• Tidak ada hasil yang ditemukan

KUNJUNGAN PERTAMA

MENCARI MUHAMMAD YANG HISTORIS • Mengapa Qur’an tidak dapat dipahami secara terpisah dari Hadith

KUNJUNGAN PERTAMA

Sebagai seorang dewasa, menurut Ali pengikutnya yang mula-mula, Muhammad “tidak terlalu tinggi dan juga tidak terlalu pendek. Tingginya sedang-sedang saja dibandingkan sahabat-sahabatnya. Rambutnya tidak keriting dan juga tidak berombak. Kira-kira diantara keduanya...wajahnya tidak bengkak atau tembem. Bentuknya bulat bagus. Mulutnya putih. Matanya hitam dan besar dengan bulu mata yang panjang. Persendian (lengannya) dan bahunya besar... Ketika berjalan, ia mengangkat kakinya tinggi-tinggi seakan-akan ia berjalan di jalan yang becek dan berlumpur.” (13) Yang lainnya berkata: “Ketika ia berjalan, ia membungkuk seakan ia sedang mendaki.”(14) Menurut seorang Muslim mula-mula lainnya,“ia mempunyai wajah yang lebar dan mata lebar (yang kemerah-merahan), dan tumit yang bengkok.”(15) Yang lainnya juga melaporkan bahwa ia mempunyai “telapak tangan dan telapak kaki yang gempal” dan “berwajah tampan. Saya tidak pernah melihat orang setampan itu selain dia.”(16) Diantara kedua bahunya ada tanda lahir yang sangat mengesankan Bahira sang rahib: seorang Muslim menggambarkan ini sebagai “tanda kenabian” sebagai “tanda sebuah kepalan...dan disekelilingnya ada beberapa tanda lahir seperti kutil.”(17) Di

kemudian hari, ketika rambut dan janggutnya memutih, ia mulai mengecatnya dengan henna, dan berkata kepada para pengikutnya: “Sesungguhnya yang terbaik yang dapat kamu lakukan ketika kamu mengubah warna rambutmu adalah dengan menggunakan al-henna dan indigo...Warnailah ubanmu tapi jangan sama dengan orang Yahudi dan orang Kristen”, yang menggunakan warna hitam.(18) Dewasa ini bukan hal yang aneh bagi para Mujahiddin untuk mewarnai janggut mereka dengan henna seperti Nabi.

Muhammad mengumumkan dirinya sendiri sebagai seorang nabi Allah – satu-satunya Tuhan yang benar – ketika ia berusia sekitar 40 tahun. Namun demikian, pada mulanya, ia merasa tidak terlalu jelas akan apa yang sedang terjadi padanya.

Menurut kisah Aisha, wanita yang menjadi istri kesayangan Muhammad, Muhammad dipilih sebagai nabi setelah mengabdikan diri untuk waktu yang lama dalam doa. Suatu malam dalam bulan Ramadan ia sedang khusyuk berdoa ketika ia mendapatkan sebuah penglihatan:

“Penyataan wahyu (ilahi) kepada Utusan Allah adalah dalam bentuk mimpi-mimpi yang benar yang menjadi nyata seperti terang siang hari. (dan kemudian kegemaran untuk mengasingkan diri/bertapa dicurahkan kepadanya). Ia biasa menyendiri (di gua) Hira dimana ia biasa menyembah (Allah sendiri) terus-menerus (siang dan malam)...hingga tiba-tiba Kebenaran diturunkan padanya ketika ia berada di dalam gua Hira”.(19)

Pada awalnya Muhammad tidak dapat mengidentifikasi sumber dari mimpi-mimpi itu atau “Kebenaran” yang diturunkan padanya. Hingga beberapa waktu kemudian ia menjadi percaya bahwa ia telah dikunjungi oleh malaikat Gabriel, yang diutus oleh Allah. Ibn Sa’d mencatat sebuah tradisi Muslim yang mengatakan bahwa sesosok malaikat bernama Seraphel adalah yang mulanya mengunjungi Muhammad, namun kemudian digantikan oleh Gabriel setelah 3 tahun. Ia juga mencatat kenyataan bahwa “ayat-ayat dalam literatur Sirah yang telah dipelajari” berkontradiksi dengan tradisi ini, dan tetap berpandangan bahwa hanya Gabriel saja yang telah menampakkan diri pada Muhammad.(20) Namun demikian, sulit untuk melihat bagaimana ada orang yang berpikiran bahwa ada malaikat lain terlibat dengan Muhammad jika ia benar-benar yakin sejak permulaan bahwa itu adalah Gabriel.

