• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengindeksan dilakukan dalam empat tahapan utama (Gambar 10), yaitu pemilihan jenis dan sumber data menjadi basis data citra, segmentasi citra, ekstraksi ciri (warna dan tekstur) serta pengukuran kemiripan. Proses pengindeksan masing-masing dijelaskan berikut ini.

Gambar 10. Tata Laksana Pengindeksan

BASIS DATA CITRA SEGMENTASI CITRA EKSTRAKSI CIRI CITRA PENGINDEKSAN CITRA EKSTRAKSI CIRI WARNA (HISTOGRAM) EKSTRAKSI CIRI TEKSTUR (WAVELET GABOR) UKURAN KEMIRIPAN (EUCLID)

Jenis dan Sumber Data

Citra sumber merupakan data sekunder yang diambil dari situs internet yang beralamat di ALIPR (http://www.alipr.com). Sebanyak 300 citra

kemudian dikelompokkan dalam tiga kelas citra dengan masing-masing kelas berjumlah 40 citra dan memiliki berbagai jenis objek. Format citra adalah JPG berukuran 50×50 piksel serta merupakan citra berwarna.

Segmentasi Warna Citra

Pada tahapan segmentasi ini, setiap citra akan disegmentasi untuk mengelompokkan warna yang dikandung oleh setiap piksel dari citra ke beberapa segmen yang sudah ditentukan jumlahnya, yaitu dua, tiga, empat, dan lima. Segmen ini merupakan representasi dari warna-warna dominan citra. Setiap piksel dari citra dibangkitkan dari salah satu g segmen. Peluang sebuah piksel masuk ke dalam segmen dapat dihitung dengan persamaan (17).

(

|

) (

|

)

. 1 l g l l x p x p

θ π = = Θ (17) Masing-masing segmen diasumsikan mempunyai distribusi normal

Gauss, sehingga peluang piksel dari segmen l dapat dihitung dapat dihitung dengan persamaan (18). ( ) ( ) ( ) . 2 1 exp ) det( ) 2 ( 1 | 1 2 1 2 Σ Σ = l l T l l d l x x x p μ μ π θ (18)

Algoritma EM mempunyai dua tahapan utama yaitu tahapan Expectation

(E-step) dan Maximization (M-step). Pada tahapan Expectation, data

X diasumsikan sebagai data yang tidak lengkap dengan missing value berupa label yang menyatakan keanggotaan tiap piksel dari X ke dalam salah satu g segmen. Pada tahapan ini yang dilakukan adalah menghitung peluang tiap piksel dari tiap segmen dan membentuk matriks Zyang akan melengkapi data

X , sehingga data yang lengkap dapat dinyatakan sebagai . Label

tiap piksel didapatkan dari segmen yang mempunyai peluang tertinggi dalam

(

X Z Y = ,

)

Z. Nilai likelihood dari data yang lengkap dapat dihitung dengan persamaan (19).

(

| . ) | ( 1 1

∑∑

= = Θ = Θ n i g l x p Y p

)

(19)

Pada tahapan Maximization, parameter untuk iterasi berikutnya ditentukan sesuai dugaan variabel dari Z. Formulasi untuk menduga kembali parameter segmen adalah menggunakan persamaan (20),(21) dan (22).

= + = N i i l t l z N 1 1 1 π (20)

= = + = N i i l N i i i l t l z x z 1 1 1 μ (21)

( )( )

. 1 1 1 1 1

= = + + + − − = ∑ N i i l N i T t l i t l i i l t l z x x z μ μ (22)

Nilai parameter yang baru dari M-step ini akan digunakan kembali untuk

E-step pada iterasi berikutnya. Proses E-step dan M-step akan terus berulang sampai didapatkan nilai likelihood yang kecil sehingga hasil perhitungan sudah tidak terlalu banyak mengalami perubahan. Ketika nilai likelihood

hanya sedikit berubah, maka hasil dianggap konvergen.

Ektraksi Ciri Warna

Proses ekstraksi warna dengan FCH dilakukan pada ruang warna RGB

untuk mempermudah pengolahan citra (Vertan & Boujemaa, 2000).

