SKRIPSI
KARAKTERISTIK PENDERITA CARCINOMA NASOPHARYNX RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT ST. ELISABETH MEDAN
TAHUN 2002-2007 OLEH:
FRENGKI CALVINUS T NIM : 041000113
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KARAKTERISTIK PENDERITA CARCINOMA NASOPHARYNX RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT ST. ELISABETH MEDAN
TAHUN 2002-2007
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh:
FRENGKI CALVINUS T NIM. 041000113
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judul :
KARAKTERISTIK PENDERITA CARCINOMA NASOPHARYNX RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT ST. ELISABETH MEDAN
TAHUN 2002-2007
Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh : FRENGKI CALVINUS T
NIM. 041000113
Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 10 Desember 2008
Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji
Ketua Penguji Penguji I
drh. Rasmaliah, M.Kes dr. Achsan Harahap, MPH NIP. 130 365 296 NIP. 130 318 031
Penguji II Penguji III
Drs. Jemadi, M.Kes drh. Hiswani, M.kes NIP. 131 996 168 NIP. 132 084 988
Medan, Desember 2008 Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara Dekan,
ABSTRAK
Carcinoma nasopharynx merupakan masalah kesehatan yang serius dan dapat menimbulkan kekhawatiran bagi penderitanya. Dari data peringkat penyakit kanker pasien rawat inap di Rumah sakit di Indonesia tahun 2005, Carcinoma nasopharynx berada pada peringkat 10 (3,4 %).
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan desain case series. Populasi adalah seluruh penderita carcinoma nasopharynx rawat inap di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan tahun 2002-2007 sebanyak 67 orang dan sampel adalah total sampling.
Ditemukan distribusi proporsi penderita carcinoma nasopharynx rawat inap di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan tahun 2002-2007 berdasarkan sosiodemografi yang terbanyak: kelompok umur ≥ 60 tahun (35,8%), jenis kelamin laki-laki (71,6%), suku Batak (79,1%), agama Kristen Protestan (56,7%), pendidikan menengah (26,9%), pekerjaan petani (23,9%), status perkawinan kawin (92,5%, berasal dari luar kota Medan (53,7%),; keluhan utama benjolan di leher (47,7%); stadium III (50,8%); letak carcinoma tidak tampak (37,3%); penatalaksanaan medis lain-lain (41,8%); lama rawatan rata-rata (6,81); pulang dengan berobat jalan (71,6%). Hasil analisa statistik chi-square diperoleh bahwa tidak ada perbedaan distribusi proporsi pendidikan berdasarkan stadium klinis (p= 0,99); hasi uji t diperoleh bahwa tidak ada perbedaan distribusi proporsi lama rawatan rata-rata berdasarkan stadium klinis (p=0,114).
Pihak Rumah Sakit St. Elisabeth Medan agar lebih meningkatkan pelayanan kesehatan terutama dalam penegakan penatalaksanaan medis pasien dan pihak Rumah Sakit St. Elisabeth Medan melalui bagian rekam medis agar melengkapi data pendidikan pada kartu status dan
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Frengki Calvinus T
Tempat/tanggal lahir : Tanjung Morawa / 29 Agustus 1986
Agama : Katolik
Status Perkawinan : Belum Kawin
Alamat : Jl. M Raya Km 13,5 Gg. Sukidi No. 39 Tanjung
Morawa
Riwayat Pendidikan:
1. Tahun 1992-1998 : SD Negeri No. 101887 Tanjung Morawa 2. Tahun 1998-2001 : SLTPN 1 Tanjung Morawa
3. Tahun 2001-2004 : SMA Negeri 5 Medan
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatNyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “KARAKTERISTIK PENDERITA CARCINOMA NASOPHARYNX RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT St. ELISABETH MEDAN TAHUN 2002-2007”.
Skripsi ini adalah salah satu syarat yang ditetapkan untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Dalam penyelesaian skripsi ini banyak bantuan dan dukungan dari berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu dr. Ria Masniari Lubis, M.Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Sori Muda Sarumpaet, MPH selaku ketua Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 3. Ibu drh. Rasmaliah, Mkes selaku dosen pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan, pengarahan dan saran selama proses penulisan skripsi ini.
4. Bapak dr. Achsan Harahap, MPH selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan saran selama proses penulisan skripsi ini.
6. Bapak dr. M. Arifin Siregar, MSc selaku Dosen Penasehat Akademik.
7. Bapak/ibu dosen yang telah memberikan didikan selama penulis mengikuti proses perkuliahan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, beserta seluruh pegawai.
8. Pihak Rumah Sakit St. Elisabeth Medan yang telah memberikan izin penelitian dan kepada seluruh pegawai dan tenaga kesehatan Rumah Sakit St. Elisabeth Medan khususnya bagian Rekam Medik yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini.
9. Saudari Gifani Anastasya yang selalu memberikan motivasi dan juga solusi sehingga membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
10.Teman-teman Paduan Suara “Bahana Sicilia”(Bayu, Cepri, Roy, Andre, Ari, Minda, Monang) dan juga teman-teman “Kerina Boys”(Nol, Vico, Bram, Jack, Caem, Bahut, Mike, Ipo, Rudtce, Sohid, Doni), terima kasih buat dukungan dan doa-doa kalian.
11.Angkatan 2004 dan seluruh rekan-rekan peminatan Epidemiologi, terima kasih buat kebersamaannya selama ini.
Secara khusus penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua tercinta; Ayahanda F. Tarigan dan Ibunda M. Ginting atas doa, perhatian, kesabaran dan dukungannya dalam menyelesaikan pendidikan di FKM-USU. Demikian juga buat saudara-saudaraku (Bang Fery dan Kak Ika beserta keluarga) terima kasih buat seluruh perhatiannya.
Besar harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.
Medan, Desember 2008
Penulis
5.8. Lama Rawatan rata-rata Penderita Carcinoma Nasopharynx ... 39
5.9. Keadaan Sewaktu Pulang Penderita Carcinoma Nasopharynx .. 39
5.10.Tingkat Pendidikan Penderita Carcinoma Nasopharynx 6.1. Distribusi Proporsi Penderita Carcinoma Nasopharynx ... 47
6.3. Keluhan Utama... 56
6.4. Stadium Klinis ... 57
6.5. Letak Carcinoma ... 58
6.6. Penatalaksanaan Medis ... 59
6.7. Lama Rawatan... 60
6.8. Keadaan Sewaktu Pulang... 61
6.9. Distribusi Proporsi Tingkat Pendidikan Penderita ... 62
Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Stadium klinis 6.10. Distribusi Proporsi Lama Rawatan rata-rata Penderita... 63
Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Stadium klinis 6.11. Distribusi Proporsi Penatalaksanan Medis Penderita ... 64
Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Stadium klinis 6.12. Distribusi Proporsi Stadium Klinis Penderita ... 65
Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan ... 66
7.2. Saran... 67 DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
HALAMAN Tabel 5.1. Distribusi Proporsi Penderita Carcinoma Nasopharynx
Dari Seluruh Rawat Inap di Rumah Sakit St. Elisabeth
Medan per Tahun ... 33 Tabel 5.2. Distribusi Proporsi Penderita Carcinoma Nasopharynx
Berdasarkan Sosiodemografi di Rumah Sakit
St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007... 34 Tabel 5.3. Distribusi Proporsi Penderita Carcinoma Nasopharynx
Berdasarkan Keluhan Utama di Rumah Sakit St. Elisabeth
Medan Tahun 2002-2007 ... 36 Tabel 5.4. Distribusi Proporsi Penderita Carcinoma Nasopharynx
Berdasarkan Stadium Klinis di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan
Tahun 2002-2007 ... 37
Berdasarkan Lama Rawatan rata-rata di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007 ... 39 Tabel 5.8. Distribusi Proporsi Penderita Carcinoma Nasopharynx
Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di Rumah Sakit
St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007... 39 Tabel 5.9. CFR Penderita Carcinoma Nasopharynx per tahun
di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007 ... 40 Tabel 5.10. Distribusi Proporsi Penderita Carcinoma Nasopharynx
Yang Meninggal Berdasarkan Karakteristik Penderita Carcinoma Nasopharynx di Rumah Sakit St. Elisabeth
Tabel 5.11. Distribusi Proporsi Tingkat Pendidikan Penderita Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Stadium klinis
di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007 ... 42 Tabel 5.12. Distribusi Proporsi Lama Rawatan Penderita
Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Stadium klinis
di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007 ... 43 Tabel 5.13. Distribusi Proporsi Penatalaksanaan Medis Penderita
Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan stadium klinis
di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007 ... 44 Tabel 5.14. Distribusi Proporsi Stadium klinis Penderita
Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan
DAFTAR GAMBAR
HALAMAN Gambar 6.1. Diagram Bar Distribusi Proporsi Penderita Carcinoma
Nasopharynx Dari Seluruh Rawat Inap di Rumah Sakit
St. Elisabeth Medan per Tahun ... 47 Gambar 6.2. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita
Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Umur
di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007 ... 48 Gambar 6.3. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita
Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Jenis Kelamin
di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007 ... 49 Gambar 6.4. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita
Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Daerah Tempat Tinggal di Rumah Sakit St. Elisabeth
Medan Tahun 2002-2007 ... 50 Gambar 6.5. Diagram Bar Distribusi Proporsi Penderita
Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Pekerjaan
di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007 ... 51 Gambar 6.6. Diagram Bar Distribusi Proporsi Penderita
Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Suku
di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007 ... 52 Gambar 6.7. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita
Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Agama
di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007 ... 53 Gambar 6.8. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita
Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Pendidikan
di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007 ... 54 Gambar 6.9. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita
Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Status Perkawinan
di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007 ... 55 Gambar 6.10. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita
Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Keluhan Utama
Gambar 6.11. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita
Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Stadium Klinis
di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007 ... 57 Gambar 6.12. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita
Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Letak Carcinoma
di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007 ... 58 Gambar 6.13. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Carcinoma
Nasopharynx Berdasarkan Penatalaksanaan Medis
di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007 ... 59 Gambar 6.14. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Carcinoma
Nasopharynx Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang
di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007 ... 61 Gambar 6.16. Diagram Bar Distribusi Proporsi Tingkat Pendidikan
Penderita Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Stadium klinis di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan
Tahun 2002-2007 ... 62 Gambar 6.17. Diagram Bar Distribusi Proporsi Lama Rawatan rata-rata
Penderita Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Stadium klinis di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan
Tahun 2002-2007 ... 64 Gambar 6.18. Diagram Bar Distribusi Proporsi Penatalaksanan
Medis Penderita Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Stadium klinis di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan
Tahun 2002-2007 ... 65 Gambar 6.19. Diagram Bar Distribusi Proporsi Stadium klinis
Penderita Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di Rumah Sakit St. Elisabeth
ABSTRAK
Carcinoma nasopharynx merupakan masalah kesehatan yang serius dan dapat menimbulkan kekhawatiran bagi penderitanya. Dari data peringkat penyakit kanker pasien rawat inap di Rumah sakit di Indonesia tahun 2005, Carcinoma nasopharynx berada pada peringkat 10 (3,4 %).
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan desain case series. Populasi adalah seluruh penderita carcinoma nasopharynx rawat inap di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan tahun 2002-2007 sebanyak 67 orang dan sampel adalah total sampling.
Ditemukan distribusi proporsi penderita carcinoma nasopharynx rawat inap di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan tahun 2002-2007 berdasarkan sosiodemografi yang terbanyak: kelompok umur ≥ 60 tahun (35,8%), jenis kelamin laki-laki (71,6%), suku Batak (79,1%), agama Kristen Protestan (56,7%), pendidikan menengah (26,9%), pekerjaan petani (23,9%), status perkawinan kawin (92,5%, berasal dari luar kota Medan (53,7%),; keluhan utama benjolan di leher (47,7%); stadium III (50,8%); letak carcinoma tidak tampak (37,3%); penatalaksanaan medis lain-lain (41,8%); lama rawatan rata-rata (6,81); pulang dengan berobat jalan (71,6%). Hasil analisa statistik chi-square diperoleh bahwa tidak ada perbedaan distribusi proporsi pendidikan berdasarkan stadium klinis (p= 0,99); hasi uji t diperoleh bahwa tidak ada perbedaan distribusi proporsi lama rawatan rata-rata berdasarkan stadium klinis (p=0,114).
Pihak Rumah Sakit St. Elisabeth Medan agar lebih meningkatkan pelayanan kesehatan terutama dalam penegakan penatalaksanaan medis pasien dan pihak Rumah Sakit St. Elisabeth Medan melalui bagian rekam medis agar melengkapi data pendidikan pada kartu status dan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang
Gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah masyarakat, bangsa, dan Negara yang ditandai dengan penduduknya memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan serta memiliki derajat kesehatan yang optimal di seluruh wilayah Republik Indonesia.1
Untuk mencapai tujuan tersebut dilaksanakan Program Pembangunan Kesehatan sebanyak enam pokok program yaitu Program Lingkungan sehat, prilaku sehat dan pemberdayaan masyarakat, Program Upaya Kesehatan, Program Perbaikan Gizi Masyarakat, Program Sumber daya masyarakat, Program Obat, makanan dan bahan berbahaya, Program Kebijakan dan manajemen pembangunan kesehatan yang pelaksanaannya dilakukan secara terpadu. Salah satu program tersebut yaitu Program Upaya Kesehatan mempunyai sasaran untuk menurunkan kejadian penyakit tidak menular seperti penyakit jantung, Carcinoma, gangguan mental, kematian akibat kecelakaan dan lain-lain.2
Carcinoma merupakan masalah kesehatan yang menjadi penyebab kematian paling tinggi di dunia dan menimbulkan kekhawatiran bagi penderitanya. Menurut World Health Organization (WHO) (1992) setiap tahunnya ada 6,25 juta penderita carcinoma di dunia. Dalam dekade terakhir ini ada 9 juta orang yang meninggal karena carcinoma dan 2/3 kejadiannya terjadi di negara yang sedang berkembang.3 Menurut World Health Organization (WHO) (2005) pada tahun 2005 terdapat 7,6 juta orang yang meninggal akibat carcinoma di dunia dengan Proportional Mortality Rate (PMR=13,10%) dari seluruh jumlah kematian sebanyak 58 juta orang, dan lebih dari 70 % dari semua penderita carcinoma yang meninggal berasal dari negara maju dan berkembang.4
Menurut Irmayanti pada tahun 2003 di Amerika diperkirakan ada 1.334.100 kasus carcinoma dengan angka kematian sebanyak 556.500 orang atau Case Fatality Rate (CFR=41,71%). Sedangkan di Eropa terdapat 3 juta kasus carcinoma baru tiap tahun dengan angka kematian sebesar 2 juta. 5
Berdasarkan pola penyebab kematian umum di Indonesia carcinoma menunjukkan peningkatan peringkat setiap tahunnya. Pada Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1992 carcinoma berada pada urutan 10, pada Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995 carcinoma berada pada urutan 9 dan pada Survei Kesehatan Nasional (Surkesnas) 2001 carcinoma berada pada urutan 5.6
yang sama di Kotamadya Semarang insidens carcinoma pada laki-laki sebesar 23,51/100.000 dan pada perempuan sebesar 34,07/100.000 penduduk.7
Carcinoma nasopharynx merupakan carcinoma yang banyak di temukan di negara-negara Asia Tenggara, Cina bagian selatan dan Hongkong. Penduduk Republik Rakyat Cina (RRC) khususnya di Propinsi Guang Dong memiliki insidens tertinggi di dunia yaitu 40-50 per 100.000 penduduk pertahun.3,8 Sedangkan insidens terendah terdapat di Cina bagian Utara, Jepang, Eropa dan Amerika yaitu < 4 per 100.000 penduduk pertahun.9
Data dari Registrasi Kanker di 15 Pusat Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran/Rumah Sakit di Indonesia pada tahun 1983 proporsi Carcinoma nasopharynx pada laki-laki menduduki urutan kedua yaitu 18,72 % (287 kasus) setelah Carcinoma lympe sedangkan pada perempuan Carcinoma nasopharynx menduduki urutan kedelapan yaitu 5,75 % (188 kasus).10
Dari data peringkat penyakit kanker pasien rawat inap di Rumah sakit di Indonesia tahun 2005, Carcinoma nasopharynx berada pada peringkat 10 dengan jumlah pasien 1.573 (3,4 %) dari jumlah seluruh pasien 46.265, sedangkan untuk pasien rawat jalan Carcinoma nasopharynx berada pada peringkat 8 dengan jumlah pasien 1.274 (3,22%) dari jumlah seluruh pasien 39.565.6
Penelitian yang dilakukan oleh Pangaribuan (2001) di RSU Dr. Pirngadi Medan tahun 1999-2000 ditemukan 103 penderita Carcinoma nasopharynx rawat inap dan yang meninggal sebanyak 14 orang (CFR = 13,59 %).11
Penelitian Hotmaida di RSUP Haji Adam Malik Medan menunjukkan bahwa Carcinoma nasopharynx merupakan Carcinoma peringkat ke-3 dari 10 jenis Carcinoma di RSUP Haji Adam Malik Medan pada tahun 2003 yaitu 41 orang (12,06 %) setelah Carcinoma paru sebanyak 61 orang (16,35 %), Carcinoma serviks sebanyak 51 orang dan pada tahun 1999-2001 ditemukan 72 penderita Carcinoma nasopharynx rawat inap dan pada tahun 2002-Agustus 2004 sebanyak 124 penderita Carcinoma nasopharynx rawat inap.12
Data yang diperoleh dari survei awal di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2002-2007 ditemukan penderita Carcinoma nasopharynx yang dirawat inap sebanyak 67 orang. Pada tahun 2002 sebanyak 11 orang, tahun 2003 sebanyak 8 orang, tahun 2004 sebanyak 11 orang, tahun 2005 sebanyak 13 orang, tahun 2006 sebanyak 15 orang dan tahun 2007 sebanyak 9 orang.
