• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.2. Oksigen terlarut (DO) 1 Distribusi horizontal DO

4.1.2.4. Laju penurunan oksigen hipolimnion

Laju penurunan oksigen hipolimnion (areal hypolimnetic oxygen depletion rate/AHOD) dihitung berdasarkan pada nilai indeks status trofik dan kedalaman hipolimnion (Borowiak 2010). Nilai laju penurunan oksigen hipolimnion (AHOD) di sekitar outlet alat aerasi hipolimnion disajikan pada Lampiran 5.

Gambar 7. Grafik AHOD di sekitar KJA Danau Lido

Berdasarkan Gambar 7, nilai AHOD berkisar antara 1,617-1,879 g/m2 hari. Sebelum aerasi nilai AHOD sangat tinggi sebesar 1,879 g/m2 hari. Pada saat aerasi selama 5 dan 10 jam nilai AHOD mengalami penurunan menjadi sebesar 1,705 dan

1.50 1.55 1.60 1.65 1.70 1.75 1.80 1.85 1.90

Sebelum aerasi Aerasi 5 jam Aerasi 10 jam Pascaaerasi

A

HOD

(g/m

2 hari)

21

1,617 g/m2 hari. Nilai AHOD pascaaerasi kembali mengalami peningkatan menjadi sebesar 1,675 g/m2 hari.

4.1.3. Suhu

Selama pengamatan suhu Danau Lido berkisar antara 25,5-26 oC. Distribusi suhu perairan Danau Lido secara horizontal selama penelitian di kedalaman 4 meter disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8. Distribusi horizontal suhu di kedalaman 4 meter

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa suhu perairan berkisar antara 25,5- 26,0 oC. Suhu perairan sebelum aerasi berkisar antara 25,7-25,8 oC. Suhu pada saat aerasi 5 dan 10 jam berturut-turut berkisar antara 25,5-25,6 oC dan 25,9-26,0 oC. Pascaaerasi suhu berkisar antara 25,7-25,9 oC. Suhu terbesar terjadi pada saat aerasi 10 jam di jarak 4,5 meter sebesar 26,0 oC, sedangkan suhu terkecil terjadi pada saat aerasi 5 jam di jarak 0; 3; dan 4,5 meter dengan nilai sebesar 25,5 oC. Data suhu perairan secara horizontal disajikan pada Lampiran 5.

4.1.4. pH

Tingkat keasaman dan kebasaan suatu danau digambarkan oleh nilai pH. Pengamatan pH air dilakukan secara horizontal pada jarak 0; 1,5; 3; dan 4,5 meter. Data pH dapat dilihat pada Lampiran 5. Distribusi horizontal pH di kedalaman 4 meter disajikan pada Gambar 9.

22

Gambar 9. Distribusi horizontal pH di kedalaman 4 meter

Selama pengamatan pH Danau Lido cenderung stabil yang berkisar antara 6,81-7,03. Nilai pH sebelum aerasi berkisar antara 6,89-6,93. Pada saat aerasi 5 dan 10 jam nilai pH berkisar antara 6,81-6,96 dan 6,95-7,01, sedangkan pascaaerasi nilai pH berkisar antara 6,99-7,03. Nilai pH terbesar terjadi pascaaerasi sebesar 7,03, sedangkan nilai pH terkecil terjadi pada saat aerasi 5 jam sebesar 6,81. Nilai pH terbesar dan terkecil terdapat di jarak 0 meter.

4.2. Pembahasan

Oksigen terlarut (DO) adalah konsentrasi gas oksigen yang terlarut di dalam air (Wetzel 2001). DO merupakan salah satu parameter kualitas air terpenting yang ada di perairan karena sangat berpengaruh terhadap kehidupan organisme akuatik dan perubahan proses-proses kimia di perairan (Henderson-Sellers & Markland 1987). DO dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan dan oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik (Salmin 2000).

