• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II DIPLOMASI JEPANG INDONESIA

2.2.3 Kultur Indonesia

Negara Indonesia adalah negara yang memiliki banyak keunikan. Sebagai negara yang berada diantara dua samudra dan dua benua, Indonesia memiliki posisi yang sangat strategis baik secara geografis dan ekonomi. Hal ini lebih ditunjang lagi dengan iklim tropis yang dimiliki Indonesia. Iklim ini menyebabkan negara Indonesia memiliki kesuburan yang menunjang pertanian dan kehutanan. Sejak dahulu kala, Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki hasil alam dengan harga yang sangat tinggi dan dincar oleh negara-negara Asing dimulai dari kedatangan bangsa Portugis ke Indonesia. Hal ini juga yang mendorong negara-negara tersebut datang dan menjajah negara ini.

Indonesia sama seperti Jepang adalah negara kepulauan yang terdiri atas banyak pulau dan dipisah oleh lautan. Kesatuan politis Negara Kesatuan Republik Indonesia terdiri atas 6000 buah pulau yang terhuni dari jumlah keseluruhan sekitar 13.667 buah pulau. Tetapi berbeda dengan Jepang yang homogen (satu ras atau suku), Indonesia adalah negara yang terdiri atas berbagai macam suku dan bahasa. Secara spesifik keadaan sosial budaya Indonesia sangat kompleks, mengingat penduduk Indonesia kurang lebih sudah di atas 200 juta dalam 30 kesatuan suku bangsa.

Hal ini terjadi mungkin dikarenakan keadaan iklim dan geografis Indonesia. Indonesia adalah negara tropis yang memiliki banyak areal hutan yang lebat. Hal ini menyebabkan sekelompok orang disuatu wilayah bisa saja tidak pernah bertemu atau berhubungan dengan sekelompok orang di wilayah lain dalam areal hutan yang sama. Setiap kelompok akhirnya membentuk bahasa dan kebiasaannya sendiri walaupun mungkin memilki kesamaan tetapi tidak ada yang memiliki kesamaan sampai seratus persen. Hal ini dapat dilihat di pulau Irian dan Kalimantan. Dua pulau ini terkenal dengan areal hutannya yang luas dan juga jumlah suku yang banyak. Suku dayak di Kalimantan saja misalnya, memiliki banyak variasi walaupun mereka mengatakan diri mereka sebagi suku dayak. Contoh lainnya adalah suku Batak yang berada di Sumatera, terdiri atas 5 suku batak seperti Batak Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, dan Batak Mandailing.

Demikianlah, Indonesia sebagai sebuah “nation state” yang menurut Benedict Anderson merupakan sebuah imajinasi. Kenyataan di dalam “nation state” terdapat komunitas dalam kemajemukan (heterogeneity), perbedaan (diversity). Dengan demikian bahasa Indonesia merupakan suatu pengertian tanda budaya yang didalamnya penuh dengan perbedaan (hibriditas). Hampir sebagian besar penduduk Indonesia tinggal di daerah “rural” sehingga budaya heterogen pedesaan sangat mewarnai pola tutur bahasa Indonesia. Kenyataan menunjukkan tidak semua masyarakat Indonesia hidup di daerah industri dan berperan sebagai masyarakat industrial, masyarakat informatif, dan bagian dari masyarakat global (Wurianto, 2008:2).

Dapat dibayangkan bahwa Indonesia yang dijadikan sebagi bahasa nasional belum tentu sudah tersosialisasikan pada 6000 pulau tersebut, mengingat sebagian besar bermukim di pedesaan. Hanya 10-15% penduduk indonesia yang bermukim di

