• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

3. Laboratorium Ketrampilan ( Skill Laboratory )

Menurut Nursalam dan Efendi (2008) laboratorium adalah tempat dimana peserta didik mempergunakan pendekatan pemecahan masalah untuk mengembangkan berbagai teknik dalam mengontrol lingkungan belajar.

Nurini, dkk (2002) menjelaskan bahwa laboratorium ketrampilan medik/skill laboratory merupakan suatu fasilitas tempat mahasiswa dapat berlatih ketrampilan-ketrampilan medik yang

commit to user

mereka perlukan dalam situasi latihan di laboratorium, bukan dalam suasana kontak antara perawat-pasien di rumah sakit.

skill laboratory merupakan suatu kegiatan di laboratorium di mana mahasiswa diajarkan ketrampilan klinik. Kegiatan di skill laboratory bertujuan menunjang pencapaian kompetensi klinis.

skill laboratory merupakan wahana bagi mahasiswa untuk belajar ketrampilan klinis yang mereka perlukan dengan setting seperti antara perawat-pasien namun dilakukan dalam suasana latihan. Pembelajaran di skill laboratory bukan dimaksudkan untuk menggantikan praktik klinik, tetapi menyiapkan mahasiswa agar lebih siap ketika melaksanakan asuhan keperawatan secara nyata di tatanan klinik. (Mahmud, 2006)

Dalam skill laboratory mahasiswa dilatih berbagai macam ketrampilan keperawatan yang sesuai dengan situasi dan kondisi pasien yang unik sehingga nantinya mahasiswa benar-benar siap dalam menghadapi pasien.

Sarana pendidikan dalam skill laboratory dapat berupa: alat-alat kedokteran, setting, alat-alat bantu audio visual, model (manikin), pasien simulasi, puskesmas, rumah sakit dan masyarakat. (Nurini, dkk, 2002)

b. Pembelajaran skils laboratory

Lulusan pendidikan tinggi kesehatan dituntut memiliki sikap dan kemampuan professional yang diperoleh sebagai hasil dari

commit to user

penerapan kurikulum pendidikan melalui berbagai bentuk pengalaman belajar, diantaranya adalah Pengalaman Belajar Praktik (PBP). PBP merupakan proses pembelajaran di laboratorium dalam rangka memperkuat teori-teori/pengetahuan yang didapat dari pengalaman belajar lain. Strategi pembelajaran praktikum merupakan pengintegrasian antara teori/pengetahuan dasar professional, sehingga dalam pelaksanaannya dikelola secara terintegrasi (Nursalam dan Efendi, 2008).

Pembelajaran praktik sebagai salah satu strategi pembelajaran perlu mendapat perhatian yang serius karena dapat membelajarkan aspek kognitif, afektif dan psikomotor secara bersama (Zainuddin, 2001).

Sumintono (2008) menyebutkan hasil yang dapat diperoleh dari kegiatan praktik laboratorium yaitu : mengajarkan ketrampilan manual dan observasi yang berhubungan dengan subyek, meningkatkan pemahaman metode penelaahan ilmiah, mengembangkan ketrampilan dalam pemecahan masalah dan mengembangkan tingkah laku professional.

Gagne dalam Nursalam dan Efendi (2008) menyatakan bahwa kondisi untuk mempelajari ketrampilan memerlukan petunjuk dari pengajar agar peserta didik tahu apa yang harus mereka lakukan, tahu bagaimana melakukan tindakan dan latihan ketrampilan.

commit to user

Slamento (1995) mengatakan pembimbing diharapkan mampu : mengenal dan memahami setiap siswa baik secara individu maupun kelompok, memberikan penerangan kepada peserta didik mengenai hal-hal yang diperlukan dalam proses belajar mengajar, memberikan kesempatan yang memadai agar setiap peserta didik dapat belajar sesuai dengan kemampuan pribadinya, membantu setiap peserta didik dalam masalah-masalah pribadi, menilai keberhasilan setiap langkah kegiatan yang telah dilakukan.

