• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAN ANAK

H. Lama Kegiatan Sosial (Jam/ minggu)

a. Tidak ada b. 2 - 4 c. 5 - 7 6 2 1 24 8 4 4 11 16 44 10 13 40 55 Jumlah 9 36 16 64 25 100

Data pada Tabel 17 menunjukkan bahwa tingkat kemandirian anak cenderung ada hubungannya dengan usia orang tua tunggal. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Suyoto (1982) yang mengemukakan bahwa kemandirian anak berhubungan dengan usia orang tua. Penelitian ini menunjukkan bahwa semakin tua usia orang tua ternyata anaknya semakin mandiri. Hal ini dapat dilihat dari jumlah anak sangat mandiri pada masing- masing kelompok usia. Pada orang tua berusia 47-57 tahun ternyata semua anak sangat mandiri. Usia berkaitan dengan pengalaman orang tua dalam mendidik anak sehingga mereka tahu bagaimana cara yang tepat dalam membentuk kemandirian anak.

Menurut Ahmadi (1999), jumlah anak dalam keluarga mempengaruhi perkembangan anak, yaitu anak pada keluarga besar lebih toleran yang berarti

mampu mengendalikan diri. Menurut Masrun dalam Rahmah (2004),

pengendalian diri merupakan salah satu aspek kemandirian dalam konteks Indonesia. Penelitian ini menunjukkan bahwa semua anak sangat mandiri pada kelompok orang tua tunggal dengan tiga anak atau lebih. Dengan semakin banyaknya anak di rumah maka tentu sulit bagi orang tua untuk memperhatikan dan memberikan bantuan kepada setiap anak sehingga dengan sendirinya anak-

anak menjadi mandiri. Hal menarik yang ditemukan di sini ternyata sebagian besar anak tunggal juga sangat mandiri. Temuan ini menunjukkan bahwa tidak benar bahwa orang tua tunggal memanjakan anaknya seperti anggapan kebanyakan orang selama ini. Seperti juga dinyatakan oleh O3 bahwa ia tidak memanjakan anak, bahkan selalu menanamkan kesadaran kepada anak tentang pentingnya mandiri sejak kecil.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli dalam Rahmah (2004), pendidikan ibu mempengaruhi sikap dan tingkah laku dalam menghadapi anak. Makin tinggi pendidikan ibu akan mendorong kemandirian anak. Pendapat tersebut berbeda dengan hasil penelitian ini, yaitu ibu tunggal berpendidikan SD justru anaknya sangat mandiri sedangkan yang berpendidikan S2 anaknya cukup mandiri. Anak- anak dari ibu tunggal berpendidikan Diploma juga sangat mandiri sementara pada tingkat pendidikan SMU jumlah anak yang sangat mandiri dan cukup mandiri ternyata sama dan pada tingkat pendidikan S1 terdapat lebih banyak anak yang sangat mandiri. Mulai dari pendidikan Diploma hingga S2 tingkat kemandirian anak terlihat menurun seperti terlihat pada Tabel 18.

Dilihat berdasarkan pekerjaan orang tua, ternyata sebagian besar anak sangat mandiri, terutama anak dari karyawan swasta dan buruh. Hal ini

menguatkan pendapat Amal (1990) dan beberapa ahli dalam Rahmah (2004)

yang menyatakan bahwa anak-anak dari ibu yang bekerja mencari nafkah justru sangat mandiri dan lebih mandiri dibandingkan dari anak-anak dari ibu yang tidak bekerja. Berdasarkan pengamatan ternyata anak lebih mandiri ketika orang tua sibuk bekerja di luar rumah karena anak tidak bisa mengharapkan bantuan dari orang tua.