daerah urban. Indonesai sudah tentu bukan hanya Jawa dan Bali saja, karena kenyatan Jawa mncakup 8% penduduk urban. Satu contoh sak mengenai sebuah kalimat yaitu “ Gemah Ripah Loh Jinawi” yang sering digunakan dalam kosa kata bahasa Indonesia yang menggambarkan kesuburan Indonesia, antara penutur Jawa dan Sunda memiliki konsep yang berbeda. Dalam konsep Jawa “Gemah Ripah Loh Jinawi, Subur kang Sarwa Tinandur, Murah kang Sarwa Tinuku, Tata Tentrem Kerta Raharja”,

sementara saudara-saudara dari Sunda mengekspresikan dalam “ Tata Tentrem Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi , Rea Ketan Rea Keton Buncir Leuit Loba Duit”

yang artinya saudara dari suku Sunda yang lebih memahami. Sementara itu di Sumatera Barat dengan adat Minangkabau yang didalamnya terdapat suatu sistem yang sempurna dan bulat, dalam berbahasa sangat memperhatikan raso, pareso, malu dan sopan, sehingga bahasa Indonesia yang dituturkannya pun sangat terkait dengan psikologi budaya Minangkabau (Wurianto, 2008: 2).

Semua contoh diatas dapat menunjukkan keberagaman Indonesia. Hal diatas masih menyangkut bahasa yang dimiliki tiga suku yang berada di Indonesia. Dalam penerjemahan itu pun harus mempertimbangkan aspek budaya setiap suku. Bagaimana dengan budaya diplomasi Indonesia? Bagaimana menyampaikan kebulatan pendapat seluruh Indonesia di kancah internasional? Jika diplomat yang dikirim berasal dari suku Batak, apakah ia hanya akan membawa indetitasnya sebagai suku Batak di dunia Internasional?

Sangatlah sulit untuk menjawab pertanyaan tersebut, tetapi Indonesia memiliki Pancasila sebagai permesatu Indonesia. Pancasila memang bukan budaya Indonesia tetapi ideologi Indonesia. Keduanya memiliki kekuatan yang sama. Pancasila, selama NKRI ada tetaplah bagian yang tidak terpisahkan dari Indonesia. Dia adalah indetitas Indonesia dan mencakup cita-cita bangsa Indonesia dan tentu saja memiliki pesan dari

setiap suku di Indonesia yang menginginkan kedamaian dan kesejahtraan di Indonesia dan Dunia. Maka pertanyaan diatas dapat dijawab. Setiap diplomat Indonesia pergi ke Dunia Internasional dengan membawa indetitasnya sebagai seorang warga negara Indonesia, bukan sebagai orang Batak ataupun orang Jawa, bukan sebagai orang Papua ataupun orang Dayak, ia murni seorang manusia Indonesia.

Dalam undang-undang Republik Indonesia No.37 tahun 1999 ditetapkan dasar dari politik luar negri Republik Indonesia yaitu Pancasila dan Undang-undang 1945. sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat, pelaksanaan hubungan luar negeri didasarkan pada asas kesamaan derajat, saling menghormati, saling tidak mencampuri urusan dalam negeri masing-masing, seperti yang tersirat di dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Bahwa sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, salah satu tujuan Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Untuk mewujudkan tujuan itu Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia selama ini telah melaksanakan hubungan luar negeri dengan berbagai negara dan organisasi regional maupun internasional. Pelaksanaan kegiatan hubungan luar negeri, baik regional maupun international, melalui forum bilateral atau multilateral, diabadikan pada kepentingan nasional berdasarkan prinsip politik luar negeri yang bebas aktif

Pada pasal satu sampai pasal empat dalam undang-undang tersebut menjelaskan dasar hubungan diplomasi Indonesia. Berikut kutipan dari pasal satu samapi empat undang-undang tersebut:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999

HUBUNGAN LUAR NEGERI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Dengan persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI. BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:

1. Hubungan Luar Negeri adalah setiap kegiatan yang menyangkut aspek regional dan internasional yang dilakukan oleh Pemerintah di tingkat pusat dan daerah, atau lembaga-lembaganya, lembaga negara, badan usaha, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, atau warga negara Indonesia.

