• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kesesuaian Lahan dan Kebijakan Permukiman di Kawasan Pesisir Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Kesesuaian Lahan dan Kebijakan Permukiman di Kawasan Pesisir Kota Medan"

Copied!
137
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KESESUAIAN PEMANFAATAN RUANG

PERMUKIMAN KAWASAN PESISIR KOTA MEDAN

T E S I S

Oleh

RABIATUN

097004004/PSL

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ANALISIS KESESUAIAN PEMANFAATAN RUANG PERMUKIMAN KAWASAN PESISIR KOTA MEDAN

T E S I S

Ditujukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Master Sains Dalam Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

RABIATUN 097004004/PSL

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Penelitian : ANALISIS KESESUAIAN PEMANFAATAN RUANG PERMUKIMAN KAWASAN PESISIR KOTA MEDAN Nama Mahasiswa : Rabiatun

Nomor Pokok : 097004004

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL)

Menyetujui : Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH.,MS Ketua

Prof. Dr. Abdul Rauf, MS Anggota

Dr. R. Hamdani Harahap, M.Si Anggota

Ketua Program Studi

(Prof.Dr. Retno Widhiastuti, MS

Direktur

Prof. Dr. Ir. A. Rahim Martondang, MSIE

(4)

Telah diuji pada

Tanggal 27 Februari 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH.,MS Anggota : 1. Prof. Dr. Abdul Rauf, MS

(5)

ANALISIS KESESUAIAN PEMANFAATAN RUANG PERMUKIMAN DI KAWASAN PESISIR KOTA MEDAN

ABSTRAK

Penelitian ini menjelaskan apakah kesesuaian pemanfaatan ruang permukiman di pertimbangkan di kawasan pesisir kota Medan. Disamping itu, penelitian ini juga

memaparkan keterkaitan pendapat masyarakat terhadap memilih lokasi permukiman di kawasan pesisir kota Medan.Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan kuantitatif untuk memperoleh gambaran tingkat kesesuaian penggunaan lahan permukiman di kawasan pesisir dan untuk membandingkan kondisi eksisting di lapangan yang ditinjau berdasarkan karakteristik fisik lahannya dengan standar atau ketentuan yang telah tetapkan yang didapat dari kajian teori yang telah dilakukan. Masing-masing kondisi eksisting alam di wilayah penelitian dikonversikan dalam nilai dan bobot tertentu sehingga memudahkan dalam analisa numerik . Analisis data dalam penelitian ini adalah analisis kesesuaian lahan yang diperuntukkan bagi permukiman dengan kriteria lahan mana saja yang sesuai untuk kawasan permukiman, dengan teknik perbandingan (matching) dan teknik tumpang susun (overlay) yang menggunakan teknologi Sistem Informasi Geografis (GIS). Analisis selanjutnya yang digunakan adalah analisis kebijakan permukiman dan dilakukan survey sosial ekonomi pada lokasi penelitian dengan mengaitkan pendapat masyarakat terhadap lokasi permukiman yang sesuai, kemudian dilakukan perbandingan terhadap Rencana Tata Ruang kota Medan.Berdasarkan hasil analisis kesesuaian lahan yang dibagi dalam empat kelompok kesesuaian, diketahui bahwa di wilayah studi terdapat lahan yang sangat sesuai untuk permukiman seluas 148,602 ha (1,69%) yang tersebar di Kecamatan Medan Belawan, Kecamatan Medan Labuhan dan Kecamatan Medan Marelan; lahan yang sesuai untuk permukiman seluas 5.853,676 ha (66,42%); lahan yang kurang sesuai untuk permukiman seluas 1.850,598 ha (21,00%); lahan yang tidak sesuai untuk permukiman seluas 959,998 ha (10,89%). Dari empat tingkatan kesesuaian lahan permukiman tersebut, prioritas utama pembangunan untuk kawasan permukiman yaitu pada kriteria sangat sesuai dan sesuai yakni seluas 6.002,278 ha (68,11%). Berkaitan dengan kondisi morfologi wilayah studi adalah kawasan pesisir, diperoleh pendapat masyarakat tentang lahan permukiman yang dikaitkan dengan keamanan dari bencana terutama banjir, bahwa masyarakat menyadari lingkungan yang mereka tempati tidak aman sebesar 53 % , dan yang sangat aman hanya 4 %. Rekomendasi yang ditawarkan adalah memberikan pemahaman yang benar kepada masyarakat yang tinggal dekat dengan pantai mengenai permukiman yang sesuai untuk masyarakat misalnya sanitasi, pendidikan dan perbaikan kontruksi rumah. Dalam peningkatan kualitas lingkungan permukiman, masyarakat perlu difasilitasi dengan pembentukan lembaga organisasi sehingga dapat mengakomodasi aspirasi masyarakat dan membuka peluang untuk mendapatkan akses bantuan dari pemerintah atau pihak luar untuk perbaikan kondisi permukiman.

(6)

SUITABILITY ANALYSIS OF SPACE UTILIZATION FIELD IN THE SETTLEMENT COASTAL CITY OF MEDAN

ABSTRACT

This study describes whether the conformance consider the utilization of space in the settlements in the coastal city of Medan. In addition, this study also describes the relationship of public opinion to choose the location of settlements in the coastal city of Medan. The method used in this research is descriptive and quantitative method to obtain a suitability level of residential land use in coastal regions and to compare the existing conditions in the field are reviewed based on the physical characteristics of land with a standard or specified provisions that have been derived from theoretical studies have been conducted . Each of the existing condition of nature in the study area and converted the value of a certain weight to facilitate the numerical analysis. Data analysis in this study is the analysis of the suitability of land designated for residential land to the criteria which are appropriate for the settlement area, in a comparative (matching) and overlapping stacking technique (overlay) which uses the technology of Geographic Information Systems (GIS). Subsequent analysis used was the analysis of housing policy and socio-economic survey conducted at the study site by linking public opinion to the appropriate settlement location, then do a comparison against the Spatial Plan of the city of Medan. Based on the results of land suitability analysis is divided into four groups of conformity, it is known that in the study area there is land that is suitable for the residential area of 148.602 ha (1.69%) spread in Belawan Medan District, District and Sub Medan Medan Labuhan Marelan; land according to the settlement area of 5853.676 ha (66.42%), less land suitable for residential area of 1850.598 ha (21.00%); land that is not appropriate for the settlement area of 959.998 ha (10.89%). Of the four levels of residential land suitability, the main priority for the housing area that is very appropriate to the criteria and fit the area of 6002.278 ha (68.11%). Morphology associated with the condition of the study area is the coastal region, obtained by the public opinion about the settlement of land associated with the security of the disaster, especially floods, that the public aware of the environment they live on is not secure by 53%, and a very safe only 4%. Recommendations are offered to give a true understanding to the people who live near the beach on an appropriate settlement for the community such as sanitation, education and home improvement construction. In improving the quality of neighborhoods, communities need to be facilitated by the establishment of organization so as to accommodate the aspirations of the people and the opportunity to gain access to assistance from the government or outside parties to improve housing conditions.