Hasil penelitian Prestel dan Hetzer dalam Ahmadi (1999), menyimpulkan bahwa kondisi sosial yang sangat tinggi dan sangat rendah mempunyai pengaruh terhadap perkembangan anak. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa anak dari orang tua tunggal berpenghasilan rendah (kurang dari 1 juta) dan tinggi (lebih dari 2 juta) cenderung sangat mandiri (Lihat Tabel 18). Pendapatan orang tua tunggal terlihat berperan dalam menentukan kemandirian anak

Jika orang tua menghabiskan banyak waktu untuk bekerja maka frekuensi berkomunikasi orang tua dengan anak berkurang. Sedangkan anak pada usia yang

masih muda membutuhkan banyak perhatian orang tua dan membutuhkan kualitas komunikasi yang memuaskan. Keadaan ini bisa mempengaruhi perkembangan anak ke arah negatif tetapi hasil penelitian ini menunjukkan lama waktu bekerja orang tua ternyata mendorong terbentuknya kemandirian anak. Dari Tabel 17 terlihat semua anak dari orang tua tunggal yang bekerja lebih dari 10 jam sehari ternyata sangat mandiri. Hal ini makin menguatkan pernyataan Amal (1990) yang menyatakan bahwa anak-anak dari ibu yang bekerja justru sangat mandiri

Semakin lama orang tua tidak bersama anak, karena bekerja, membuat anak semakin terdorong untuk mandiri karena harus berusaha mengatasi masalahnya sendiri dan mengerjakan pekerjaan sendiri. Kemandirian anak didorong oleh keadaan yang memang memaksa mereka untuk berinisiatif, berani membuat keputusan dan bisa mengerjakan sendiri suatu pekerjaan tanpa bantuan orang tua. Sedangkan pada anak yang orangtuanya bekerja kurang dari delapan jam sehari mempunyai lebih banyak kesempatan untuk mendapatkan bantuan dari orang tua. Hal ini makin menguatkan pernyataan Amal (1990) bahwa anak-anak dari ibu yang bekerja justru sangat mandiri

Lamanya penggunaan media massa oleh orang tua tunggal tidak berperan dalam menumbuhkan kemandirian anak. Jumlah anak sangat mandiri ternyata sama pada intensitas penggunaan media massa rendah dan tinggi oleh orang tua tunggal. Kebanyakan responden mengaku menggunakan media massa untuk mendapatkan informasi tentang kejadian yang terjadi di sekitarnya (berita) dan juga hiburan. Oleh karena itu lamanya orang tua menggunakan media tidak memberikan tambahan pengetahuan tentang cara mendidik anak dan mengajarkan kemandirian kepada anak.

Lamanya orang tua mengikuti kegiatan sosial menunjukkan lamanya interaksi dan aktivitas komunikasi antara orang tua tunggal dan orang tua lain. Kesempatan ini bisa dimanfaatkan untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman tentang cara mendidik dan mengasuh anak. Ternyata jumlah anak yang sangat mandiri ditemukan lebih banyak di kalangan orang tua tunggal yang mengikuti kegiatan sosial antara 2-4 jam seminggu. Sedangkan di kalangan orang tua tunggal yang menggunakan 5-7 jam seminggu untuk berkegiatan sosial ditemukan jumlah yang sama antara anak yang sangat mandiri dan cukup mandiri. Artinya,

tidak ditemukan lebih banyak anak yang sangat mandiri pada kelompok ini. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa anak yang sangat mandiri ditemukan di kalangan orang tua tunggal yang melakukan kegiatan sosial namun kemandirian anak tidak ada hubungannya dengan lamanya orang tua tunggal melakukan kegiatan sosial. Tabel 18 menyajikan gambaran kemandirian anak berdasarkan karakteristik orang tua tunggal

Tabel 18. Karakteristik Orang Tua Tunggal dan Kecenderungan Kemandirian Anak

Karakteristik Rata-rata Tingkat

Orang Tua Tunggal Skor

Kemandirian Kemandirian Anak A. Usia (tahun) a. 30 - 35 2,4 Cukup mandiri b. 36 - 46 2,6 Sangat mandiri c. 47 - 57 2,5 Sangat mandiri