1.2. Perumusan masalah
Belum diketahuinya karakteristik penderita Carcinoma nasopharynx rawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2002-2007.
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan umum
Mengetahui karakteristik penderita Carcinoma nasopharynx rawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2002-2007.
1.3.2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui distribusi proporsi kasus carcinoma nasopharynx dari seluruh rawat inap per tahun.
b. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita menurut sosiodemografi antara lain: umur, jenis kelamin, daerah tempat tinggal, pekerjaan, suku, agama, pendidikan, status perkawinan.
c. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita berdasarkan keluhan utama. d. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita berdasarkan stadium klinis. e. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita berdasarkan letak carcinoma. f. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita berdasarkan penatalaksanaan
medis yang diberikan.
h. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita berdasarkan keadaan sewaktu pulang.
i. Untuk mengetahui perbedaan proporsi pendidikan berdasarkan stadium klinis. j. Untuk mengetahui perbedaan proporsi lama rawatan rata-rata berdasarkan
stadium klinis
k. Untuk mengetahui perbedaan proporsi penatalaksanan medis berdasarkan stadium klinis
l. Untuk mengetahui perbedaan proporsi stadium klinis berdasarkan keadaan sewaktu pulang
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang membutuhkan data penelitian ini, untuk melakukan penelitian selanjutnya dengan desain penelitian yang lebih sempurna.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Tumor
Tumor ialah benjolan atau pembengkakan yang disebabkan oleh neoplasma dan tumor juga merupakan istilah umum yang dipakai untuk semua bentuk pembengkakan atau benjolan pada tubuh. Tumor secara khusus dipakai pula untuk pengganti nama kanker jinak, sebagaimana istilah kanker dimaksudkan sebagai suatu tumor ganas. Neoplasma adalah penyakit pertumbuhan sel karena di dalam tubuh timbul sel-sel baru yang berbeda dari sel normal asalnya, untuk penyederhanaanya dikenal sel neoplasma jinak dan sel neoplasma ganas atau carcinoma.3
2.1. Pengertian Carcinoma
Carcinoma adalah penyakit pertumbuhan sel, yang tidak hanya terjadi pada manusia tetapi juga binatang dan tetumbuhan akibat adanya kerusakan gen yang mengatur pertumbuhan dan diferensiasi sel.13
2.2. Nasopharynx
Susunan organ pernafasan manusia dimulai dari nasal, pharynx, larynx, trachea lalu masuk ke bronchus. Pharynx adalah salah satu organ pernafasan manusia yang mempunyai fungsi yaitu sebagai saluran pernafasan dan sebagai saluran pencernaan. Pharynx berguna untuk menyalurkan makanan ke lambung dan mengalirkan udara ke paru-paru. Nasopharynx adalah bagian atas pernafasan dari pharynx dan tidak dapat bergerak kecuali palatum mole bagian bawah. Bagian tengah pharynx disebut oropharynx, meluas dari batas bawah palatum mole sampai permukaan lingual epiglottis dan mempunyai hubungan yang erat dengan beberapa struktur tubuh yang secara klinis memiliki arti penting. 15
Gambar 1.1. Irisan wajah dan leher, memperlihatkan Nasopharynx dan
organ-organ di sekitarnya.16
2.3. Pengertian Carcinoma Nasopharynx
Carcinoma nasopharynx adalah keganasan tumor pada bagian atas faring (nasopharynx) dan merupakan salah satu jenis carcinoma yang memiliki prognosisburuk dikarenakan posisi tumor yang berdekatan dengan dasar tengkorak dan berbagai struktur penting lain. Menurut Harry Asroel, carcinoma nasopharynx adalah tumor ganas yang tumbuh di daerah nasopharynx dengan predileksi di fosa Rossenmuller dan atap nasopharynx.17
2.4. Pertumbuhan9
-Nasopharynx terletak pada saluran nafas bagian atas di belakang cavumnasi berbentuk kerucut terpotong. Daerah tetangga nasopharynx adalah rongga hidung, tuba eustachius dan basis kranii. Pertumbuhan tumor pada daerah tetangga menimbulkan manifestasi klinis tertentu. Dalam pertumbuhan carcinoma nasopharynx dikenal tiga bentuk yaitu ulkus, nodul dan eksofitik.
2.4.1. Bentuk Ulkus
lesi kecil tumbuh progresif infiltratif, meluas pada jaringan sekitarnya antara lain ke bagian lateral atau ke atap nasopharynx dan tulang basis cranium .
Adapun gambar anatomi dari telinga manusia yang menunjukkan fosa Rossenmuller dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 1.2. Irisan telinga yang memperlihatkan fosa Rossenmuller16 2.4.2. Bentuk Nodul
Bentuk nodul paling banyak muncul di area tuba eustachius dan infiltrasi pada sekitar tube diikuti obliterasi yang menimbulkan gangguan pendengaran. Tumor meluas pada petrospenoindal dan tumbuh di sekitar beberapa syaraf cranial namun tidak menimbulkan gangguan neurologik.
2.4.3. Bentuk Eksofitik
2.5. Epidemiologi
2.5.1. Distribusi Carcinoma Nasopharynx a. Berdasarkan host
Penelitian Soetjipto (1989) di RSCM Jakarta, ditemukan penderita carcinoma nasopharynx pada umur 8 sampai 83 tahun dan terbanyak pada umur 40-49 tahun sebanyak 176 orang (26,71%).18
Penelitian Adnan (1996) di RSUP Haji Adam Malik Medan ditemukan penderita carcinoma nasopharynx terbanyak pada umur 40-49 tahun yaitu 22,86 %, pada umur 50-59 tahun yaitu 21,43 %, umur termuda adalah 13 tahun dan umur tertua adalah 76 tahun.7
Dari berbagai penelitian yang pernah dilakukan, ditemukan bahwa penderita carcinoma nasopharynx lebih banyak pada laki-laki dibanding perempuan. Hasil penelitian Soetjipto (1989) di RSCM Jakarta diperoleh perbandingan antara pasien laki-laki dengan perempuan yaitu 2-3:1.17 Penelitian Adnan (1996) terhadap penderita carcinoma nasopharynx di RSUP Haji Adam Malik diperoleh perbandingan laki-laki dengan perempuan yaitu 3,67:1.8
b. Berdasarkan tempat
daratan Cina bagian Selatan, khususnya suku Kanton di propinsi Guang Dong dengan angka rata-rata 30-50 / 100.000 penduduk per tahun.14 Jenis keganasan ini sangat jarang ditemukan di daratan Eropa dan Amerika Utara, yaitu dengan angka kejadian kurang dari 1 di antara 100,000 penduduk19
Menurut Roezin, dkk (2000) di Indonesia kejadian carcinoma nasopharynx hampir merata di setiap daerah. Di RSCM Jakarta ditemukan lebih dari 100 kasus carcinoma nasopharynx setahun, di RS Hasan Sadikin Bandung rata-rata 60 kasus, di daerah Ujung Pandang penderita carcinoma nasopharynx sebanyak 25 kasus, di daerah Palembang sebanyak 25 kasus, di daerah Denpasar sebanyak 15 kasus dan 11 kasus di Padang dan Bukittinggi.20
c. Berdasarkan waktu
Data yang diperoleh dari registrasi kanker berdasarkan Patologi di Indonesia pada tahun 1991 menunjukkan adanya 1059 (5,6%) kasus carcinoma nasopharynx di antara 18,770 kasus keganasan.19
Di bagian THT RSUP. H. Adam Malik Medan selama 5 tahun (1997-2001) didapatkan 42 orang penderita carsinoma nasopharynx yang mendapat radioterapi.14
2.5.2. Faktor Yang Mempengaruhi Carcinoma Nasopharynx a. Infeksi Virus Epstein Barr21
faktor yang saling berkaitan, sehingga akhirnya disimpulkan bahwa penyebab penyakit ini adalah multifaktor.
