molekul tereksitasi. Eksitasi menyebabkan molekul memiliki bilangan kuantum yang lebih tinggi dan mengabsorbsi energi yang melewati larutan.

Instrumentasi dalam spektrofotometer visibel antara lain:

(51)

2. Monokromator yang digunakan untuk mendispersikan cahaya sesuai panjang gelombang penyusunnya yang selanjutnya akan dipilih oleh suatu celah. Monokromator berotasi sehingga cahaya pada panjang gelombang pada kisaran yang ditentukan melewati sampel ketika instrumen melakukan pengukuran. 3. Optik yang didesain untuk memisahkan cahaya sehingga cahaya melewati dua

kompartemen yaitu kompartemen larutan sampel dan kompartemen larutan blanko (pada instrumen spektrofotometri double beam).

(Watson, 1999). Hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa intensitas yang diteruskan oleh larutan zat penyerap berbanding lurus dengan tebal dan konsentrasi larutan sebagai berikut:

...(1)

Keterangan:

A = absorban, ε = absortivitas b = tebal kuvet (cm) c = konsentrasi

(52)

Kadar sampel dapat ditetapkan dengan menggunakan perbandingan absorbansi sampel dengan absorbansi baku, atau dengan menggunakan persamaan regresi linier yang menyatakan hubungan antara konsentrasi baku dengan absorbansinya. Persamaan kurva baku selanjutnya digunakan untuk menghitung kadar dalam sampel (Gandjar dan Rohman, 2008).

K. Landasan Teori

Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) memiliki khasiat sebagai antioksidan dan efektif dalam menghambat dan menangkal radikal bebas. Salah satu senyawa dalam rosella yang berkhasiat sebagai antioksidan adalah antosianin. Penggunaan secara langsung ekstrak rosella secara topikal pada kulit dapat menyebabkan penurunan aktivitas antioksidan senyawa antosianin oleh faktor lingkungan antara lain suhu, pH dan cahaya. Degradasi termal dapat menyebabkan antosianin mengalami perubahan menjadi senyawa kalkon yang berwarna coklat, sehingga ekstrak rosella perlu diformulasikan dalam suatu sistem pembawa yang dapat melindungi senyawa antosianin dalam ekstrak rosella dari degradasi dan mempertahankan aktivitas antioksidannya.

(53)

Liposom merupakan suatu sistem berbentuk vesikular yang terdiri dari satu atau lebih fosfolipid bilayer yang sering digunakan dalam sediaan farmasetik untuk menghantarkan obat ke tempat aksi baik obat yang bersifat lipofilik maupun hidrofilik. Liposom dan multiemulsi A/M/A memiliki kelebihan dalam hal kenyamanan penggunaan secara topikal dan dapat membawa antosianin dalam ekstrak rosella ke dalam kulit sehingga dapat memberikan efek antioksidan.

Penelitian oleh Sonakpuriya, Bhowmick, Pandey, Joshi, dan Dubey (2013) menghasilkan multiemulsi A/M/A dengan emulsifier Span 80 dan Tween 80 yang mengandung zat aktif Valsartan dengan entrapment efficiency sebesar 95,75%. Penelitian oleh Pinsuwan dkk. (2010) menghasilkan liposom yang mengandung ekstrak rosella dengan entrapment efficiency sebesar 65%. Multiemulsi A/M/A umumnya memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan liposom yaitu sebesar 10-50 μm (Benichou dan Aserin, 2008), sehingga memungkinkan penjerapan zat aktif yang lebih banyak, dan akan memberikan efek antioksidan yang lebih tinggi.

(54)

dengan pH kulit, memiliki tipe A/M/A, homogen, menjerap zat aktif dalam droplet internal, serta dapat stabil selama 28 hari yang ditunjukkan dengan tidak adanya pemisahan fase.

Uji aktivitas antioksidan ekstrak rosella dalam multiemulsi A/M/A yang telah optimum sifat dan stabilitas fisisnya dan dalam liposom dilakukan untuk mengetahui efektivitas kedua formulasi tersebut dalam melindungi dan membawa antosianin dalam ekstrak rosella ke bagian epidermis kulit. Aktivitas antioksidan ditunjukkan dengan nilai IC50 secara metode DPPH dan dianalisis dengan metode spektrofotometri visibel.