Konsentrasi DO mengalami penurunan dengan bertambahnya kedalaman. Konsentrasi DO di lapisan hipolimnion sangat rendah bahkan dapat mencapai nol. Menurut Goldman & Horne (1983), lapisan hipolimnion merupakan lapisan paling bawah yang berada di bawah metalimnion. Suhu di lapisan ini lebih dingin dan perbedaan suhu secara vertikal relatif kecil. Massa air di lapisan ini memiliki densitas air yang lebih besar. Lapisan ini cenderung mengandung DO yang rendah dan relatif stabil. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa lapisan hipolimnion Danau Lido dimulai dari kedalaman 4 meter hingga dasar perairan. Hal ini

23

dikarenakan suhu perairan di kedalaman tersebut sangat rendah dan memiliki perbedaan suhu yang relatif kecil.

Konsentrasi DO sebelum dilakukan aerasi di kedalaman 4 meter (lapisan hipolimnion) termasuk rendah, hanya sebesar 0,1 mg/l. Konsentrasi DO tersebut tidak memenuhi nilai baku mutu untuk kegiatan perikanan PP RI No. 82 Tahun 2001. Boyd (1998) menyatakan bahwa konsentrasi DO kurang dari 1 atau 2 mg/l dapat mematikan organisme perairan jika terjadi selama beberapa jam.

Konsentrasi DO yang rendah di kedalaman 4 meter dapat disebabkan oleh proses respirasi dan dekomposisi bahan organik yang lebih dominan dibandingkan fotosintesis serta tidak adanya difusi langsung dari atmosfer. Menurut Salmin (2000) penurunan konsentrasi DO dikarenakan proses fotosintesis yang semakin berkurang, DO semakin banyak digunakan untuk respirasi dan oksidasi bahan-bahan organik. Welch (1952) juga menyatakan bahwa penyebab utama terjadinya penurunan konsentrasi DO di perairan adalah respirasi yang berlangsung sepanjang hari dan dekomposisi bahan organik yang terlarut dan terakumulasi di dasar perairan.

Salah satu cara untuk meningkatkan DO yang rendah di kedalaman 4 meter adalah dengan melakukan aerasi hipolimnion di kedalaman tersebut. Aerasi hipolimnion merupakan teknik manajemen danau yang dirancang untuk meningkatkan konsentrasi DO dan mengurangi kondisi anoksia di lapisan hipolimnion dan masalah-masalah yang terkait. Aerasi hipolimnion dapat meningkatkan konsentrasi oksigen hipolimnion tanpa merusak stratifikasi kolom air dan tidak meningkatkan suhu air secara signifikan di lapisan hipolimnion (McQueen & Lean 1986 in Burris 1998).

Aerasi hipolimnion dilakukan di kedalaman 4 meter untuk meningkatkan konsentrasi DO di kedalaman tersebut. Aerasi tersebut dioperasikan selama 10 jam. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa terjadi peningkatan konsentrasi DO akibat aerasi hipolimnion. Peningkatan konsentrasi DO menyebar secara horizontal di sekitar outlet alat aerasi.

Perlakuan aerasi tidak mempengaruhi suhu air di sekitar alat aerasi. Suhu perairan relatif sama, baik sebelum maupun setelah dilakukan aerasi. Menurut McQueen & Lean (1986) in Burris (1998) sistem aerasi yang dirancang dengan baik

24

tidak akan merusak stratifikasi dan tidak meningkatkan suhu air secara signifikan di lapisan hipolimnion. Hal ini sangat baik bagi perairan karena jika aerasi hipolimnion meningkatkan suhu air, maka stratifikasi kolom air akan rusak dan selanjutnya berpotensi untuk menimbulkan pengadukan massa air yang akan mengangkat gas-gas beracun dari dasar perairan.

Aerasi hipolimnion dapat meningkatkan konsentrasi DO di kedalaman 4 meter. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa semakin lama aerasi, maka konsentrasi DO akan semakin tinggi. Selain itu, konsentrasi DO juga akan semakin tinggi dengan semakin dekatnya jarak dari outlet alat aerasi. Konsentrasi DO pada saat aerasi 10 jam dapat mencapai 1 mg/l. Peningkatan konsentrasi DO berkisar antara 0-0,9 mg/l. Hasil tersebut relatif sama dengan hasil penelitian Nursandi (2011) yang menyatakan bahwa aerasi yang dilakukan di kedalaman 4,25 meter meningkatkan konsentrasi DO sebesar 0-0,7 mg/l.

