H. Refleksi dan Tindak Lanjut
I. Kunci Jawaban
Kunci Jawaban Soal Kegiatan Pembelajaran 1
1. D 6. B
2. A 7. A
3. B 8. B
4. B 9. C
KEGIATAN PEMBELAJARAN 2
PERANCANGAN DAN PENERAPAN METODE
PENGAWASAN SUPERVISI MANAJERIAL
(WAKTU 6 JP)
A. Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari Kegiatan Pembelajaran 2 ini Saudara mampu: 1. merancang metode kerja pengawasan yang efektif;
2. menerapkan metode kerja dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi pengawasan.
B. Indikator Pencapaian Tujuan
Penguasaan Saudara terhadap tujuan pembelajaran ini terlihat melalui indikator pencapaian tujuan berikut:
1. merancang metode kerja pengawasan manajerial.
2. menerapkan metode kerja dalam mensupervisi manajerial.
C. Uraian Materi
Supervisi manajerial merupakan kegiatan supervisi berkenaan dengan aspek pengelolaan sekolah terkait langsung dengan peningkatan efisiensi dan efektivitas sekolah. Ruang lingkup pengelolaan sekolah mencakup perencanaan, koordinasi, pelaksanaan, penilaian, pengembangan kompetensi sumber daya pendidik dan tenaga kependidikan, serta sumber daya lainnya.
Seluruh kegiatan supervisi manajerial yang dilakukan oleh seorang pengawas sekolah diharapkan menuju pada peningkatan mutu sekolah dan pendidikan secara umum, dan secara spesifik supervisi yang ditujukan bagi peningkatan mutu sekolah. Kinerja pengelolaan sekolah yang baik, akan tercipta iklim kerja yang memungkinkan guru dan seluruh unsur sekolah bekerja dengan baik. Supervisi manajerial menitikberatkan pada pengamatan pada aspek-aspek pengelolaan dan administrasi sekolah yang berfungsi sebagai pendukung (supporting) terlaksananya pembelajaran.
Dalam melaksanakan fungsi supervisi manajerial, pengawas sekolah berperan sebagai: kolaborator dan negosiator dalam proses perencanaan, koordinasi, pengembangan manajemen sekolah, asesor dalam mengidentifikasi kelemahan dan menganalisis potensi sekolah, pusat informasi pengembangan mutu sekolah, dan evaluator terhadap pemaknaan hasil pengawasan.
1. Prinsip-Prinsip Supervisi Manajerial
a. Supervisi harus menjauhkan diri dari sifat otoriter, seperti ia bertindak sebagai atasan dan kepala sekolah sebagai bawahan.
b. Supervisi harus mampu menciptakan hubungan kemanusiaan yang harmonis. Hubungan kemanusiaan yang diciptakan harus bersifat terbuka, kesetiakawanan, dan informal.
c. Supervisi harus dilakukan secara berkesinambungan. Supervisi bukan tugas bersifat sambilan yang hanya dilakukan sewaktu-waktu jika ada kesempatan. d. Supervisi harus demokratis. Supervisor tidak boleh mendominasi pelaksanaan
supervisi. Titik tekan supervisi yang demokratis adalah aktif dan kooperatif.
e. Program supervisi harus integral. Di dalam setiap organisasi pendidikan terdapat bermacam-macam sistem perilaku dengan tujuan sama, yaitu tujuan pendidikan. f. Supervisi harus komprehensif. Program supervisi harus mencakup keseluruhan
aspek, karena hakikatnya suatu aspek pasti terkait dengan aspek lainnya.
g. Supervisi harus konstruktif. Supervisi bukanlah sekali-kali untuk mencari kesalahan-kesalahan kepala sekolah.
