• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PEMBAHASAN

B. Kunjungan Balita

Dalam penelitian ini, kunjungan balita dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu aktif dan tidak aktif.

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Kunjungan Balita

No Umur (Tahun) ∑ responden %

1. Aktif 33 77

2. Tidak aktif 10 23

Jumlah 43 100

Sumber: Data Primer, Juli 2012

Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa kunjungan balita ke posyandu sebagian besar sudah termasuk dalam kategori aktif yaitu sebanyak 33 balita (77%), sedangkan 10 balita (23%) memiliki kunjungan tidak aktif.

2. Analisis Bivariat

Dalam penelitian ini, hubungan pengetahuan ibu tentang kegiatan posyandu dengan kunjungan balita dianalisis menggunakan uji statistik

Spearman Rank dengan bantuan SPSS versi 17.0

Tabel 4.7 Hasil Uji Hubungan Pengetahuan Ibu tentang Kegiatan Posyandu dengan Kunjungan Balita

Rank of PENGETAHUAN Rank of KUNJUNGAN Spearman' s rho Rank of PENGETAHUAN Correlation Coefficient 1.000 .309* Sig. (2-tailed) . .044 N 43 43 Rank of KUNJUNGAN Correlation Coefficient .309* 1.000 Sig. (2-tailed) .044 . N 43 43

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Sumber: Data Primer Output SPSS, Juli 2012

Berdasarkan tabel 4.7 diketahui hasil pengolahan data yang telah dilakukan dengan tingkat kepercayaan 95% atau 0,05 didapatkan nilai p-

value< 0,05; maka H0 ditolak dan Ha diterima sehingga ada hubungan

pengetahuan ibu tentang kegiatan posyandu dengan kunjungan balita. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif sebesar 0,309 antara pengetahuan ibu dengan kunjungan balita.

BAB V PEMBAHASAN

A. Pengetahuan Ibu tentang Kegiatan Posyandu

Pengetahuan menurut Meliono (2007) dipengaruhi antara lain pendidikan, usia dan sumber informasi. Pengetahuan Ibu tentang kegiatan posyandu berdasarkan analisis univariat, sesuai dengan tabel 4.5 menunjukkan sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang baik sebanyak 21 orang (49%). Menurut Taufik (2007), pengetahuan merupakan penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan lain sebaginya). Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Ibu yang memiliki pengetahuan tinggi, lebih cenderung untuk menggunakan sebagian besar pendapatan dan waktu bagi anak-anaknya. Ibu akan memanfaatkan sepenuhnya fasilitas kuratif dan prefentif seperti posyandu dalam masyarakat baik bagi dirinya sendiri maupun anak-anaknya.

Umur Ibu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan. Sebagian besar ibu balita berumur antara 20-30 tahun (70%), menurut Erikson termasuk dalam kategori dewasa awal. Sedangkan pada umur >30 tahun sebanyak 11 responden, menurut Erikson pada usia ini termasuk kategori dewasa pertengahan (Santrok, 2002). Usia mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang, dengan usia yang lebih banyak, maka pengalaman yang dimiliki juga akan semakin banyak dan beragam. Pengalaman dapat

dijadikan cara untuk menambah pengetahuan seseorang tentang suatu hal. Selain itu usia juga mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin baik (Erfandi, 2009).

Selain faktor umur, pendidikan juga mempengaruhi baik atau kurangnya pengetahuan. Pendidikan formal terakhir ibu yang terbanyak adalah kelompok lulusan SMA/SMK (42%). Menurut Notoatmodjo (2005), seseorang yang telah menerima pendidikan yang lebih baik atau lanjutan lebih mampu berpikir secara obyektif dan rasional. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kegiatan posyandu. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula

pengetahuannya. Namun perlu ditekankan bahwa seseorang yang

berpendidikan rendah tidak berarti mutlak memiliki pengetahuan rendah pula (Erfandi, 2009).

Sebanyak 37% ibu balita mendapat informasi dari orang tua dan 35% dari tenaga kesehatan. Ilmu pengetahuan merupakan suatu wahana untuk mendasari seseorang berfikir, tingkatannya tergantung dari ilmu pengetahuan

atau dasar pendidikan orang tersebut memperoleh pengetahuan dapat melalui bangku sekolah maupun lingkungannya (Notoatmodjo, 2005). Menurut Erfandi (2009) informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan.