(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin. Segala puji dan syukur hanya untuk Allah SWT

atas izin dan karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Tesis ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang berjudul “Analisis Kesesuaian Lahan dan Kebijakan Permukiman di Kawasan Pesisir Kota Medan”. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Master Sains pada Jurusan Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan di Sekolah

Pascasarjana USU Medan.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya Penulis sampaikan kepada Bapak

Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH.,MS, Bapak Prof. Dr. Abdul Rauf, MS dan Bapak

Dr. Hamdani Harahap, M.Si, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan

petunjuk, bimbingan dan pengarahannya sehingga penelitian dan penulisan tesis ini

berjalan dengan baik, serta kepada Bapak Prof. Dr. Suwardi Lubis, MS., dan Dr.

Delvian, SP., M.Si masing-masing sebagai penguji yang telah memberikan saran

guna kesempurnaan tesis ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada

Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Ketua Yayasan Universitas Dharmawangsa

yang telah memberikan bantuan moril dan finansial selama penulis menjalani

pendidikan dan penelitian.

Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Direktur Sekolah

(8)

Lingkungan (PSL), Bapak dan Ibu staf pengajar, seluruh karyawan Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Bappeda Kota Medan, pegawai Kecamatan

dan Kepala Desa di 3 (tiga) Kecamatan Pesisir dan rekan-rekan seperjuangan

mahasiswa PSL angkatan 2009 serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan

satu persatu yang telah memberikan dan bantuan fasilitas dalam penyelesaian tesis

ini.

Tak lupa sembah sujud dan terima kasih Penulis haturkan kepada kedua orang

tua penulis dan suami yang telah banyak memberikan pengorbanan, semangat dan

do’a kepada penulis.

Tesis ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mohon kritikan dan saran

yang membangun untuk kesempurnaannya. Semoga tesis ini bermanfaat bagi kita

semua. Amin Ya Robbal’alamin.

Medan, Januari 2011

Penulis,

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Aek kanopan kabupaten Labuhan Batu Utara pada

tanggal 05Maret 1980. Penulis merupakan anak ke-5 dari 6 bersaudara.

Jenjang pendidikan formal yang dilalui adalah TK Aisyiah Bustanul Athfal

lulus tahun 1986, Sekolah Dasar YWKA lulus tahun 1992, SMP YWKA lulus tahun

1995, SMA Swasta Dharmawangs lulus tahun 1998. Pada tahun 2003 lulus dari

Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas MIPA Universitas Negeri Medan.

Pengalaman bekerja sebagai Dosen Tetap Yayasan Pendidikan

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ………..

DAFTAR ISI……. ……….

2.2.2. Faktor Pemilihan Lokasi Permukiman ………..

2.3. Kebijakan Tata Ruang………..……….

2.4. Sistim Informasi Geografis Dalam Penentuan Lokasi Kawasan

(11)

3.2. Bahan dan Alat ……….

4.3. Pendapat Masyarakat di Kawasan Pesisir Kota Medan……

4.4. Hasil Perbandingan Kesesuaian Lahan Permukiman Dengan

RTRW Kota Medan………

34 62 69

94 4.5. Penggabungan Analisis Kesesuaian Lahan dengan Pendapat

(12)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1. Jumlah Sampel Setiap Kelurahan Berdasarkan KK……….. 29

2. Variabel Kesesuaian Lahan Untuk Permukiman……….. 30

3. Kondisi Wilayah Studi…..……… 34

4. Kerusakan Ekosistem Hutan Mangrove di Pantai Timur Sumatera Utara ………. 36

5. Hasil Analisis Ketinggian di Wilayah Studi ……… 40

6. Kriteria Kesesuaian Kawasan Menurut Klasifikasi Kemiringan Lahan……… 41

7. Hasil Analisis kemiringan di Wilayah Studi ……….. 41

8. Distribusi Kondisi Drainase di Wilayah Studi ……… 43

9. Distribusi Kedalaman Efektif Tanah Untuk Kesesuaian Permukiman di Wilayah Studi………. 44

10. Kondisi Wilayah Studi Berdasarkan Kelas Jarak dari Sungai/Pantai Untuk Kesesuaian Permukiman Menurut Luasan………... 47

11. Potensi Wilayah Kawasan Utara Kota Medan..……… 53

12. Jumlah Penduduk di Wilayah Studi…..……… 56

13. Jenis Mata Pencarian………. ………….. 59

14. Perkiraan Kesempatan Kerja Kota Medan Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2005-2010……….. 60

15. Jumlah Sekolah di Kawasan Utara Kota Medan…. ……… 60

16. Hasil Analisis Kesesuaian Permukiman……….. 64

17. Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ………… 71

18. Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan………… 72

19. Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Pekerjaaan…………. 73

20. Persepsi Terhadap Keamanan………... 73

21. Terjadinya Banjir ……….. 74

28. Akses ke Pelayanan kesehatan..……….. 80

29. Angkutan ke Tempat Kerja……….. 81

30. Akses ke Angkutan Kota………. 82

(13)

32. Syarat Utama Rumah……….. 85

33. Persyaratan Rumah Terpenuhi………. 85

34. Persyaratan Tambahan………. 86

35. Bantuan Dana……… 89

36. Peruntukan Untuk Permukiman (Draf Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2008-2028)………. 94

37. Hasil Analisis Kesesuaian Lahan Untuk Permukiman………….. 94

38. Jenis Rencana Pemanfaatan Dalam RTWK Kota Medan……… 98

39. Posisi Rumah Responden Hasil Pengamatan GPS……… 112

40. Hasil Kusioner Responden……… 116

(14)