2. Politik Luar Negeri adalah kebijakan, sikap, dan langkah Pemerintah Republik Indonesia yang diambil dalam melakukan hubungan dengan negara lain, organisasi internasional, dan subyek hukum internasional lainnya dalam rangka menghadapi masalah internasional guna mencapai tujuan nasional.

3. Perjanjian Internasional adalah perjanjian dalam bentuk dan sebutan apapun, yang diatur oleh hukum internasional dan dibuat secara tertulis oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan satu atau lebih negara, organisasi internasional atau subyek hukum internasional lainnya, serta menimbulkan hak dan kewajiban pada Pemerintah Republik Indonesia yang bersifat hukum publik.

4. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang hubungan luar negeri dan politik luar negeri.

5. Organisasi Internasional adalah organisasi antar pemerintah. Pasal 2

Hubungan Luar Negeri dan Politik Luar Negeri didasarkan pada Pancasila, Undang- Undang Dasar 1945, dan Garis-garis Besar Haluan Negara.

Pasal 3

Politik Luar Negeri menganut prinsip bebas aktif yang diabadikan untuk kepentingan nasional.

Pasal 4

Politik Luar Negeri dilaksanakan melalui diplomasi yang kreatif, aktif, dan antisipatif, tidak sekedar rutin dan reaktif, teguh dalam prinsip dan pendirian, serta rasional dan

luwes dalam pendekatan.

Melihat kutipan tersebut sangatlah jelas kalau Indonesia menjadikan Pancasila dan Undang-undang 1945 sebagai dasar negara dan segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara termasuk dalam hubungan luar negri atau dengan kata lain hubungan diplomasinya. Undang-undang dikutip dari sumber terpercaya yaitu Direktur Jendral.

Peraturan Perundang-undangan yang diakses dari

resminya. Indonesia juga menyatakan kembali Prinsip Politik Indonesia Dalam Partisipasinya Pada ITU (International Telecomunication United) atau Organisasi Telekomunikasi Internasional di Plenipotentiary Conference ITU 2006 di Antalya , Turki dikutip dari Departemen Direktur Jendral Pos dan Telekomunikasi yang berada dalam situs resminya http://www.postel.go.id/update/id/baca_info.asp?id_info=496

. Maka Sangatlah jelas disini kalau dalam politik luar negrinya Indonesia tidak mengenakan indetitas kesukuan bahkan agama.

2.3 Sejarah Diplomasi Jepang Indonesia

Hubungan diplomasi yang dijalin oleh negara Indonesia dengan negara Jepang sudah mencapai umur setengah abad. Hubungan yang demikian lama tentu saja

memiliki sejarah yang sangat panjang. Seperti yang dikatakan oleh Nevins dalam Nazir (1988 :55) sejarah adalah pengetahuan yang tetap terhadap apa yang telah terjadi. Sejarah adalah deskripsi yang terpadu dari keadaan-keadaan atau fakta-fakta masa lampau yang ditulis berdasarkan penelitian serta studi yang kritis untuk mencari kebenaran. Hal ini sangat penting untuk diketahui untuk mengntisipasi kesalahan- kesalahan yang terjadi di masa lalu agar tidak terjadi di masa kini dan di masa yang akan datang.

2.3.1 Awal Hubungan Diplomasi Jepang Indonesia

Pada abad kesembilan belas sampai tahun 1920-an, negara Jepang adalah negara yang belum lama mengalami restorasi. Pengalihan kekuasaan dari shogun (pejabat militer tertinggi di Jepang) kepada kaisar juga pembukaan diri besar-besaran kepada dunia luar setelah kurang lebih 350 tahun menutup diri memberikan dampak yang cukup besar. Banyak pemuda-pemudi Jepang yang mencari kehidupan ekonomi yaang lebih baik di Hindia Belanda (Indonesia dalam masa penjajahan Belanda). Didominasi oleh pekerja wanita Jepang yang bekerja sebagai wanita penghibur bagi pekerja perkebunan (Anonim, 2008: 34).