L. Hipotesis

1. Formula optimum multiemulsi A/M/A ekstrak rosella memiliki sifat dan stabilitas fisis sesuai dengan kriteria penerimaan yang ditetapkan yaitu memiliki pH yang sesuai dengan pH kulit, memiliki tipe emulsi A/M/A, homogen, menjerap zat aktif dalam droplet internal dan stabil selama penyimpanan selama 28 hari pada suhu -4oC, terlindung dari cahaya, dan diberi gas nitrogen yang ditandai dengan tidak adanya pemisahan fase.

(55)

35 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Rancangan Penelitian

Jenis rancangan penelitian ini adalah rancangan eksperimental murni untuk mencari formula multiemulsi A/M/A ekstrak rosella yang optimal sifat dan stabilitas fisisnya untuk kemudian dilakukan uji aktivitas antioksidan ekstrak rosella dalam multiemulsi A/M/A dan dalam suspensi liposom dengan menggunakan metode DPPH.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian

a. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah konsentrasi eksipien dan HLB multiemulsi A/M/A, lama penyimpanan, dan jenis formulasi

b. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah sifat dan stabilitas fisis multiemulsi A/M/A, serta aktivitas antioksidan (IC50) ekstrak rosella dalam multiemulsi A/M/A dan dalam suspensi liposom.

c. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah cahaya selama pembuatan dan penyimpanan multiemulsi A/M/A, udara dan suhu saat pembuatan dan penyimpanan multiemulsi A/M/A dan suspensi liposom, dan homogenitas sediaan.

(56)

2. Definisi operasional

a. Ekstrak rosella adalah sediaan cair dan kental hasil ekstraksi simplisia bunga rosella menggunakan pelarut metanol.

b. Antioksidan adalah zat yang dalam konsentrasi rendah dibandingkan zat yang mudah teroksidasi, secara signifikan dapat menunda atau mencegah oksidasi zat yang terdapat pada jaringan termasuk protein, lipid, karbohidrat, dan DNA. Zat yang berperan sebagai antioksidan dalam penelitian ini adalah ekstrak rosella.

c. Multiemulsi A/M/A ekstrak rosella adalah sistem emulsi A/M yang mengandung ekstrak rosella dan didispersikan dalam fase air dengan menggunakan bantuan emulsifier.

d. Formula optimum multiemulsi A/M/A ekstrak rosella adalah formula yang telah stabil sifat dan stabilitas fisisnya setelah penyimpanan selama 28 hari.

e. Sifat fisis multiemulsi A/M/A meliputi uji organoleptis sediaan, uji pH, uji tipe fase emulsi, dan pengamatan mikroskopik multiemulsi A/M/A yang dilakukan setelah proses pembuatan.

(57)

g. Liposom ekstrak rosella adalah suatu sistem yang terdiri dari satu atau lebih lipid bilayer dengan struktur vesikular dan mengelilingi sejumlah ekstrak rosella dalam medium air.

h. Suspensi liposom adalah sediaan cair yang mengandung liposom ekstrak rosella yang dibuat menggunakan metode pertukaran pelarut organik, yang kemudian didispersikan dalam medium dispersi yang sesuai dengan bantuan suspending agent.

i. Metode DPPH adalah metode uji aktivitas antioksidan yang didasarkan pada kemampuan antioksidan untuk menghambat radikal bebas dengan mendonorkan atom hidrogen yang ditunjukkan dengan perubahan warna ungu dari DPPH menjadi kuning. Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan selama 28 hari untuk mengetahui laju penurunan aktivitas antioksidan ekstrak rosella.

j. Inhibition Concentration 50% (IC50) adalah konsentrasi ekstrak rosella yang dibutuhkan untuk menghambat atau meredam radikal DPPH sebesar 50% .