Infeksi virus Epstein-Barr berperan penting dalam timbulnya carcinoma nasopharynx. Virus dapat masuk ke dalam tubuh dan tetap tinggal di nasofaring tanpa menimbulkan gejala dalam jangka waktu yang lama. Virus epstein barr merupakan virus yang paling luas tersebar di dunia dan diperkirakan 99,9 % anak-anak di negara yang sedang berkembang terinfeksi virus epstein barr pada usia 3 tahun sedangkan di negara maju diperkirakan 80-90 % dari seluruh penduduk telah terinfeksi virus epstein barr.
Dalam serum sebagian besar penderita carcinoma nasopharynx diidentifikasikan antibodi terhadap antigen virus Epstein barr terutama antibodi terhadap virus capsid antigen (IgA-VCA) dengan titer tinggi yang berbeda bermakna dengan control. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan erat antara infeksi virus Epstein barr dengan carcinoma nasopharynx. Dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa sebelum muncul symptom carcinoma nasopharynx, IgA-VCA mungkin meningkat dalam serum. Hal ini merupakan pertanda bahwa virus berperan dalm pertumbuhan carcinoma nasopharynx.9
limphosit B. Keadaan ini merupakan suatu mekanisme kompleks. Bila mekanisme ini gagal, maka akan terjadi infeksi Virus Epstein Barr yang fatal atau kronis.22
Untuk mengaktifkan virus ini, dibutuhkan suatu mediator. Kebiasaan untuk mengkonsumsi ikan asin secara terus menerus mulai dari masa kanak-kanak, merupakan mediator utama yang dapat mengaktifkan virus ini sehingga menimbulkan carcinoma nasopharynx. Mediator di bawah ini dianggap berpengaruh untuk timbulnya carcinoma nasopharynx yaitu :
a. Ikan asin, makanan yang diawetkan dan nitrosamin.
b. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah, lingkungan dan kebiasaan hidup.
c. Sering kontak dengan zat-zat yang dianggap karsinogen, seperti : benzopyrenen, benzoanthracene, gas kimia, asap industri, asap kayu, beberapa ekstrak tumbuhan. d. Ras dan keturunan
e. Radang kronis di daerah nasofaring b. Faktor Kimia/Lingkungan23
benzofluoranthacene dan zat-zat hydrocarbon aromatic dalam kadar yang cukup tinggi.
Suku Bantu dan Nilo-Hamitic yang hidup dalam gubuk-gubuk kecil di daerah yang sangat tinggi dari permukaan laut dengan ventilasi yang kurang baik serta tempat memasak memakai kayu bakar sering menderita rhinitis vasomotorika dengan mengeluarkan cairan kental. Clifford yakin cairan ini mengandung suatu zat karsinogenik, sehingga insidens penyakit carcinoma nasopharynx lebih tinggi pada suku-suku tersebut apabila dibandingkan dengan orang-orang yang hidup di daerah dengan ketinggian yang lebih rendah dari permukaan laut serta menempati rumah-rumah dengan ventilasi yang baik.
c. Faktor Makanan17
Kebiasaan makan ikan yang diasinkan pada penduduk Cina selatan, dianggap sebagai salah satu faktor yang menyebabkan carcinoma nasopharynx. Menurut Dr Budianto "Angka kejadian kanker nasofaring memang cukup tinggi pada golongan nelayan tradisional di Hong Kong yang mengkonsumsi ikan asin,"
Penelitian internasional di Hongkong menyebutkan bahwa ikan asin adalah makanan yang popular di Cina Selatan dan merupakan faktor penyebab timbulnya carcinoma nasopharynx. Teori ini didasarkan pada tingginya angka kejadian penyakit ini pada golongan nelayan tradisional di Hongkong. Mereka mengonsumsi ikan asin dalam jumlah besar, dan kurang konsumsi vitamin, buah, dan sayuran segar.
mengkonsumsi ikan yang diasinkan resiko menderita carcinoma nasopharynx lebih besar 7,5-37,3 kali dari pada orang-orang yang lebih singkat mengkonsumsi ikan yang diasinkan.22
d. Faktor Pekerjaan
Tanwir (1978) mengutip dari penelitian yang dilakukan oleh Acheson pada tahun 1972 yang menyatakan bahwa carcinoma nasopharynx banyak ditemukan pada tukang-tukang kayu industri mebel di Inggris. Diperkirakan penyebabnya adalah debu-debu kayu yang terbentuk pada proses pembuatan mebel.11
e. Faktor Genetik
Beberapa penderita carcinoma nasopharynx yang pernah dijumpai, setelah diteliti ternyata masih mempunyai hubungan keluarga antara penderita yang satu dengan penderita yang lainnya. Kecurigaan bahwa genetik berperan sebagai faktor terjadinya carcinoma nasopharynx didasari atas resiko tinggi yang terdapat pada orang Cina baik yang tinggal di negaranya sendiri maupun yang telah berimigrasi ke negara lain. Hal ini menunjukkan bahwa ada pengaruh faktor genetic terhadap terjadinya carcinoma nasopharynx.23
2.6. Gejala Klinis14
Gejala klinis pada penyakit carcinoma nasopharynx terdiri dari gejala dini dan gejala lanjut.
2.6.1. . Gejala Dini
Pada umumnya tumor bermula di fosa Rossenmuller dan pertumbuhannya dapat menyebabkan penyumbatan muara tuba. Pasien mengeluh rasa penuh di telinga, rasa berdengung kadang-kadang disertai dengan gangguan pendengaran. Gejala ini merupakan gejala yang sangat dini dari carcinoma nasopharynx.
b. Gejala Hidung21 1. Mimisan
Dinding tumor biasanya rapuh sehingga pada iritasi ringan dapat terjadi perdarahan hidung/mimisan. Keluarnya darah ini biasanya berulang-ulang, biasanya jumlahnya sedikit bercampur dengan ingus.
2. Sumbatan Hidung
Sumbatan hidung yang menetap terjadi akibat pertumbuhan tumor ke dalam rongga hidung dan menutupi choana. Gejala menyerupai pilek kronis, kadang-kadang disertai gangguan penciuman dan adanya ingus kental.
c. Gejala mata dan syaraf
Tumor ini juga menyebabkan gangguan pada mata (diplopia) dan juga membuat gerakan bola mata menjadi terbatas.
a. Gejala akibat tumor yang mengadakan infiltrasi/Lymphadenopathy Servikal
Melalui aliran pembuluh lymph, sel-sel carcinoma dapat sampai di kelenjar limfe leher dan tertahan disana karena memang kelenjar ini merupakan pertahanan agar sel-sel kanker tidak langsung mengalir ke bagian tubuh yang lebih jauh. Lymphadenopathy servikal merupakan gejala utama yang mendorong pasien datang ke dokter.24
b. Gejala akibat perluasan tumor ke jaringan sekitar 1. Perluasan ke atas
Tumor meluas ke intra-kranial menjalar sepanjang fosa medialis. Perluasan ke atas sering ditemukan di Indonesia.
2. Perluasan ke belakang
Tumor meluas ke belakang secara ekstra-kranial sepanjang fosa posterior. Tumor dapat mengenai otot dan menyebabkan kekakuan otot-otot rahang sehingga terjadi kesulitan dalam membuka mulut (trismus).
c. Gejala akibat metastase
2.7. Diagnosis
Persoalan diagnostik sudah dapat dipecahkan dengan pemeriksaan CT-Scan daerah kepala dan leher, sehingga pada tumor primer yang tersembunyi pun tidak akan sulit ditemukan. Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan :
2.7.1. Pemeriksaan Nasopharynx
Pemeriksaan tumor primer di nasopharynx dapat dilakukan dengan cara rinoskopi posterior (tidak langsung), dan nasofaringoskopi (langsung), serta fibernasofaringoskopi.9
2.7.2. Pemeriksaan Radiologi
Tujuan utama pemeriksaan radiology adalah untuk memberikan diagnosis yang lebih pasti pada kecurigaan adanya carcinoma pada daerah nasopharynx, menetukan lokasi yang lebih tepat dari carcinoma tersebut, mencari dan menentukan luasnya penyebaran carcinoma ke jaringan sekitarnya. Pemeriksaan yang dilakukan dengan pemeriksaan “CT Scan”.15
2.7.3. Biopsi Nasopharynx
Bisa dilakukan dengan anastesi (bius) lokal ataupun dengan anastesi umum.9 2.7.4. Pemeriksaan Patologi
2.8. Klasifikasi14
Klasifikasi gambaran histopatologi yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebelum tahun 1991, dibagi atas 3 tipe, yaitu :
1. Carcinoma sel skuamosa berkeratinisasi (Keratinizing Squamous Cell Carcinoma).
Tipe ini dapat dibagi lagi menjadi diferensiasi baik, sedang dan buruk. 2. Carcinoma non-keratinisasi (Non-keratinizing Carcinoma).