h. Supervisi harus objektif. Dalam menyusun, melaksanakan, dan mengevaluasi, keberhasilan program supervisi harus objektif. Objektivitas dalam penyusunan program berarti bahwa program supervisi itu harus disusun berdasarkan persoalan dan kebutuhan nyata yang dihadapi sekolah
2. Metode Supervisi Manajerial
Metode dalam konteks pengawasan merupakan suatu cara yang ditempuh oleh pengawas sekolah sebagai supervisor pendidikan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan dan tujuan sekolah yang telah ditetapkan, sedangkan teknik adalah suatu cara melakukan hal-hal tertentu. Dengan kata lain metode adalah sarana untuk mencapai tujuan. Teknik adalah langkah-langkah kongkrit yang dilaksanakan oleh seorang supervisor pendidikan dalam mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan. Setiap metode memiliki teknik tertentu sesuai dengan tujuan yang harus dicapainya. teknik supervisi merupakan cara-cara yang ditempuh dalam mencapi tujuan pendidikan di sekolah baik yang berhubungan dengan penyelesaian masalah guru dalam melaksanakan pembelajaran, masalah kepala sekolah dalam administrasi dan pengelolaan sekolah serta masalah-masalah lain yang berhubungan dengan peningkatan mutu pendidikan di sekolah.
Pengawas sekolah ketika akan merancang metode kerja pengawasan yang efektif harus menggunakan konsep dasar metode pengawasan supervisi manajerial yang meliputi; monitoring/pengawasan dan evaluasi, refleksi dan diskusi kelompok terarah (focused group discussion), metode delphi dan workshop.
Setiap metode supervisi manajerial memiliki karakter tertentu, dan seorang pengawas sekolah harus memilih dan menentukan metode yang paling sesuai dengan permasalahan dan tujuan supervisi manajerial. Metode Monitoring dan Evaluasi sesuai untuk tujuan melihat kemajuan dan capaian kegiatan yang sudah dan sedang berjalan. Metode workshop sesuai untuk tujuan mengenalkan, mensosialisasikan sesuatu program/kegiatan yang akan berjalan. Sedangkan metode diskusi kelompok terarah dan metode delphi sesuai untuk tujuan mengeksplorasi gagasan-gagasan baru.
3. Metode Monitoring dan Evaluasi (MONEV)
Monitoring adalah suatu kegiatan yang ditujukan untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan penyelenggaraan sekolah, apakah sudah sesuai dengan rencana, program, dan/atau standar yang telah ditetapkan, serta menemukan hambatan- hambatan yang harus diatasi dalam pelaksanaan program. Monitoring lebih berpusat pada pengontrolan selama program berjalan dan lebih bersifat klinis. Melalui
monitoring, dapat diperoleh umpan balik bagi sekolah atau pihak lain yang terkait untuk menyukseskan ketercapaian tujuan. Aspek-aspek yang dicermati dalam monitoring adalah hal-hal yang dikembangkan dan dijalankan dalam Rencana Pengembangan Sekolah (RPS). Dalam melakukan monitoring ini tentunya pengawas sekolah harus melengkapi diri dengan perangkat atau daftar isian yang memuat seluruh indikator sekolah yang harus diamati dan dinilai.
Kegiatan evaluasi untuk mengetahui sejauhmana kesuksesan pelaksanaan penyelenggaraan sekolah atau sejauhmana keberhasilan yang telah dicapai dalam kurun waktu tertentu. Tujuan evaluasi utamanya adalah untuk (a) mengetahui tingkat keterlaksanaan program, (b) mengetahui keberhasilan program, (c) mendapatkan bahan/masukan dalam perencanaan tahun berikutnya, dan (d) memberikan penilaian (judgement) terhadap sekolah.
a. Prinsip-prinsip Monev.
Pada pelaksanaannya, monev haruslah dilakukan dengan prinsip-prinsip seperti berikut ini.
1) Berorientasi pada tujuan. Monev hendaknya dilaksanakan mengacu pada tujuan yang ingin dicapai. Hasil monev evaluasi formatif dan membuat jastifikasi dan akuntabilitas pada evaluasi sumatif.
2) Mengacu pada kriteria keberhasilan monev seharusnya dilaksanakan mengacu pada kriteria keberhasilan program yang telah ditetapkan sebelumnya. Penentuan kriteria keberhasilan dilakukan bersama antara para evaluator, para sponsor, pelaksana program (pimpinan dan staf), para pemakai lulusan (konsumen), lembaga terkait (dimana peserta kegiatan bekerja).