Adanya aerasi dapat meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut di kedalaman 4 meter terutama pada saat dilakukan aerasi selama 5-10 jam. Peningkatan konsentrasi DO pada saat aerasi 10 jam lebih besar dibandingkan dengan pada saat aerasi 5 jam. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama aerasi, maka peningkatan konsentrasi DO akan semakin besar. Pada waktu tersebut terjadi peningkatan konsentrasi DO masing-masing sebesar 0-0,6 mg/l dan 0-0,9 mg/l. Konsentrasi DO tidak lagi meningkat setelah aerasi dimatikan bahkan konsentrasi DO cenderung menurun. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada sumber oksigen yang dapat meningkatkan konsentrasi DO setelah aerasi dimatikan.

Konsentrasi DO pascaaerasi (5 jam setelah aerasi dimatikan) berkisar antara 0,1-0,8 mg/l. Konsentrasi DO pascaaerasi kembali mengalami penurunan dari sebelumnya pada saat aerasi 10 jam. Namun konsentrasi DO pascaaerasi masih lebih besar dibandingkan dengan sebelum aerasi dan saat aerasi 5 jam. Berdasarkan data yang diperoleh, dapat diduga bahwa konsentrasi DO akan kembali ke kondisi seperti sebelum aerasi (0,1 mg/l) pada saat 10,6 jam setelah aerasi dimatikan. Hal ini berarti pada waktu tersebut dan setelahnya tidak ada lagi peningkatan konsentrasi DO akibat aerasi hipolimnion. Hasil uji t (Lampiran 10) menunjukkan bahwa aerasi selama 10 jam dapat meningkatkan konsentrasi DO (p<0,05).

25

Selama dilakukan aerasi hipolimnion, peningkatan konsentrasi DO di jarak 0 meter (dekat dengan outlet alat aerasi) cenderung lebih besar dibandingkan dengan jarak yang lebih jauh dari 0 meter. Peningkatan konsentrasi DO di jarak 0 meter berkisar antara 0,6-0,9 mg/l; sedangkan di jarak 1,5 dan 3 meter peningkatan konsentrasi DO berkurang dari sebelumnya berkisar antara 0,3-0,7 mg/l dan 0-0,3 mg/l. Bahkan di jarak 4,5 meter tidak ada lagi peningkatan konsentrasi DO. Hal ini menunjukkan bahwa semakin jauh jarak dari outlet alat aerasi, maka peningkatan konsentrasi DO akan semakin kecil bahkan mencapai nol (tidak ada peningkatan). Peningkatan konsentrasi DO yang semakin kecil dapat disebabkan oleh adanya proses dekomposisi bahan organik dan respirasi organisme perairan yang terjadi pada saat air dikembalikan ke kedalaman 4 meter setelah dilakukan aerasi hipolimnion.

Pada saat aerasi 5 jam konsentrasi DO tidak lagi mengalami peningkatan di jarak 3 meter, sedangkan pada saat aerasi 10 jam menunjukkan jarak yang lebih jauh, yaitu pada jarak 4,5 meter. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin lama aerasi dioperasikan, maka akan semakin jauh jarak dari outlet alat aerasi yang mengalami peningkatan konsentrasi DO. Hasil uji t (Lampiran 10) menunjukkan bahwa konsentrasi DO di jarak 0; 3; dan 4,5 meter memiliki perbedaan yang signifikan (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi DO sangat dipengaruhi oleh jarak dari outlet alat aerasi. Semakin jauh jarak dari outlet alat aerasi, maka peningkatan konsentrasi DO akan semakin kecil.

Penerapan alat aerasi hipolimnion di beberapa perairan umum dapat meningkatkan konsentrasi DO. Peningkatan konsentrasi DO di beberapa perairan umum setelah dilakukan aerasi hipolimnion disajikan pada Tabel 5. Berdasarkan Tabel 5 tersebut, diketahui bahwa penerapan alat aerasi hipolimnion di Danau Lido dapat meningkatkan konsentrasi DO hingga sebesar 1 mg/l. Konsentrasi DO tersebut merupakan konsentrasi DO terendah dibandingkan dengan perairan umum lainnya. Hal ini diduga disebabkan oleh pengoperasian alat aerasi hipolimnion yang terlalu singkat.