TABEL GAMBAR

No Judul Halaman

1. Kerangka Berfikir……… 6

2. Peta Administrasi Wilayah Studi……… 24

3. Teknik Overlay Kesesuaian Lahan Untuk Permukiman……… 32

4. Peta Ketinggian……… 39

5. Kriteria Ketinggian……….. 40

6. Peta Kemiringan……… 42

11 Peta Kesesuaian Permukiman………. 67

12 Presentase Responden Mengalami Banjir………. 74

13 Presentasi Sumber Banjir……… 75

14 Presentase Frekuensi Banjir……….. 77

15 Presentase Terganggu Bau………. 78

16 Presenatse Akses ke Angkutan Kota………. 82

17 Sumber Air………. 83

18 Presentase Lokasi Terhadap Banjir………... 84

19 Peta Overlay Hasil Kesesuaian Lahan Dengan Pemanfaatan Ruang Draft RTRW Kota Medan ………. 99

20 Tempat Pembelanjaan di Kecamatan Labuhan……… 121

21 Akses Jalan Raya yang Menghubungkan Antara Medan dan Belawan……… 121

22 Jalan yang Mengalami Kerusakan di Kecamatan Medan Marelan………. 122

23 Kondisi Permukiman Nelayan di Kecamatan Medan Belawan………. 122

24 Sampah Hasil Buangan Rumah Tangga di Kecamatan Medan Belawan……….. 123

25 Permukiman Penduduk di Areal Hutan Mangrove……… 123

26 Rumah Penduduk yang kena Bencana Banjir Pasang………. 124

(15)

ANALISIS KESESUAIAN PEMANFAATAN RUANG PERMUKIMAN DI KAWASAN PESISIR KOTA MEDAN

ABSTRAK

Penelitian ini menjelaskan apakah kesesuaian pemanfaatan ruang permukiman di pertimbangkan di kawasan pesisir kota Medan. Disamping itu, penelitian ini juga

memaparkan keterkaitan pendapat masyarakat terhadap memilih lokasi permukiman di kawasan pesisir kota Medan.Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan kuantitatif untuk memperoleh gambaran tingkat kesesuaian penggunaan lahan permukiman di kawasan pesisir dan untuk membandingkan kondisi eksisting di lapangan yang ditinjau berdasarkan karakteristik fisik lahannya dengan standar atau ketentuan yang telah tetapkan yang didapat dari kajian teori yang telah dilakukan. Masing-masing kondisi eksisting alam di wilayah penelitian dikonversikan dalam nilai dan bobot tertentu sehingga memudahkan dalam analisa numerik . Analisis data dalam penelitian ini adalah analisis kesesuaian lahan yang diperuntukkan bagi permukiman dengan kriteria lahan mana saja yang sesuai untuk kawasan permukiman, dengan teknik perbandingan (matching) dan teknik tumpang susun (overlay) yang menggunakan teknologi Sistem Informasi Geografis (GIS). Analisis selanjutnya yang digunakan adalah analisis kebijakan permukiman dan dilakukan survey sosial ekonomi pada lokasi penelitian dengan mengaitkan pendapat masyarakat terhadap lokasi permukiman yang sesuai, kemudian dilakukan perbandingan terhadap Rencana Tata Ruang kota Medan.Berdasarkan hasil analisis kesesuaian lahan yang dibagi dalam empat kelompok kesesuaian, diketahui bahwa di wilayah studi terdapat lahan yang sangat sesuai untuk permukiman seluas 148,602 ha (1,69%) yang tersebar di Kecamatan Medan Belawan, Kecamatan Medan Labuhan dan Kecamatan Medan Marelan; lahan yang sesuai untuk permukiman seluas 5.853,676 ha (66,42%); lahan yang kurang sesuai untuk permukiman seluas 1.850,598 ha (21,00%); lahan yang tidak sesuai untuk permukiman seluas 959,998 ha (10,89%). Dari empat tingkatan kesesuaian lahan permukiman tersebut, prioritas utama pembangunan untuk kawasan permukiman yaitu pada kriteria sangat sesuai dan sesuai yakni seluas 6.002,278 ha (68,11%). Berkaitan dengan kondisi morfologi wilayah studi adalah kawasan pesisir, diperoleh pendapat masyarakat tentang lahan permukiman yang dikaitkan dengan keamanan dari bencana terutama banjir, bahwa masyarakat menyadari lingkungan yang mereka tempati tidak aman sebesar 53 % , dan yang sangat aman hanya 4 %. Rekomendasi yang ditawarkan adalah memberikan pemahaman yang benar kepada masyarakat yang tinggal dekat dengan pantai mengenai permukiman yang sesuai untuk masyarakat misalnya sanitasi, pendidikan dan perbaikan kontruksi rumah. Dalam peningkatan kualitas lingkungan permukiman, masyarakat perlu difasilitasi dengan pembentukan lembaga organisasi sehingga dapat mengakomodasi aspirasi masyarakat dan membuka peluang untuk mendapatkan akses bantuan dari pemerintah atau pihak luar untuk perbaikan kondisi permukiman.

(16)

SUITABILITY ANALYSIS OF SPACE UTILIZATION FIELD IN THE SETTLEMENT COASTAL CITY OF MEDAN

ABSTRACT

This study describes whether the conformance consider the utilization of space in the settlements in the coastal city of Medan. In addition, this study also describes the relationship of public opinion to choose the location of settlements in the coastal city of Medan. The method used in this research is descriptive and quantitative method to obtain a suitability level of residential land use in coastal regions and to compare the existing conditions in the field are reviewed based on the physical characteristics of land with a standard or specified provisions that have been derived from theoretical studies have been conducted . Each of the existing condition of nature in the study area and converted the value of a certain weight to facilitate the numerical analysis. Data analysis in this study is the analysis of the suitability of land designated for residential land to the criteria which are appropriate for the settlement area, in a comparative (matching) and overlapping stacking technique (overlay) which uses the technology of Geographic Information Systems (GIS). Subsequent analysis used was the analysis of housing policy and socio-economic survey conducted at the study site by linking public opinion to the appropriate settlement location, then do a comparison against the Spatial Plan of the city of Medan. Based on the results of land suitability analysis is divided into four groups of conformity, it is known that in the study area there is land that is suitable for the residential area of 148.602 ha (1.69%) spread in Belawan Medan District, District and Sub Medan Medan Labuhan Marelan; land according to the settlement area of 5853.676 ha (66.42%), less land suitable for residential area of 1850.598 ha (21.00%); land that is not appropriate for the settlement area of 959.998 ha (10.89%). Of the four levels of residential land suitability, the main priority for the housing area that is very appropriate to the criteria and fit the area of 6002.278 ha (68.11%). Morphology associated with the condition of the study area is the coastal region, obtained by the public opinion about the settlement of land associated with the security of the disaster, especially floods, that the public aware of the environment they live on is not secure by 53%, and a very safe only 4%. Recommendations are offered to give a true understanding to the people who live near the beach on an appropriate settlement for the community such as sanitation, education and home improvement construction. In improving the quality of neighborhoods, communities need to be facilitated by the establishment of organization so as to accommodate the aspirations of the people and the opportunity to gain access to assistance from the government or outside parties to improve housing conditions.