3) Mengacu pada asas manfaat monev sudah seharusnya dilaksanakan dengan manfaat yang jelas. Manfaat tersebut adalah berupa saran, masukan atau rekomendasi untuk perbaikan program program yang dimonev atau program sejenis di masa mendatang.
4) Dilakukan secara objektif monev harus dilaksanakan secara objektif. Petugas monev dari pihak eksternal seharusnya bersifat independen, yaitu bebas dari pengaruh pihak pelaksana program. Petugas monev internal harus bertindak objektif, yaitu melaporkan temuannya apa adanya.
b. Model Monev
Model monev sebagai suatu sistem memiliki cakupan yang sangat luas, dan memiliki banyak model. Suatu model monev menunjukkan ciri khas baik dari tujuan evaluasi, aspek yang dievaluasi, keluasan cakupan, tahapan evaluasi, tahapan program yang akan dievaluasi, dan cara pendekatan.
1) Monev Berorientasi Tujuan
Sebagai model monev paling awal, memfokuskan pada pencapaian tujuan "sejauh mana tujuan yang telah ditentukan dapat tercapai. Indikator pencapaian tujuan ditunjukkan oleh sejumlah indikator. Dalam monev program pendidikan, pengukuran dilakukan terhadap variable (indikator) pendidikan, hasil pengukuran dibandingkan dengan tujuan yang telah ditentukan sebelum program dilaksanakan atau dengan kriteria standar; hasil pengukuran dapat menggambarkan berhasil atau tidaknya program pendidikan.
2) Monev Bebas Tujuan
Sebagai model monev yang tidak didasarkan pada tujuan yang ingin dicapai dari program kegiatan. Monev berorientasi pada pihak eksternal, pihak konsumen, stakeholder, dewan pendidikan, masyarakat.
Model monev bebas tujuan fokus pada adanya perubahan perilaku yang terjadi sebagai dampak dari program yang diimplementasikan, melihat dampak samping baik yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan, dan membandingkan dengan sebelum program dilakukan, juga membandingkan antara hasil yang dicapai dengan besarnya biaya yang dikeluarkan untuk program tersebut.
3) Monev Formatif-Sumatif.
Model ini dikembangkan oleh Michael Scriven, dengan membedakan evaluasi menjadi dua jenis: evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif, bersifat internal berfungsi untuk meningkatkan kinerja lembaga, mengembangkan program/personal, bertujuan untuk mengetahui perkembangan program yang sedang berjalan (in-progress). Monitoring dan supervisi, termasuk dalam kategori evaluasi formatif, dilakukan selama kegiatan program sedang berlangsung, dan akan menjawab berbagai pertanyaan: Apakah program berjalan sesuai rencana?; Apakah semua komponen berfungsi sesuai dengan tugas masing-masing?; Jika tidak apakah perlu revisi, modifikasi?
Evaluasi sumatif, dilakukan pada akhir program, bertujuan untuk mengetahui keberhasilan program yang telah dilaksanakan, memberikan pertanggung- jawaban atas tugasnya, memberikan rekomendasi untuk melanjutkan atau menghentikan program pada tahun berikutnya. Evaluasi akan dapat menjawab pertanyaan: Sejauh mana tujuan program tercapai?; Perubahan apa yang terjadi setelah program selesai?; Apakah program telah dapat menyelesaikan masalah?; Perubahan perilaku apa yang dapat ditampilkan, dilihat dan dirasakan setelah selesai mengikuti pelatihan?.
4) Model Countenance.