Alat aerasi hipolimnion di Danau Lido hanya beroperasi selama 10 jam, sedangkan alat aerasi hipolimnion di perairan umum lainnya beroperasi mulai dari 30 hingga 42 hari. Hal tersebut tentu saja akan memberikan pengaruh yang berbeda

26

terhadap konsentrasi DO di lapisan hipolimnion. Semakin lama aerasi, maka peningkatan konsentrasi DO akan semakin besar.

Tabel 5. Perbandingan konsentrasi DO di beberapa perairan setelah dilakukan aerasi hipolimnion

Lokasi Nama alat Lama aerasi Konsentrasi DO (mg/l) Sumber pustaka Sebelum aerasi setelah aerasi Situ Bojongsari Limnotek 3.0 - 0,08-0,13 0,77-3,10 Hartoto & Fakhrudin (1990) in Hartoto (1993b) Situ Bojongsari Limnotek 3.1 42 hari * 1,82-4,81 2,19-7,73 Hartoto (1993b) Waduk Zimapan Limno aerator 30 hari 1 4 Palacio et al. (2008) Danau Lido Aerasi

hipolimnion

10 jam 0,1 1 Penelitian ini

* aerasi selama 17 jam/hari (22.00-06.00 WIB dan 09.00-18.00 WIB)

Alat aerasi hipolimnion yang beroperasi selama 42 hari dapat meningkatkan konsentrasi DO hingga menjadi 2,19-7,73 mg/l (Hartoto 1993b). Faktor lain yang menyebabkan konsentrasi DO setelah dilakukan aerasi hipolimnion di Danau Lido sangat rendah adalah alat aerasi hipolimnion yang digunakan dalam penelitian ini hanya mengandalkan aerasi secara alami (difusi oksigen dari atmosfer) pada saat air berada di talang air.

Berdasarkan data persen saturasi yang diperoleh, tidak terjadi kondisi saturasi, baik sebelum adanya aerasi, saat aerasi, maupun pascaaerasi. Hal ini diduga karena pengoperasian alat aerasi hipolimnion yang masih terlalu singkat yang menyebabkan masih rendahnya peningkatan konsentrasi DO di sekitar alat aerasi hipolimnion. Namun, adanya aerasi dapat meningkatkan persen saturasi di sekitar alat aerasi hipolimnion. Persen saturasi tertinggi dicapai pada saat aerasi selama 10 jam di jarak 0 meter, yaitu sebesar 13,01%, sedangkan persen saturasi terendah diperoleh pada saat aerasi 5 jam di jarak 3 dan 4,5 meter sebesar 1,29%. Hal tersebut menunjukkan bahwa persen saturasi akan semakin tinggi jika aerasi dilakukan secara terus-menerus selama lebih dari 10 jam dan dapat mencapai kondisi saturasi.

Secara umum peningkatan konsentrasi DO setelah dilakukan aerasi hipolimnion dipengaruhi oleh lama aerasi dan jauh dekatnya jarak horizontal dari

27

outlet alat aerasi. Besarnya peningkatan DO juga tergantung pada keadaan cuaca (cerah atau hujan), suhu air, dan pola arus di sekitar outlet alat aerasi. Berikut ini adalah gambaran konsentrasi DO setelah dilakukan aerasi di kedalaman 4 meter (Gambar 10).

Gambar 10. Gambaran konsentrasi DO setelah dilakukan aerasi berdasarkan jarak dari outlet alat aerasi dan waktu pengamatan

Konsentrasi DO di kedalaman 4 meter, baik sebelum maupun setelah dilakukan aerasi, berkisar antara 0,1-1,0 mg/l. Konsentrasi DO tersebut masih rendah walaupun terjadi peningkatan konsentrasi DO setelah dilakukan aerasi hipolimnion. Konsentrasi DO juga masih berada di bawah nilai baku mutu untuk kegiatan perikanan sebesar 3 mg/l sehingga sudah tidak layak untuk kegiatan perikanan. Boyd (1998) menyatakan bahwa kosentrasi DO sebesar 5 mg/l merupakan kondisi terbaik agar ikan dapat tumbuh dengan baik. Konsentrasi DO yang rendah dalam penelitian ini tentu saja tidak dapat menunjang kebutuhan DO yang tinggi untuk proses respirasi dan dekomposisi bahan organik di kedalaman tersebut. Hal tersebut juga menandakan bahwa kondisi perairan di kedalaman 4 meter cenderung mendekati anoksik. Kondisi anoksik dapat membahayakan kehidupan ikan di dalam KJA dan organisme lainnya yang ada di luar KJA terutama di lapisan hipolimnion.

