• Tidak ada hasil yang ditemukan

KYAI HUSEIN DAN KETERLIBATANNYA DALAM GENDER A. Biografi K.H. Husein Muhammad

Kyai Husein lahir pada tanggal 9 Mei 1953 di Cirebon dari pasangan Ummu Salamah dan Muhammad Asyrofuddin. Ibunya adalah seorang guru ngaji disebuah pesanteren yang didirikan oleh kakeknya,

sedangkan ayahnya merupakan seorang pegawai pemerintah

didaerahnya.Kyai Husein terlahir disebuah lingkungan yang kental nilai-nilai ke-Islaman-nya. Kyai Husein dilahirkan disalah satu sudut komplek pesantren yang didirikan oleh kakeknya sendiri dari garis keturunan ibunya yang bernama K.H. Sanawi bin Abdullah bin Muhammad Salabi pada tahun 1932. Kyai Husein mempunyai 8 saudara yang semuanya menjadi kyai yang berpengaruh didaerahnya.

Saudara-saudara Kyai Husein yaitu Hasan Thuba Muhammad yang menjadi pengasuh di pondok pesantren Raudlah at Thalibin di Bojonegoro, Jawa Timur. Husein Muhammad menjadi salah seorang pengasuh pondok pesantren Dar at Tauhid di Arjawinangun, Cirebon. Ahsin Sakho Muhammad pengasuh pondok pesantren Darul Qur‟an di Arjawinangun Cirebon.Ubaidah Muhammad pengasuh pondok pesantren Lasem, Jawa Tengah.Mahsun Muhammad pengasuh pondok pesantren Dar at Tauhid di Arjawinangun, Cirebon.Azzah Nur Laila pengasuh pondok pesantren HMQ Lirboyo, Kediri, Jawa Timur.Salman Muhammad pengasuh pondok pesantren tambak Beras, Jombang, Jawa Timur.Faiqoh pengasuh pondok pesantren Langitan, Tuban, Jawa Timur.

Setelah kakek Kyai Husein wafat pesantrennya kemudian diampu oleh K.H. A. Syathori sampai tahun 1969.Pesantren ini kemudian hari

kita kenal dengan nama pesantren Dar At Tauhid. Pada mulanya pesantren ini bernama al-Ma‟had al-Islami, kemudian setelah putranya yang bernama K.H. Ibnu Ubaidillah pulang dari Makah al-Mukarromah setelah menyelesaikan studinya, pesantren ini namanya diubah menjadi Ma‟had Dar At-Tauhid al-„Alawa al-Islami, yang kemudian disederhakan menjadi Ma‟had Dar At-Tauhid al-Islami. Pesantren ini pada awal kemunculannya sudah dikenal sebagai pesantren yang berbeda dari pesantren lainnya. Jauh sebelum di Indonesia ada pesantren yang menggunakan sistem madrasi, pesantren ini telah mengamalkannya dan sudah menggunakan kapur tulis sebagai medianya untuk menulis ayat-ayat Al Qur‟an dan kemudian dihapus yang mana debunya berceceran dan oleh sebagian ulama ini dianggap sebagai bentuk penghinaan terhadap ayat-ayat al-Qur‟an. Format pendidikan seperti ini menuai banyak kecaman dari berbagai pihak, namun berkat kekuatan argumentasi yang disampaikan oleh Kyai Syathori akhirnya mereka menerima cara pendidikan seperti itu (Nuruzzaman, 205: 108).

B.Pendidikan Kyai Husein

Kyai Husein mengenyam pendidikan agama sejak kecil, selain pendidikan formal beliau juga mengenyam pendidikan sekolah di madrasah diniyah.Kyai Husein pertama kali belajar membaca Al-Quran dengan Kyai Mahmud Toha dan kepada kakeknya sendiri. Kyai Husein menyelesaikan pendidikan formal di sekolah dasar pada tahun 1966

kemudian beliau melanjutkan ke SMPN 1 Arjawinangun, kemudian setelah lulus Kyai Husein melanjutkan pendidikannya di pesantren Lirboyo di daerah Kediri Jawa Timur selama tiga tahun. Kemudian beliau melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur‟an (PTIQ) Jakarta selama lima tahun. Selama Kyai Husein kuliah beliau terlibat aktif diberbagai organisasi, bahkan beliau pernah menjabat sebagai ketua 1 Dewan Mahasiswa pada tahun 1979.Kyai Husein juga menjadi salah satu pelopor berdirinya PMII Rayon Kebyoran Lama (Nuruzzaman, 2005: 113).