Monev memfokuskan pada program pendidikan, untuk mengidentifikasi tahapan proses Stake ada 3 tahapan program: Antecedent phase, Transaction phase, dan Outcomes phase. Pada setiap tahapan, akan mengungkapkan dua hal: Apa yang diinginkan dan Apa yang terjadi . Secara rinci diuraikan sebagai berikut:
Antecedent phase, pada tahap sebelum program dilaksanakan. Evaluasi akan melihat (a) kondisi awal program, (b) faktor-faktor yang diperkirakan akan mempengaruhi keberhasilan/kegagalan, (c) kesiapan siswa, guru, staf administrasi, dan fasilitas sebelum program dilaksanakan
Transaction phase, pada saat program diimplementasikan. Evaluasi difokuskan untuk melihat program berjalan sesuai dengan rencana atau tidak, bagaimana partisipasi masyarakat, keterbukaan, kemandirian kepala sekolah,
Outcomes phase, pada akhir program untuk melihat perubahan yang terjadi sebagai akibat program yang telah dilakukan. Apakah para pelaksana menunjukkan perilaku baik, kinerja tinggi?
5) Monev Responsif.
Model. evaluasi ini dikembangkan sejalan dengan perkembangan manajemen personel, perubahan perilaku (behavior change). Evaluasi model ini sesuai untuk program-program sosial, seni, humaniora, dan masalah-masalah yang perlu penanganan dengan aspek humaniora.
Monev berfokus pada reaksi berbagai pihak atas program yang diimplementasikan, dan mengamati dampak akibat dari hasil pelaksanaan program.
6) Monev CIPP
CIPP singkatan dari Context, Input, Process, Product, adalah model evaluasi yang berorientasi pada pengambilan keputusan. Menurut Stufflebeam, “Evaluation is the process of delineating, obtaining, and providing usefull information for judging alternative decission making". Stufflebeam menggolongkan evaluasi menjadi 4 jenis ditinjau dari alternatif keputusan yang diambil dan tahapan program yang dievaluasi. Dari empat tahapan evaluasi tersebut, setiap tahapan evaluasi adanya informasi pembuatan keputusan: Monev konteks, dilakukan pada tahap penjajagan menghasilkan informasi untuk keputusan perencanaan (planning decission). Evaluasi konteks akan melihat bagaimana kondisi kontekstual, apa harapan masyarakat, apa visi dan misi lembaga yang akan dievaluasi. Monev input, dilakukan pada tahap awal menghasilkan informasi untuk keputusan penentuan strategi pelaksanaan program (structuring decission). Evaluasi input akan melihat bagaimana kondisi input (masukan) baik raw input maupun instrumental input. Raw input adalah input yang diproses menjadi output, untuk lembaga pendidikan adalah siswa, peserta didik; instrumental input seperti guru, fasilitas, kurikulum, manajemen, adalah input pendukung dalam implementasi program. Monev proses, dilakukan selama program berjalan menghasilkan informasi tentang pelaksanaan program; evaluasi proses akan melihat bagaimana kegiatan program berjalan, partisipasi peserta, nara sumber atau guru, penampilan guru/instruktur pada PBM di kelas, bagaimana penggunaan dana, bagaimana interaksi guru dan siswa di kelas. Berapa persen keberhasilan yang telah dicapai, dan memperkirakan keberhasilan di akhir program. Jenis keputusan adalah pelaksanaan (implementing decission). Monev produk, dilakukan pada akhir program, untuk mengetahui keberhasilan program. Sejauh mana tujuan telah dicapai, hambatan yang dijumpai dan solusinya, bagaimana tingkat keberhasilan program meliputi: efektivitas, efisiensi, relevansi, produktivitas, dsb. Evaluasi produk menghasilkan informasi untuk keputusan kelanjutan program (recycling decission). Evaluasi produk juga sebagai akuntabilitas pimpinan tentang program yang menjadi tanggung jawabnya kepada stake holder.
7) Monev Model Kesenjangan.
Model Kesenjangan berfokus pada pembandingan hasil evaluasi dengan performansi standar yang telah ditentukan. Hasil evaluasi digunakan untuk pengambilan kebijakan tentang program yang telah dilaksanakan, akan ditingkatkan, dilanjutkan, atau dihentikan.