(17)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Propinsi Sumataera Utara memiliki 2 (dua) wilayah pesisir yakni, Pantai

Timur dan Pantai Barat. Salah satu wilayah pesisir pantai timur Sumatera Utara

adalah Kota Medan. Kota Medan memiliki luas wilayah 265,10 km persegi yang

terbagi dalam 21 Kecamatan dan 151 kelurahan, Kota Medan dihuni oleh 2.083.156

jiwa penduduk yang terdiri dari berbagai suku bangsa dengan tingkat pertumbuhan

sebesar 6,18% (BPS, 2009).

Wilayah administratif kawasan pesisir Kota Medan meliputi 3 kecamatan

yaitu Kecamatan Medan Belawan, Kecamatan Medan Labuhan dan Kecamatan

Medan Marelan yang terdapat di kawasan utara Kota Medan. Adapun luas wilayah

pesisir 86,74 km2 (32,71 %) dari luas Kota Medan seluas 265,10 km2. Kawasan pesisir yang berada di utara kota Medan, dengan dukungan lokasi yang strategis,

sumber daya alam kaya serta sarana/prasarana memadai menjadi bagian dari

perkembangan kota yang pesat ditandai dengan ramainya aktivitas di sepanjang

wilayah pesisir tersebut, dari permukiman yang padat, wisata pantai, hingga sektor

industri, selain memiliki potensi pembangunan, juga memiliki ancaman tekanan

eksploitasi yang dapat mengarah kepada kerusakan lingkungan dan sumberdaya alam

(18)

Sejalan dengan pertambahan penduduk dan peningkatan kegiatan

pembangunan sosial ekonomi, “nilai” wilayah pesisir terus bertambah. Konsekuensi

dari tekanan terhadap pesisir ini adalah masalah pengelolaan yang timbul karena

konflik pemanfaatan oleh berbagai pihak kepentingan yang ada di wilayah pesisir.

Semakin lemahnya kesadaran manusia terhadap pelestarian lingkungannya, semakin

tinggi kerusakan yang terjadi pada lingkungan tersebut. Hal ini juga akan merusak

lahan, sehingga lahan tidak mampu lagi memberikan fungsinya kepada manusia baik

secara langsung maupun tidak langsung. Selain ketidaksadaran terhadap lingkungan,

lahan juga rusak karena terjadi penyalahgunaan fungsi terhadap lahan tersebut. Disaat

lahan tidak mampu lagi memberikan fungsinya terhadap keadaan fisik dan sosial, ini

akan berdampak terhadap masyarakat yang berada disekitarnya.

Sebagian besar wilayah pesisir kawasan utara Kota Medan dinilai rawan

banjir, karena banyak areal bekas hutan bakau yang berubah fungsi menjadi areal

pertapakan gudang, permukiman dan terminal penumpukan peti kemas.Banjir air laut

pasang di pesisir Medan utara, semakin sulit dicegah karena minimnya luas areal

lahan hutan bakau (mangrove) di wilayah itu.

Perkembangan permukiman di kawasan utara Kota Medan khususnya

kawasan pesisir merupakan bentuk perkembangan fisik kota. Mengingat data-data

mengenai perkembangan permukiman sangat penting bagi perencanaan dan

pembangunan, maka perlu dipantau agar tidak menimbulkan masalah di masa yang

akan datang. Dalam merumuskan pola tata ruang kota di masa yang akan datang,

(19)

menghindari dampak-dampak negatif dari pertumbuhan kota (Yunus, 2005).

Pemanfaatan lahan untuk permukiman perlu diatur dengan baik, sehingga sesuai

dengan rencana tata ruang kota yang bersangkutan, dengan mempertimbangkan aspek

keseimbangan ekologis sehingga tidak sampai terjadi penurunan kualitas lahan.

Menurut Dahuri (2001), pembangunan berkelanjutan yang merupakan

strategi pembangunan untuk memenuhi kebutuhan saat ini tanpa menurunkan atau

merusak kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan dan

aspirasinya, memiliki dimensi ekologis, sosial-ekonomi dan budaya, sosial politik,

serta hukum dan kelembagaan. Dari dimensi ekologis, agar pembangunan kawasan

pesisir dapat berlangsung secara berkelanjutan, maka harus memenuhi persyaratan

utama, antara lain setiap kegiatan pembangunan hendaknya ditempatkan di lokasi

yang secara biofisik (ekologis) sesuai dengan persyaratan biofisik dari kegiatan

pembangunan tersebut. Selain itu, perlu juga informasi tentang tata guna lahan pesisir

yang ada saat ini.

Perkembangan yang terjadi di kawasan pesisir Kota Medan terutama dalam

pemanfaatan lahan untuk permukiman harus memperhatikan kondisi fisik alam lahan.

Hal ini dimaksudkan agar perkembangan permukiman yang ada tidak menimbulkan

permasalahan degradasi lingkungan di masa yang akan datang. Ketidaksesuaian

pemanfaatan lahan dengan kondisi fisik alam dapat menimbulkan masalah

lingkungan seperti banjir, erosi dan longsor. Permasalahan lingkungan tersebut dapat

menimbulkan kerugian baik berupa meterial (harta benda) maupun non material

(20)

kesesuaian lahan yang ada di kawasan pesisir Kota Medan. Dengan demikian,

keseimbangan lingkungan dan tetap terjaga dan dampak-dampak negatif yang dapat

menimbulkan kerugian dalam jangka panjang dapat dihindarkan. Untuk tujuan inilah

analisis kesesuaian lahan dan kebijakan permukiman di kawasan pesisir Kota Medan

diperlukan dalam menopang aktivitasnya.