Tahun 1980 Kyai Husein melanjutkan pendidikan ke Universitas Al Azhar Mesir, dikarenakan ijazah sarjanannya belum bisa digunakan untuk melanjutkan S2nya dengan alasan ijazahnya belum disamakan, maka Kyai Husein belajar dengan sejumlah syaikh di Majma‟ al-Buhuts

al-Islamiyah milik Universitas Al-Azhar.Secara formal di institusi ini

Kyai Husein belajar di Dirasat Khashshah (Arabic Special Studies).melalui institusi inilah Kyai Husein berkenalan dengan

pemikiran-pemikiran Islam modern yang dikembangkan oleh

Muhammad Abduh, Ali Abdur Raziq, Muhammad Iqbal dan lainnya. Kyai Husein juga berkenalan dengan pemikiran-pemikiran Barat seperti Sratre, Goethe dan lainnya (Nuruzzaman, 2005: 6).

C. Karya-karya Kyai Husein

Kyai Husein tercatat sebagai penulis yang handal terbukti dari beberapa karya beliau yang sudah lebih dari 10 buku yang telah beredar

dimasyarakat. Bagi Kyai Husein menulis adalah sebuah keharusan, seperti yang dituturkan Kyai Husein dalam sebuah kesempatan ketika penulis turut serta mengikuti kajian yang diampu Kyai Husein secara langsung:

“kematian adalah hal yang tidak kutakutkan, karena dia pasti. Yang aku takutkan adalah ketika aku tidak bisa meninggalkan sesuatu yang membuatku hidup selamanya, yaitu sebuah karya yang bermanfaat bagi orang lain”

Maka dari itu Kyai Husein tdak pernah berhenti untuk terus berkarya.Salah satu karya Kyai Huseinyang digunakan sebagai bahan rujukan para aktivis perempuan yaitu “Fiqh Perempuan, Refleksi Kiyai atas Wacana Gender”, karyanya yang lain yaitu “Islam Agama Ramah Perempuan”, “Ijtihad Kyai Husein, Upaya Membangun Keadilan Gender”, “Dawrah Fiqh Perempuan” (modul pelatihan), “Fiqh Seksualitas”, “Fiqh HIV/AIDS”, “Mengaji Pluralisme Kepada Maha Guru Pencerahan”, “Sang Zahid, Mengarungi Sufisme Gus Dur”, “Menyusuri Jalan Cahaya”, dan buku terbaru beliau yaitu yang berjudul “Perempuan, Islam & Negara” yang baru diterbitkat pada tahun 2016 ini (Muhammad, 2016: 319).

Pada tahun 2003, Kyai Husein mendapatkan penghargaan dari Bupati Kabupaten Cirebon sebagai tokoh Penggerak, Pembina, dan pelaku Pembangunan Pemberdayaan Perempuan. Pada tahun 2006 Kyai Husein juga menenerima penghargaan dari pemerintah Amerika Serikat

tercatat dalam “The 500 Moslem Influential Muslims” yang diterbitkan oleh Royal Islamic Strategic Center sejak tahun 2010.