CITRA SUMBER SEGMENTASI WARNA VEKTOR CIRI WARNA HISTOGRAM

Gambar 11. Ektraksi ciri warna

Langkah pertama yang dilakukan untuk menghitung FCH adalah menghitung histogram awal (Gambar 11). Pada penelitian ini, nilai warna kuantisasi awal tersebut didasarkan pada sebaran warna citra dalam basis data yang memiliki 3 kelas citra dengan jenis dan warna yang bervariasi. Untuk

tiap kelas citra diambil 10 warna piksel yang muncul terbanyak sehingga dihasilkan 300 warna yang tidak sama.

Dari histogram awal dihasilkan jumlah ciri yang terlalu banyak sehingga diperlukan waktu komputasi yang besar untuk ekstraksi ciri sebuah citra. Oleh karena itu perlu dilakukan pengelompokan warna (clustering) dari 300 warna semesta tersebut ke dalam beberapa pusat cluster warna

menggunakan Fuzzy C-Means (FCM). Setiap pusat cluster FCM

merepresentasikan bin FCH. Jumlah bin FCH yang digunakan sebanyak 30. Untuk perhitungan FCH selanjutnya diperlukan matriks derajat keanggotaan, dimana nilai keanggotaannya dapat diperoleh menggunakan fungsi Cauchy, yang dihitung menggunakan persamaan (23).

α

σ

μ

) / ) , ' ( ( 1 1 ) ( ' c c d c c + = , (23) dimana

d(c,c) = jarak Euclid antara warna c dengan c’,

c’ = warna pada bin FCH,

c = warna semesta,

α = untuk menentukan kehalusan dari fungsi,

σ = untuk menentukan lebar dari fungsi keanggotaan.

Nilai parameter α=2 dan σ=15 diperoleh dari hasil percobaan sebelumnya (Balqis, 2006). Perhitungan akhir FCH dengan FCM dinotasikan sebagai berikut (persamaan 24) :

=

μ

μ

c c

c h c

c

h

2

( ')

'

( )* ( )

, (24) dimana : 2

h = fuzzy color histogram,

) (c

h = conventional color histogram,

) (

' c

c

Ekstraksi Ciri Tekstur

Setiap citra mempunyai tekstur yang sebenarnya unik meskipun terkadang secara sepintas terlihat sama. Untuk menentukan ciri tekstur digunakan nilai energi dari beberapa frekuensi sampling pada transformasi Fourier 2D. Proses penentuan vektor ciri tekstur pada citra dengan memanfaatkan energi pada transformasi Fourier (Gambar 12).

CITRA SUMBER RGB ฀ Gray FFT dengan fs1 FFT dengan fs2 FFT dengan fs3 SORT ENERGI SORT ENERGI SORT ENERGI

MERGE VEKTOR CIRI TEKSTUR

Gambar 12. Ekstraksi ciri tekstur

Penggabungan Ciri Warna dan Tekstur

Penggabungan ciri warna dan tekstur dilakukan dengan menggunakan pembobot tertentu. Nilai pembobot tersebut menyatakan hubungan keterkaitan masing-masing vektor ciri dengan vektor ciri total. Selanjutnya untuk istilah penggabungan ciri warna dan tekstur ini disebut dengan vektor ciri.

Pengukuran Kemiripan Ciri

Vektor yang terbentuk dijadikan acuan untuk melakukan proses pencocokan pola untuk mendapatkan kesamaan ciri. Untuk menyatakan dua region citra sebagai cita yang mirip dilakukan proses perhitungan jarak Euclid antara vektor ciri dari kedua citra region tersebut.

2. Pelabelan Citra

Pelabelan citra disusun berdasarkan topik atau subjek pengetahuan citra. Topik atau subjek pengetahuan citra ditentukan berdasarkan indeks visual yang diperoleh pada saat proses pengindeksan. Tahapan pelabelan dilakukan berdasarkan metode Uschold (Gambar 13).

Gambar 13. Tata Laksana Pelabelan Otomatis Tahapan pelabelan citra terdiri dari (Benjamins et. al., 2004) :

1. Labeling Capture : pengumpulan pengetahuan berupa konsep-konsep citra. Hasil dari tahapan ini adalah kamus kata.

2. Labeling Coding : membangun model dari konsep-konsep yang ada dalam kamus kata. Hasil dari tahapan ini adalah kamus visual citra. 3. Labeling Reuse : Integrasi dari konsep-konsep beserta

komponen-komponennya. Hasil dari tahapan ini adalah visualisasi pelabelan citra.

