• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bila ditinjau secara histologis kulit hewan mempunyai struktur yang sama, terdiri dari tiga lapisan, yaitu: epidermis, corium (derma) dan hypodermis

(subcutis). Epidermis adalah lapisan kulit terluar, lapisan epidermis pada penyamakan kulit harus dibuang sampai bersih sehingga didapatkan hasil penyamakan yang bagus (Judoamidjojo 1981).

Kulit hewan pada umumnya mempunyai sifat-sifat alami yang sangat bervariasi. Faktor yang menyebabkan adanya variasi ini cukup banyak, diantaranya adalah faktor umur, keturunan, lingkungan hidup dan faktor pemeliharaan atau manajemen. Sifat kulit pada daerah satu dan lainnya berbeda, misalnya tebal kulit dari bagian depan kearah ekor semakin menipis, demikian juga secara lateral dari daerah tulang punggung ke arah perut. Kepadatan jaringan serat kolagen pun tidak sama pada daerah satu dan lainnya.

Kulit mentah adalah bahan baku kulit hewan yang baru ditanggalkan dari hewannya sampai mengalami proses-proses pengawetan (Judoamidjojo 1974). Kulit hewan yang baru dikuliti dari hewannya mudah menjadi busuk, karena kulit merupakan suatu media yang baik untuk berkembangnya mikroorganisme, terutama bakteri-bakteri pembusuk. Hal ini terkait dengan kandungan air yang tinggi dalam kulit hewan segar. Kulit hewan yang masih segar mengandung

air 65%, yang terdiri dari air terikat (polar) dan air bebas (kapiler) (Fahidin 1977).

Komponen kimia kulit terdiri dari sebagian besar protein 80 % dari bahan kering dan 20 % adalah non-protein. Protein kulit terdiri dari dua golongan yaitu: protein serat (fibrous) dan protein globular. Contoh protein serat adalah kolagen, elastin dan keratin, sedangkan protein globular adalah albumin dan globulin (Judoamidjojo 1979). Kandungan mineral yang ada dalam kulit kira-kira 0,5 % dari berat kulit. Mineral yang utama antara lain kalsium (Ca), kalium (K), magnesium (Mg), besi (Fe), klorida, sulfat, karbonat dan fosfat (Fahidin 1977).

Berdasarkan SNI 6 - 4900 - 1998 untuk kulit sapi samak kombinasi (nabati-krom/sintetis) yang dicat tutup, syarat mutunya meliputi: kimiawi (kadar air maksimal 20 %, derajat penyamakan minimal 40 %); fisik (tebal minimal 1,0 mm, kekuatan tarik minimal 1500 N/cm2, ketahanan gosok cat tutup); organoleptik (keadaan kulit, cat, bagian daging) (BSN 1998).

2.4. Kulit Ikan

Kulit ikan sama seperti vertebrata yang lain, terdiri dari dua jaringan, yaitu: bagian luar yang disebut epidermis dan bagian dalam yang disebut dermis (corium). Pada spesies lain (elasmobranchii, salmon dan lain sebagainya) integumennya cukup kuat sehingga bermanfaat dalam pembuatan kulit samak (Oosten 1969).

Kulit ikan mengandung air 69,6 %, protein 26,9 %, abu 2,5 % dan lemak 0,7 % (Oosten 1969). Konstituen dari kulit ikan secara kimiawi dapat dibagi atas dua golongan yaitu konstituen non protein dan konstituen protein. Konstituen non protein yang penting adalah lipid, karbohidrat, mineral, enzim dan vitamin (Judoamidjojo 1974).

Berdasarkan SNI 6 - 6121 - 1999 syarat mutu kulit ikan pari yang diklasifikasikan dalam tiga kelas meliputi; tebal minimal 1 mm; suhu pengerutan

minimal 70oC; kekuatan tarik minimal 2000 N; kekuatan sobek minimal 300 N; kadar air maksimal 20%; kadar minyak/lemak maksimal 12 %; keadaan kulit (liat, lemas, tidak keriput); manik-manik (kuat, warna rata) (BSN 1999).

2.5. Kulit Tersamak

Kulit tersamak adalah kulit hewan yang dikerjakan sedemikian rupa sehingga lebih permanen, tahan terhadap dekomposisi bila basah dan bersifat lemas bila kering. Melalui penyamakan kulit hewan yang mudah busuk dapat menjadi tahan terhadap serangan mikroorganisme (Judoamidjojo 1981).

Salah satu sifat fisik kulit tersamak yang sangat penting adalah kekuatan tarik. Adapun definisi dari kekuatan tarik adalah beban maksimum per satuan luas yang dibutuhkan untuk menarik cuplikan (contoh uji) sampai putus dan dinyatakan dalam kg/cm2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan tarik kulit tersamak diantaranya ketebalan, struktur kulit, penanganan sewaktu masih hidup dan penanganan setelah pengulitan (Anonymous 1989).

Kulit yang disamak dengan bahan penyamak krom akan mempunyai kelebihan bila dibandingkan dengan kulit yang disamak dengan bahan penyamak nabati, antara lain: kulit tersamak akan lebih lemas, tahan terhadap panas yang tinggi, kekuatan tariknya lebih tinggi dan hasilnya akan lebih baik bila dilakukan pengecatan. Komponen yang memegang peranan penting adalah elastin karena merupakan bahan dasar pembuatan kulit samak (Judoamidjojo 1979). Karena sifat tersebut diatas, maka kulit tersamak dengan krom lebih cocok untuk dijadikan kulit atasan sepatu, baju, sarung tangan, tas, koper dan lain-lain (Purnomo 1992).