Model Kesenjangan melibatkan 4 tahap kegiatan sesuai dengan tahapan kegiatan organisasi atau program yang akan dievaluasi: mengidentifikasi program (program definition), berfokus pada penentuan dan rumusan tujuan; penyusunan program (program installation) berfokus pada isi atau substansi program, cara- cara, metode, mekanisme untuk mencapai tujuan; pelaksanaan kegiatan program (program implementation) berfokus untuk mengukur perbedaan yang terjadi antara hasil yang dicapai dengan tujuan yang telah ditentukan (standar); hasil yang dicapai program (program goal attainment), berfokus menginterpretasikan hasil temuan evaluasi dan memberikan rekomendasi untuk pembuatan keputusan. Keputusan dapat berupa revisi program dan atau melanjutkan program kegiatan.
c. Langkah-langkah Metode Monev
Langkah-langkah pelaksanaan monitoring dan evaluasi adalah: 1) Menentukan kelompok sasaran
2) Menetapkan standar untuk mengukur prestasi, 3) Mengumpulkan data dan mengukur prestasi,
4) Menganalisis apakah prestasi memenuhi standar, dan
5) Mengambil tindakan apabila prestasi kurang/tidak memenuhi standar.
Dalam perkembangan terakhir, kecenderungan monitoring dalam dunia pendidikan juga mengikuti apa yang dilakukan pada industri, yaitu dengan menerapkan Total Quality Controll. Monitoring ini tentu saja berfokus pada pengendalian mutu dan lebih bersifat internal. Oleh karena itu pada akhir-akhir ini setiap lembaga pendidikan umumnya memiliki unit penjaminan mutu.
4. Metode Refleksi dan Diskusi Kelompok Terarah (Focus Group
Discussion)
Sesuai dengan paradigma baru manajemen sekolah yaitu pemberdayaan dan partisipasi, maka penilaian keberhasilan atau kegagalan sebuah sekolah dalam melaksanakan program atau mencapai standar bukan hanya menjadi otoritas pengawas sekolah. Hasil monitoring yang dilakukan pengawas sekolah hendaknya disampaikan secara terbuka kepada pihak sekolah, terutama kepala sekolah, komite sekolah dan guru. Secara bersama-sama pihak sekolah dapat melakukan refleksi terhadap kinerja atau prestasi yang dicapai, dan menemukan sendiri faktor-faktor penghambat dan pendukung serta solusi pemecahannya. Forum untuk ini dapat berbentuk diskusi kelompok terarah, yang melibatkan unsur-unsur stakeholder sekolah.
Diskusi kelompok terarah adalah bentuk diskusi yang didesain untuk memunculkan informasi mengenai keinginan, kebutuhan, sudut pandang, kepercayaan dan pengalaman yang dikehendaki peserta. Diskusi kelompok terfokus ini dapat dilakukan dalam beberapa putaran sesuai dengan kebutuhan. Tujuan dari diskusi kelompok terarah adalah untuk menyatukan pandangan stakeholder mengenai realitas kondisi (kekuatan dan kelemahan) sekolah, serta menentukan langkah-langkah strategis maupun operasional yang akan diambil untuk memajukan sekolah. Peran pengawas sekolah dalam hal ini adalah sebagai fasilitator sekaligus menjadi narasumber apabila diperlukan, untuk memberikan masukan berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya.
Agar Diskusi kelompok terarah dapat berjalan efektif, maka diperlukan langkah- langkah sebagai berikut:
a. Sebelum dilaksanakan, semua peserta sudah mengetahui maksud diskusi serta permasalahan yang akan dibahas.
b. Peserta hendaknya mewakili berbagai unsur, sehingga diperoleh pandangan yang beragam dan komprehensif.
c. Pimpinan hendaknya akomodatif dan berusaha menggali pikiran/pandangan peserta dari sudut pandangan masing-masing unsur.
d. Notulen hendaknya benar-benar teliti dalam mendokumentasikan usulan atau pandangan semua pihak.
e. Pimpinan hendaknya mampu mengontrol waktu secara efektif, dan mengarahkan pembicaraan agar tetap fokus pada permasalahan.
f. Apabila dalam satu pertemuan belum diperoleh kesimpulan atau kesepakatan, maka dapat dilanjutkan pada putaran berikutnya. Untuk ini diperlukan catatan mengenai hal-hal yang telah dan belum disepakati.