3. Temu Kembali Citra

Proses temu kembali citra dilakukan melalui penentuan indeks dari kueri yang berdasarkan teks. Proses retrieval data citra dilakukan sesuai dengan karakteristik citra terlabel dalam basis data (Gambar14).

PENENTUAN INDEKS KUERI TEKS MASUKAN RETRIEVAL BERDASARKAN KARAKTERISTIK INDEKS BASIS DATA CITRA TERLABEL CITRA HASIL RETRIEVAL KARAKTERISTIK INDEKS

TEMU KEMBALI CITRA

4. Evaluasi Kinerja Sistem

Evaluasi kinerja sistem dilakukan penilaian tingkat keefektifan proses temu kembali terhadap sejumlah koleksi. Pengujian dilakukan dengan menghitung nilai recall dan precision dari proses temu kembali citra berdasarkan penilaian relevansinya. Penentuan relevansi citra hasil temu kembali dibuat berdasarkan kelas citra di dalam basis data

Bagian ini menguraikan proses perancangan dan implementasi sistem. Bagian utama bab ini adalah desain data, desain proses sistem serta desain antar muka sistem. Desain data berisi citra sumber dan kamus kata. Desain proses sistem berisi proses segmentasi, proses pelabelan citra, proses temu tembali dan evaluasi sistem temu kembali sedangkan disain antar muka sistem berisi rancangan antar muka sistem.

A. Desain Data

Desain data menggambarkan proses tranformasi data dalam sistem. Dalam penelitian ini data mengalami perubahan dari data citra, menjadi basis data citra, matrik representasi citra, matrik keanggotaan dan data cluster. Desain data lain adalah kumpulan kata-kata (kamus kata) yang berisi aturan-aturan yang sesuai dengan kelas citra.

1. Citra Sumber

Citra sumber penelitian diperoleh dari web ALIPR (http://www.alipr.com). Terlihat dalam Tabel 2, citra sumber yang berhubungan dengan kelas pemandangan, bangunan, alam. Jumlah objek yang terkandung dalam citra dapat berisi 3 (tiga), 4 (empat) atau 5 (lima) objek. Contoh salah satu citra dengan subjek pemandangan memiliki objek citra berupa gunung, rumah, rumput.

Citra sumber digunakan sebagai data pelatihan dan data pengujian. Data pelatihan digunakan sebagai data untuk pembentukan basis data ciri. Basis data ciri menjadi acuan untuk proses penemuan kembali citra pada saat diujikan. Data pengujian digunakan untuk pengujian pelabelan citra, sedangkan untuk pengujian temu kembali citra menggunakan kata-kata dalam kamus kata. Pengujian dengan kamus kata terdiri dari pengujian subjek citra serta objek-objek citra.

2. Kamus Kata

Kamus kata (Tabel 2) berisi kumpulan kata-kata yang memuat aturan-aturan tentang citra. Aturan-aturan tersebut merupakan subjek dan objek citra. Kata-kata dalam kamus kata bersumber dari kosa kata bahasa Indonesia. Kamus kata disusun berdasarkan dua hal, yaitu subjek yang merupakan topik utama citra serta objek yang dimiliki subjek citra. Terdapat beberapa objek citra untuk suatu subjek dalam satu kelas citra sumber memiliki label atau identitas yang sama.

Tabel 2. Kamus Kata Subjek Citra Jumlah Citra Objek yang dimiliki

Pemandangan 100 langit(1), awan(2), rumput(3), pohon(4), matahari(5), gunung(6)

Bangunan 100 rumah(7), jalan(8), batu(9), langit(10) Alam 100 batu(11), air(12), pohon(13),awan(14),

langit(15)

Masing-masing objek pada kamus kata diberikan nomor urut yang menyatakan urutan identitas. Identitas tersebut berupa urutan objek kesatu, kedua, ketiga dan seterusnya. Pemberian id digunakan sebagai penanda objek hasil clustering. Jumlah objek yang didefinisikan untuk kamus kata adalah berjumlah 15 objek.

