• Tidak ada hasil yang ditemukan

6.10. Distribusi Proporsi Lama Rawatan rata-rata Penderita Carcinoma

Nasopharynx Berdasarkan Stadium Klinis

Gambar 6.16. Diagram Bar Distribusi Proporsi Lama Rawatan rata-rata Penderita Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Stadium Klinis di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007.

Lama Rawatan Rata-rata (hari)

5,59

8,73

0 2 4 6 8 10

Stadium lanjut (III dan IV)

Stadium dini (I dan II)

Berdasarkan gambar 6.16 dapat dilihat bahwa dari seluruh jumlah penderita carcinoma nasopharynx, pada stadium dini jumlah lama rawatan rata-ratanya adalah 8,73 hari dan pada stadium lanjut jumlah lama rawatan rata-ratanya adalah 5,59 hari.

Berdasarkan t-test diperoleh nilai p = 0,114 (p > 0,05) artinya tidak ada perbedaan yang bermakna antara lama rawatan rata-rata dengan stadium klinis.

Lama rawatan rata-rata penderita tidak berbeda baik pada stadium dini maupun stadium lanjut.

6.11. Distribusi Proporsi Penatalaksanan Medis Penderita Carcinoma

Nasopharynx Berdasarkan Stadium Klinis.

Gambar 6.17. Diagram Bar Distribusi Proporsi Penatalaksanan Medis Penderita Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Stadium Klinis di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007.

Penatalaksanaan m edis berdasarkan stadium klinis

7,7 4,9 92,3 95,1 0 20 40 60 80 100

Stadium Dini (Stadium I dan II) Stadium Lanjut (Stadium III dan IV) P rop or s i (% )

Bedah Non bedah

Berdasarkan gambar 6.17 dapat dilihat bahwa dari seluruh penderita carcinoma nasopharynx, terdapat penderita carcinoma nasopharynx stadium dini yang dilakukan tindakan bedah sebesar 7,7% dan tindakan non bedah sebesar 92,3%. Penderita carcinoma nasopharynx stadium lanjut yang dilakukan tindakan bedah sebesar 4,9% dan tindakan non bedah sebesar 95,1%.

Dari gambar di atas juga dapat dilihat bahwa tindakan bedah juga dilakukan pada stadium lanjut. Hal ini sebenarnya tidak boleh dilakukan pada penderita karena dapat mengakibatkan penyebaran sel kanker yang semakin luas dan berisiko menyebabkan kematian.

Berdasarkan hasil uji chi-square tidak dapat digunakan karena pada tabel 2x2 tersebut ada 2 sel (50%) yang expected countnya kurang dari 5 maka digunakan uji Fisher’s exact diperoleh p=0,638 (p>0,05). Hal ini berarti tidak ada perbedaan yang bermakna proporsi penatalaksanaan medis berdasarkan stadium klinis.

6.12. Distribusi Proporsi Stadium Klinis Penderita Carcinoma Nasopharynx

Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang.

Gambar 6.18. Diagram Bar Distribusi Proporsi Stadium Klinis Penderita Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007.

Stadium Klinis berdasarkan keadaan sewaktu pulang

30 45,8 11,1 70 54,2 88,9 0 20 40 60 80 100 Pulang atas permintaan sendiri Pulang berobat jalan Meninggal P rop or s i (% )

Stadium Dini (Stadium I dan II) Stadium Lanjut (Stadium III dan IV)

Berdasarkan gambar 6.19 dapat dilihat bahwa dari seluruh jumlah penderita carcinoma nasopharynx, terdapat penderita carcinoma nasopharynx yang Pulang atas permintaan sendiri berada pada stadium dini sebesar 30% dan berada pada stadium lanjut sebesar 70%. Penderita carcinoma nasopharynx yang Pulang berobat jalan berada pada stadium dini sebesar 45,8% dan berada pada stadium lanjut sebesar 54,2%. Penderita carcinoma nasopharynx yang Meninggal dunia berada pada stadium dini sebesar 11,1% dan berada pada stadium lanjut sebesar 88,9%.

Analisa stadium klinis berdasarkan Keadaan sewaktu pulang tidak dapat dilakukan dengan uji chi-square karena jumlah sel yang expected count kurang dari 5 sebanyak 2 sel (33,3%).

BAB 7

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian terhadap karakteristik penderita carcinoma nasopharynx rawat inap di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan tahun 2002-2007 maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

7.1.1. Proporsi penderita carcinoma nasopharynx dari seluruh rawat inap di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan per tahun adalah 0,1 % pada tahun 2002, 2004, dan 2005, 0,07 % pada tahun 2003, 0,14 % pada tahun 2006, dan 0,08 % pada tahun 2007.

7.1.2. Proporsi penderita carcinoma nasopharynx yang terbanyak menurut sosiodemografi adalah sebagai berikut: Kelompok umur ≥ 60 tahun sebesar 35,8%, jenis kelamin laki-laki sebesar 71,6%, suku Batak (Toba, Karo, Simalungun, Mandailing, Pak-Pak) sebesar 79,1%, penderita yang menganut agama Kristen Protetan sebesar 56,7%, tingkat pendidikan yang tidak tercatat sebesar 32,8%, pekerjaan petani sebesar 23,9 %, berstatus kawin sebesar 92,5% dan bertempat tinggal di luar kota Medan sebesar 53,7%.

7.1.3. Proporsi penderita carcinoma nasopharynx yang terbanyak berdasarkan keluhan utama adalah adanya benjolan di leher sebesar 47,7%

7.1.4. Proporsi penderita carcinoma nasopharynx yang terbanyak berdasarkan stadium klinis adalah pada stadium III sebesar 50,8%.