D. Keterlibatan Kyai Husein dalam Gerakan Gender

Sekitar tahun 1989 Kyai Husein sudah aktif dipertemuan halaqah para kyai-kyai yang membahas tentang ilmu-ilmu Islam di pesantren, kemudian Kyai Husein diundang untuk mengikuti pelatihan Islam dan gender. Awalnya Kyai Husein menolak pemikiran-pemikiran gender karena latar belakangnya yang masih kental dengan pesantren yang masih memegang teguh ajaran-ajaran kitab kuning, namun seiring waktu dan berkali-kali diskusi dengan para tokoh gender, yang diantaranya

adalah Masdar Farid Masdu‟i dan kawan-kawan yang ketika itu menjadi

direktur P3M (Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat). Masdar sering mengajak Kyai Husein dalam berbagai seminar yang berbau tentang gender lambat laun pemikiran Kyai Husein mulai terbuka untuk menerima pemikiran tentang gender, kemudian Kyai Husein mencari referensi-referensi tentang teks-teks Al Qur‟an, Hadist, maupun kitab-kitab Fiqh yang tidak bias gender, pada mulanya Kyai Husein kesulitan namun setelah banyak memhami isi kandungan dari teks-teks tersebut Kyai Husein tambah yakin akan pemikiran-pemikirannya tentang gender dan mulai giat mengkampanyekan isu-isu gender (wawancara 10 Juni 2016).

Kyai Husein dikenal sebagai Kyai Feminis, karena banyaknya perhatian Kyai Husein terhadap isu-isu gender yang bermunculan. Hal ini

menunjukan bahwa pesantren juga membawa angin segar bagi kaum feminis di Indonesia dan menunjukkan betapa besarnya perhatian dan peran para ulama bagi kaum perempuan.

Suami dari Lilik Nihayah Fuadi ini yang telah dikaruniai 5 orang buah hati yang bernama Hilya Aulia, Layali Hilwa, Muhammad Fayyaz Mumtaz, Najlah Hammada, Fazla Muhamad dan satu orang cucu ini juga berperan sebagai pendiri beberapa LSM yang memperhatikan isu-isu tentang perempuan. Sekitar tahun 2000, Kyai Husein mendirikan LSM bersama dengan beberapa tokoh gender.Salah satu LSM yang Kyai Husein dirikan bernama Rahima.Lembaga ini memusatkan kerjanya pada pendidikan, pelatihan, dan pusat informasi Islam dan hak-hak perempuan.

Rahima juga memfasilitasi tumbuhnya jaringan-jaringan di pesantren-pesantren untuk sosialisasi program keadilan dan kesetaraan gender. Lembaga ini berhasil menerbitkan buku karangan Kyai Husein yang berjudul Fiqh Perempuan Refleksi Kiai atas Agama dan Jender, kemudian pada tahun yang sama Kyai Husein juga mendirikan sebuah LSM bersama teman-temannya yang diberi nama Puan Amal Hayati yang sekarang dipimpin oleh Ibu Nyai Shinta Nuriyah , istri almarhum Gus Dur. Puan sendiri merupakan kependekan dari Pesantren untuk Pemberdayaan Perempuan, selain melakukan pelatihan dan sosialisasi tentang penghapusan kekerasan terhadap perempuan, lembaga ini juga mempelajari dan mengkaji secara kritis kitab karangan Syekh Nawawi

al-Bantaniy yang berjudul „Uqud al Lujain fi Bayan Huquq al Zaujain yakni kitab yang berisi tentang kewajiban dan hak-hak suami dan istri menurut Fiqih sufistik.

Pada tahun 2001 Kyai Husein mendirikan lagi sebuah LSM yang bernama Fahmina Institut.Fahmina Institut memfasilitasi keberdayaan dan pembelaan terhadap masyarakat yang tertindas.Fahmina juga menggelar program penghapusan trafficking perempuan dan anak, dan juga menyelenggarakan pendidikan perempuan ulama pada tahun 2005. Fahmina Institut juga pernah menyelenggarakan kursus Islam dan gender bagi para aktivis perempuan non-pesantren se-Indonesia dan juga pernah menerima beberapa kali kunjungan dari para aktivis perempuan dari Asia Selatan. Fahmina juga bekerjasama dengan beberapa pihak dalam penerbitan bulletin tentang isu-isu perempuan. Kehadiran Fahmina juga banyak menggugah kesadaran masyarakat akan adanya ketimpangan relasi sosial dalam masyarakat (Muhammad,2016: 91).