B. Desain Proses Sistem

Desain proses sistem berisi rancangan proses pelabelan otomatis citra untuk sistem temu kembali citra. Desain proses sistem tersebut berisi tahapan-tahapan proses, yaitu pengindeksan (segmentasi, ekstraksi ciri dan clustering), pelabelan otomatis citra dan evaluasi sistem temu kembali.

1. Segmentasi Citra

Citra sumber disegmentasi menggunakan metode Normalized Cuts

(Shi & Malik, 2000). Metode Normalized Cuts merupakan segmentasi berbasis region yang menghasilkan sub citra. Sub citra tersebut dinamakan dengan region. Dalam penelitian ini digunakan enam region untuk setiap citra sumber. Beberapa citra sumber kemudian di segmentasi sehingga diperoleh region-region yang bersesuaian. Pembentukan region-region ini dimaksudkan untuk mendapatkan objek citra.

Masing-masing region pada citra sumber, kemudian dilakukan pemisahan region dari citra utama. Pemisahan ini dilakukan untuk mempermudah mendapatkan ciri masing-masing region sebagai ciri objek. Pemisahan setiap region dari citra sumber dilakukan melalui pemberian tanda tertentu untuk area tertentu. Tanda yang dimaksud adalah dengan pemberian warna putih untuk area diluar target area yang dimakud.

Ukuran citra yang dihasilkan tetap sesuai dengan citra hasil praproses awal yaitu 50 x 50, tapi untuk area yang dihasilkan dalam pembentukan region ini tidak memiliki format ukuran yang standar.

2. Ektraksi Ciri

Setiap region yang telah dipisahkan, dilakukan perhitungan nilai ciri (Daubechies, 1995). Hasil perhitungan ciri akan diperoleh matrik representasi ciri suatu citra untuk setiap region. Representasi nilai ciri citra pada setiap region kemudian menjadi acuan untuk pembentukan ciri subjek citra.

Pada tahapan ekstraksi ciri warna, setiap piksel pada citra akan direpresentasikan dengan peluang atau frekuensi piksel-piksel tersebut terhadap nilai warna (bin) yang sudah ditentukan sebanyak 30. Bin

tersebut diperoleh dari FCH menggunakan FCM. Bin FCH yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 3, sedangkan untuk ekstraksi ciri tekstur, citra region terpilih diektraksi dengan menggunakan wavelet Gabor.

C. Perancangan Proses Sistem

Rancangan proses sistem menggambarkan hubungan antara elemen-elemen (modul) pada sistem yang dikembangkan. Prototipe sistem dan

interface sistem dikembangkan dengan menggunakan perangkat lunak Matlab Versi 7.1. Sistem ini terdiri dari empat modul yaitu : modul segmentasi, modul pelabelan region, modul temu kembali dan modul kinerja (Gambar 15). Keempat modul tersebut digunakan dalam pengerjaan penelitian ini.

Gambar 15 . Arsitektur Sistem Pelabelan Otomatis

1. Modul Segmentasi.

Modul segmentasi berfungsi untuk melakukan segmentasi,

penarikan ciri serta clustering citra sumber. Modul ini bekerja dengan memanfaatkan algoritma Normalized Cuts untuk segmentasi. Penarikan ciri berdasarkan warna dan tekstur serta FCM untuk clustering, hasil akhirnya akan terbentuk region-region pada citra sumber beserta matrik ciri.

Secara umum algoritma segmentasi Normalized Cuts seperti berikut (Shi & Malik, 2000) :

1. Mendefinisikan sekumpulan matrik dari citra yang akan di segmentasi 2. Menentukan bobot graf G=(V,E), lalu menghitung bobot edge dan

menyimpan informasi dalam W dan D.

3. Menghitung

(

DW

)

xDx untuk mendapatkan nilai eigen vektor dengan nilai eigen terkecil.

4. Menggunakan nilai eigen vektor tersebut untuk mempartisi graf menjadi 2 dengan membagi masing-masing titik menjadi NCut yang minimum.