Pada tipe ini dijumpai adanya diferensiasi, tetapi tidak ada diferensiasi Skuamosa tanpa jembatan intersel. Pada umumnya batas sel cukup jelas. 3. Carcinoma tidak berdiferensiasi (Undifferentiated Carcinoma).
Pada tipe ini sel tumor secara individu memperlihatkan inti yang vesikuler, berbentuk oval atau bulat dengan nukleoli yang jelas. Pada umumnya batas sel tidak terlihat dengan jelas.Tipe tanpa diferensiasi dan tanpa keratinisasi mempunyai sifat yang sama, yaitu bersifat radiosensitif. Sedangkan jenis dengan keratinisasi tidak begitu radiosensitif.
Klasifikasi gambaran histopatologi terbaru yang direkomendasikan oleh WHO pada tahun 1991, hanya dibagi atas 2 tipe, yaitu :
1. Carcinoma sel skuamosa berkeratinisasi (Keratinizing Squamous Cell Carcinoma).
2. Carcinoma non-keratinisasi (Non-keratinizing Carcinoma).
Menurut UICC edisi ke V th 1997 dengan klasifikasi TNM Stadium Carcinoma nasopharynx ditentukan sbb:
T : Menggambarkan keadaan tumor primer, besar dan perluasannya. T1 : Tumor terbatas pada nasofaring
T2 : Tumor meluas ke orofaring dan atau fosa nasal a. T2a : Tanpa perluasan ke parafaring b. T2b : Dengan perluasan ke parafaring T3 : Invasi ke struktur tulang dan atau sinus paranasal
T4 : Tumor meluas ke intrakranial dan atau mengenai saraf otak, fosa infratemporal hipofaring atau orbita
N : Menggambarkan kelenjar limfe regional N0 : Tidak ada pembesaran kelenjar
N1 : Terdapat pembesaran kelenjar ipsilateral < 6 cm N2 : Terdapat pembesaran kelenjar bilateral < 6 cm
N3 : Terdapat pembesaran kelenjar > 6 cm atau ekstensi ke supraklavikular. M : Menggambarkan metastasis jauh
M0 : Tidak ada metastasis jauh M1 : Terdapat Metastasis jauh Stadium I :
Stadium IIB :
T1, N1, M0 atau T2a, N1, M0 atau T2b, N0-1, M0 Stadium III :
T1-2, N2, M0 atau T3, NO-2, M0 Stadium IVA :
T4, N0-2, M0 Stadium IVB : Tiap T, N3, M0 Stadium IV C : Tiap T, Tiap N, M1
2.10. Pencegahan20
a. Pencegahan Premordial
1. Menjaga pola makan yang teratur dan seimbang dan mengurangi mengkonsumsi ikan asin.
2. Menjaga daya immune host sehingga virus tidak mudah masuk. 3. Menjaga sanitasi lingkungan hidup.
b. Pencegahan Primer
2. Berusaha menghindari faktor-faktor yang diperkirakan dapat mempengaruhi munculnya carcinoma ini.
3. Mengenal gejala-gejala munculnya carcinoma nasopharynx. c. Pencegahan Sekunder
1. Melakukan deteksi dini terhadap timbulnya penyakit ini dengan cara melakukan pemeriksaan terhadap sitologi hapusan (swab) nasopharynx berkala oleh dokter ahli THT.
2. Melakukan pengobatan, misalnya radioterapi dan kemoterapi. d. Pencegahan Tersier
Meliputi rehabilitasi dan perawatan di Rumah sakit.
2.11. Pengobatan
Pengobatan carcinoma nasopharynx biasanya tidak dalam bentuk tunggal melainkan dalam bentuk beberapa kombinasi terapi yaitu radioterapi, kemoterapi, dan bias juga dengan melakukan operasi.
2.11.1. Radioterapi14
2.11.2. Kemoterapi9
Pemberian obat sitostatika ada 2 cara yaitu: 1. Obat tunggal
Jenis obat tunggal antara lain Methotrexat (40 mg/m2), Mitomycin C (0,2 mg Kg BB), Cycophosphamide (800 mg/m2), Blcocyn (15 mg/m2), 5-Fluorourasil (500 mg/m2) dan Cisplatin. Obat tunggal ini biasanya diberikan pada seri permulaan radioterapi 2 kali dalam seminggu.
2. Obat Sitostatika Ganda
Pemberian obat sitostatika ganda biasanya merupakan lanjutan radioterapi atau diberikan sebelum dan sesudah radioterapi yang dikenal dengan nama
sanwichtherap. Pemberian sitostatika ganda menganjurkan kombinasi COF-COM, BMC dan COMA (Cyclophophamide, Oncovin, Fluorasil, Methotrexate, Bleocyn, Cis Platinum, Adriamycin)
2.11.3. Operasi14
Tindakan operasi pada penderita carcinoma nasopharinx berupa diseksi leher radikal dan nasofaringektomi. Diseksi leher dilakukan jika masih ada sisa kelenjar pasca radiasi atau adanya kekambuhan kelenjar dengan syarat bahwa tumor primer sudah dinyatakan bersih yang dibuktikan dengan pemeriksaan radiologik dan serologi.
BAB 3
KERANGKA KONSEP 3.1. Kerangka konsep
Karakteristik Penderita Carsinoma Nasopharynx
1. Sosiodemografi terdiri dari : Umur
Jenis kelamin Suku
Agama Pendidikan Pekerjaan
Status perkawinan Daerah tempat tinggal. 2. Keluhan utama
3. Stadium klinis 4. Letak carcinoma 5. Penatalaksanaan medis 6. Lama rawatan rata-rata 7. Keadaan sewaktu pulang
3.2. Definisi Operasional
3.2.1. Penderita carcinoma nasopharynx adalah penderita yang dinyatakan menderita carcinoma nasopharynx berdasarkan diagnosa dokter yang dicatat pada kartu status penderita yang ada di rekam medik.
3.2.2. Umur adalah usia penderita carcinoma nasopharynx sesuai dengan yang tercatat pada kartu status di rekam medik dibedakan atas:18
3.2.3. Jenis kelamin adalah jenis kelamin penderita carsinoma nasopharynx yang tercatat pada kartu status di rekam medik dibedakan atas:
1. Laki-laki 2. Perempuan
3.2.4. Suku adalah ras/etnik bangsa yang melekat pada diri penderita carcinoma nasopharynx sesuai dengan yang tercatat pada kartu status dibedakan atas: 1. Batak ( Toba, Karo, Simalungun, Mandailing, Pak-pak)
2. Jawa 3. Melayu 4. Nias 5. Tionghoa 6. Aceh
3.2.5. Agama adalah kepercayaan yang dianut oleh penderita carcinoma nasopharynx sesuai dengan yang tercatat pada kartu status dibedakan atas: 1. Islam
2. Kristen Protestan 3. Kristen Katolik 4. Budha
5. Hindu
3.2.6. Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang dilalui oleh penderita carcinoma nasopharynx sesuai dengan yang tercatat pada kartu status dibedakan atas:
3.2.7. Pekerjaan adalah suatu kegiatan rutin dilakukan oleh penderita carcinoma
nasopharynx sesuai dengan yang tercatat pada kartu status dibedakan atas: 1. PNS/Pensiunan
2. Pegawai Swasta 3. Wiraswasta 4. IRT
5. Pelajar 6. Petani
7. Tidak bekerja 8. Lain-lain
3.2.8. Status perkawinan adalah riwayat perkawinan penderita carcinoma nasopharynx sesuai dengan yang tercatat pada kartu status dibedakan atas: 1. Kawin
2. Tidak kawin
3.2.9. Daerah tempat tinggal adalah tempat dimana penderita carcinoma nasopharynx tinggal dan menetap sesuai dengan yang tercatat pada kartu status dibedakan atas:
1. Medan 2. Luar Medan
3.2.10.Keluhan utama adalah keluhan penderita carcinoma nasopharynx yang menyebabkan penderita datang ke Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan sesuai dengan yang tercatat pada kartu status dibedakan atas:
1. Adanya benjolan di leher
2. Perdarahan dari hidung (epistakis) 3. Telinga berdenging (tinnitus) 4. Sakit kepala
3.2.11.Stadium klinis adalah tingkat keparahan penderita carcinoma nasopharynx
berdasarkan diagnosa dokter sesuai dengan yang tercatat pada kartu status dibedakan atas:
1. Stadium I 2. Stadium II 3. Stadium III 4. Sadium IV
Untuk analisa statistik stadium klinis dikategorikan menjadi: 1. Stadium Dini (stadium I dan II )
2. Stadium Lanjut (stadium III dan IV)
3.2.12.Letak carcinoma adalah letak carcinoma pada penderita carcinoma nasopharynx berdasarkan diagnosa dokter sesuai dengan yang tercatat pada kartu status dibedakan atas:
1. Kanan 2. Kiri
3. Kanan + Kiri 4. Tidak tampak
3.2.13. Penatalaksanaan medis adalah usaha yang diberikan kepada penderita sehubungan dengan tindakan penyembuhan sesuai dengan yang tercatat pada kartu status dibedakan atas:
1. Radioterapi 2. Kemoterapi 3. Operasi
4. Radioterapi+Kemoterapi 5. Lain-lain
Untuk analisa statistik Penatalaksanaan medis dikategorikan menjadi: 1. Bedah
3.2.14. Lama Rawatan rata-rata adalah lama rawatan yang dijalani penderita
carcinoma nasopharynx dari hari pertama masuk sampai hari terakhir perawatan di Rumah Sakit Elisabeth Medan sesuai dengan yang tercatat pada
kartu status.