E.Pengalaman Organisasi

Berikut ini kumpulan beberapa aktivitas organisasi Kyai husein: 1. Ketua I Dewan Mahasiswa PTIQ tahun 1978-1979.

2. Ketua I Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama Kairo Mesir 1982-1983.

3. Sekretaris Perhimpunan Pelajar dan Mahasiswa Kairo-Mesir 1982-1983.

5. Pelopor PMII Rayon Kebayoran Lama. 6. Pengasuh Pondok Pesantren Dar At-Tauhid.

7. Anggota Dewan Syuro DPP PKB 2001-2005.

8. Ketua Dewan Tahfidz PKB Kabupaten Cirebon tahun 1999-2002. 9. Wakil Ketua DPRD Kabupaten Cirebon tahun 1999-2005.

10. Ketua umum Yayasan Wali Songo tahun 1996-2005.

11. Ketua 1 Yayasan Peasantern Dar At-Tauhid tahun 1984-sekarang. 12. Wakil Rois Syuriyah NU Cabang Kab. Cirebon 1989-2001.

13. Sekjend RMI (Rabithoh Ma‟had Islamiyah) Jawa Barat tahun

1994-1999.

14. Pengurus PP RMI tahun 1989-1999.

15. Wakil Ketua Pengurus Yayasan Puan Amal Hayati, Jakarta tahun 2000-sekarang.

16. Direktur Pengembangan Wacana LSM RAHIMA, Jakarta tahun 2000-sekarang.

17. Ketua Umum DKM Masjid Jami‟ Fadhlulloh, Arjawinangun tahun 1998-sekarang.

18. Kepala Madrasah Aliyah Nusantara berlokasi di Arjawinangun tahun 1989-sekarang.

19. Kepala SMU Ma‟arif Arjawinangun 2001.

20. Ketua Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia Arjawinangun 1996. 21. Ketua Kopontren Dar At-Tauhid 1994-sekarang.

22. Ketua Departemen Kajian Filsafat dan Pemikiran ICMI Orsat Kabupaten Cirebon tahun 1994-2000.

23. Ketua I Badan Koordinator TKA-TPA Wilayah III Cirebon tahun 1992-sekarang.

24. Pemimpin Umum/Penanggung Jawab Dwibulanan “Swara

Rahima”, Jakarta tahun 2001.

25. Dewan Redaksi Jurnal Dwi Bulanan “Puan Amal Hayati”, Jakarta

tahun 2001.

26. Konsultan Yayasan Balqis untuk Hak-hak Perempuan, Cirebon tahun 2002.

27. Konsultan /Staf ahli Kajian Fiqh Siyasah dan Perempuan.

28. Anggota National Broad of Internasioanal Center for Islam and Pluralism, Jakarta tahun 2003.

29. Dewan Penasehat dan Pendiri KPPI (Koalisi Perempuan Partai Politik Indonesia) di Kabupaten Cirebon, tahun 2004.

30. Tim Pakar Indonesian Forum of Parliamentarian on Population and Development, 2003.

31. Komisioner Komnas Perempuan 2007-2009 dan 2010-2014.

32. Pendiri Lintas Iman (forum Sabtuan), Cirebon tahun 2000-sekarang (Nuruzzaman, 2005: 124).

Kyai Husein selain aktifis dalam beberapa kegiatan organisasi yang bergerak dalam ranah gender,Kyai Husein juga merupakan sosok seorang guru, kyai, dan seorang paman yang penuh perhatian dan tidak segan

membagi ilmunya dengan tulus iklas kepada mereka.Hal ini dituturkan oleh salah satu muridnya di Fahmina Institut yang bernama Zainal Abidin. Zainal Abidinberpendapat bahwa Kyai Husein merupakan sosok guru yang sangat perhatian dan merupakan sosok kyai yang out of the