5. Membaca nilai NCut yang dihasilkan, lalu mengulangi partisi ke langkah 2.

6. Jika NCuts untuk setiap segmen > nilai maksimum dari Ncuts yang didefinisikan maka proses dihentikan.

2. Modul Clustering

Modul ini berfungsi untuk mengelompokkan data ciri yang telah tersedia dalam bentuk matrik menjadi kelompok-kelompok berdasarkan kemiripannya. Pengelompokkan data ciri tersebut menggunakan algoritam FCM. Tingkat kemiripan tersebut ditentukan dengan mengukur jarak

euclid point data ke pusat cluster. Hasil dari modul ini adalah berupa matrik U yang merepresentasikan derajat keanggotaan data dan titik pusat cluster. Matrik keanggotaan (U) yang dihasilkan berdimensi k x n, dimana k adalah jumlah cluster dan n adalah jumlah data yang digunakan sebagai masukan. Matrik Keanggotaan hasil clustering terlihat seperti pada tabel 3. Tabel 3. Matrik Keanggotaan (U) Hasil Clustering

Jumlah

Data Cluster 1 Cluster 2 ... Cluster k

1 U11 U12 ... U1k

2 U21 U22 ... U2k

... .... ... ... ...

... ... ... ... ...

n Un1 Un2 ... Unk

Dalam proses pengelompokkan titik pusat cluster yang dihasilkan algoritma FCM akan mengalami perbaikan selama proses iterasi.

3. Modul Pelabelan Citra

Pada suatu citra terdapat lebih dari satu objek, maka perlu dibedakan antara sebuah objek dengan objek lain yang terdapat pada citra tersebut. Proses pelabelan menggunakan teknik rekursi. Mula-mula dideteksi lokasi sebuah titik yang merupakan bagian dari sebuah objek, lalu dengan rekursi dilakukan pengisian dengan suatu nilai (label) terhadap objek tersebut dari lokasi tersebut sampai menemui batas luarnya (menabrak titik latar). Kemudian dilanjutkan mendeteksi lokasi yang merupakan titik objek yang belum terisi oleh proses tadi atau belum diberi label (dengan kata lain merupakan bagian dari objek yang lain). Lakukan pengisian lagi dengan nilai label yang berbeda. Ulangi sampai semua titik dalam citra tersebut diperiksa.

Secara umum algoritma pelabelan citra adalah sebagai berikut : 1. Menentukan titik awal pengisian pada objek yang akan diisi. 2. Menentukan titik tersebut menjadi titik objek

2.1. Memeriksa apakah titik tetangga atasnya adalah titik latar. a. Jika ya maka lakukan hal yang sama untuk titik tersebut. b. Jika tidak maka lanjutkan.

2.2. Memeriksa apakah titik tetangga kanannya adalah titik latar. a. Jika ya maka lakukan hal yang sama untuk titik tersebut. b. Jika tidak maka lanjutkan.

2.3. Memeriksa apakah titik tetangga bawahnya adalah titik latar. a. Jika ya maka lakukan hal yang sama untuk titik tersebut. b. Jika tidak maka lanjutkan.

2.4. Memeriksa apakah titik tetangga kirinya adalah titik latar. a. Jika ya maka lakukan hal yang sama untuk titik tersebut. b. Jika tidak maka lanjutkan.

Algoritma labeling reuse untuk pemetaan id region memanfaatkan data hasil cluster. Id region kemudian dipetakan pada region citra sumber sesuai dengan data kelas yang ada. Algoritma labeling reuse sebagai berikut :

1. Membaca region setiap citra.

2. Memetakan setiap region yang terbaca dengan id region yang bersesuaian

3. Mengulangi langkah 1 dan 2 sampai semua region terbaca.

4. Modul Temu Kembali

Modul temu-kembali membaca dan menghasilkan output dari dan ke memori. Modul ini dikembangkan sebagai representasi hasil akhir sistem. Pada sistem ini dilakukan inputan berupa kueri teks dengan kata kunci masukan dan informasi yang ditampilkan berupa kumpulan citra yang berkaitan beserta derajat keanggotaannya.

5. Modul Evaluasi

Modul evaluasi digunakan untuk mengukur tingkat keefektifan proses temu kembali terhadap sejumlah koleksi pengujian dengan menghitung nilai recall dan precision dari proses temu kembali citra berdasarkan penilaian relevansinya. Penentuan relevansi citra hasil temu kembali dibuat berdasarkan kelas citra di dalam basis data.