1.2. Rumusan Masalah

Sejalan dengan pertambahan penduduk, akan berdampak pada peningkatan

kebutuhan rumah. Pembangunan permukiman merupakan solusi sekaligus perioritas

pemerintah dalam upaya memenuhi kebutuhan pokok masyarakat tanpa berakibat

pada alih fungsi lahan. Dengan kata lain, pembangunan permukiman tidak berdampak

negatif pada lingkungan.

Dampak negatif yang terjadi adalah terganggunya sistem tata air. Kerusakan

lingkungan juga dapat terjadi akibat pola perkembangan permukiman yang melebihi

daya dukung lingkungan seperti tingkat kepadatan, ukuran dan bentuk permukiman.

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang terdapat di wilayah

pesisir Kota Medan dapat dirumuskan, yakni : “Apakah kesesuaian pemanfaatan

ruang permukiman dipertimbangkan dalam penataan ruang di kawasan pesisir kota

(21)

1.3. Batasan Masalah

Ruang lingkup studi penelitian dibatasi yakni menelaah aspek-aspek fisik

dasar lahan yang mempengaruhi kesesuaian lahan untuk pemanfaatan kegiatan

permukiman berupa kemiringan lahan, jarak dari pantai, drainase, kedalaman tanah

dan ketinggian.

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mendapatkan gambaran tentang tingkat kesesuaian lahan untuk

permukiman di kawasan pesisir Kota Medan berdasarkan fisik yang berupa

kemiringan, jarak dari pantai, drainase, kedalaman tanah dan ketinggian.

2. Untuk membandingkan kesesuaian lahan permukiman dengan tata ruang Kota

Medan

3. Untuk mengetahui pandangan masyarakat dalam memilih lokasi permukiman.

1.5 . Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan manfaat untuk :

1. Secara teoritis/akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah

kepustakaan dalam bidang spasial kesesuaian lahan untuk permukiman di

(22)

2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan

pemikiran dan masukan kepada Pemerintah Kota Medan dalam rangka

penyusunan atau revisi RTRW yang akan datang terutama analisis peruntukan

lahan untuk permukiman

1.6. Kerangka Pikir

Kerangka pikir yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah :

Gambar 1. Kerangka Pikir

- Kepres No. 32/1990 tentang

Pengelolaan Kawasan Lindung

- RTRW

(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kawasan Pesisir

Penjelasan umum mengenai kawasan pesisir yang meliputi definisi dan

karakteristik wilayah merupakan hal yang sangat penting, hal ini bertujuan agar

pemahaman mengenai wilayah pesisir dapat dimengerti dan merupakan awal

pemahaman dari studi ini. Pengertian tentang pesisir sampai saat ini masih menjadi

suatu pembicaraan, terutama penjelasan tentang ruang lingkup wilayah pesisir yang

secara batasan wilayah masih belum jelas. Berikut ini adalah definisi dari beberapa

sumber mengenai wilayah pesisir.

Kay dan Alder (1999) “ The band of dry land adjancent ocean space (water

dan submerged land) in wich terrestrial processes and land uses directly affect

oceanic processes and uses, and vice versa”. Diartikan bahwa wilayah pesisir adalah

wilayah yang merupakan tanda atau batasan wilayah daratan dan wilayah perairan

yang mana proses kegiatan atau aktivitas bumi dan penggunaan lahan masih

mempengaruhi proses dan fungsi kelautan.

Pengertian wilayah pesisir menurut kesepakatan terakhir internasional adalah

merupakan wilayah peralihan antara laut dan daratan, ke arah darat mencakup daerah

yang masih terkena pengaruh percikan air laut atau pasang surut, dan ke arah laut

meliputi daerah paparan benua (continental shelf) (Dahuri, dkk, 2001).

Menurut Suprihayono (2007) wilayah pesisir adalah wilayah pertemuan antara

(24)

maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

surut, angin laut, dan perembesan air asin. Sedangkan ke arah laut wilayah pesisir

mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat

seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan karena kegiatan

manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran.

Dari pengertian-pengertian di atas dapat di tarik suatu kesimpulan bahwa

wilayah pesisir merupakan wilayah yang unik karena merupakan tempat percampuran

antara daratan dan lautan, hal ini berpengaruh terhadap kondisi fisik dimana pada

umumnya daerah yang berada di sekitar laut memiliki kontur yang relatif datar.

Adanya kondisi seperti ini sangat mendukung bagi wilayah pesisir dijadikan daerah

yang potensial dalam pengembangan wilayah keseluruhan. Hal ini menunjukan garis

batas nyata wilayah pesisir tidak ada. Batas wilayah pesisir hanyalah garis khayalan

yang letaknya ditentukan oleh kondisi dan situasi setempat. Di daerah pesisir yang

landai dengan sungai besar, garis batas ini dapat berada jauh dari garis pantai.

Sebaliknya di tempat yang berpantai curam dan langsung berbatasan dengan laut

dalam, wilayah pesisirnya akan sempit. Menurut UU No. 27 Tahun 2007 Tentang

batasan wilayah pesisir, kearah daratan mencakup wilayah administrasi daratan dan

kearah perairan laut sejauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut

lepas dan/atau kearah perairan kepulauan.

Ekosistem wilayah pesisir dan lautan dipandang dari dimensi ekologis

memiliki 4 fungsi/peran pokok bagi kehidupan umat manusia yaitu (1) sebagai

(25)

(3) penyedia jasa-jasa pendukung kehidupan manusia (life support services),

(4) penyedia jasa-jasa kenyamanan (amenity services) (Bengen, 2001).

Karateristik pantai secara geomorfologi menurut Hantoro (2004) adalah Pantai

curam singkapan batuan, pantai landai atau dataran, pantai dataran endapan lumpur,

pantai dengan bukit atau paparan pasir, pantai lurus dan panjang dari pesisir datar,

pantai dataran tebing karang, pantai erosi, Pantai akresi. Karakteristik Ekosistem di

perairan laut dangkal pada umumnya seperti terumbu karang, padang lamun, dan

hutan mangrove pada dasarnya dilindungi seperti pada tertera di dalam UU

No.32/2009 dan UU No. 5/1990.