C. Bahan Penelitian

(58)

2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl (kualitas pro analysis, Sigma Aldrich), BHT (kualitas pro analysis, Sigma Aldrich), Triton X-100® (kualitas pro analysis, Sigma Aldrich), dan gas nitrogen teknis yang diperoleh dari CV. Perkasa Yogakarta.

D. Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas, flakon, parafilm, mixer (Miyako), waterbath (Elbanton), alat ultrasonifikasi (Retsch), alat sentrifugasi (PLC–03), vortex (Scientific Industries), seperangkat spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu UV-1800), kuvet disposable 2,5 mL, mikropipet (Socorex), mikroskop (Olympus CX31), timbangan analitik (Mettler Tolledo), stopwatch, dan alumunium foil.

E. Tata Cara Penelitian 1. Ekstraksi kelopak bunga rosella

(59)

2. Penetapan bobot tetap ekstrak

Sebanyak 500 μL ekstrak kental metanolik rosella dipanaskan menggunakan waterbath pada suhu 40°C - 50°C di atas cawan porselen hingga memperoleh bobot tetap. Bobot tetap adalah berat pada penimbangan 2 kali berturut-turut setelah zat dikeringkan selama 1 jam hingga tidak berbeda lebih dari 0,5 mg tiap gram sisa yang ditimbang. Penetapan bobot tetap ekstrak dilakukan sebanyak 3 kali replikasi (Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, 1975).

3. Formulasi dan optimasi multiemulsi A/M/A

(60)

Optimasi formula dan proses pembuatan multiemulsi A/M/A yang dilakukan meliputi:

a. Optimasi emulsifier emulsi primer berdasarkan nilai HLB

Emulsi primer dibuat dengan kombinasi emulsifier primer yaitu Span 80 dan Tween 80 dengan konsentrasi sebesar 10% untuk mendapatkan HLB sebesar 5; 5,3; 5,5; dan 5,8. Berdasarkan hasil optimasi tersebut dipilih formula emulsi primer dengan persen pemisahan fase terendah.

b. Optimasi kecepatan pencampuran emulsi primer

Emulsi primer dibuat dengan formula terbaik yang didapatkan pada optimasi emulsifier primer menggunakan mixer pada skala kecepatan 4 dan 5. Berdasarkan hasil optimasi tersebut tersebut dipilih formula emulsi primer dengan persen pemisahan fase terendah.

c. Optimasi lama pencampuran emulsi primer

Emulsi primer skala kecepatan yang telah teroptimasi dengan lama pencampuran 10; 15; dan 20 menit. Berdasarkan hasil optimasi tersebut dipilih formula emulsi primer dengan persen pemisahan fase terendah.

d. Optimasi eksipien setil alkohol sebagai stiffening agent

(61)

hasil optimasi tersebut dipilih formula emulsi primer dengan persen pemisahan fase terendah.

e. Optimasi eksipien dimethicone sebagai antifoaming agent

Emulsi primer dibuat dengan formula terbaik yang didapatkan pada optimasi eksipien setil alkohol dan ditambahkan dengan dimethicone sebesar 2%; 4%; 6%; dan 8%. Berdasarkan hasil optimasi tersebut dipilih formula emulsi primer dengan persen pemisahan fase terendah.

f. Optimasi rasio fase emulsi primer dan fase air eksternal

Multiemulsi A/M/A dibuat dengan memasukkan emulsi primer hasil optimasi ke dalam fase air dengan perbandingan 3:6; 4:6; dan 5:6. Berdasarkan hasil optimasi tersebut dipilih formula multiemulsi dengan persen pemisahan fase terendah.

g. Optimasi emulsifier sekunder

Multiemulsi A/M/A dibuat dengan ratio emulsi primer dan air eksternal hasil optimasi dengan jumlah emulsifier tunggal Tween 80 dengan konsentrasi 2%; 4%; dan 6%. Berdasarkan hasil optimasi tersebut dipilih formula multiemulsi dengan persen pemisahan fase terendah. h. Optimasi lama pencampuran multiemulsi A/M/A

(62)

Berdasarkan hasil optimasi tersebut dipilih formula multiemulsi dengan persen pemisahan fase terendah.