Danau Lido merupakan danau yang termasuk ke dalam status kesuburan eutrofik. Hal ini berdasarkan nilai TSI yang diperoleh berkisar antara 56,14-58,31. Menurut Carlson (1977), perairan yang memiliki nilai TSI berkisar antara 50-70 termasuk ke dalam status kesuburan eutrofik. Hasil penelitian sebelumnya juga

28

menunjukkan bahwa Danau Lido merupakan danau eutrofik dengan nilai TSI 54,01- 61,43 (Amalia 2010). Salah satu permasalahan yang sering terjadi di danau eutrofik adalah penurunan konsentrasi DO terutama di lapisan hipolimnion. Hal ini disebabkan oleh berkurangnya atau bahkan sudah tidak ada lagi sumber oksigen dan kebutuhan oksigen untuk proses dekomposisi bahan organik semakin meningkat di lapisan hipolimnion (Welch 1952, Salmin 2000). Untuk mengetahui laju penurunan oksigen terutama di lapisan hipolimnion, maka dapat dilakukan perhitungan laju penurunan oksigen hipolimnion (areal hypolimnetic oxygen depletion rate/AHOD) (Borowiak 2010). AHOD dapat digunakan sebagai indikator produktivitas danau (Mortimer 1941 in Walker 1979). Nilai AHOD Danau Lido berkisar antara 1,617- 1,879 (g/m2 hari). Hal ini menunjukkan bahwa Danau Lido termasuk danau dengan status kesuburan eutrofik karena AHOD bernilai lebih dari 0,55 g/m2 hari (Mortimer 1941 in Walker 1979).

Adanya aerasi hipolimnion dapat menurunkan nilai AHOD. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa aerasi selama 5 jam dapat menurunkan AHOD sebesar 9,29%, sedangkan aerasi selama 10 jam menurunkan AHOD sebesar 13,96% menjadi sebesar 1,617 g/m2 hari. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin lama aerasi, maka AHOD akan semakin berkurang. Hal ini tentu saja sangat baik bagi perairan karena dapat mengurangi permasalahan penurunan oksigen di lapisan hipolimnion yang sering terjadi di danau yang memiliki status kesuburan eutrofik.

Konsentrasi DO di perairan Danau Lido, terutama di lokasi pengamatan memiliki nilai yang sangat rendah. Rendahnya konsentrasi DO dikhawatirkan tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen untuk menunjang kehidupan organisme perairan dan proses dekomposisi bahan organik di dalam perairan yang sangat membutuhkan oksigen. Salah satu pengelolaan yang dapat dilakukan adalah penggunaan alat aerasi hipolimnion.

Aerasi hipolimnion merupakan teknik pengelolaan danau yang dirancang untuk meningkatkan konsentrasi oksigen hipolimnion. Alat ini dapat dipasang di lokasi KJA yang memiliki konsentrasi DO rendah untuk meningkatkan DO di perairan khususnya kedalaman hipolimnion. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa konsentrasi DO sebelum dilakukan aerasi hipolimnion adalah 0,1 mg/l. Berdasarkan persamaan DO pada Lampiran 11, dapat diduga lama aerasi hipolimnion yang

29

dibutuhkan untuk meningkatkan konsentrasi DO di jarak 1,5 dan 3 meter hingga mencapai baku mutu kegiatan perikanan (3,0 mg/l).

Tabel 6. Pendugaan lama aerasi hipolimnion untuk mencapai konsentrasi DO 3 mg/l di jarak 0; 1,5; dan 3 meter dari outlet alat aerasi