5. Metode Delphi
Metode Delphi adalah modifikasi dari teknik brainwriting dan survei. Dalam metode ini, panel digunakan dalam komunikasi melalui beberapa kuesioner yang tertuang dalam tulisan. Objek dari metode ini adalah untuk memperoleh konsensus yang paling reliabel dari sebuah grup ahli.
Metode Delphi dapat digunakan untuk mencapai tujuan sebagai berikut :
a. Untuk menentukan atau mengembangkan berbagai alternatif program yang mungkin
b. Untuk menjelajahi atau mengekspos asumsi yang mendasari atau informasi yang mengarah ke penilaian yang berbeda
c. Untuk mencari informasi yang dapat menghasilkan konsensus sebagai bagian dari kelompok responden
d. Untuk menghubungkan penilaian informasi pada topik yang mencakup berbagai disiplin, dan
e. Untuk mendidik kelompok responden mengenai aspek beragam dan saling terkait dari topik.
Metode Delphi dapat disampaikan oleh pengawas sekolah kepada kepala sekolah ketika hendak mengambil keputusan yang melibatkan banyak pihak. Misalnya ketika pengawas sekolah membantu pihak manajemen berbasis sekolah dalam merumuskan Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) sekolah harus memiliki rumusan visi, misi dan tujuan yang jelas dan realistis yang digali dari kondisi sekolah, peserta didik, potensi daerah, serta pandangan seluruh stakeholder. Kegiatan penyusunan RPS, visi, misi dan tujuan sekolah akan melibatkan banyak pihak.
Langkah-langkah proses metode Delphi adalah sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi individu atau pihak-pihak yang dianggap memahami persoalan dan hendak dimintai pendapatnya mengenai pengembangan Sekolah;
b. Masing-masing pihak diminta mengajukan pendapatnya secara tertulis tanpa disertai nama/identitas;
c. Mengumpulkan pendapat yang masuk, dan membuat daftar urutannya sesuai dengan jumlah orang yang berpendapat sama;
d. Menyampaikan kembali daftar rumusan pendapat dari berbagai pihak tersebut untuk diberikan urutan prioritasnya;
e. Mengumpulkan kembali urutan prioritas menurut peserta, dan menyampaikan hasil akhir prioritas keputusan dari seluruh peserta yang dimintai pendapatnya. Metode Delphi dapat digunakan oleh pengawas sekolah dalam membantu pihak sekolah merumuskan visi, misi dan tujuannya. Sesuai dengan konsep MBS. Dalam merumuskan Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) sebuah sekolah harus memiliki rumusan visi, misi,dan tujuan yang jelas dan realistis yang digali dari kondisi sekolah, peserta didik, potensi daerah, serta pandangan seluruh stakeholder. Metode Delphi dapat disampaikan oleh pengawas sekolah kepada kepala sekolah ketika hendak mengambil keputusan yang melibatkan banyak pihak.
6. Metode Workshop
Workshop merupakan salah satu metode yang dapat ditempuh pengawas sekolah dalam melakukan supervisi manajerial. Metode ini tentunya bersifat kelompok dan dapat melibatkan beberapa kepala sekolah, wakil kepala sekolah dan/atau perwakilan komite sekolah.
Penyelenggaraan workshop ini tentu disesuaikan dengan tujuan atau urgensinya, dan dapat diselenggarakan bersama dengan Kelompok Kerja Kepala Sekolah, Kelompok Kerja Pengawas Sekolah atau organisasi sejenis lainnya. Sebagai contoh, pengawas sekolah dapat mengambil inisiatif untukmengadakan workshop tentang pengembangan KTSP, sistem administrasi, peran serta masyarakat, sistem penilaian dan sebagainya.