Orang Jepang, yang semula merupakan warga kelas dua di Hindia Belanda bersama-sama dengan orang China dan Arab (Timur Asing), berubah statusnya pada akhir abad ke-19 menjadi “The Most Favoured Nation” yang sejajar dengan bangsa Barat. Kemudian pemerintah Hindia Belanda pun mengeluarkan larangan pekerjaan prostitusi karena merebaknya berbegai penyakit. Hal ini mengubah sikap dan mata pencarian orang Jepang di Hindia Belanda menjadi “lebih terhormat”, sebagian beralih dari menjadi pembantu rumah tangga atau menjadi nyai pejabat Belanda. Perdagangan Jepang terus berkembang dengan munculnya toko-toko dan berkembangnya perusahaan besar Jepang yang membuka cabang di Hindia Belanda.

Sedangkan Indonesia yang masih merupakan jajahan Belanda mengalami kesengsaraan. Pada tahun 1830-1870 Indonesia memasuki masa Culture stelsel. Pada tahun 1870-1900, Indonesia memasuki masa ekonomi liberal (Anonim, 2008: 34).

Pada tahun 1930-an sampai awal 1940, dilatar belakangi oleh paham ultra nasionalisme, munculah generasi muda militer Jepang yang menduduki posisi strategis, dengan karakater “anti-Barat” yang sangat kuat. Dunia Internasional pada masa itu memberikan tekanan yang kuat terhadap Jepang secara ekonomi dan militer. Sedangkan latar belakang di Indonesia pada saat itu, pemerintahan Hindia Belanda bertindak dengan sangat represif terhadap gerakan radikal pemuda Indonesia. Hal ini menyebabkan Indonesia menjadi bersifat kooperatif terhadap Pemerintahan Hindia Belanda (Anonim, 2008: 34).

Pada masa yang sama, Jepang melakukan gerakan ekspansif yang politis. Jepang melakukan kegiatan propaganda melalui pers di Hindia Belanda dan memberikan dukungan terhadap pemuda Indonesia dengan beasiswa belajar ke Jepang. Jepang memberikan perhatian terhadap kelompok dan organisasi Islam. Jepang juga melakukan gerakan spionese (mata-mata) untuk mengamati keadaan masyarakat Indonesia dan system pertahanan Hindia Belanda (Anonim, 2008: 34).

Secara ekonomi, pada tahun 1930-an Jepang juga melancarkan ekspansinya ke Hindis Belanda dengan berbagai cara. Jepang mendominasi pasar Hindia Belanda dengan menjual produk-produknya yang murah ke pasaran. Jepang menguasai rute pelayaran dan perdagangan strategis. Beroperasinya perusahaan Jepang yang mengolah hasil hutan dan hasil laut Hindia Belanda. Banyak Bank Jepang yang mendukung kegiatan perekomian Jepang di Hindia Belanda. Jepang juga melakukan diplomasi ekonomi dengan mengirim dua delegasi ekonominya ke Hindia Belanda pada tahun 1940 dan 1941 karena kebutuhan mendesak Jepang akan hasil bumi dari

Hindia Belanda, terutama minyak. Karena banyaknya upaya yang dilakukan Jepang termasuk dukungannya kepada organisasi pemuda menimbulkan “good image” (imej baik) terhadap Jepang di Hindia Belanda di mata Indonesia. Karakter baik orang Jepang tersebut dikenal lewat interaksi orang Indonesia dengan pedagang atau tuan toko Jepang yang tampak ramah dan baik (Anonim, 2008: 34).