2.2. Teori Permukiman

Permukiman sebagai produk tata ruang mengandung arti tidak sekedar fisik

saja tetapi juga menyangkut hal-hal kehidupan. Permukiman pada dasarnya

merupakan suatu bagian wilayah tempat dimana penduduk/pemukim tinggal,

berkiprah dalam kegiatan kerja dan kegiatan usaha, berhubungan dengan sesama

pemukim sebagai suatu masyarakat serta memenuhi berbagai kegiatan kehidupan.

Menurut Doxiadis (1974), permukiman merupakan totalitas lingkungan yang

terbentuk oleh 5 (lima) unsur utama yaitu :

1. Alam (nature), lingkungan biotik maupun abiotik. Permukiman akan sangat

ditentukan oleh adanya alam baik sebagai lingkungan hidup maupun sebagai

sumber daya seperti unsur fisik dasar.

(26)

3. Masyarakat (society), hakekatnya dibentuk karena adanya manusia sebagai

kelompok masyarakat. Aspek-aspek dalam masyarakat yang mempengaruhi

permukiman antara lain : kepadatan dan komposisi penduduk, stratifikasi sosial,

struktur budaya, perkembangan ekonomi, tingkat pendidikan, kesejahteraan,

kesehatan dan hukum.

4. Ruang kehidupan (shell), ruang kehidupan menyangkut berbagai unsur dimana

manusia baik sebagai individu maupun sebagai kelompok masyarakat

melaksanakan kiprah kehidupannya.

5. Jaringan (network), yang menunjang kehidupan (jaringan jalan, jaringan air

bersih, jaringan drainase, telekomunikasi, listrik dan sebagainya).

Menurut KuswartojoTjuk dan Suparti AS (1997), konsep permukiman adalah

bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung, dapat merupakan kawasan

perkotaan dan perdesaan, berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal/hunian dan

tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Sedangkan

perumahan adalah kelompok rumah, yang berfungsi sebagai lingkungan tempat

tinggal atau hunian plus prasarana dan sarana lingkungan.

Sarana lingkungan permukiman adalah fasilitas penunjang yang berfungsi

untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya

(UU No.1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan permukiman), sedangkan prasarana

meliputi jaringan transportasi seperti jalan raya, jalan kereta api, sungai yang

(27)

kotor, pengaturan air hujan, jaringan telepon, jaringan gas, jaringan listrik dan sistem

pengelolaan sampah.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan pola permukiman,

yakni :

1. Geografi dan alam ;

Topografi, iklim, dan ketersediaan bahan bangunan.

2. Buatan manusia ;

Kekuatan utama yang mempengaruhi bentuk kota (kegiatan perdagangan,

kekuatan sosial politik dan keagamaan) ; berbagai faktor yang terkait dengan

perkembangan masyarakatdan teknologi; dan faktor yang besar pengaruhnya

(antara lain infrastruktur kota, pola jaringan jalan, peraturan dan

perundang-undangan).

3. Faktor lokasi

a. Permukiman yang timbul secara organik

1. Ketersediaan sumber daya alam

2. Permukiman yang potensial untuk petahanan

3. Faktor lokasi pasar (lokasi strategis dekat persimpangan jalan, dekat

(28)

b. Permukiman yang terencana

1. Kriteria-kriteria yang digunakan untuk menentukan lokasi yang akan

direncanakan untuk mengembangkanpermukiman sama dengan

faktor-faktor yang menentukan pertumbuhan permukiman secara organik.

2. Faktor-faktor lain (sosial, politik, religi) antara lain strategi, peluang

pengembangan ekonomi dan pertanian, keberadaaan sumberdaya mineral

dan alasan-alasannya

c. Kesesuaian dengan fungsi kota sebagai pusat pemerintahan, perdagangan,

kebudayaan, agama, pertahanan, produksi, kesehatan, rekreasi dan campuran.

Untuk mencapai kehidupan yang lebih baik bagi manusia dalam wadahnya,

maka permukiman berkembang menjadi permukiman yang direncanakan dengan

berbagai konsep. Konsep-konsep pola permukiman yang dikembangkan sejak

dikenalnya perencanaan permukiman hampir selalu didasarkan pada kaidah :

a. Kedekatan (proximity)

b. Kemudahan (accessibility)

c. Ketersediaan(availability)

d. Kenyamanan (amenity)

2.2.1. Karakteristik Kawasan Permukiman

Dalam penentuan lokasi permukiman ada faktor-faktor yang

(29)

lingkungan dan tidak ditempatkan pada lokasi yang merupakan konservasi,kawasan

hutan lindung. Secara umum dapat disebutkan bahwa permukiman memiliki

dwi-fungsi yaitu:

a. Fungsi pasif, penyediaan sarana/prasarana fisik

b. Fungsi aktif, penciptaan lingkungan yang sesuai dengan kehendak, aspirasi, adat

dan tata cara hidup para penghuni dengan segala dinamika perubahannya

(Budiharjo, 2004).

Faktor-faktor yang menjadi pokok dalam penentuan kawasan permukiman

tersebut adalah (Budiharjo, 2004) :

1. Alam yang menyangkut tentang :

a. Pola tata guna lahan

b. Pemanfaatan dan pelestarian sumber daya alam

c. Daya dukung lingkungan

d. Taman, area rekreasi/olah raga

2. Manusia, menyangkut tentang :

a. Pemenuhan kebutuhan fisik/fisiologis

b. Penciptaan rasa aman dan terlindungi

c. Rasa memiliki lingkungan

d. Tata nilai, estetika

3. Masyarakat menyangkut tentang :

a. Peran serta penduduk

(30)

c. Pola kebudayaan

d. Aspek sosial ekonomi

e. Kependudukan

4. Wadah/sarana kegiatan, menyangkut tentang :

a. Perumahan

b. Pelayanan umum; puskesmas, sekolah

c. Fasilitas umum; toko, pasar, gedung pertemuan

5. Jaringan prasarana, menyangkut tentang :

a. Utilitas : air, listrik, gas, air kotor

b. Transportasi : darat, laut, udara

c. Komunikasi

2.2.2. Faktor Pemilihan Lokasi Permukiman

Berdasarkan sumber berbagai literatur ada beberapa faktor dalam pemilihan

lokasi permukiman yang dapat dikelompokan menjadi faktor fisik/alam, faktor

aksesibilitas, faktor sosial ekonomi, faktor sarana prasarana, serta faktor lingkungan.