6. Modul Representasi Hasil

Modul ini berfungsi untuk mentransformasikan hasil dari proses pencarian dan clustering menjadi bentuk yang lebih ramah pengguna (user friendly), dimana pengguna dapat dengan cepat mengetahui jumlah citra (beserta derajat keanggotaan) yang menjadi anggotanya.

D. Disain Antarmuka

Antarmuka sistem dirancang agar pengguna dapat dengan mudah dan cepat memperoleh informasi yang diinginkan. Antarmuka sistem dirancang sedemikian rupa sehingga dapat mengurangi beban komputer dan membuat pengguna lebih fokus terhadap hasil.

Desain antar muka sistem ini terdiri dari 2 bagian utama, yaitu : antar muka untuk pelabelan otomatis citra (Gambar 16) dan antar muka untuk pencarian citra berdasarkan kata kunci tekstual (Gambar 17).

Gambar 16. Antar Muka Pelabelan Citra

SEARCH

HASIL RETRIEVAL search

CITRA -2 RETRIEVAL CITRA -3 RETRIEVAL CITRA -4 RETRIEVAL CITRA -5 RETRIEVAL CITRA -6 RETRIEVAL CITRA -7 RETRIEVAL CITRA -8 RETRIEVAL CITRA -9 RETRIEVAL CITRA -10 RETRIEVAL CITRA -11 RETRIEVAL

TEM U KEM BALI CI TRA

CITRA -1 RETRIEVAL

A. Karakteristik Citra Masukan

Sebanyak 300 citra yang digunakan pada penelitian ini dikelompokkan menjadi 3 subjek : pemandangan (100 citra), bangunan (100 citra), alam (100 citra). Masing-masing subjek terdiri dari 4 sampai dengan 6 objek (Tabel 4).

Tabel 4. Subjek, jumlah, serta objek citra sumber

Subjek Citra

Jumlah Citra

Objek

yang terkandung Sumber

Pemandangan 100

langit(1), awan(2), rumput(3), pohon(4), matahari(5),

gunung(6)

Bangunan 100 rumah(7), jalan(8),

batu(9), langit(10) Alam 100 batu(11), air(12), pohon(13),awan(14), langit(15) http://www.alipr.com B. Pengindeksan Citra

1. Segmentasi Warna Citra

Pada tahapan segmentasi ini, setiap citra disegmentasi untuk mengelompokkan warna yang dikandung oleh setiap piksel dari citra ke beberapa segmen (cluster) yang sudah ditentukan jumlahnya, yaitu dua, tiga, empat, dan lima. Cluster ini merupakan representasi warna-warna dominan citra. Tahapan segmentasi ini bertujuan mendapatkan kelompok-kelompok warna dominan dan mengurangi jumlah warna citra asli seperti yang terlihat pada Gambar 18.

Gambar 18. Contoh citra sebelum dan sesudah segmentasi menggunakan algoritma EM.

Selanjutnya dilakukan pemilihan keempat hasil segmentasi tersebut secara manual untuk dijadikan masukan pada tahap ekstraksi warna. Berdasarkan Gambar 18, dapat dilihat bahwa hasil segmentasi keempat adalah hasil segmentasi yang paling baik. Hal ini dikarenakan citra hasil segmentasi tersebut paling mirip dengan citra aslinya. Hasil segmentensi yang sudah terpilih sebagai masukan pada tahap ekstraksi warna untuk seluruh citra di dalam basis data dapat dilihat pada lampiran 1

4 Cluster 3 Cluster 2 Cluster

5 Cluster

2. Format Tekstur Citra

Sedangkan untuk proses ekstraksi ciri tekstur, citra sumber perubahan format dari format RGB ke format gray scale. Hasilnya seperti terlihat pada Gambar 19.

Citra RGB ke Gray

Gambar 19. Contoh citra RGB ke citra gray scale 3. Segmentasi Region

Semua citra sumber di segmentasi untuk menghasilkan region-region yang bersesuaian dengan objek yang ada dalam citra. Jumlah

region untuk setiap citra masukan ditentukan sebanyak 6 region. Penentuan enam region ini dilakukan berdasarkan asumsi jumlah maksimum objek yang terkandung dalam citra.