box, yaitu seorang kyai yang dengan keteguhan pemikirannya berani

berbeda dengan kyai-kyai pada umumnya. Terutama tentang isu-isu kemanusian, keadilan, pluralism, dan gender. Salah satu santrinya yang bernamambak Qona‟ahjuga berpendapat bahwa Kyai Husein merupakan sosok yang dekat dengan santrinya tanpa memposisikan diri beliau sebagai seorang kyai melainkan sebagai seorang sahabat. Dalam berbagai kajian kitab, Kyai Husein juga selalu menyelinginya dengan isu-isu gender meskipun di dalam kitab tidak memuat bahasan gender secara eksplisit. Menurut salah satu keponakannya yang bernama Gus Hasan juga mengungkapkan selain menjadi paman, Kyai Husein juga merupakan sosok guru dalam hidupnya.Kyai Husein merupakan sosok cendekiawan muslim yang alim dan berwawasan luas.Pandangan Fiqh Kyai Husein juga sangat progress dan tidak terpaku pada produk-produk Fiqh yang telah ada.

BAB IV

PEMIKIRAN KYAI HUSEIN TENTANG KESETARAAN

GENDER DALAM HUKUM PERCERAIAN DI INDONESIA

Basis pemikiran Kyai Husein yaitu keterbukaan untuk menerima segala sesuatu dari manusia. Menurut Kyai Husein segala ilmu yang baik itu berasal dari Allah SWT, seluruh hikmah kebijaksanaan dari siapapun sebenarnya itu merupakan hikmah dari Allah tanpa memandang keluarnya dari siapapun meskipun berbeda ras, suku bahkan berbeda agama, jika itu baik maka selayaknya untuk diapresiasi. Banyaknya perdebatan tentang gender disinyalir karena melihat darimana gender itu berasal dan siapa yang mencetuskan gender pertama kali. Kyai Husein tidak mempermasalahkan hal ini, selama hal ini baik dan membawa kemaslahatan bagi semua ummat bagi itu tetap mengandung hikmah bagi kehidupan manusia (wawancara, 12 Juni 2016).

Basis pemikiran Kyai Husein yang lain yaitu beliau memahami tauhid sebagai manifestasi terhadap penghargaan terhadap hak-hak manusia. Manusia apapun latar belakangnya, dari manapun dia berasal pada ujungnya berasal dari sumber yang satu yakni merupakan ciptaan Allah SWT.Tidak ada perbedaan kedudukan antara manusia satu dengan yang lainnya, antara laki-laki dan perempuan karena kedudukan tertinggi hanya ada pada Allah SWT (wawancara, 12 Juni 2016).

Selanjutnya Kyai Husein menjabarkan lafadz tauhid menjadi perkalimat.Kalimat la ilaha bersifat penafian terhadap hal yang disembah. Termasuk dalam hal mengagungkan dirinya sendiri, karena pengagungan terhadap diri sendiri adalah hal yang dilarang dalam agama yang justru

akan menyesatkan manusia. Kemudian lafadz illallah hanya Allah lah satu-satunya Dzat yang memiliki kebesaran.Kesimpulan dari lafadz

lailahaillah merupakan bentuk kebebasan diri manusia dari sifat-sifat

egoisme atau sifat individualisme. Jika manusia dibiarkan hidup dalam keinginan pribadinya maka manusia yang kuat akan cenderung mengeksploitasi manusia yang lemah, perempuan yang dianggap lemah akan cenderung selalu ditindas kaum laki-laki yang dianggap sebagai pihak yang berkuasa (Nuruzzaman, 2005: 157).

Kyai Husein juga menjunjung tinggi demokrasi dan Hak Asasi Manusia (Nuruzzaman, 2005: 152). Menurut Kyai Husein Hak Asasi Manusia adalah hak mutlak yang tidak dapat diganggu gugat oleh orang lain. Hak Asasi Manusia sendiri mulai diperkenalkan pada tanggal 10 Desember 1948 yang ditandai dengan adanya deklarasi dari PBB. Namun dalam buku lain tentang HAM disebutkan, bahwa sejak zaman Yunani kuno sudah mulai diungkapkan tentang pemikiran HAM (Effendi& Taufani,2007: 1). Islam sendiri telah mengenal HAM sejak zaman Rasululloh yang kemudian menjadi dasar dalam perumusan HAM Universal, seperti yang termuat dalam pidato Rasulullah dalam pidatonya