B. Jumlah Anak (orang)

a. 1 2,5 Sangat mandiri b. 2 2,4 Cukup mandiri c. 3 2,7 Sangat mandiri d. > 3 2,5 Sangat mandiri C. Pendidikan a. SD 2,7 Sangat mandiri b. SMP 2,4 Cukup mandiri c. SMU 2,4 Cukup mandiri d. D1 2,8 Sangat mandiri e. D3 2,6 Sangat mandiri f. S1 2,4 Cukup mandiri g. S2 2,2 Cukup mandiri D. Pekerjaan

a. Karyawan Swasta 2,5 Sangat mandiri b. Wiraswasta 2,4 Cukup mandiri c. PNS 2,4 Cukup mandiri

d. Buruh 2,6 Sangat mandiri

E. Pendapatan (Rp)

a. < 1 juta 2,5 Sangat mandiri

b. 1 - 2 juta 2,4 Cukup mandiri

c. > 2 juta 2,6 Sangat mandiri

F. Lama Waktu Bekerja (Jam/hari)

a. < 8 2,2 Cukup mandiri b. 8 - 10 2,5 Sangat mandiri c. > 10 2,8 Sangat mandiri

G.Lama Penggunaan Media (Jam/minggu)

a. 1 - 3 2,5 Sangat mandiri

b. 3 - 5 2,5 Sangat mandiri

c. 5 - 7 2,3 Cukup mandiri d. > 7 2,5 Sangat mandiri

Lanjutan

Karakteristik Rata-rata Tingkat

Orang Tua Tunggal Skor Kemandirian Kemandirian Anak H. Lama Kegiatan Sosial

( Jam/minggu)

a. Tidak ada 2,3 Cukup mandiri b. 2 - 4 2,6 Sangat mandiri c. 5 - 7 2,5 Sangat mandiri Catatan : Skor = 2,5 = sangat mandiri, 1,5 - < 2,5 = cukup mandiri

Faktor karakteristik orang tua tunggal yang ada hubungannya dengan kemandirian anak adalah usia, jumlah anak, pendidikan, pekerjaan, pendapatan dan lamanya waktu bekerja. Usia orang tua 36-46 tahun dan 47-57 tahun menunjukkan kebanyakan anak yang sangat mandiri, sedangkan jumlah anak satu orang dan tiga orang atau lebih cenderung membuat anak sangat mandiri. Faktor pendidikan, pekerjaan dan pendapatan menunjukkan kelas sosial ekonomi, dan ternyata pada kelas sosial ekonomi rendah ditemukan anak yang sangat mandiri. Kesadaran anak untuk meringankan beban orang tua mendorong terbentuknya kemandirian anak. Faktor lamanya waktu bekerja juga mendorong tumbuhnya kemandirian anak yaitu semakin lama orang tua bekerja justru anak semakin mandiri. Partisipasi orang tua tunggal dalam kegiatan sosial ada hubungannya dengan kemandirian anak tetapi lamanya waktu mengikuti kegiatan sosial tidak menentukan tingkat kemandirian anak.

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan menghasilkan kesimpulan sebagai berikut :

1. Secara umum pola komunikasi interaksi dan transaksi lebih berperan dominan dalam membentuk kemandirian anak melalui penanaman kesadaran untuk mandiri kepada anak dan melatih anak mandiri. Pola komunikasi linier juga bisa membentuk kemandirian anak melalui efek komunikasi berupa ketundukan sedangkan pola komunikasi interaksi dan transaksi melalui efek internalisasi.

2. Faktor lingkungan pada umumnya menyebabkan orang tua tunggal

menggunakan pola komunikasi interaksi. Sedangkan karakteristik orang tua tunggal yang ada hubungannya dengan pola komunikasi adalah usia, jumlah anak dan tingkat pendidikan. Makin tua usia, makin banyak jumlah anak dan makin tinggi pendidikan orang tua tunggal makin cenderung menggunakan pola komunikasi transaksi.