(a) Citra Sumber

(b) Citra Hasil Segmentasi

Gambar 20. Contoh citra sebelum dan sesudah segmentasi menggunakan algoritma Normalized Cuts

Selanjutnya citra hasil segmentasi dilakukan pemisahan region. Pemisahan region dilakukan dengan membaca setiap piksel yang memiliki nilai batasan (garis putih). Region yang diinginkan disimpan dalam file dengan format JPG, sedangkan untuk region yang lain komponen-komponen pikselnya digantikan dengan warna putih. Proses dilakukan berulang untuk region – region yang lain. Gambar 21

merupakan contoh citra sumber yang telah dilakukan pemisahan

region. Pemisahan region digunakan untuk pengenal objek.

Gambar 21. Contoh citra hasil pemisahan citra menjadi 6 region

Hasil pemisahan region citra menjadi masukan untuk tahap ekstraksi ciri. Seluruh citra hasil segmentasi region dalam basis data dapat dilihat pada Lampiran 2.

4. Ekstraksi Ciri Warna

Pada tahapan ekstraksi ini, setiap piksel citra akan direpresentasikan dengan peluang atau frekuensi piksel-piksel tersebut terhadap nilai warna (bin) yang sudah ditentukan sebanyak 30. Bin

tersebut diperoleh dari FCH menggunakan FCM. Bin FCH yang

digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 3.

Gambar 23. Hasil FCH dengan FCM 30 bin.

Gambar 21 adalah hasil FCH dengan FCM dari Gambar 20. Berdasarkan Gambar 21, dapat dilihat bahwa bin 23 yang cenderung berwarna biru merupakan warna yang paling banyak muncul.

5. Ekstraksi Ciri Tekstur

Ekstraksi ciri dilakukan untuk semua region yang terbentuk. Ciri tekstur yang digunakan adalah ciri energi dimana lebar pita frekuensi ( ) dan jarak angular (S

F

B

θ) sebesar 60°. Pemilihan lebar pita angular sebesar 60° adalah karena nilai ini dianggap mendekati karakteristik sistem visual manusia.

Proses filtering untuk Gambar 24, menggunakan frekuensi

3

2 2

=

F dan orientasi . Hasil filtering terlihat seperti pada Gambar 15.

0

60

= θ

Gambar 25. Region rumput dengan frekuensi

3

2 2

=

F dan θ=600

6. Penggabungan Ciri Warna dan Tekstur

Penggabungan ciri warna dan tekstur dilakukan dengan mengubah-ubah nilai pembobot antara masing-masing ciri dan kemudian dibandingkan sehingga diperoleh pembobot ciri optimal yang menyatakan gabungan antara dua ciri dasar yaitu ciri warna dan ciri tekstur. Pengujian dilakukan dengan mengambil beberapa kelompok citra dan mengukur perbedaan ciri dari masing-masing kelompok serta mengukur kesamaan dari masing-masing anggota kelompok (Harsono & Basuki, 2005). Nilai pembobot (a

c,a

t) yang dicoba adalah a

c = 0.7 dan a

t =0.3. Nilai pembobot ini dipilih karena berdasarkan penelitian yang dilakukan Harsono dan Basuki (2005) menyatakan bahwa pada nilai bobot tersebut sangat baik untuk penggabungan nilai ciri warna dan tekstur.

Nilai a

t yang diambil selalu lebih kecil dari a

c, karena ciri tekstur memang tidak terlalu dominan dalam penentuan ciri citra secara umum. Nilai ciri baru diperoleh dengan rumus :

Ciri baru = 0.7 * Vektor ciri warna + 0.3 * Vektor ciri tekstur

C. Pelabelan Citra

1. Labeling Capture

Proses ini berupa mengumpulkan semua subjek citra. Hasil yang peroleh dari proses ini adalah berupa kumpulan kamus kata (Tabel 4).

2. Labeling Coding

Setelah ciri region diperoleh dan disimpan dalam basisdata, selanjutnya algoritma clustering dijalankan. Algoritma clustering ini membutuhkan matrik ciri region sebagai data masukan.

Matrik Keanggotaan

Hasil dari proses clustering adalah matrik keanggotaan region terhadap cluster yang dihasilkan.

Tabel 5. Matrik Keanggotaan Region berdasarkan hasil clustering

Dokumen terkait