4. Evaluasi multiemulsi A/M/A

Evaluasi terhadap formula optimum multiemulsi A/M/A ekstrak rosella antara lain:

a. Pengamatan organoleptis dan pH

Multiemulsi A/M/A diamati aspek penampilan, rasa, dan bau pada hari pertama dan hari ke-28 sebelum dilakukan pengujian aktivitas antioksidan. Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan indikator pH universal dengan cara memasukkan pH strips ke dalam multiemulsi A/M/A dan dibandingkan warnanya dengan standar (Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, 1975).

b. Ukuran diameter partikel rata-rata

(63)

c. Uji tipe fase emulsi

Uji tipe fase emulsi dilakukan setelah dilakukan pembuatan emulsi primer dan multiemulsi A/M/A dengan formula optimum. Emulsi primer dan multiemulsi A/M/A dilarutkan dalam aquadest dan parafin cair, kemudian diamati kelarutan masing-masing emulsi dalam kedua fase tersebut (Billany, 2001).

d. Uji mekanik

Uji mekanik dilakukan setelah dilakukan pembuatan multiemulsi A/M/A dengan formula optimum. Multiemulsi A/M/A dimasukkan ke dalam tabung sentrifugasi dan dilakukan sentrifugasi pada kecepatan 5000 rpm selama 20 menit. Hasil sentrifugasi diamati dengan melihat ada atau tidaknya pemisahan fase (Mahmood, Akhtar, dan Manickam, 2014).

e. Uji volume pemisahan

(64)

5. Penentuan aktivitas antioksidan multiemulsi A/M/A ekstrak rosella a. Pembuatan pereaksi DPPH

Sebanyak 50 mg serbuk DPPH (BM = 394,32 g/mol) dimasukkan dalam labu takar 100 mL dan dilarutkan dalam metanol p.a hingga batas tanda sehingga diperoleh konsentrasi pereaksi DPPH 1,27 mM.

b. Penentuan panjang gelombang maksimum

Sebanyak 180 μL larutan DPPH 1,27 mM dimasukkan dalam kuvet dan ditambahkan metanol hingga 3 mL. Kemudian dilakukan scanning panjang gelombang dengan kisaran 450-550 nm. Panjang gelombang maksimum adalah absorbansi paling tinggi (peak) dari larutan DPPH pada rentang panjang gelombang tersebut. Metanol digunakan sebagai blanko.

c. Preparasi sampel ekstrak rosella total dalam multiemulsi A/M/A

(65)

ditambahkan dengan metanol hingga batas tanda dan dianalisis kandungan antioksidannya dengan metode DPPH.

d. Penentuan aktivitas antioksidan dengan metode DPPH

Aktivitas antioksidan ekstrak rosella dalam multiemulsi A/M/A ditentukan dengan metode DPPH. Pengukuran terhadap larutan DPPH dengan konsentrasi tertentu dilakukan untuk mendapatkan absorbansi larutan DPPH dengan nilai lebih dari 0,8, yang selanjutnya konsentrasi larutan DPPH tersebut digunakan sebagai konsentrasi yang ditambahkan dalam seri konsentrasi sampel ekstrak.

Seri konsentrasi sampel ekstrak dimasukkan dalam kuvet dan ditambahkan larutan DPPH. Selanjutnya ditambah metanol p.a hingga 3 mL dan didiamkan selama 15 menit (Sanjayadi, 2014). Metanol p.a digunakan sebagai blanko. Penentuan aktivitas antioksidan dari BHT dilakukan pula sebagai kontrol positif dengan metode dan prosedur yang sama. Setiap sampel dianalisis dengan replikasi sebanyak 3 kali.