Bagaimanapun, malaikat itu datang pada Muhammad dan memerintahkannya untuk membaca dan mengulangi apa yang dibacanya. Muhammad menjawab, ‘Saya tidak dapat membaca’. Namun makhluk spiritual itu tidak menerima penolakan. Ia menekankan kehendaknya pada Muhammad dengan cara yang menakutkan:

“(Nabi menambahkan), ‘Malaikat itu menangkap aku (dengan keras) dan menekan aku dengan kuat sehingga aku tidak tahan lagi. Kemudian ia melepaskan aku dan menyuruh aku lagi untuk membaca, dan aku menjawab, ‘Aku tidak dapat membaca’. Maka ia menangkap aku lagi dan menekan aku kedua kalinya sehingga aku tidak kuat lagi menahannya. Kemudian ia melepaskan aku dan menyuruh aku lagi untuk membaca, tetapi sekali lagi aku menjawab, ‘Aku tidak bisa membaca (atau, apakah yang harus kubaca?)’. Maka ia menangkap aku untuk ketiga kalinya dan menekan aku dan melepaskan aku dan berkata, ‘Bacalah! Demi nama Tuhanmu, Yang telah menciptakan (semua yang ada). Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah! Dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah....Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya” (Lih. Sura 96:5).”(21)

Ini adalah pewahyuan Qur’an yang pertama yang terkenal, dan terdapat dalam Sura 96:1-5. Dimulai dengan apa yang dikemukakan Muhammad sebagai satu seri pesan dari Allah; yang akan berkelanjutan, datang dan pergi selama 23 tahun berikutnya selama masa hidup Muhammad. Para pengikutnya mengingat dan mencatat wahyu-wahyu itu pada apa saja yang ada; setelah kematiannya wahyu-wahyu itu dikumpulkan menjadi Qur’an.

Pada mulanya Muhammad menilai perjumpaan spiritualnya sebagai sesuatu yang sangat tidak menyenangkan. Ia “menderita banyak kesakitan dan wajahnya berubah warna seperti warna debu”.(22) Ia bertanya-tanya apakah ia telah dirasuk setan, bahkan memikirkan untuk bunuh diri:

“Aku akan pergi ke puncak gunung dan menjatuhkan diriku ke bawah sehingga aku dapat membunuh diriku dan beristirahat. Maka aku pergi untuk melakukannya dan ketika aku ada di tengah jalan menuju ke gunung, aku mendengar sebuah suara dari surga yang berkata: ‘Wahai Muhammad! Engkau adalah Rasul Tuhan dan aku adalah Gabriel’. Aku mengangkat kepalaku ke langit untuk melihat (siapa yang sedang berbicara) dan lihatlah, Gabriel dalam bentuk seorang manusia dengan kakinya di horizon, berkata, ‘Wahai Muhammad! Engkau adalah Rasul Tuhan dan aku adalah Gabriel”.23

Muhammad kembali kepada Khadija dengan sangat tertekan. Menurut Aisha: “Kemudian Utusan Allah kembali dengan (wahyu itu), dan jantungnya berdetak dengan sangat keras; (dan) otot diantara bahu dan lehernya bergetar sampai ia mendapati Khadija (istrinya) dan berkata, ‘Selimuti aku!’ Mereka menyelimutinya, hingga ketakutannya berlalu, dan setelah itu ia berkata: ‘Wahai Khadija! Apa yang terjadi padaku? Aku takut sesuatu yang buruk akan menimpaku’. Kemudian ia (Muhammad) menceritakan padanya semua yang telah terjadi”.(24) Dan ia (Muhammad) menceritakan padanya apa yang ditakutkannya: “Celakalah aku, seorang penyair atau kerasukan setan”.(25) Yang ia maksudkan dengan “penyair”

adalah seorang yang telah menerima penglihatan-penglihatan yang bersifat ekstatis, dan kemungkinan besar juga demonis.