Pendugaan Jarak 1,5 m Jarak 3 m

Lama aerasi hipolimnion (jam) 42,63 98,33

Volume air yang diaerasi (liter) 61387,2 141595,2

Tabel 6 menunjukkan bahwa lama aerasi yang dibutuhkan untuk mencapai konsentrasi DO sebesar 3 mg/l adalah 42,63 jam di jarak 1,5 meter dan 98,33 jam di jarak 3 meter dengan flow rate air di alat aerasi sebesar 24 liter/menit. Namun, hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi DO akan kembali mengalami penurunan setelah aerasi dihentikan. Oleh karena itu, alat aerasi ini harus dioperasikan secara terus menerus. Jika alat aerasi ini harus dioperasikan selama sehari (24 jam), maka

flow rate harus ditingkatkan menjadi 98,33 liter/menit agar volume air yang dapat diaerasi adalah 141595,2 liter sehingga konsentrasi DO dapat mencapai 3 mg/l. Volume air tersebut sama dengan pada saat dilakukan aerasi selama 98,33 jam dengan flow rate sebesar 24 liter/menit. Peningkatan flow rate tersebut diduga dapat meningkatkan konsentrasi DO hingga jarak lebih dari 3 meter.

Luas perairan yang dapat diaerasi dengan alat aerasi ini adalah 36 m2 dengan jarak penyebaran hingga 3 meter dari outlet alat aerasi. Jika luas perairan yang digunakan untuk budidaya ikan di KJA adalah 5% dari luas permukaan Danau Lido (198750 m2) sebesar 9937,5 m2 (Tambunan 2010), maka dibutuhkan alat aerasi hipolimnion sebanyak 276 alat untuk mengaerasi luas perairan tersebut.

Biaya pembuatan alat aerasi hipolimnion yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rp. 1.130.000,00 (Lampiran 12). Jika dibutuhkan alat aerasi hipolimnion sebanyak 276 alat, maka biaya untuk pembuatan alat tersebut adalah Rp. 311.880.000,00. Selain itu, biaya operasional alat aerasi hipolimnion (276 alat) selama 98,33 jam adalah Rp. 54.278.160,00. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, total biaya yang dibutuhkan untuk pembuatan dan operasional alat aerasi hipolimnion adalah Rp. 366.158.160,00.

Hasil tersebut menunjukkan bahwa upaya untuk meningkatkan konsentrasi DO dengan penerapan alat aerasi hipolimnion kurang ekonomis dibandingkan dengan manfaat yang diperoleh karena membutuhkan biaya yang sangat mahal dan

30

nilai peningkatan konsentrasi DO masih sangat rendah. Hal ini menunjukkan bahwa upaya pengelolaan perairan umum yang bersifat penyelesaian masalah (perbaikan kualitas air) tidaklah sederhana. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengelolaan lain yang lebih ke arah perencanaan pemanfaatan suatu perairan umum.

Alternatif pengelolaan yang dapat dilakukan adalah a) Pengendalian jumlah KJA yang beroperasi. Hal ini dilakukan dengan cara tidak memberikan izin kepada pihak yang ingin membuat KJA baru di Danau Lido; b) Pengendalian pemberian pakan. Metode pemberian pakan harus didasarkan pada bobot ikan dan pengaturan frekuensi pemberian pakan agar pakan yang berlebih dapat dikurangi; c) Penggunaan jaring ganda pada KJA dan melakukan budidaya ikan secara polikultur. Hal ini dilakukan agar pakan yang tidak termakan oleh ikan pada jaring pertama akan dimakan oleh ikan yang berada pada jaring di bawahnya. Namun hal yang perlu diperhatikan adalah jenis ikan yang dipelihara di jaring bawah harus mampu hidup dengan kondisi oksigen rendah.

5.

KESIMPULAN

5.1. Kesimpulan

Aerasi hipolimnion mampu meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut (DO) dan mengurangi laju penurunan oksigen hipolimnion (AHOD). Konsentrasi DO mengalami peningkatan hingga jarak 3 meter dan tidak lagi mengalami peningkatan di jarak 4,5 meter dari outlet alat aerasi.

5.2. Saran

Upaya yang dapat dilakukan agar konsentrasi DO mencapai 3 mg/l hingga jarak 3 meter dari outlet alat aerasi adalah dengan melakukan aerasi hipolimnion selama 98,33 jam (flow rate sebesar 24 liter/menit). Hal lain yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan aerasi hipolimnion selama 24 jam. Namun, flow rate air di alat aerasi harus ditingkatkan menjadi 98,33 liter/menit dengan melakukan modifikasi alat aerasi hipolimnion dengan mengganti pompa air. Sebaiknya dilakukan pengamatan di empat lubang outlet alat aerasi hipolimnion agar diketahui distribusi DO di sekitar alat aerasi tersebut.

Dokumen terkait