2.6. Penyamakan (Tanning)

Penyamakan adalah seni atau teknik dalam mengubah kulit mentah menjadi kulit samak. Penyamakan juga memiliki pengertian sebagai suatu rentetan pengerjaan pada kulit dengan zat-zat atau bahan-bahan penyamak sehingga kulit yang semula labil terhadap pengaruh kimia, fisik dan biologis menjadi stabil pada tingkat tertentu (Judoamidjojo 1974).

Prinsip dari proses penyamakan menurut Judoamidjojo (1981) adalah sebagai berikut:

a) Pembuangan bagian-bagian yang tidak dikehendaki, misalnya epidermis, hypodermis dengan perendaman dan pengapuran kemudian pembuangan sisik, lendir dan daging.

b) Persiapan tenunan derma untuk disamak, yaitu dengan perendaman, pengapuran, pembuangan kapur, pelumatan dan pemikelan atau pengasaman. Proses-proses tersebut membebaskan kulit epidermis serta mempersiapkan derma secara kimia dan mekanis. Pengapuran yang dapat memperlunak epidermis dan membuka tenunan kulit adalah proses kimia. Sedangkan pembuangan rambut dan hypodermis dengan menggunakan pisau adalah proses mekanis.

c) Penyamakan yaitu absorpsi dari zat penyamak dalam larutan oleh substansi kulit akan mengubah kulit mentah menjadi kulit samak.

d) Proses perampungan, seperti pelemakan, pengeringan, pengecatan, pementangan, pengetunan (peregangan), kesemuanya bertujuan untuk memperbaiki kualitas dan rupa kulit samak.

2.7. PenyamakanKrom (Cr2O3)

Penyamakan kulit dengan bahan penyamak krom dilakukan melalui tahap-tahap sebagai berikut: kulit direndam dan diaduk dalam larutan 200% air dan 3% garam selama lima menit. Setelah itu kulit direndam dan diaduk dalam larutan 5% Cr2O3 selama satu jam. Akhirnya kulit direndam dan diaduk lagi selama tiga kali (masing-masing 15 menit) dalam larutan 1% Na2CO3, setelah itu perendaman ditambah lagi selama satu jam (Hak 1980). Bahan penyamak krom mempunyai sifat sebagai berikut: basisitas rendah, molekul kecil, daya ikat kecil, penetrasi cepat dan dalam larutan yang encer molekul akan membesar (Anonymous 1975).

Kematangan penyamakan dapat diperiksa dengan uji didih. Sepotong kulit diukur panjang maksimumnya (dengan sedikit tarikan), dimasukkan ke dalam air mendidih dan direbus selama 10 menit. Apabila setelah diukur masih terjadi pengerutan maka penyamakan belum sempurna, sehingga pemutaran perlu dilanjutkan 0,5 - 1 jam lagi (Judoamidjojo 1974).

2.8. Bahan Penyamak

Bahan penyamak adalah substansi yang digunakan untuk menkonversi kulit mentah menjadi kulit samak. Bahan penyamak untuk industri perkulitan terbagi menjadi empat golongan besar, yaitu: bahan penyamak nabati, sintetis, mineral dan bahan penyamak lemak atau aldehid (Judoamidjojo 1974).

a) Bahan penyamak nabati adalah bahan penyamak yang diambil dari tumbuh-tumbuhan. Ada yang diambil buahnya (jambe), diambil daunnya (gambir), diambil kulit kayunya (akasia dan bakau).

b) Bahan penyamak sintetis adalah bahan penyamak yang terbuat dari senyawa phenol yang telah dibesarkan molekulnya dengan jalan kondensasi dan sulfitasi.

c) Bahan penyamak mineral antara lain: Fe, S, Zn, Al dan Cr. Dari sekian banyak logam yang sampai sekarang tetap unggul adalah Cr atau Chromium yang bervalensi 3. Bahan penyamak krom adalah suatu persenyawaan kompleks dari krom yang cukup besar untuk bersifat menyamak kulit. Bahan ini pun dapat dikatakan berupa paten pabrik, dipasaran dikenal dengan

chromosal dan chromitan. Kekuatan menyamaknya dinyatakan dalam persen basisitas atau kadar Cr2O3 dalam persen. Garam krom ini mampu bereaksi dan membentuk ikatan dengan asam amino bebas dalam struktur protein kolagen yang reaktif. Ikatan yang terbentuk antara krom dengan protein kulit disebut ikatan silang. Ikatan silang yang terbentuk selama proses penyamakan akan menyebabkan berubahnya sifat kulit mentah menjadi lebih tahan terhadap pengaruh fisik maupun kimia (Purnomo 1992). Basisitas dari cairan krom adalah perbandingan antara valensi OH dan valensi Cr yang terdapat dalam kompleks dikalikan 100%. Penyamakan biasanya dimulai dari basisitas 33% dan berakhir pada basisitas 50 - 60% (Judoamidjojo 1974).

Tabel 4. Basisitas garam krom

Jenis garam krom Basisitas Warna kelarutan Kekuatan ikatan Krom sulfat 0% Hijau sangat baik Kurang Krom sulfat

basis sedang

33% Hijau sangat baik Sedang

Krom sulfat basis tinggi

45% Hijau sangat baik Baik

Krom sulfat basis sangat tinggi

66% Hijau kurang Baik sekali tetapi sulit masuk dalam kulit Krom hidroksida 100% Hijau pucat Tidak ada

Sumber: Purnomo (1992).

d) Bahan penyamak lemak dan aldehyd biasanya berasal dari minyak ikan hiu

Bahan penyamak lemak banyak digunakan untuk menyamak kulit beludru. Minyak-minyak atau lemak yang dapat dipakai untuk tujuan ini ialah minyak yang mempunyai ikatan rangkap (Judoamidjojo 1979).

Dokumen terkait