2.2.2.1. Faktor Fisik

Yang termasuk dalam faktor fisik dalam pemilihan lokasi adalah kondisi

tropografi, hidrologi, kemiringan, ketinggian tanah, tingkat curah hujan, jenis tanah,

lokasi merupakan daerah yang bebas banjir. Kemiringan tanah /kelerengan lebih

banyak berpengaruh terhadap pemilihan lokasi, semakin landai lahan akan semakin

(31)

kelas dan status penghuni secara sosial ekonomi (Pacione,1995). Hal ini disebabkan

karena besarnya biaya kontruksi untuk membangun pada daerah yang mempunyai

kelerengan yang besar.

a. Kondisi topografi

Menurut Sampurno (2001), kesesuaian penggunaan lahan untuk permukiman

disarankan dengan kemiringan lereng 0% sampai dengan 15%, kemiringan yang

> 40% merupakan daerah yang curam tidak cocok untuk permukiman.

b. Jenis tanah

Jenis tanah sangat berkaitan dengan kepekaan terhadap erosi. Ada beberapa jenis

tanah yang mempunyai tingkat kepekaan yang relatif tinggi terhadap erosi yaitu

regosol, organosol, litosol, dan renzina. Kepekaan terhadap erosi ini akan semakin

rawan apabila berada pada kemiringan relatif curam, karena akan menyebabkan

aliran air semakin deras sehingga daya angkut air pun semakin tinggi. Kondisi

jenis tanah dan kemampuan daya dukungtanah juga berpengaruh terhadap

bangunan diatasnya, maka sebaiknya bangunan dibangun pada lokasi yang

memiliki daya kerja yang baik (Astuti, 2006).

c. Curah hujan

Curah hujan menjadi salah satu faktor yang harus dipertimbangkan dalam

penentuan lokasi, karena hal ini akan berpengaruh kepadajumlah kandungan air

tanah. Curah hujan juga dapat menjadi kendala bila dalam jumlah besar berupa

bencana banjir, erosi dan longsor apabila karakteristik lahan tidak dapat

(32)

d. Ketinggian lahan

Faktor ketinggian lahan untuk kawasan permukiman tidak ada ketentuan yang

mensyaratkan sepanjang tidak menganggu keseimbangan lingkungan

(Sugiharto, 2001). Sudah sejak lama manusia tinggal dan bermukim diketinggian

lebih dari 2000 meter, namun untuk mempertimbangkan keseimbangan

lingkungan dan menjaga kawasan di bawahnya maka diperlukan pembatasan

ketinggian untuk kegiatan permukiman.

Kawasan yang dimaksud sebagai pembatas ketinggian untuk kegiatan

permukiman adalah kawasan hutan lindung yang dapat berupa hutan dengan

ketentuan menurut Keppres No. 32 Tahun 1990 memiliki kemiringan lereng lebih

dari 40% atau memiliki ketinggian lebih dari 2000 meter di atas permukaan laut.

Kawasan di luar hutan lindung ini adalah kawasan budidaya yang diasumsikan

dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian dan permukiman.

2.2.2.2. Aksesibilitas

Faktor aksesibilitas dapat menentukan nilai kestrategisan lokasi, karena

menyangkut kemudahan pencapaian lokasi tersebut dari berbagai tempat

(Golany, 2000). Sub faktor yang menjadi indikator adalah :

a. Kedekatan lokasi dengan jaringan transportasi

(33)

Daya hubungan atau aksesibilitas yang baik merupakan salah satu faktor

penting dalam pemilihanlokasi permukiman, karena akan mempermudah mobilisasi

dari satu kawasan ke kawasan lainnya (Wilson et al,1977; Srour et al, 2003). Daya

hubung yang baik diindikasikan antara lain dengan ketersediaan angkutan umum,

ketersediaan jaringan jalan. Idealnya aksesibilitas yang baik pada suatu lokasi diukur

berdasarkan seberapa baik jaringan transportasi pada lokasi tersebut dapat terhubung

dengan pusat-pusat kegiatan lainnya.

Aksesibilitas adalah suatu ukuran kenyamanan dan kemudahan mengenai data

lokasi tata guna lahan berinteraksi satu sama lain dan mudah atau susahnya lokasi

tersebut dicapai melalui sistem jarinagan transportasi ( Najid, 2005).

2.2.2.3. Faktor Sosial Ekonomi

Faktor ekonomi social dapat dikatakan menjadi pertimbangan awal dalam

menetapkan keputusan perlunya pembangunan dalam suatu kegiatan, karena sangat

berkaitan dengan mekanisme pasar yaitu penyediaan pelayanan terhadap timbulnya

permintaan (Golany , 2000).

Harga lahan dan pajak lahan merupakan salah satu variabel yang

mempengaruhi dalam menentukan lokasi. Harga lahan tersebut dapat menunjukan

pengklasifikasian masyarakat yang dikelompokan menjadi kelas rendah, menengah

rendah, menengah atas dan sangat atas. Harga lahan juga berhubungan dengan

(34)

Dalam menentukan lokasi permukiman perlu dipertimbangkan faktor

ketersediaan sarana dan prasarana, karena keberadaannya dapat mengakibatkan

berkembangnya suatu wilayah permukiman (Harmato, 1993). Sarana-prasarana yang

dipertimbangkan diantaranya adalah jaringan listrik, jaringan air bersih, drainase,

sekolah, sarana kesehatan, dan sarana pendukunng lainnya. Ketersediaan air bersih

merupakan salah satu faktor pertimbangan dalam penentuan dan pemilihan lokasi

permukiman, hal ini disebabkan karena air bersih merupakan salah satu kebutuhan

utama manusia untuk kebutuhan hidup sehari-hari (Vernon, 1985).