Dilatar belakangi ideologis Jepang, Jepang memiliki cita-cita menjadi pemimpin bangsa-bangsa di Asia. Secara ekonomis, Jepang berambisi memenangkanperang Asia Timur Raya melawan Barat untuk menjamin tersedianya bahan mentah untuk kepentingn industry dan operasi militernya. Jepang pada akhirnya berhasil menduduki wilayah-wilayah Asia Pasifik. Kemenangan Jepang atas wilayah Asia Pasifik dan kedatangannya di Indonesia pada awlanya diterima dengan sangat baik oleh bangsa Indonesia. Hal ini dilatar belakangi oleh imej baik yang dibawa Jepang saat pemerintahan Hindia Belanda juga adanya ramalan kalau Jepang adalah negara yang akan membebaskan Indonesia dari penjajahan (Anonim, 2008: 34). Pada akhirnya, “good image” yang ditunjukkan Jepang pada masa pemerintahan Belanda hilang dan digantikan dengan kenyataan yang menyakitkan. Jepang datang layaknya negara-negara lain yang datang ke Indonesia yang tergila-gila dengan kekayaan melimpah negara Indonesia, menjajah Indonesia dengan sangat kejam. Jepang menjajah Indonesia selama tiga setengah tahun tetapi penderitaan yang ditimbulkan melebihi kesengsaraan 350 tahun dijajah Hindia Belanda. Selama masa penjajahan itu, secara politik Jepang membagi Indonesia menjadi tiga wilayah administrasi yang beerdiri sendiri, dengan penguasa militr sebagai pemegang kekuasaab tertinggi. Jepang melakukan penataan kembali pemerintahan dalam negeri dari tingkat keresidenan (Shu) hingga rukun tetangga (Tonarigumi). Didalam

kemiliteran, Jepang merekrut dan melatih pemuda-pemuda Indonesia secara militer, dengan membentuk satuan-satuan semi militer maupun militer yang beranggotakan para pemuda maupun pemudi Indonesia. (Anonim, 2008: 34)

Di bidang ekonomi, Jepang menerapkan ekonomi perang (“War Economic Policy”) di Indonesia dengan tujuan untuk mengerahkan semua sumber daya alam dan

sumber daya manusia yang berada di Indonesia untuk kepentingan memenanggkan perang dan bukan untuk kepentingan Indonesia. Di segi social, Jepang mengrahkan sumber daya manusia u ntuk tenaga romusha (tenaga kerja paksa) dan jugun ianfu (pekerja tuna susila). Jepang juga menggunakan masyarakat, baik dari kalangan elite maupun tingkat bawah untuk dijadikan tenaga propagandis Jepang melalui organisasi- organisasi bentukan mereka. Di segi budaya, Jepang melarang kebudayaan Barat dan berupaya mengembangkan kebudayaan tadisional Indonesia untuk tujuan propaganda (Anonim, 2008: 34).

Pada tahun 1945, Jepang menyatakan kalah dalam perang yang kita kenal sebagai Perang Dunia II. Pernyataan kalah ini tidak lama setelah penjatuhan bom nuklir diatas kota Hiroshima danNagasaki. Pernyataan kalah perang ini menandai akhir penjajahan Jepang di Indonesia. Indonesia yang mendengar pernyataan ini lewat radio segera memprokalmirkan kemerdekaan.

Pada pertengahan tahun 1945 sampai dengan 1950-an, keadaan Jepang sangat parah setelah kekalahannya dalam perang tersebut. Mereka melakukan upaya pembangunan dan pemulihan di dalam negri setelah kekalahan yang meluluh lantakkan negara dan ekonomi mereka. Sedangkan Indonesia saat itu sedang disibukkan oleh perang melawan kedatangan tentara Belanda dan pergolakan- pergolakan daerah, serta pertentangan antar elite nasional. Dikarenakan kekejaman Jepang selama penjajahannya, memberikan imej buruk terhadap Jepang di mata

indonesia. Walaupun demikian, memang ada kesadaran, bahwa penjajahan Jepang itu memberikan dampak positif terhadap kehidupan bangsa Indonesia, terutama secara militer dan mental dalam menghadapi kedatangan tentara sekutu dan Belanda saat revolusi 1945-1949.

