IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.9. Laju Asimilisasi Bersih Rata-Rata (LAB) 45-52 hst
Dari hasil analisis ragam (lampiran 37) terlihat bahwa bahan setek, komposisi media tanam dan interaksi dari kedua faktor tersebut tidak berpengaruh terhadap Laju Asimilasi Bersih rata-rata (LAB) 45-52 hst.
Hasil uji BNT (Tabel 8) menunjukkan bahwa bahan setek pangkal, tengah, dan pucuk tidak berpengaruh terhadap Laju Asimilasi Bersih rata-rata (LAB) 45-52 hst, demikian juga dengan perbedaan komposisi media tanam.
Tabel 9. Laju Asimilasi Bersih rata-rata (LAB) 45-52 hst oleander akibat pengaruh bahan setek dan komposisi media tanam
Bahan setek sekam perbandingan 2 : 1 : 1 (m2) menghasilkan jumlah akar yang sama banyak untuk asal bahan setek tengah. Sedangkan untuk asal bahan setek pangkal yang ditanam pada media tanam tanah/kontrol (m₀) merupakan perlakuan kombinasi terbaik untuk jumlah akar. Media tanam tanah/kontrol (m0) memiliki tingkat kepadatan yang baik sehingga mampu menopang batang setek agar tidak mudah goyah saat penyiraman yang dapat menyebabkan kegagalan dalam pembentukan akar, selain itu media tanah/kontrol (m0) memiliki tingkat kelembaban yang cukup untuk pertumbuhan awal tanam penyetekan terutama bagi pembentukan akar.
Perlakuan berbagai bahan setek berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan setek oleander terlihat pada peubah kecepatan tumbuh tunas, persentase setek tumbuh, jumlah tunas, tinggi tunas tertinggi, jumlah akar dan panjang akar terpanjang namun tidak berpengaruh terhadap Luas Daun Khusus rata-rata (LDK) 45-52 hst, Laju Pertumbuhan Relatif rata-rata (LPR) 45-52 hst dan Laju Asimilasi Bersih rata-rata (LAB) 45-52 hst. Bahan setek yang berasal dari pangkal dan tengah menghasilkan kecepatan tumbuh tunas, persentase setek tumbuh, dan jumlah tunas terbanyak daripada bahan setek yang berasal dari pucuk. Sedangkan tunas tertinggi, jumlah akar terbanyak, dan akar terpanjang dihasilkan oleh bahan setek asal pangkal.
Hal ini diduga bahan setek asal pangkal dan tengah selain mata tunasnya telah dewasa dan lebih siap untuk tumbuh menghasilkan tanaman baru, cadangan makanan dan hormon yang terkandung didalamnya juga lebih tinggi. Menurut Widiarto (1996), bahan setek yang digunakan akan memiliki daya tumbuh yang tinggi dan menghasilkan tunas lebih cepat dan seragam apabila memiliki mata tunas yang subur dan tidak dorman. Selanjutnya Pandey and Sinha, 1979 dalam Saleh, 2005 menjelaskan bahwa mata tunas subur biasanya terdapat pada bahan setek yang timbunan hasil fotosintesis dan hormonnya tinggi. Penimbunan hasil fotosintesis dan hormon tumbuh pada bagian tanaman tertentu dapat mematahkan dormansi mata tunas.
Bahan setek asal pucuk secara umum menghasilkan bibit paling rendah dilihat dari peubah kecepatan tumbuh tunas, persentase setek tumbuh, jumlah tunas, tinggi tunas tertinggi, jumlah akar dan panjang akar terpanjang. Hal ini diduga
pada bahan setek asal pucuk sel-sel penyusun jaringan tanaman masih aktif tumbuh dan belum dewasa, sehingga mata tunas yang ada tingkat pertumbuhannya belum sempurna. Selain itu terdapat hormon sejenis auksin diujung bahan setek yang menyebabkan mata tunas yang ada diruas-ruas tanaman menjadi dorman, sementara jaringan pertumbuhan meristematik diujung bahan setek mengalami stagnasi karena suplai hasil fotosintesis menurun akibat belum adanya akar tanaman yang mencari unsur hara dan air untuk diolah dalam proses fotosintesis (Saleh, 2005).