7.1.5. Proporsi penderita carcinoma nasopharynx yang terbanyak berdasarkan letak

carcinoma adalah tidak tampak sebesar 37,3%.

7.1.6. Proporsi penderita carcinoma nasopharynx yang terbanyak berdasarkan penatalaksanaan medis adalah Lain-lain sebesar 41,8%.

7.1.7. Proporsi penderita carcinoma nasopharynx berdasarkan lama rawatan rata-rata adalah dengan mean 6,81.

7.1.8. Proporsi penderita carcinoma nasopharynx yang terbanyak berdasarkan keadaan sewaktu pulang adalah pulang berobat jalan sebesar 71,6%.

7.1.9. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh bahwa tidak ada perbedaan distribusi proporsi tingkat pendidikan berdasarkan stadium klinis.

7.1.10. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh bahwa tidak ada perbedaan distribusi proporsi lama rawatan rata-rata berdasarkan stadium klinis.

7.1.11. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh bahwa tidak ada perbedaan distribusi proporsi penatalaksanaan medis berdasarkan stadium klinis.

7.1.12. Analisa stadium klinis berdasarkan keadaan sewaktu pulang tidak dapat dilakukan dengan uji chi-square.

7.2. Saran

7.2.1. Pihak Rumah Sakit St. Elisabeth Medan lebih meningkatkan pelayanan kesehatan terutama dalam penegakan penatalaksanaan medis pasien.

7.2.2. Pihak Rumah Sakit St. Elisabeth Medan melalui bagian rekam medis agar melengkapi data pendidikan yang ada pada kartu status.

DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes RI, 2005. Rencana Strategi Pembangunan Kesehatan Indonesia Sehat 2010, Jakarta.

2. Depkes RI, 2001. Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010, Jakarta

3. Bustan M.N.,2000. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular, P.T. Rineke Cipta, Jakarta.

4. WHO, 2007. Cancer Mortality in 2005. http:// www.who.int

5. Irmayanti, 2005. Mengenal Penyakit kanker. http:// www.pasca.unmul.ac.id 6. Departemen Kesehatan RI, 2005. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2005. Pusat

Data Kesehatan Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

7. Farida, 1996. Registrasi Kanker Populasi di Kodya Ujung Pandang, Yogyakarta dan Semarang 1996. http://digilib.litbang.depkes.go.id

8. Adnan A., 1996. Beberapa Aspek Carcinoma Nasopharynx di Bagian THT FK USU/RSUP Haji Adam Malik Medan. FK USU, Medan.

9. Tambunan G.W., 1995. Diagnosis dan Tatalaksana Sepuluh Jenis Kanker Terbanyak di Indonesia, EGC, Jakarta.

10. Aliswyawiya R., dkk, 1983. Registrasi Kanker di 15 Pusat Patologi Anatomi FK/RS di Indonesia, Depkes, Jakarta.

11. Pangaribuan S., 2001. Karakteristik Penderita Carcinoma Nasopharynx Yang Dirawat Inap di RSU Dr. Pirngadi Kota Medan tahun 1999-2000. Skripsi Mahasiswa FKM USU.

12. Hotmaida D., 2005. Karakteristik Penderita Carcinoma Nasopharynx Yang Dirawat Inap di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2002-Agustus 2004. Skripsi Mahasiswa FKM USU.

13. Sukordja I.D.G., 1996. Onkologi Klinik. Airlangga University Press..

14. Susworo, 1987. Carcinoma Nasopharynx Aspek Diagnostik dan Terapi. FK UI, Jakarta.

15. Boles R.L., Penterjemah : Wijaya C, 1994. Boles Buku Ajar Penyakit THT.

EGC, Jakarta.

16. Komari B.,2004. Kebanyakan Ikan Asin Bisa Kanker Nasofaring. http://www.gizi.net

17. Asroel A.H., 2002. Penatalaksanaan Radioterapi Pada Karsinoma Nasofaring. FK USU, Medan

18. Soetjipto, dkk., 1989. Tumor Telinga Tenggorok Diagnosis dan Penatalaksanaan. FK UI, Jakarta.

19. Argadikoesoema S.G., 2002. Faktor Prediksi Respons Radiasi Pada Carcinoma Nasopharynx. FK UI, Jakarta.

20. Soepardi A.E., 2001. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga dan Tenggorokan Kepala Leher. FK UI, Jakarta.

21. Tjokronegoro A.,1989. Tumor Ganas Telinga-Hidung-Tenggorok. FK UI, Jakarta.

22. Lutan R., 2000. Epidemiologi dan Etiologi Carcinoma Nasopharynx. Buletin Kesehatan Vol. XXXIII, No. 4.

23. Naemah W., 1997. Paparan Beberapa Mediator Terhadap Terjadinya Carcinoma Nasopharynx. FK USU, Medan.

24. Mukawi T.J., 1975. Patologi Carcinoma Nasopharynx . Penerbit Alumni, Bandung.

25. Kartikawati H., 2007. Penatalaksanaan Carcinoma Nasopharynx Menuju Terapi Kombinasi/ Kemoradioterapi. http:// www.library.usu.ac.id 26. Notoatmodjo S., 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Penerbit Kineka

Cipta, Jakarta.

27. Munir D., 2008. Hubungan Antibodi Anti Epstein Barr Virus dengan Karsinoma Nasofaring pada Pasien Etnis Batak di Medan. http:// www.library.usu.ac.id

Dokumen terkait