Pada awal 1950-an, kedua negara mulai membahas masalah pampasan perang sebagai bentuk penggantian kerugian yang diakibatkan oleh Jepang di Indonesia pada masa perang. Indonesia membuka kantor perwakilan Indonesia di Tokyo dilanjutkan dengan Konsulat Jendral sebagai langkah awal mempermudah perundingan mengenai pampasan perang (Anonim, 2008: 34)

Sejak bergabung dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1956, Jepang telah memainkan peranan penting sebagai anggota masyarakat Internasional. Jepang juga menjadi anggota G8. Hubungan dengan negara-negara Asia lain merupakan prioritas khusus bagi Jepang. Jepang aktif terlibat dalam berbagai kegiatan yang ditunjukkan untuk mencapai perdamaian, kemakmuran, dan stabilitas di dunia. Jepang memberikan konstribusi bagi penyelesaian isu-isu global, misalnya memerangi terorisme, membantu menjamin pertumbuhan ekonomi dunia, dan melindungi lingkungan.

Pada bulan April 1958, diadakan penandatangan pembukaan hubungan diplomatik antara Jepang dengan Indonesia. Sejak 1958, kedua Negara banyak melakukan penandatangan persetujuan dan pertukaran nota, yang mengatur tentang kerja sama ekonomi. Kedua negara menyepakati pampasan perang sebesar lebih kurang 400 juta dollar AS. 223,08 juta dollar AS, dalam bentuk barang, modal dan jasa, sisanya dalam bentuk pinjaman lunak. Beberapa kategori program yang disepakati dalam perjanjian pampasan perang antara lain; transportasi dan

komunikasi, pengembangan tenaga, pengembangan industri, pengembangan pertanian dan perikanan, pertambangan dan jasa atau pelayanan (Anonim, 2008: 34).

2.3.2 Permasalahan dalam Hubungan Diplomasi Jepang Indonesia

Hubungan Diplomasi Jepang dengan Indonesia memang sudah berlangsung lama. Tetapi tetap saja tidak terlepas dari permasalahan. Permasalahan yang terjadi sangat banyak tetapi tidak sampai membawa keduanya dalam hubungan paling buruk berupa pemutusan hubungan diplomatik kedua Negara. Buktinya, kedua negara masih tetap menjalin hubungan diplomatik hingga saat ini.

Permasalahan yang paling awal dalam hubungan kedua negara adalah imej buruk yang ditinggalkan Jepang di masa penjajahannya. Catatan masa lalu itu dengan segala eksesnya, termasuk yang masih sering digugat sampai saat ini. Seperti yang dikatakan sebelumnya, penjajahan Jepang di Indonesia sangatlah menyengsarakan rakyat Indonesia. Mulai dari kekejaman yang dialami para pekerja paksa yang dikenal dengan nama romusha sampai dengan pelecahan seksual yang dialami perempuan Indonesia yang dihimpun dalam jugun ianfu. Permasalahan ini tidak akan pernah dapat dilupakan bahkan dihapus oleh sejarah hubungan diplomatik kedua negara. Hal tersebut akan selalu diingat oleh rakyat Indonesia (Sukarjapura, 2008: 33).

Permasalahan yang lain adalah tragedi 15 Januari tahun 1974 yang dikenal dengan Pristiwa Malari. Tragedi Malari adalah salah satu lembaran hitam hubungan Indonesia denag Jepang, yang juga terkait denga sejarah masa lalu kedua Negara. Ekspansi ekonomi Jepang yang luar biasa di Indonesia diasosiasikan kembali dengan penjajahan Jepang terhadap Republik Indonesia, tetapi dalam bentuk lain, yaitu penjajahan ekonomi (Sukarjapura, 2008: 33).