Workshop adalah sebuah aktivitas yang cukup kompleks dan harus direncanakan dengan matang sehingga dapat menjawab kebutuhan dan memberikan hasil yang tepat. Ada 3 (tiga) tahap dalam melaksanakan sebuah workshop yang efektif, yaitu pra workshop, selama workshop dan setelah workshop.
a. Kegiatan pra workshop meliputi identifikasi kebutuhan workshop, menentukan tujuan workshop yang tepat dan menyiapkan materi yang sesuai dengan permasalahan yang ditemukan dalam pelaksanaan supervisi manajerial.
b. Selama kegiatan workshop hendaknya memperhatikan pemilihan teknik dan metode pembelajaran serta teknik komunikasi yang sesuai untuk orang dewasa. c. Setelah workshop diperlukan alat ukur yang sesuai untuk menilai apakah
workshop efektif mencapai tujuannya. Untuk menjamin kualitas penyelenggaraan program workshop, maka diperlukan suatu fungsi kontrol yang dikenal dengan evaluasi.
Evaluasi workshop memiliki fungsi sebagai pengendali proses dan hasil program workshop sehingga akan dapat dijamin suatu program workshop yang sistematis, efektif dan efisien. Evaluasi workshop merupakan suatu proses untuk mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan dalam program workshop. Evaluasi workshop lebih difokuskan pada peninjauan kembali proses workshop dan menilai hasil.
Beberapa model evaluasi workshop antara lain Model CIPP, Model Empat Level, Model ROTI (Return On Training investment).
a. Model CIPP mrupakan model untuk menyediakan informasi bagi pembuat keputusan, jadi tujuan evaluasi ini adalah untuk membuat keputusan. Komponen model evaluasi ini adalah konteks, input, proses dan produk.
b. Model Empat Level merupakan model evaluasi workshop yang dikembangkan pertama kali oleh Donald. L. Kirkpatrick dengan menggunakan empat level dalam mengkategorikan hasil-hasil workshop yaitu level reaksi, pembelajaran, perilaku dan hasil.
c. Model ROTI yang dikembangkan oleh Jack Phillips merupakan level evaluasi terakhir untuk melihat cost-benefit setelah workshop dilaksanakan. Kegunaan model ini agar pihak manajemen melihat workshop bukan sesuatu yang mahal dan hanya merugikan pihak keuangan, akan tetapi workshop merupakan suatu investasi. Sehingga dapat dilihat dengan menggunakan hitungan yang akurat keuntungan yang dapat diperoleh setelah melaksanakan workshop, dan hal ini tentunya dapat memberikan gambaran lebih luas, apabila ternyata dari hasil yang diperoleh ditemukan bahwa workshop tersebut tidak memberikan keuntungan baik bagi peserta maupun bagi perusahaan.
Dapat disimpulkan bahwa model evaluasi ini merupakan tambahan dari model evaluasi Kirkpatrick yaitu adanya level ROTI (Return On Training Investment), pada level ini ingin melihat keberhasilan dari suatu program workshop dengan melihat dari Cost- Benefit-nya, sehingga memerlukan data yang tidak sedikit dan harus akurat untuk menunjang hasil dari evaluasi workshop yang valid.
Langkah-langkah pelaksanaan metode workshop adalah
a. Menentukan materi atau substansi yang akan dibahas dalam workshop. Materi workshop biasanya terkait dengan sesuatu yang bersifat praktis, walaupun tidak terlepas dari kajian teori yang diperlukan sebagai acuannya.
b. Menentukan peserta. Peserta workshop hendaknya mereka yang terkait dengan materi yang dibahas.
c. Menentukan penyaji yang membawakan kertas kerja. Kriteria penyaji workshop antara lain:
1) Seorang praktisi yang benar-benar melakukan hal yang dibahas. 2) Memiliki pemahaman dan landasan teori yang memadai.
3) Memiliki kemampuan menulis kertas kerja, disertai contoh-contoh praktisnya. 4) Memiliki kemampuan presentasi yang baik.
5) Memiliki kemampuan untuk memfasilitasi/membimbing peserta. d. Mengalokasikan waktu yang cukup.
e. Mempersiapkan sarana dan fasilitas yang memadai
D. Aktivitas Pembelajaran
Kegiatan 2.1 Berpikir Reflektif Metode Pengawasan Supervisi Manajerial (45 menit)
Pada kegiatan ini, Saudara diminta untuk menuliskan pengalaman Saudara tentang metode supervisi manajerial yang sering dipergunakan dalam kegiatan pengawasan