yang disampaikan ketika haji Wada‟ “hai manusia, sesungguhnya

darahmu (hidupmu)), hartamu, dan kehormatanmu adalah suci, sesuci hari ini di bulan ini dan di negeri ini sampai kamu bertemu dngan Tuhanmu di hari Kiamat”. Kata darahmu, hartamu, dan kehormatanmu kemudian diterjemahkan dalam bahasa Inggris life, property, dan

dignityyang merupakan prinsip dalam HAM (Muhammad, Husein, 2016: 111).

Pada zaman Rasulullah pun kita telah mengenal istilah Piagam Madinah.Piagam tersebut merupakan perjanjian antara orang Mukmin dengan orang-orang non-Muslim yang berada di Madinah.Piagam tersebut terdiri dari 47 pasal, yang mana diantara isinya memuat tentang

penjaminan keselamatan antar kedua belah pihak.Dalam

perkembangannya kemudian muncullah deklarasi Kairo pada tahun 1990 yang popular menjadi deklarasi Hak Asasi Islam yang ditujukan untuk anggota Organisasi Konferensi Islam (Muhammad, 2016: 115). Manusia mempunyai hak untuk dirinya sendiri yang lepas dari orang lain. Namun karena manusia ditakdirkan sebagai mahluk sosial maka hak tersebut tentunya tidak boleh bertentangan dengan hak-hak orang lain juga.

Istilah HAM sebenarnya merupakan istilah yang lahir di Barat.Tetapi dalam akhir-akhir ini dunia Islam menyebut Hak Asasi Manusia Universal sebagai "al huquq al insaniyah al-asasiyah al-alamiyah”. Menurut Abed al-Jabiri yang dikutip oleh Kyai Husein kata al-Alamiyah bermakna universal, yakni berlaku bagi siapapun tanpa dibatasi ruang dan waktu. HAM merupakan hak setiap manusia karena melekat pada diri manusia itu sendiri. Deklarasi Universak hak Asasi Manusi memuat 30 pasal yang menerangkan hak-hak yang dimiliki manusia, berikut slah satu dari beberapa pasal yang termuat dalam DUHAM:

1. Semua orang dilahirkan merdeka dan mempunya martabat dan hak yang sama. Mereka dianugrahi akal dan budi nurani dan hendaknya satu sama lain bergaul dalam semangat persaudaraan.

2. Setiap orang mempunyai hak atas semua hak dan kebebasan yang termaktub dalam pernyataan ini, tanpa kekecualian semacam apapun, seperti asal-usul, keturunan, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pendirian politik atau pendirian lainnya atau asal-usul, kebangsaan atau asal-usul sosial, hak milik, status kelahiran, ataupun status lainnya. 3. Setiap orang berhak hidup, berhak atas kebebasan, dan keamanan diri

pribadinya.

4. Tak seorangpun boleh dikenai perlakuan atau pidana yang aniaya atau kejam yang tidak berperikemanusiaan atau merendahkan martabat.

Pasal-pasal yang terdapat dalam DUHAM tersebut terdapat dua hal yang paling mendasar dan menjadi akar dari HAM yaitu, kesetaraan dan kebebasan (Muhammad, 2016: 109).Kebebasan merupakan penghargaan dari Tuhan untuk hamba-Nya sebagai wujud anugrah akal dan pikiran manusia. Menurut Kyai Husein Muhammad kebebasan dalam konteks individual yakni tidak ada satu orang pun yang bisa membatasi aktifitas pemikiran seseorang meliputi pilihan hidup maupun keyakinan. Keyakinan merupakan anugrah dari Tuhan dan hanya Tuhan yang memilikinya. Namun Kyai Husein juga membuat batasan yakni jika berkaitan dengan orang lain kebebasan seseorang untuk menyampaikan maupun mengekspresikan pikiran, gagasan ataupun tindakan tidak bersifat

absolute, yaitu kebebasan tersebut jangan sampai bersinggungan dengan hak-hak orang lain (Muhammad, 2016: 113).