Lebih lanjut Abidin (1987) dalam Saleh (2005) menyatakan bahwa kalus adalah jaringan baru yang terbentuk pada bagian tanaman yang terluka maupun terbentuk pada pangkal batang setek. Pembentukan setek akan lebih cepat terjadi apabila bahan yang digunakan sudah dewasa, ini disebabkan karena bahan setek yang sudah dewasa memiliki kandungan cadangan makanan yang cukup dan perkembangan sel sel jaringan tanaman sudah sempurna, sehingga bahan setek asal pucuk secara umum menghasilkan bibit paling rendah dan yang paling baik adalah bahan setek asal pangkal dan tengah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposisi media tanam berpengaruh terhadap pertumbuhan setek oleander terlihat pada peubah kecepatan tumbuh tunas, persentase setek tumbuh, jumlah tunas, tinggi tunas tertinggi, jumlah akar, panjang akar terpanjang dan Luas Daun Khusus rata-rata (LDK) 45-52 hst, namun tidak berpengaruh terhadap Laju Pertumbuhan Relatif rata-rata (LPR) 45-52 hst dan Laju Asimilasi Bersih rata-rata (LAB) 45-52 hst. Media tanam tanah/kontrol (m₀) dan komposisi media tanam tanah : kompos : arang sekam perbandingan 2 : 1 : 1
(m2) memberikan hasil yang lebih baik terhadap parameter kecepatan tumbuh tunas, persentase setek tumbuh, jumlah tunas, dan Luas Daun Khusus rata-rata (LDK) 45-52 hst. Sedangkan tinggi tunas tertinggi, jumlah akar dan panjang akar terpanjang dihasilkan oleh media tanam tanah/kontrol (m0).
Media tanam tanah/kontrol (m₀) memiliki tingkat kepadatan yang sesuai untuk pertumbuhan awal setek karena dapat menopang dan meminimalisir batang setek agar tidak mudah goyah saat penyiraman yang dapat menyebabkan kegagalan pembentukan akar dalam penyetekan, selain itu media tanam tanah/kontrol (m₀) mampu memberikan kelembaban yang cukup untuk pertumbuhan awal tanam penyetekan. Hal ini sejalan dengan pendapat Ashari (2006), media tanam yang baik untuk pertumbuhan tanaman yang disetek yaitu media yang dapat menjaga setek agar tidak mudah goyah dan memberikan kelembaban yang cukup.
Berdasarkan hasil yang dilihat dari beberapa parameter pengamatan, komposisi media tanam tanah : kompos : arang sekam perbandingan 2 : 1 : 1 (m2) memberikan hasil yang sama baiknya dengan media tanam tanah/kontrol (m₀), hal ini diduga karena media tanam tanah : kompos : arang sekam perbandingan 2 : 1 : 1 (m2) memiliki porsi tanah yang masih besar.
Penggunaan media tanam dengan berbagai komposisi menghasilkan kondisi lingkungan dan struktur media tanam yang berbeda sehingga mempunyai pengaruh yang berbeda pula bagi setiap tanaman. Komposisi media tanam tanah : kompos : arang sekam perbandingan 1 : 2 : 1 (m1) dan tanah : kompos : arang sekam perbandingan 1 : 1 : 2 (m3) menghasilkan bibit terendah dilihat dari semua parameter pengamatan. Hal ini diduga komposisi media tanam tanah : kompos :
arang sekam perbandingan 1 : 2 : 1 (m1) dan tanah : kompos : arang sekam perbandingan 1 : 1 : 2 (m3) memiliki tingkat porositas yang tinggi sehingga tidak sesuai untuk pertumbuhan setek oleander.
Setek dapat dikatakan berhasil apabila terlebih dahulu terbentuk akar yang sehat dan kuat. Dengan demikian akan terjadi proses penyerapan unsur hara dan air dari media tanam yang kemudian akan diangkut melalui xilem sebagai suplai untuk memberi nutrisi dan energi bagi pertumbuhan setek selanjutnya. Menurut Rochiman dan Harjadi (1973), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan hidup setek antara lain adalah media tanam. Selanjutnya Rein et al.
(1991) dalam Yulistyani dkk. (2014) menyatakan bahwa tingkat kelembaban media tanam akan berpengaruh terhadap kemampuan setek dalam menyerap air dan mempercepat pertumbuhan akar primer.