Dalam kaitannya dengan tujuan belajar, menurut Balendong (1999) terdapat beberapa tingkatan kinerja suatu pelatihan ketrampilan yaitu yang pertama tingkat awal (skill acquisision), merupakan tingkat pertama dalam mempelajari ketrampilan klinik baru. Bantuan dan pengawasan diperlukan untuk memperoleh kinerja yang benar. Kedua tingkat mampu (skill competency), merupakan tingkat menengah dalam mempelajari ketrampilan klinik baru. Mahasiswa sudah dapat melakukan langkah-langkah dan urutannya dengan memuaskan, tetapi belum efisien. Ketiga adalah tingkat mahir (skill profiency), merupakan tingkat akhir dalam mempelajari ketrampilan klinik baru. Mahasiswa sudah dapat melakukan langkah-langkah dan urutannya dengan memuaskan dan efisien.

Tujuan pembelajaran skill laboratory adalah untuk menyamakan pebelajaran dan evaluasi ketrampilan klinik dengan menggunakan alat penilaian yang sama bagi semua mahasiswa,

commit to user

meningkatkan sikap mahasiswa dalam memberi pelayanan pada pasien (Mahmoud, 2006).

c. Proses Bimbingan

Proses bimbingan ketrampilan menurut Balendong (1999) dilakukan dalam beberapa tahapan, yaitu tahap pertama dengan cara mendemonstrasikan ketrampilan klinik meliputi menjelaskan ketrampilan yang akan dipelajari, menggunakan video atau slide, menunjukkan ketrampilan yang akan dipelajari, memperagakan ketrampilan pada model anatomic (simulasi). Tahap kedua praktik oleh mahasiswa di bawahpengawasan dosen pada model pasien. Dilakukan dengan cara mahasiswa mempraktikan ketrampilan pada model/simulasi/role play. Dosen sebagai pembimbing meninjau ulang praktik, Mahasiswa diberikan umpan balik yang konstruktif. Tahap ketiga evaluasi kompetensi/ketrampilan mahasiswa oleh dosen. Tahap ini dilakukan dengan cara menilai setiap ketrampilan mahasiswa pada model menggunakan check list yang telah dibuat dan praktik pada pasien di bawah pengawasan pembimbing, setelah kompeten pada model.

Disamping belajar secara terbimbing, mahasiswa juga harus belajar aktif secara mandiri. Hal ini sesuai dengan ciri pembelajaran pada orang dewasa. Belajar aktif secara mandiri akan menimbulkan kegembiraan pada mahasiswa, membentuk suasana belajar tanpa

commit to user

stress atau tertekan, dan memungkinkan tercapainya tujuan belajar yang telah ditetapkan (Mudjiman, 2007).

Proses pembelajaran praktikum menurut Nursalam dan Efendi (2008) dilakukan melalui tiga tahapan yaitu : 1). Persiapan rancangan pembelajaran meliputi :perencanaan pembelajaran yang dapat memenuhi kebutuhan peserta didik, sumber yang sesuai dengan jumlah peserta, mencoba peralatan, merancang lay out, merencanakan ruang praktikum, membuat makalah, pengaturan tempat duduk. 2). Penerapan berbagai metode pembelajaran laboratorium meliputi : demonstrasi, simulasi, eksperimen. 3). Evaluasi pencapaian tujuan pembelajaran praktikum dan kemampuan peserta didik.

Dalam pembelajaran skill laboratory diperlukan instruktur. Instruktur merupakan tenaga mahir pada bidang ketrampilan keperawatan tertentu yang melatih ketrampilan keperawatan kepada mahasiswa (Nurini, dkk, 2002).

Instruktur pembelajaran praktik mempunyai beberapa tanggungjawab. Menurut Freiberg dan Driscoll (1996) pada tahap perencanaan, instruktur berperan sebagai manager. Peran ini dilakukan dalam hal membuat rancangan kegiatan pembelajaran. Zainuddin (2001) menambahkan bahwa dalam rancangan pembelajaran tersebut tujuan instruksionalnya harus jelas, isi dan urutan kegiatan terarah, relevan dengan tuntutan tugas profesi, dan dirancang agar mahasiswa tidak mudah bosan. Pada tahap

commit to user

pelaksanaan pembelajaran, instruktur berperan sebagai fasilitator dan

motivator. Fasilitator yaitu menjadikan pelajaran lebih mudah, memberi penjelasan tentang strategi, aturan, prosedur, mekanik dan peran. Peran sebagai motivator diperlukan karena mahasiswa kadang mengalami ketakutan ketika melakukan simulasi. Pada tahap evaluasi, peran sebagai evaluator dilakukan untuk menilai keberhasilan pembelajaran.