3.2.15. Keadaan sewaktu pulang adalah kondisi penderita carcinoma nasopharynx pada waktu keluar dari Rumah Sakit Elisabeth Medan sesuai dengan yang tercatat pada kartu status dibedakan atas:
1. Pulang berobat jalan
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah bersifat deskriptif dengan menggunakan desain case series.26
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan karena belum pernah dilakukan penelitian tentang carcinoma nasopharynx pada tahun 2002-2007 sebelumnya dan dengan pertimbangan bahwa di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan terdapat data yang dibutuhkan tentang penderita carcinoma nasopharynx.
4.2.2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini dimulai pada bulan April 2008 sampai dengan Desember 2008. Adapun kegiatan yang dilakukan adalah Survei awal, Pencarian Literatur, Penulisan Proposal, Bimbingan Proposal, Seminar Proposal, Pengumpulan dan Pengolahan Data, Penulisan Skripsi, Ujian Skripsi.
4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi
4.3.2. Sampel
Sampel adalah data penderita carcinoma nasopharynx rawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2002-2007, besar sampel adalah sama dengan populasi (Total Sampling).
4.4. Jenis dan Sumber Data
Data yang dikumpulkan adalah data sekunder yang diperoleh dari kartu status penderita carcinoma nasopharynx rawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2002-2007.
4.5. Teknik Analisa Data
Data yang dikumpulkan diolah secara deskriptif dengan menggunakan program SPSS, kemudian dianalisa dengan menggunakan uji Chi-Square dan t-test
BAB 5
HASIL PENELITIAN
5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan terletak di Jalan H. Misbah No 7 Medan. Rumah sakit ini merupakan rumah sakit milik Kongregasi Fransisikanes Santa Elisabeth Medan. Pelayanan yang diberikan merupakan pelayanan rawat inap dan rawat jalan.
Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan memiliki beberapa unit pelayanan medis, yaitu Unit Gawat Darurat (UGD), Unit Rontgen, Unit BKIA, Unit Laboratorium, Unit Farmasi (rawat jalan dan rawat inap), Unit EEG, Unit Hemodialysis, Unit Fisioteraphy, Unit EKG, Unit Endoscopy, Intensive Care Unit (ICU) dan kamar bedah.
5.2. Distribusi Proporsi Penderita Carcinoma Nasopharynx Dari Seluruh
Rawat Inap di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan per Tahun.
Adapun distribusi proporsi penderita carcinoma nasopharynx dari seluruh rawat inap di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan per tahun dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 5.1. Distribusi Proporsi Penderita Carcinoma Nasopharynx Dari Seluruh Rawat Inap di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan per Tahun.
No Tahun Jumlah Penderita Jumlah Rawat inap %
1 2002 11 11.382 0,1
2 2003 8 10.752 0,07
3 2004 11 10.309 0,1
4 2005 13 12.576 0,1
5 2006 15 10.627 0,14
6 2007 9 10.550 0,08
Total 67 66.196
Berdasarkan tabel 5.1 dapat dilihat bahwa proporsi penderita Carcinoma Nasopharynx dari seluruh rawat inap di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan tahun 2002-2007 adalah 0,1 % pada tahun 2002, 2004, dan 2005, 0,07 % pada tahun 2003, 0,14 % pada tahun 2006, dan 0,08 % pada tahun 2007.
5.3. Sosiodemografi Penderita Carcinoma Nasopharynx
Tabel 5.2. Distribusi Proporsi Penderita Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan
Berdasarkan tabel 5.2 dapat dilihat karakteristik penderita carcinoma nasopharynx rawat inap di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan tahun 2002-2007 berdasarkan sosiodemografi (umur, jenis kelamin, suku, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, dan daerah tempat tinggal) adalah sebagai berikut: kelompok umur terbanyak adalah pada kelompok umur ≥ 60 tahun yaitu 24 orang (35,8%) dan yang paling sedikit adalah kelompok umur < 30 tahun yaitu 5 orang (7,5%). Penderita carcinoma nasopharynx yang terbanyak adalah laki-laki 48 orang (71,6%) dan paling sedikit adalah perempuan yaitu 19 orang (28,4%).
Berdasarkan suku, yang terbanyak adalah suku Batak (Toba, karo, simalungun, mandailing, pak-pak) yaitu 53 orang (79,1%). Berdasarkan agama, yang terbanyak adalah agama Kristen Protestan yaitu 38 orang (56,7%) dan paling sedikit adalah agama Budha yaitu 2 orang (3%). Berdasarkan pendidikan, yang terbanyak adalah Pendidikan Menengah yaitu 18 orang (26,9%) dan yang paling sedikit adalah Pendidikan Dasar yaitu 11 orang (16,5%). Berdasarkan pekerjaan, yang terbanyak adalah Petani yaitu 16 orang (23,9%) dan paling sedikit adalah Lain-lain yaitu 1 orang (1,5%).
5.4. Keluhan Utama Penderita Carcinoma Nasopharynx
Adapun Keluhan utama penderita carcinoma nasopharynx di Rumah sakit St. Elisabeth Medan tahun 2002-2007 dapat dilihat pada tabel 5.3:
Tabel 5.3. Distribusi Proporsi Penderita Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Keluhan Utama di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007.
No Keluhan Utama f %
1 Adanya benjolan di leher 42 62,7
2 Perdarahan dari hidung (epistakis) 18 26,9
3 Telinga berdenging (tinnitus) 6 9,0
4 Sakit kepala 11 16,5
Berdasarkan tabel 5.3 dapat dilihat bahwa keluhan utama penderita carcinoma nasopharynx rawat inap di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan tahun 2002-2007 yang terbanyak adalah adanya benjolan di leher yaitu 42 orang (62,7%) dan paling sedikit adalah telinga berdenging (tinnitus) yaitu 6 orang (9,0%).
Adapun kombinasi dari keluhan utama yang ada pada penderita dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
No Keluhan Utama f %
1 Adanya benjolan di leher 32 47,7
2 Perdarahan dari hidung (epistakis) 12 17,9
3 Telinga berdenging (tinnitus) 6 9,0
4 Sakit kepala 7 10,4
5 Benjolan dileher+epistakis 6 9,0
6 Benjolan dileher+sakit kepala 4 6,0
Total 67 100
2007 yang terbanyak adalah adanya benjolan di leher yaitu 32 orang (47,7%) dan paling sedikit adalah benjolan dileher+sakit kepala yaitu 4 orang (6,0%).
5.5. Stadium Klinis Penderita Carcinoma Nasopharynx
Adapun stadium klinis penderita carcinoma nasopharynx di Rumah sakit St. Elisabeth Medan tahun 2002-2007 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 5.4. Distribusi Proporsi Penderita Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Stadium Klinis di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007.