6. Evaluasi suspensi liposom

Suspensi liposom yang diperoleh dari Sanjayadi disimpan dalam lemari pendingin dengan suhu 4oC menurut penelitian oleh Pinsuwan dkk. (2010) selama pengujian 14 hari. Wadah penyimpanan suspensi liposom dibungkus dengan alumunium foil agar terlindung dari cahaya.

a. Pengamatan organoleptis dan pH

(66)

antioksidan. Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan indikator pH universal dengan cara memasukkan pH strips ke dalam suspensi liposom dan dibandingkan warnanya dengan standar (Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, 1975).

b. Ukuran diameter partikel rata-rata

Diameter partikel rata-rata suspensi liposom diukur dengan prosedur yang sama yang telah disebutkan pada poin 3.b. Pengukuran diameter partikel rata-rata suspensi liposom dilakukan pada hari pertama sebelum dilakukan pengujian aktivitas antioksidan.

7. Penentuan aktivitas antioksidan suspensi liposom ekstrak rosella a. Pembuatan pereaksi DPPH

Pembuatan pereaksi DPPH dilakukan dengan prosedur yang sama yang telah disebutkan pada poin 5.a.

b. Penentuan panjang gelombang maksimum

Pembuatan pereaksi DPPH dilakukan dengan prosedur yang sama yang telah disebutkan pada poin 5.b.

c. Preparasi sampel ekstrak rosella total dalam suspensi liposom

(67)

metanol hingga batas tanda dan dianalisis kandungan antioksidannya dengan metode DPPH.

d. Penentuan aktivitas antioksidan dengan metode DPPH

Penentuan aktivitas antioksidan ekstrak rosella dalam liposom dilakukan dengan prosedur yang sama yang telah disebutkan pada poin 5.d.

F. Analisis Hasil

Persen pemisahan fase sebagai parameter pemilihan formula optimum dari masing-masing tahap optimasi dihitung berdasarkan persamaan berikut:

%pemisahan fase = [

] ---(2)

Keterangan:

Volume awal = volume multiemulsi A/M/A yang dimasukkan dalam tabung berskala yaitu 25 mL

Volume pemisahan = volume fase air yang terpisah dari multiemulsi setelah penyimpanan 24 jam

Aktivitas antioksidan ekstrak rosella dalam multiemulsi A/M/A dan suspensi liposom dihitung nilai % inhibisi berdasarkan persamaan berikut:

% inhibisi = [

] ---(3) Keterangan:

(68)

Aktivitas antioksidan ditunjukkan dengan nilai IC50 yaitu konsentrasi efektif sampel yang dibutuhkan untuk memberikan penghambatan DPPH sebesar 50% dengan analisis regresi linear dari plot kurva respon dosis antara % inhibisi dan konsentrasi, kemudian memplotkan nilai 50% pada sumbu y masing-masing kurva regresi linear.

Aktivitas antioksidan multiemulsi A/M/A dibandingkan pada beberapa rentang waktu selama 1 bulan yaitu hari ke-1, 3, 7, 14, dan 28. Aktivitas antioksidan multiemulsi A/M/A dibandingkan dengan aktivitas antioksidan suspensi liposom pada rentang waktu hari ke-1 dan 14. Aktivitas antioksidan dari masing-masing jenis sediaan dibandingkan pula dengan aktivitas antioksidan kontrol positif BHT dan dinyatakan dalam mikromol ekuivalen Trolox (TE) per 100 gram sampel (TE/100gram). Menurut penelitian oleh Prakash (2011), BHT memiliki aktivitas antioksidan sebesar 395000 TE/100gram.

(69)

49 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Multiemulsi A/M/A yang dibuat dalam penelitian ini memiliki efek antioksidan karena mengandung ekstrak rosella sebagai zat aktif. Sediaan multiemulsi A/M/A formula optimum diamati sifat dan stabilitas fisisnya, serta dilakukan pengujian terhadap aktivitas antioksidan ekstrak rosella dalam multiemulsi A/M/A dan suspensi liposom.

Multiemulsi merupakan sistem emulsi air dalam minyak dalam air atau minyak dalam air dalam minyak, yang fase terdispersinya mengandung droplet yang lebih kecil dengan fase yang berbeda (Jiao dan Burgess, 2008). Bentuk sediaan multiemulsi dipilih karena memiliki kapasitas yang baik untuk menjebak zat aktif yang bersifat hidrofilik dalam droplet-droplet air internal, memberikan efek protektif terhadap zat aktif yang mudah terdegradasi, dan dapat memberikan efek pelepasan yang terkendali dari zat aktif (Jigar, Adarsh, Dhaval dan Vijay, 2011).