B.Pemikiran Kyai Husein dalam Hukum Perceraian di Indonesia

Perempuan adalah seorang makhluk yang mempunyai kedudukan istimewa menurut Allah dan Rasulullah, sebagaimana disebutkankan dalam beberapa ayat dalam Al-Quran. Salah satu buktinya yaitu surat

dalam Al Qur‟an yang bernama seorang perempuan. Namun pada

kenyataannya, seiring perkembangan zaman dan mengakar kuatnya budaya patrirkhi di sebagian besar belahan dunia menyebabkan kedudukan perempuan semakin tergerus dan termajinalkan. Perempuan hanya dianggap sebagai konco wingking oleh sebagian kaum. Perempuan hanya mempunyai kedudukan sebagai ibu rumah tangga, dan kedudukan kepala rumah tangga tetap pada kendali seorang suami.

Menempatkan perempuan dalam wilayah domestik juga merupakan bentuk pendiskriminasian terhadap perempuan dan sebagai bentuk pembatasan ataupun pengucilan yang tanpa disadari akan menciptakan kemiskinan dan pembodohan bagi perempuan yang juga merupakan kemiskinan dan pembodohan bagi masyarakat bangsa. Banyak sekali tindakan kekerasan yang dialami oleh perempuan, banyaknya kasus-kasus KDRT yang terjadi di negara ini.

Menurut Kyai Husein, kekerasan yang dialami oleh perempuan disinyalir karena adanya ketimpangan kekuasaan relasi antara laki-laki dan

perempuan. Laki-laki dan perempuan diletakan tidak sederajat laki-laki dietakkan sebagai penguasa yang menguasai perempuan.Inilah yang membuat terjadinya tindakan kekerasan pada perempuan.Perempuan diletakkan sebagai makhluk nomor dua yang mana rentan terhadap kekerasan dari pihak laki-laki yang dianggap sebagai makhluk nomor satu.

Melihat kenyataan ini muncullah beberapa aktivis gender yang ingin menyingkirkan ketidakadilan tersebut, salah satu aktifis gender yang giat mengkampanyekan pemikiran-pemikiran gender yaitu Kyai Husein. Kyai Husein berpendapat bahwa dalam beberapa hal perempuan dan laki-laki mempunyai kedudukan yang sama. Adanya kesenjangan dalam idealitas agama dan fakta sosial yang harus disikapi dengan bijak.Idealisme agama memberikan peran dan aktualisasi terhadap kesetaraan antara perempuan dan laki-laki, namun realita sosial justru membatasinya.

Meskipun banyak aktivis gender bermunculan pada akhir-akhir ini, namun masih banyak juga orang yang menolak ide kesetaraan gender yang dikuatkan dengan salah satu dalil dalam al-Qur‟an surat al-Nisa‟ ayat 34, yang telah diterjemahkan menurut versi Kementrian Agama RI: “kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan, dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka”.

Kyai Husein kemudian mengkritisi terjemahan ayat ini menjadi tiga bagian, yakni: pertama dilihat dari asbabun nuzul ayat ini mendiskripsikan situasi sosial dan budaya Arabia pada abad ke-7, di mana budaya pada saat ini masih menganut sistem patriarkhis yang kuat. Jadi ayat ini bukan bersifat universal yang berlaku bagi seluruh umat Islam di dunia.Kedua, ayat ini menyebutkan dua alasan mengapa terjadi kesenjangan antara kedudukan laki-laki dan perempuan, yakni karena laki-laki mempunyai keunggulan atas perempuan dan karena laki-laki secara fungsional bertanggung jawab atas kebutuhan perempuan.Ayat tersebut juga tidak menyebutkan secara eksplisit makna dari keunggulan tersebut.Ketiga, ayat ini menyebutkan lafal “ba‟dhakum „ala ba‟dh” (sebagian atas sebagian), ini memberikan arti bahwa keunggulan laki-laki terhadap perempuan

Dokumen terkait