No Stadium Klinis f %
1 Stadium I 2 3
2 Stadium II 24 35,8
3 Stadium III 34 50,8
4 Stadium IV 7 10,4
Total 67 100
Dari tabel 5.4 dapat dilihat bahwa proporsi stadium klinis pada penderita carcinoma nasopharynx yang terbanyak adalah pada stadium III yaitu 34 orang (50,8%) dan paling sedikit adalah pada stadium I yaitu 2 orang (3%).
5.6. Letak Carcinoma Penderita Carcinoma Nasopharynx
Adapun letak carcinoma penderita carcinoma nasopharynx di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan tahun 2002-2007 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 5.5. Distribusi Proporsi Penderita Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Letak Carcinoma di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007.
No Letak Carcinoma f %
1 Kanan 18 26,9
2 Kiri 23 34,3
3 Kanan+kiri 1 1,5
4 Tidak tampak 25 37,3
Dari tabel 5.5 dapat dilihat bahwa letak carcinoma yang terbanyak pada penderita carcinoma nasopharynx adalah tidak tampak yaitu 25 orang (37,3%) dan yang paling sedikit adalah pada kanan+kiri yaitu 1 orang (1,5%).
5.7. Penatalaksanan Medis Yang Diberikan Pada Penderita Carcinoma Nasopharynx
Adapun penatalaksanaan medis yang diberikan pada penderita carcinoma nasopharynx di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan tahun 2002-2007 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 5.6. Distribusi Proporsi Penderita Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Penatalaksanan Medis di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007.
No Penatalaksanaan Medis f %
1 Radioterapi 26 38,8
2 Kemoterapi 5 7,4
3 Operasi 4 6,0
4 Radioterapi + Kemoterapi 4 6,0
5 Lain-lain 28 41,8
Total 67 100
5.8. Lama Rawatan Rata-rata Penderita Carcinoma Nasopharynx
Lama rawatan rata-rata penderita carcinoma nasopharynx di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan tahun 2002-2007 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 5.7. Distribusi Proporsi Penderita Carcinoma Nasopharynx
Berdasarkan tabel lama rawatan rata-rata diatas dapat dilihat bahwa coefisien of variation 116% (> 10%) artinya hari rawatan bervariasi dimana lama rawatan tersingkat adalah 1 hari dan terpanjang adalah 60 hari.
5.9. Keadaan Sewaktu Pulang Penderita Carcinoma Nasopharynx
Adapun keadaan sewaktu pulang penderita carcinoma nasopharynx di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 5.8. Distribusi Proporsi Penderita Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007.
No Keadaan Sewaktu Pulang f %
1 Pulang berobat jalan 48 71,6
2 Pulang atas permintaan sendiri 10 14,9
3 Meninggal 9 13,5
Berdasarkan tabel 5.8 dapat dilihat bahwa keadaan penderita carcinoma nasopharynx sewaktu pulang yang terbanyak adalah pulang berobat jalan yaitu 48 orang (71,6%), pulang atas permintaan sendiri sebanyak 10 orang (14,9%) dan yang meninggal dunia sebanyak 9 orang (13,5%).
Distribusi CFR penderita carcinoma nasopharynx per tahun di Rumah sakit St. Elisabeth Medan tahun 2002-2007 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 5.9. CFR Penderita Carcinoma Nasopharynx per tahun di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007
No Tahun Meninggal Jumlah Penderita CFR(%)
1 2002 1 11 9
2 2003 1 8 12,5
3 2004 1 11 9
4 2005 1 13 7,6
5 2006 4 15 26,7
6 2007 1 9 11
Total 9 67
Berdasarkan tabel 5.9 dapat dilihat bahwa CFR penderita carcinoma nasopharynx di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan tahun 2002-2007 yang tertinggi pada tahun 2006 yaitu sebesar 26,7 % dan terendah pada tahun 2005 yaitu sebesar 7,6 %.
Berdasarkan tabel 5.10 dapat dilihat bahwa penderita carcinoma nasopharynx yang meninggal yang paling banyak pada kelompok umur 50-59 dan ≥ 60 tahun yaitu masing-masing 4 orang (44,5%), laki-laki 5 orang (55,45%), Suku Batak 9 orang (100%), Kristen Protestan 6 orang (66,5%), pendidikan menengah 3 orang (33,5%), PNS/Pensiunan 4 orang (44,5%), Status kawin 9 orang (100%), daerah tempat tinggal di Medan 5 orang (55,45%), keluhan utama adanya benjolan di leher 5 orang (55,45%), Stadium IV 5 orang (55,45%), letak carcinoma di kiri dan tidak tampak masing-masing 4 orang (44,5%), dan penatalaksanaan medis yang dilakukan yaitu kemoterapi 6 orang (66,5%).
5.10. Tingkat Pendidikan Penderita Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Stadium klinis
Tingkat pendidikan penderita carcinoma nasopharynx berdasarkan stadium klinis di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan tahun 2002-2007 dapat lebih jelas dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 5.11. Distribusi Proporsi Tingkat Pendidikan Penderita Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Stadium klinis di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007
Pendidikan
Dasar Menengah Tinggi Total
Stadium Klinis
f % f % f % f % Stadium Dini
(Stadium I dan II)
4 23,5 7 41,2 6 35,3 17 100
Stadium Lanjut (Stadium III dan IV)
7 25,0 11 39,3 10 35,7 28 100
Berdasarkan tabel 5.9 dapat dilihat bahwa dari seluruh penderita carcinoma nasopharynx, terdapat penderita yang berada pada stadium dini dengan pendidikan dasar sebanyak 4 orang (23,5%), pendidikan menengah sebanyak 7 orang (41,2%), pendidikan tinggi sebanyak 6 orang (35,3%). Penderita carcinoma nasopharynx yang berada pada stadium lanjut dengan pendidikan dasar sebanyak 7 orang (25%), pendidikan menengah sebanyak 11 orang (39,3%), pendidikan tinggi sebanyak 10 orang (35,7%).
Hasil uji chi-square diperoleh p > 0,05 artinya tidak ada perbedaan distribusi proporsi yang bermakna antara tingkat pendidikan berdasarkan stadium klinis. Tingkat pendidikan tidak berbeda secara bermakna pada kedua stadium klinis.
5.11. Lama Rawatan rata-rata Penderita Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Stadium klinis
Lama rawatan rata-rata penderita carcinoma nasopharynx berdasarkan stadium klinis di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan tahun 2002-2007 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 5.12. Distribusi Proporsi Lama Rawatan rata-rata Penderita Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Stadium klinis di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007
Lama Rawatan rata-rata
Stadium Klinis N X SD
Stadium Dini (Stadium I dan II)
26 8,73 11,30 Stadium Lanjut
(Stadium III dan IV)
Berdasarkan tabel 5.10 dapat dilihat bahwa dari 67 penderita carcinoma nasopharynx, terdapat 26 orang yang berada pada stadium dini dengan lama rawatan rata-rata 8,73 hari dan Standard deviasi (SD) sebesar 11,3. Pada stadium lanjut terdapat 41 orang dengan lama rawatan rata-rata 5,59 hari dan Standard deviasi (SD) sebesar 4,41.
Berdasarkan t-test diperoleh nilai p > 0,05 artinya tidak ada perbedaan yang bermakna antara lama rawatan rata-rata dengan stadium klinis.
5.12. Penatalaksanan Medis Penderita Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Stadium klinis.
Penatalaksanaan medis penderita carcinoma nasopharynx berdasarkan stadium klinis di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan tahun 2002-2007 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 5.13. Distribusi Proporsi Penatalaksanaan Medis Penderita Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Stadium klinis di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007
Penatalaksanaan Medis Bedah Non bedah
Total Stadium Klinis
f % f % f % Stadium Dini
(Stadium I dan II)
2 7,7 24 92,3 26 100
Stadium Lanjut (Stadium III dan IV)
2 4,9 39 95,1 41 100
X2=0,224 df=1 p=0,636
bedah sebanyak 24 orang (92,3%). Pada stadium lanjut yang dilakukan tindakan bedah sebanyak 2 orang (4,9%) dan non bedah sebanyak 39 orang (95,1%).
Berdasarkan hasil uji chi-square tidak dapat digunakan karena pada tabel 2x2 tersebut ada 2 sel (50%) yang expected countnya kurang dari 5 maka digunakan uji Fisher’s exact diperoleh p>0,05. Hal ini berarti tidak ada perbedaan yang bermakna proporsi penatalaksanaan medis berdasarkan stadium klinis.