3. Faktor lingkungan yang ada hubungannya dengan kemandirian anak adalah

keluarga luas, sekolah, teman sebaya dan media massa. Interaksi rendah dengan keluarga luas, sekolah negeri, interaksi sedang dengan teman sebaya dan intensitas penggunaan media massa yang tinggi mendorong tumbuhnya kemandirian anak. Sedangkan karakteristik orang tua tunggal yang berperan dalam membentuk kemandirian anak adalah usia, jumlah anak, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, lama waktu bekerja. Makin tua usia orang tua tunggal ternyata menyebabkan anak sangat mandiri. Jumlah anak sedikit atau banyak berhubungan dengan kemandirian anak. Orang tua tungga l dengan satu orang anak maupun tiga orang anak atau lebih ternyata anak-anak mereka sangat mandiri. Pendidikan orang tua tunggal yang rendah, jenis pekerjaan di sektor informal dengan gaji rendah, atau yang dikategorikan berstatus sosial ekonomi rendah ternyata menyebabkan anak menjadi sangat mandiri. Makin lama orang tua bekerja menyebabkan anak makin mandiri.

Saran

Berdasarkan temuan penelitian dan simpulan di atas maka disarankan hal- hal berikut ini :

1. Orang tua tunggal perlu memperhatikan faktor usia dan kondisi emosional anak dalam memilih pola komunikasi yang tepat dalam membentuk kemandirian anak. Diharapkan dengan cara seperti ini pada diri anak akan timbul kesadaran dan pengertian tentang pentingnya bersikap dan berperilaku mandiri.

2. Orang tua tunggal hendaknya menggunakan pola komunikasi yang tepat untuk mengurangi pengaruh buruk keluarga luas dengan memperhatikan karakteristik dan kondisi emosional anak.

3. Pihak sekolah hendaknya membantu orang tua dalam membentuk

kemandirian anak dengan cara yang tepat untuk anak, misalnya dengan melatih anak bertanggungjawab dan menerapkan kedisiplinan kepada anak selama mengikuti proses belajar mengajar dan kegiatan di lingkungan sekolah. 4. Media massa diharapkan lebih banyak menyajikan pesan-pesan ya ng bermuatan pendidikan dan nilai- nilai moral yang baik sehingga secara tidak langsung ikut berperan dalam membentuk perilaku anak, termasuk dalam membentuk kemandirian anak.

BUKU

Ahmadi, A. 1999. Psikologi Sosial. Rineka Cipta. Jakarta.

Amal, S.H. 1990. “ Sosialisasi dalam Keluarga” dalam Ihromi, T.O. “Para Ibu yang Berperan Tunggal dan yang Berperan Ganda.” FE. UI. Jakarta. Anastasia, A. 1999. Psychological Testing 7th edition. Prentice Hall. Canada. Arliss, 1999. Gender Communication. Mc.Graw. Hill Inc. Indiana University. USA.

Balson, M. 1999. Becoming Better Parents Edisi ke-4. Terjemahan Sr. Alberta. Grasindo. Jakarta

Bandura, A. 1995. Social Learning Theory. Prentice-Hall. New Jersey.

Beebe S.A., Beebe S.J., and Redmond, M.V., 1999. Interpersonal Communication Relating To Others. Allyn and Bacon. USA.

Brigham, J.C. 1991. Social Psychology, 2nd. Harper Collins. New York.

Brofenbrenner, U.1979. The Ecology of Human Development. Harvard University Press. Cambridge.

Cangara, H. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Chairani, N dan Nurachmi, W. 2003. Biarkan Anak Bicara. Republika. Jakarta. Cherlin, A.J. 2002. Public and Private Families : An Introduction. Mc. Graw-Hill. New York

Chilman, S.C. 1988. Troubled Relationships : Families in Trouble Series. Sage Publications, California.

Clemes, H dan Bean, R. 2001. Melatih Anak Bertanggung Jawab. Terjemahan Anton Adiwiyoto. Mitra Utama. Jakarta.

DeVito, J. A. 1997. Komunikasi Antar Manusia. Terjemahan Agus Maulana. Profesional Books. Jakarta.

Effendy, O.U. 1996. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Citra Aditya Bakti. Bandung.

Effendy, O.U. 2000. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Fisher, B.A. 1986. Teori-teori Komunikasi. Terjemahan Soejono Trimo. Remadja Karya. Bandung.

Frankl, V.E. 1972. Man’s Search For Meaning : An Introduction to Logotherapy. Beacon Press. Boston.