Penelitian oleh Pinsuwan dkk. (2010) menunjukkan bahwa liposom yang mengandung ekstrak rosella memiliki entrapment efficiency yang tinggi, meningkatkan permeasi pada kulit, dan mengurangi iritasi pada kulit. Struktur liposom yang berupa vesikel lipid lapis ganda dapat melindungi zat aktif dari pengaruh lingkungan sehingga meningkatkan stabilitas zat aktif dalam sediaan.

(70)

rosella dan dibandingkan aktivitas antioksidannya dengan suspensi liposom yang mengandung zat aktif yang sama untuk mengevaluasi kemampuan kedua jenis formulasi tersebut dalam melindungi ekstrak rosella.

A. Ekstraksi Kelopak Bunga Rosella

Ekstraksi yang dilakukan oleh Sanjayadi dilakukan dengan proses maserasi. Pada umumnya, ekstrak yang diperoleh dari tempat yang berbeda dan jenis spesies yang berbeda dapat pula memberikan aktivitas yang berbeda. Namun, penelitian oleh Borras-Linares, dkk. (2015) mengenai pengujian aktivitas antioksidan dari ekstrak etanolik 25 varietas Hibiscus sabdariffa dengan metode DPPH memiliki profil aktivitas yang sama, maka dari itu metode maserasi ekstrak rosella yang digunakan dalam penelitian ini dapat digunakan pula untuk tanaman rosella dengan spesies yang berbeda.

B. Penetapan Bobot Tetap Ekstrak Rosella

(71)

2007). Bobot tetap yang didapatkan juga digunakan untuk menghitung konsentrasi ekstrak rosella yang akan diuji aktivitas antioksidannya.

Penetapan bobot tetap yang dilakukan sebanyak 3 kali replikasi menunjukkan bahwa sebanyak 500 μL ekstrak rosella memiliki bobot tetap sebesar 0,5117 gram.

C. Pembuatan Multiemulsi A/M/A Ekstrak Rosella

Multiemulsi A/M/A dibuat dengan dua tahap emulsifikasi yaitu pembuatan emulsi primer air dalam minyak (A/M) dan pembuatan emulsi sekunder (multiemulsi) air dalam minyak dalam air (A/M/A). Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan multi emulsi A/M/A terdiri dari zat aktif dan eksipien. Zat aktif yang digunakan adalah ekstrak metanol kelopak bunga rosella. Eksipien berperan dalam meningkatkan stabilitas zat aktif dan formulasi, mengatur permeasi dan pelepasan zat aktif, serta meningkatkan nilai estetika sediaan (Heather dan Adam, 2012). Eksipien yang digunakan antara lain parafin cair, aquadest, Span 80, Tween 80, setil alkohol, dimethicone, xanthan gum. Parafin cair dipilih sebagai fase minyak dalam emulsi primer karena telah banyak dipakai dalam formulasi sediaan topikal seperti krim dan dapat berperan sebagai emollient. Minyak mineral seperti parafin cair umumnya menghasilkan multimulsi A/M/A yang lebih stabil dibandingkan dengan minyak nabati (Kumar dkk., 2012), karena bersifat inert dan tidak sensitif terhadap oksidasi dan cahaya (Rawlings dan Lombard, 2012).

Gambar

Tabel I. Tabel II.
Gambar 25. Laju penurunan aktivitas antioksidan ekstrak rosella dalam
Gambar 1. (a) Tanaman rosella ( Hibiscus sabdariffa L.) dan (b) bagian kelopak bunga rosella (foto koleksi pribadi)
Tabel I. Konstituen fitokimia bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L.)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil sidik ragam penilaian tingkat kesukaan panelis terhadap kekentalan mayonnaise berbahan dasar minyak kedelai adalah penambahan ekstrak bunga rosella memberikan

Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kadar fenolik total dan pengaruh perbedaan pH terhadap aktivitas antioksidan dengan metode DPPH ekstrak etanol 70% daun