5.13. Stadium Klinis Penderita Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang
Stadium klinis penderita carcinoma nasopharynx berdasarkan keadaan sewaktu pulang di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan tahun 2002-2007 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
pada stadium lanjut sebanyak 26 orang (54,2%). Penderita carcinoma nasopharynx yang Meninggal dunia berada pada stadium dini sebanyak 1 orang (11,1%) dan berada pada stadium lanjut sebanyak 8 orang (88,9%).
BAB 6 PEMBAHASAN
6.1. Distribusi Proporsi Penderita Carcinoma Nasopharynx Dari Seluruh Rawat Inap di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan per Tahun
Gambar 6.1. Diagram Bar Distribusi Proporsi Penderita Carcinoma Nasopharynx Dari Seluruh Rawat Inap di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan per Tahun. Nasopharynx dari seluruh rawat inap di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan tahun 2002-2007 adalah 0,1 % pada tahun 2002, 2004, dan 2005, 0,07 % pada tahun 2003, 0,14 % pada tahun 2006, dan 0,08 % pada tahun 2007.
6.2. Sosiodemografi Penderita Carcinoma Nasopharynx
6.2.1. Umur
Gambar 6.2. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Umur di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007
22,4% 20,9%
13,4% 7,5%
35,8%
≥ 60 tahun 50-59 tahun 40-49 tahun 30-39 tahun < 30 tahun
Berdasarkan gambar 6.2 dapat dilihat bahwa proporsi penderita Carcinoma Nasopharynx yang terbanyak terdapat pada kelompok umur ≥ 60 tahun sebesar 35,8 % dan paling sedikit terdapat pada kelompok umur < 30 tahun sebesar 7,5 %. Umur termuda adalah 10 tahun dan paling tua adalah umur 78 tahun.
6.2.2. Jenis Kelamin
Gambar 6.3. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Jenis Kelamin di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007
28,4%
71,6%
Laki-laki Perempuan
Berdasarkan gambar 6.3 dapat dilihat bahwa proporsi penderita Carcinoma Nasopharynx yang terbanyak terdapat pada Laki-laki sebesar 71,60 % dan paling sedikit adalah perempuan sebesar 28,40 %.
Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Munir pada pasien etnis Batak di kota Medan tahun 2008 yang menemukan bahwa proporsi penderita Carcinoma Nasopharynx terbanyak pada laki-laki sebesar 65,4 % dan perempuan sebesar 34,6 %.27
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Soejipto (1989) di RSCM Jakarta diperoleh penderita carcinoma nasopharynx lebih banyak pada laki-laki dibanding dengan perempuan dengan perbandingan 2-3:1.17
6.2.3. Suku
Gambar 6.4. Diagram Bar Distribusi Proporsi Penderita Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Suku di Rumah Sakit St. Elisabeth nasopharynx yang terbanyak terdapat pada suku Batak sebesar 79,1% dan yang paling sedikit adalah suku Aceh dan Melayu sebesar 1,5%.
Penelitian Munir yang mencari hubungan antara antibodi anti virus epstein barr dengan carcinoma nasopharynx juga dilakukan pada etnis Batak yang ada di Kota Medan. Ini mengindikasikan bahwa suku Batak lebih banyak menderita carcinoma nasopharynx dibandingkan dengan suku-suku lainnya.27
6.2.4. Agama
Gambar 6.5. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Agama di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007
19,4%
20,9%
56,7% 3%
Kristen Protestan Islam Kristen Katolik Budha
Berdasarkan gambar 6.7 dapat dilihat bahwa proporsi penderita carcinoma nasopharynx yang terbanyak beragama Kristen Protestan sebesar 56,7% dan yang paling sedikit beragama Budha sebesar 3%. Hal ini bukan karena yang beragama Kristen Protestan berisiko tinggi terhadap terjadinya carcinoma nasopharynx, tetapi disebabkan karena Rumah Sakit St. Elisabeth Medan merupakan salah satu rumah sakit Kristen yang ada di Medan sehingga banyak penderita yang beragama Kristen
6.2.5. Pendidikan
Gambar 6.6. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Pendidikan di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007
23,8% 16,5%
32,8%
26,9%
Tidak Tercatat Pendidikan Menengah Pendidikan Tinggi Pendidikan Dasar
Berdasarkan gambar 6.8 dapat dilihat bahwa proporsi penderita carcinoma nasopharynx terbanyak dengan kategori tingkat pendidikan Tidak tercatat sebesar 32,8% dan paling sedikit adalah pendidikan dasar sebesar 16,5%.
Banyaknya penderita carcinoma nasopharynx yang berumur ≥ 60 tahun membuat pencatatan tingkat pendidikan oleh petugas kurang dilaksanakan dengan baik. Hal ini dapat dilihat karena dari seluruh penderita carcinoma nasopharynx yang tingkat pendidikannya Tidak tercatat berasal dari kelompok umur ≥ 60 tahun.
6.2.6. Pekerjaan
Gambar 6.7. Diagram Bar Distribusi Proporsi Penderita Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Pekerjaan di Rumah Sakit St. nasopharynx terbanyak adalah yang pekerjaannya sebagai petani sebesar 23,9% dan yang paling sedikit adalah lain-lain sebesar 1,5%. Kategori lain-lain disini adalah penderita yang pekerjaannya tercatat di kartu status yaitu pekerjaan tidak tetap.
Banyaknya penderita carcinoma nasopharynx yang pekerjaannya tercatat sebagai petani disebabkan karena banyaknya penderita carcinoma nasopharynx yang berasal dari luar kota Medan (>50%), karena seluruh penderita yang bekerja sebagai petani adalah penduduk luar kota Medan.
terbanyak pada umur 40-49 tahun sehingga kelompok umur pelajar sangat kecil untuk menderita penyakit ini.
6.2.7. Status Perkawinan
Gambar 6.8. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Status Perkawinan di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007
7,5%
92,5%
Kaw in Tidak kaw in
Berdasarkan gambar 6.9 dapat dilihat bahwa proporsi penderita carcinoma nasopharynx terbanyak dengan status kawin sebesar 92,5% dan yang tidak kawin sebesar 7,5 %.
Hal ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hotmaida (2005) di RSUP Haji Adam Malik Medan yang menemukan proporsi penderita carcinoma nasopharynx terbanyak dengan status kawin sebesar 88.7 %.12
6.2.8. Daerah Tempat Tinggal
Gambar 6.9. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Daerah Tempat Tinggal di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007
46,3%
53,7%
Di luar Medan Medan
Berdasarkan gambar 6.4 dapat dilihat bahwa proporsi penderita carcinoma nasopharynx yang bertempat tinggal di luar Medan sebesar 53,7 % lebih banyak dibandingkan dengan yang bertempat tinggal di Medan sebesar 46,3 %.
Hasil penelitian Hotmaida (2005) di RSUP Haji Adam Malik Medan, ditemukan penderita carcinoma nasopharynx yang bertempat tinggal di luar Medan sebesar 58,9 % dan yang bertempat tinggal di Medan sebesar 41,1 %. 12
6.3. Keluhan Utama
Gambar 6.10. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Keluhan Utama di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007
17,9% 10,4%
9%
9% 6%
47,7%
Adanya benjolan di leher Perdarahan dari hidung (epistakis) Sakit kepala Benjolan dileher+epistakis Telinga berdenging (tinnitus) Benjolan dileher+sakit kepala
Berdasarkan gambar 6.10 dapat dilihat proporsi penderita carcinoma nasopharynx berdasarkan keluhan utama yang terbanyak adalah adanya benjolan di leher yaitu 47,7% dan paling sedikit adalah benjolan dileher+sakit kepala sebesar 6%.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Hotmaida (2005) di RSUP Haji Adam Malik Medan yang menemukan bahwa penderita carcinoma nasopharynx datang berobat dengan keluhan utama adalah benjolan di leher yaitu 68,6%.12
epistakis (perdarahan dari hidung) ataupun sakit kepala dianggap hal yang biasa dan merupakan gejala penyakit yang lain.
6.4. Stadium Klinis
Gambar 6.11. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Carcinoma Nasopharynx Berdasarkan Stadium Klinis di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan Tahun 2002-2007
50,8%
35,8%
10,4% 3%
Stadium III Stadium II Stadium IV Stadium I
Berdasarkan gambar 6.11 dapat dilihat proporsi penderita carcinoma nasopharynx yang terbanyak pada stadium III yaiu 50,8% dan paling sedikit adalah pada stadium I sebesar 3%.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Hotmaida (2005) di RSUP Haji Adam Malik Medan yang menemukan penderita carcinoma nasopharynx terbanyak datang berobat pada stadium III sebesar 52,4%.12