Pengetahuan Ibu berdasarkan tabel 4.5 sebanyak 6 orang (14%) memiliki pengetahuan kurang. Pengetahuan yang dimiliki ibu balita menjadi landasan terbentuknya kesadaran akan pentingnya kegiatan di Posyandu. Hal ini juga sejalan dengan pendapat Notoatmodjo (2003) bahwa pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng. Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama. Pengetahuan yang kurang menjadikan Ibu tidak mengetahui pentingnya manfaat membawa balita ke posyandu. Ibu kurang mempunyai kesadaran dan sikap yang positif sehingga memiliki perilaku yang tidak tepat karena tidak mau mencari informasi. Dukungan dari tenaga kesehatan di Posyandu seperti kader dan bidan juga masih kurang dalam melakukan promosi kesehatan seperti penyuluhan atau pendidikan kesehatan. Hal ini memungkinkan Ibu tidak tahu harus bertanya kepada siapa agar mendapatkan informasi yang tepat tentang posyandu.

B. Kunjungan Balita

Berdasarkan Tabel 4.6 menunjukkan bahwa balita yang mempunyai kunjungan aktif sebanyak 33 balita (77%). Dari data tersebut diketahui bahwa sebagian besar ibu aktif membawa balitanya untuk datang ke posyandu. Balita dikatakan aktif bila melakukan kunjungan > 8 kali setiap tahun. Pengetahuan yang dimiliki ibu juga mempengaruhi keaktifan kunjungan balita, pemahaman ibu tentang pentingnya manfaat posyandu dalam memantau kesehatan dan tumbuh kembang anaknya, akan meningkatkan kesadaran ibu dalam melakukan kunjungan ke posyandu. Berdasarkan keaktifan ibu balita dalam kunjungan balita menunjukkan responden bersifat positif.

Umur anak merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kunjungan balita, menurut Djaiman (2002) menyatakan bahwa umur 12 hingga 35 bulan merupakan umur yang paling berpengaruh terhadap kunjungan karena pada umur ini merupakan pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan menetukan perkembangan anak selanjutnya. Status pekerjaan ibu menurut Djaiman (2002) juga merupakan faktor lain yang mempengaruhi kunjungan balita. Pada penelitian ini sebagian besar ibu bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga sebanyak 49%. Seorang Ibu Rumah Tangga bisa lebih banyak mendapatkan informasi penting tentang perkembangan balita dari posyandu. Hal ini karena Ibu Rumah Tangga mempunyai waktu lebih banyak untuk beristirahat dan meluangkan waktu untuk membawa anaknya ke posyandu.

Hasil analisa juga menyatakan bahwa sebanyak 10 balita (23%) memiliki kunjungan tidak aktif, balita dikatakan tidak aktif bila melakukan

kunjungan < 8 kali setiap tahun ke posyandu. Kunjungan balita ke posyandu berhubungan dengan kesadaran Ibu dalam membawa balita ke posyandu. Kinerja atau pelayanan posyandu yang kurang baik juga akan mengakibatkan kunjungan balita menurun. Pengetahuan Ibu yang kurang juga mempengaruhi kunjungan balita ke posyandu, karena mempengaruhi cara berpikir Ibu dalam meningkatkan kesadaran kesehatan terhadap diri sendiri dan keluarganya. Hal lain yang menyebabkan balita tidak lagi hadir di posyandu khususnya balita di atas usia 36 bulan, karena ibu balita merasa bahwa anaknya sudah mendapatkan imunisasi lengkap dan perkembangan sosial anak yang semakin bertambah.

Didapatkan sebanyak 51% ibu balita bekerja mencari nafkah, baik untuk kepentingan sendiri maupun keluarga. Hal ini berpengaruh pada ketidakaktifan kunjungan balita ke posyandu, karena ibu tidak memiliki waktu untuk mencari informasi karena kesibukan dalam bekerja, sehingga berdampak pada berkurangnya keaktifan ibu membawa balita berkunjung ke posyandu. Tidak aktifnya kunjungan juga tidak lepas dari peran kader dan tenaga kesehatan yang ada, pengetahuan kader yang kurang dan kurang percaya dirinya para kader dalam menerapkan ilmunya serta kurang mampu dalam menerapkan informasi penyuluhan dalam kehidupan sehari-hari. Peran kader dan petugas kesehatan yang tidak optimal dalam mensosialisasikan program posyandu dan jadwal posyandu kepada masyarakat juga mempengaruhi ketidak aktifan kunjungan balita ke posyandu.

Faktor yang mempengaruhi aktif atau tidaknya kunjungan menurut Djaiman (2002) meliputi umur anak, jumlah anak, status pekerjaan ibu dan jarak tempat tinggal.

Dalam dokumen RHAHADJENG MARISTYA PALUPI R 1111031 (Halaman 53-60)

Dokumen terkait