Peristiwa Malari (Malapetaka Lima Belas Januari) adalah peristiwa demonstrasi mahasiswa dan kerusuhan sosial yang terjadi pada Peristiwa itu terjadi saat Perdana Menteri (PM) Jepang berkunjung ke kedatangannya dengan berdemonstrasi di Pangkalan Udara Karena dijaga ketat, rombongan mahasiswa tidak berhasil menerobos masuk pangkalan udara. Tanggal Istana tidak dengan mobil, tetapi diantar Presiden

asing. Klimaksnya, kedatangan PM Jepang, Januari 1974, disertai demonstrasi dan kerusuhan (Anonim, 2008:1).

Kasus 15 Januari 1974 yang lebih dikenal “Peristiwa Malari”, tercatat sedikitnya 11 orang meninggal, 300 luka-luka, 775 orang ditahan. Sebanyak 807 mobil dan 187 sepeda motor dirusak/dibakar, 144 bangunan rusak. Sebanyak 160 kg emas hilang dari sejumlah toko perhiasan (Adam, 2008: 1). Pristiwa Malari tidak terlepas dari potret hubungan kedua negara yang tetap saja asimetris. Jepang dengan dana bantuan pembangunannya (ODA) sangat berperan besar dalam proses pembangunan di Indonesia. Sebaliknya, kekayaan alam Indonesia dalam bentuk gas, minyak, dan lainnya sebagian besar dijual ke Jepang (Sukarjapura, 2008: 33).

Di sisi lain, ODA Jepang itu pun sebagian besar diberikan dalambentuk pinjaman (berkisar antara 65-68 persen) sehingga Republik Indonesia praktis terus menumpuk utang kepada Jepang untuk membiyai pembangunannya, terutama pada era pemerintahan Soeharto. Dalam kondisi demikian, “perlawanan” dilakukan sejumlah warga Indonesia dengan membuat dan menampilkan film yang

menggambarkan kekejaman Jepang saat menjajah Republik Indonesia. Hasilnya hubungan Republik Indonesia dengan Jepang praktis terganggu karena banyak politisi Jepang yang gerah dan menganggap ada “aksi perasaan anti Jepang” di Indonesia pada akhir 1983 hiungga awal 1984. Akan tetapi, hubungan ekonomi kedua Negara yang sangat kuat tidak lantas membuat hubungan kedua Negara terganggu (Sukarjapura, 2008: 33) .

BAB III

HUBUNGAN DIPLOMASI JEPANG INDONESIA SETELAH PERANG DUNIA KE II

Di dalam zaman modern diplomasi telah dikategorikan menurut metode yang dipakai dalam hubungan-hubungan diplomatik. Kategori-kategori ini diberi nama yang berbeda-beda dan dikelaskan dalam berbagai tipe. Menurut S.L Roy (1991: 119) ada beberapa tipe yaitu diplomasi komersial, diplomasi demokratis, diplomasi totaliter, diplomasi melalui konferensi, diplomasi diam-diam, diplomasi preventif dan diplomasi sumberdaya. Diplomasi komersial dan diplomasi sumberdaya adlah sangat penting setelah perang dunia kedua berakhir pada tahun 1945. terutama untuk melakukan hubungan diplomasi denga negar-negara dunia ketiga yang pada umumnya sangat membutuhkan dana untuk membangun kesejahtraan negaranya . selain itu, S.L Roy (1991:12) juga mengungkapkan peranan penting budaya dalam dalam diplomasi.

Menurut Djelantik (2008: 161-227) juga ada beberapa jenis diplomasi yaitu diplomasi biulateral, diplomasi multilateral, diplomasi preventif, diplomasi publik, juga diplomasi ekonomi dan perdagangna. Diplomasi publik bertujuan menumbuhkan opini masyarakt yang positrif di negara lain melalui interaksi dengna kelompok- kelompok kepentingan. Diplomasi publik termasuk mengoptimalkan komunikasi internasional, yaitu menggumpulkan, mengolah dan menyebarkan informasi demi kepentingan negara (Djelantik, 2008:191-192). Informasi ini juga dapat menegenai kebudayaan suatu negara untuk menimbulkan kesan positif di negara- negara lain.

Dokumen terkait