Proses pembelajaran skill laboratory menurut Nurini, dkk (2002) bisa dilakukan dengan cara ; 1) Mahasiswa sebelum praktik mempelajari teori yang berkaitan dengan ketrampilan yang akan dipelajari dan melihat demonstrasi yang diperagakan oleh instruktur atau melihat audio visual. 2) Mahasiswa berlatih dengan temannya mengenai prosedur yang sederhana dan tidak menimbulkan resiko. 3) Beberapa ketrampilan dilakukan pada manekin misalnya pemasangan kateter, pemasangan NGT, dan lain-lain. 4) Pada tingkat yang lebih lanjut dapat dilakukan pada pasien simulasi yang telah didik sebelumnya. 5) Apabila memungkinkan mahasiswa dapat dihadapkan pada pasien dengan keadaan yang tidak beresiko.

d. Evaluasi Skill Laboratory

Penilaian aspek ketrampilan lebih rumit dan subyektif bila dibandingkan dengan penilaian dalam aspek kognitif. Hal ini dikarenakan penilaian ketrampilan memerlukan teknik pengamatan

commit to user

dengan keterandalan yang tinggi terhadap dimensi yang akan diukur. Bila tidak demikian maka unsur subyektivitas menjadi sangat dominan (Taufiqurrahman, 2008).

Arikunto (1995) menjelaskan bahwa pengukuran ranah psikomotor dilakukan terhadap hasil-hasil belajar yang berupa penampilan. Namun demikian pengukuran ranah ini disatukan atau dimulai dengan pengukuran ranah kognitif sekaligus. Instrumen yang digunakan untuk mengukur ketrampilan biasanya berupa matrik. Bagian matrik yang ke bawah menyatakan perperincian aspek ( bagian ketrampilan) yang akan di ukur, ke kanan menunjukkan besarnya skor yang dapat dicapai.

Yanti dan Pertiwi (2008) menyatakan bahwa untuk menilai kompetensi klinik mahasiswa kesehatan, metode OSCA atau OSCE (Objective Structure Clinical Examination) saat ini merupakan suatu pilihan terbaik. Dikatakan objektive karena menggunakan tes objektif dengan seting nyata yang dihadapi dalam praktik klinik. Structure

berarti menggunakan struktur tertentu secara konsisten dalam menyusun tes OSCE. Sedang Clinical Examination berarti yang dites adalah ketrampilan yang terkait dengan manajemen pasien klinik. Keunggulan metode OSCE adalah lebih valid, reliable dan objektif di banding uji lisan, bisa melakukan evaluasi dengan jumlah peserta yang lebih banyak dalam waktu yang lebih pendek serta serentak,

commit to user

menguji ketrampilan yang lebih luas dan semua peserta diuji dengan instrument yang sama.

Evaluasi hasil belajar dalam pembelajaran ketrampilan lazimya melalui observasi langsung dengan menggunakan daftar cek (check list), skala nilai (rating scale). Teknik observasi langsung memiliki keuntungan dapat memberikan umpan balik kepada mahasiswa dan pengajar. Namun teknik ini juga memiliki kelemahan diantaranya : a) pengamatan sesaat tidak akan mencerminkan perilaku keseluruhan mahasiswa. b) Subyektivitas pengamat berpengaruh terhadap hasil penilaian. Penilaian langsung akan lebih baik bila dilengkapi dengan observasi tak langsung melalui uji lisan atau kuesioner (Taufiqurrahman, 2008).

Purwanto (2008) juga menjelaskan bahwa observasi merupakan metode untuk menganalisis dan mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat atau mengamati individu/kelompok secara langsung. Cara tersebut dilakukan dengan pengamatan tentang apa yang benar-benar dilakukan individu dan membuat pencatatan-pencatatan secara objektif mengenai apa yang di amati.

Yanti dan Pertiwi ( 2008) menjelaskan bahwa pelaksanaan penilaian ujian OSCE meliputi pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang dituangkan dalam stasion-stasion. Kelulusan OSCE didasarkan

commit to user

pada kelulusan tiap stasion. Mahasiswa yang tidak lulus diberi kesempatan mengikuti ujian ulang pada stasion yang tidak lulus.

Evaluasi pembelajaran skill laboratory dilakukan untuk menguji berbagai ketrampilan yang telah diajarkan dan mengetahui latar belakang pengetahuan yang mendasari ketrampilan tersebut. Mahasiswa yang tidak lulus ujian skill laboratory, tidak diperkenankan melaksanakan pembelajaran praktik klinik (Mahmoud, 2009).

Dokumen terkait