Gordon, M. 1978. The American Family. Past, Present and Future. Random House.

New York.

Gottman, J dan DeClaire, J. 1998. Kiat-kiat Membesarkan Anak yang Memiliki

Kecerdasan Emosional. Terjemahan T. Hermaya. Gramedia Pustaka

Utama. Jakarta.

Gunarsa, S.D. 1990. Dasar dan Teori Perkembangan Anak. BPK Gunung Mulia.

Jakarta.

Hasbullah. 1999. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Hurlock, E.B. 1991. Perkembangan Anak. Terjemahan M. Tjandrasa dan M.

Zarkasih. Erlangga. Jakarta.

Ihromi, T.O. 1999. Bunga Rampai Sosiologi. Obor Indonesia. Jakarta.

Jenkins, W.K. 1995. “Communication In Families” In Day, R.D., Gilbert, K.R. dan Settles, B.H. “Research and Theory in Family Science. Cole. California. USA.

Karyadi, L.D. 1987. Ilmu Kehidupan Keluarga. Jurusan Gizi Masyarakat dan

Sumber Daya Keluarga. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Kincaid, D.L. dan Schramm W. 1987. Asas-asas Komunikasi Antar Manusia. LP3ES. Jakarta.

Lie, A dan Prasasti, S. 2004. 101 Cara Membina Kemandirian dan Tanggung

Jawab Anak. Elex Media Komputindo. Jakarta. Marsuki. 1983. Metode Riset. FE – UII. Yogyakarta.

Mc Cleland, D. 1984. Motives, Personality and Society. Praeger. New York Millar, F.E. dan Roger, L.E. 1976. “ A Relational approach to Interpersonal

Communication.” In Miller, G.R. “ Explorations In Interpersonal

Communication.” Sage Publications. Beverly Hills. London

Moleong, L.J. 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Remaja Rosdakarya. Bandung Morton, T.L., Alexander, J.F., dan Altman, I. 1976. “Communication and

Relationship Definition.” In Miller, G.R. “ Explorations In Interpersonal Communication.” Sage Publications. Beverly Hills. London.

Moss, S. dan Tubbs, S.L. 2001. Human Communication : Prinsip-Prinsip Dasar. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Mulyana, D. 1999. Dimensi- Dimensi Komunikasi. Alumni. Bandung

Mulyana, D. 2001. Pengantar Ilmu Komunikasi. Remaja Rosdakarya. Bandung Mussen, P.H., Conger, J.J., Kagan, J. dan Huston, A.C. 1989. Perkembangan dan

Kepribadian Anak. Terjemahan F.X. Widianto G. Dan Gayatri A. Arcan.

Jakarta.

Nasution, S. 2003. Metode Research. Bumi Aksara. Jakarta.

Nock, S.L. 1987. Sociology of The Family. Prentice Hall. New Jersey.

Rakhmat, Jalaluddin. 2001. Psikologi Komunikasi. Remaja Rosdakarya.

Bandung.

Rogers, E.M. dan Kincaid, D.L. 1981. Communication Network toward a New

Paradigm for Research. Free Press. New York.

Rutter, M. 1984. Maternal Deprivation. Second Edition. Penguin Book. New

York.

Saxton, L. 1987. The Individual, Marriage dan The Family, Edisi 7. Wadsworth Belmont. California.

Sereno, KK dan Bodaken, EM. 1975. Trans-Per Understanding Human

Communication. Houghton Mifflin. Boston. USA

Stewart dan Koch. 1983. Children Development Thought Adolescence. John

Wiley & Sons. Canada.

Sudjana. 2000. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Sinar Baru Agensindo. Bandung

Suleeman, E. 1990. “Komunikasi dalam Keluarga.” dalam Ihromi, T.O. “Para

Ibu yang Berperan Tunggal dan yang Berperan Ganda.” FE. UI. Jakarta. Vembrianto, S.T. 1993. Sosiologi Pendidikan. Gramedia. Jakarta.

Wood, J.T. 2004. Communication Theories In Action. Thomson Wadsworth.

Belmont. California. USA.

Dokumen terkait