Khadija nampaknya lebih mempunyai keyakinan daripada Muhammad sendiri.(26) Kemudian Khadija menemui Waraqa dan mengatakan padanya apa yang telah Muhammad ceritakan padanya, yaitu tentang pangalamannya di gua Hira. Waraqa menjawab: “Suci! Suci! Sesungguhnya oleh Dia yang di tangan-Nya ada nyawa Waraqa, jika engkau telah mengatakan kebenaran padaku, Wahai Khadija, telah datang kepadanya Namus (yaitu Gabriel) yang teragung yang telah datang kepada Musa sebelumnya, dan lihatlah, dialah Nabi atas bangsa ini. Syukurilah dia dengan hati gembira”.(27)

Khadija mengatakan pada Muhammad apa yang telah dikatakan Waraqa untuk mengurangi kecemasan Muhammad. Menurut sebuah catatan lainnya, ia pergi mengunjungi Waraqa bersama dengan Muhammad:

“...yang, selama Masa Jahiliyah (periode pra Islam) menjadi Kristen dan biasa menulis surat-surat dengan menggunakan huruf Ibrani. Ia menulis dari Injil dalam bahasa Ibrani seturut kehendak Tuhan. Ia sudah lanjut usia dan telah kehilangan penglihatannya. Khadija berkata kepada Waraqa,”Dengarkanlah kisah keponakanmu, wahai sepupuku!” Waraqa bertanya, “Wahai keponakanku! Apa yang telah kau lihat?” Rasul Allah menceritakan apa yang telah dilihatnya. Waraqa berkata, “Ini adalah orang yang sama yang menjaga rahasia-rahasia (malaikat Gabriel) yang Allah utus kepada Musa”.(28)

Kemudian Waraqa memberikan peringatan kepada nabi yang baru ini:

Seandainya saja aku masih muda dan dapat hidup sampai waktu ketika umatmu mengusirmu”. Utusan Allah bertanya, “Akankah mereka mengusirku?” Waraqa menegaskannya dan berkata, “Orang yang muncul dengan sesuatu yang mirip dengan apa yang kau bawa telah diperlakukan dengan kekerasan; dan jika engkau masih hidup hingga hari dimana engkau akan diusir maka aku akan sangat mendukungmu”.(29)

Kemudian Waraqa mencium dahi nabi yang baru ini dan mengucapkan salam perpisahan.(30)

Sebagai ujian terakhir atas kenabiannya, Khadija bertanya pada Muhammad, “Wahai anak dari pamanku, dapatkah kau menceritakan padaku siapa yang mengunjungimu, ketika ia datang kepadamu?” Ketika Muhammad mengatakan pada Khadija bahwa ia dapat, Khadija merancangkan sebuah cara untuk mengetahui apakah roh itu baik atau jahat:

“Maka ketika Gabriel datang padanya, seperti yang dikehendakinya, Rasul berkata kepada Khadija, ‘Inilah Gabriel yang telah datang padaku’. ‘Bangunlah wahai anak dari pamanku’, katanya, ‘dan duduklah di paha kiriku’.

Rasul kemudian berbuat demikian, dan ia berkata, ‘Dapatkah engkau melihatnya?’ ‘Ya’, jawabnya. Ia berkata, ‘’Maka berbaliklah dan duduklah di paha kananku’. Ia melakukan-nya, dan Khadija berkata, ‘Dapatkah kamu melihatnya?’Ketika ia berkata bahwa ia dapat melihatnya, Khadija memintanya untuk pindah dan duduk di pangkuannya. Ketika ia kembali melakukannya Khadija bertanya lagi apakah ia dapat melihatnya, dan ketika diiyakannya, Khadija membuka pakaiannya dan menyingkirkan kerudungnya sementara Rasul sedang duduk di pangkuannya. Kemudian Khadija berkata, ‘Dapatkah engkau melihanya?’ Dan ia menjawab, ‘Tidak’. Khadija berkata, ‘wahai anak dari pamanku, bersukacitalah dan bergembiralah, demi Tuhan ia adalah malaikat dan bukanlah setan”.(31)

Ketika ia “menyingkapkan pakaiannya” malaikat itu pergi.

Kalangan Muslim garis keras hingga hari ini menegaskan agar wanita berkerudung karena, diantara hal-hal lainnya, hal ini ada asumsinya, yaitu: wanita yang terlihat tidak berkerudung sangat memusingkan, sangat berdosa, dan itu menyebabkan malaikat pun kabur.