Faktor daya dukung sarana dan prasarana ini juga oleh pemerintah daerah

sering digunakan untuk menjual daya tarik daerahnya (Sugiharto, 2001). Lebih lanjut

disebutkan sub faktor yang menjadi indikator diantaranya adalah :

a. Kedekatan lokasi dengan jaringan pembungan limbah atau kemudahan lokasi

membuang limbahnya ke tempat pembungan terakhir.

b. Ketersediaan pasokan energi, terutama energi listrik

c. Ketersediaan fasilitas sosial setempat seperti rumah sakit, sarana pendidikan dan

lainnya.

2.2.2.5. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan juga sangat mempengaruhi mutu lingkungan dari aspek

kenyamanan. Faktor lingkungan terutama untuk masyarakat kelas atas faktor ini

(35)

adalah potensi lansekap; tingkat polusi udara, air dan suara; kondisi flora dan fauna

setempat; lokasi-lokasi historis dan objek wisata (Golany, 2000).

2.3. Kebijakan Tata Ruang

Ruang menurut UU No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang diartikan

sebagai wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara sebagai

satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan

kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya, sedangkan tata ruang adalah wujud

struktural dan pola pemanfaatan ruang baik direncanakan maupun tidak (UU No. 24

Tahun 1992 tentang Penataan Ruang).

Perencanaan tata ruang wilayah (Tarigan, 2004), adalah suatu proses yang

melibatkan banyak pihak dengan tujuan agar penggunaan ruang itu memberikan

kemakmuran yang sebesar-besarnya kepada masyarakat dan terjaminnya kehidupan

yang berkesinambungan. Penataan ruang menyangkut seluruh aspek kehidupan

sehingga masyarakat perlu mendapat akses dalam proses perencanaan tersebut.

Tujuan penataan ruang adalah untuk menciptakan hubungan yang serasi antara

berbagai kegiatan berbagai subwilayah agar hubungan yang harmonis dan serasi,

mempercepat proses tercapainya kemakmuran dan terjaminnya kelestarian

lingkungan hidup.

Setiap rencana tata ruang harus mengemukan kebijakan makro pemanfaatan

ruang berupa :

(36)

2. Struktur dan pola pemanfaatan ruang

3. Pola pengendalian pemanfaatan ruang

Tingkat kedalaman atau kerincian dari ketiga perencanaan ini berbeda,

perencanaan ruang pada tingkat nasional hanya mencapai kedalaman penetapan

strategi dan arah kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah nasional. RTRW nasional

antara lain berisikan, penggambaran struktur tata ruang nasional, penempatan

kawasan yang perlu dilindungi, pemberian indikasi penggunaan ruang budi daya dan

arahan pemukiman dalam skala nasional, penentuan kawasan yang diprioritaskan,

penentuan kawasan tertentu yang memiliki bobot nasional, dan perencanaan jaringan

penghubung dalam skala nasional.

Perencanaan ruang pada tingkat provinsi adalah penjabaran RTRWN berupa

arahan pengelolaan kawasan lindung dan kawasan budi daya, arahan pengelolaan

kawasan pedesaan, kawasan perkotaan, dan kawasan tertentu, arahan perkembangan

kawasan permukiman, kehutanan, pertanian, pertambangan, perindustrian, pariwisata,

dan kawasan lainnya, arahan pengembangan sistem pusat permukiman perdesaan dan

perkotaan, arahan pengembangan sistem prasarana wilayah, arahan pengembangan

kawasan yang diprioritaskan, arahan kebijakan tata guna lahan, tata guna air, tata

guna udara dan tata guna sumber daya alam lainnya.

Kedalaman pada tingkat kabupaten/kota adalah penjabaran dari penggunaan

ruang yang ada pada tingkat di provinsi, disetai strategi pengelolaan kawasan

tersebut, ini berarti sudah dapat menggambarkan rencana peruntukan lahan untuk

(37)

pengendalian dan pengawasannya. Karena isi permasalahan sama meskipun diuraikan

lebih rinci pada tingkat kabupaten, isi RTRW kabupaten sama dengan isi RTRW

provinsi, hanya harus diuraikan lebih rinci. RTRW kabupaten sendiri juga masih

perlu ditindaklanjuti dengan penyusunan: rencana rincian tata ruang kawasan di

kabupaten/kota, rencana detail tata ruang (RDTR), dan rencana teknik ruang (RTR).

Dalam penyusunan RTRW kabupaten/kota, ada kawasan yang sudah

ditetapkan penggunaannya di dalam RTRW nasional dan RTRW provinsi, dalam hal

ini RTRW kabupaten harus mempedomani dan menjabarkannya dalam bentuk

strategi pengelolaannya. Kabupaten masih memiliki kewenagan menentukan

penggunaan lahan untuk lokasi yang tidak diatur secara tegas dalam RTRW nasional

dan RTRW provinsi.

2.4. Sistem Informasi Geografi dalam Penentuan Lokasi Kawasan Permukiman

Semua data yang dianalisis sebagian besar berupa data spasial dalam bentuk

peta tematik. Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam bentuk analisis tumpang susun

(overlay). SIG dirancang untuk memadukan komputerisasi pemetaan tingkat tinggi,

dengan kemampuan pengelolaan data base secara luas (Catanase, Snyder, 1988).

Menurut Hendra Lucky (2001), SIG yang ideal adalah yang dapat menjawab

pertanyaan sebagai berikut :

1. Lokasi (What is at …?), pertanyaan pertama adalah mencari apa yang terdapat

(38)

2. Kondisi/penyebaran (Whereis it …?), pertanyaan kedua ini melanjutkan

pertanyaan yang pertama, dan memerlukan analisis spasial untuk menjawabnya.

3. Kecenderungan (What has changed since …?), pertanyaan ketiga melibatkan

kedua pertanyaan yang pertamadan mencari perbedaan didalam area menurut

perbedaan waktu.

4. Pola (What spatial pattern exist …?), pertanyaan ini lebih rumit yaitu untuk

mendeterminasi, berapa banyak penyimpangan yang tidak tepat dengan pola dan

keberadaannya.

5. Permodelan (What if …?), pertanyaan ini untuk mendeterminasi apa yang akan

terjadi.

Salah satu alasan dipilihnya SIG sebagai pengelola data sebenarnya terletak

pada kemampuannya untuk menganalisis dan mengolah data spasial dan non spasial

dengan volume yang besar. Pengetahuan mengenai bagaimana cara mengekstrak data

dan bagaimana menggunakannya merupakan kunci analisis di dalam SIG.

Kemampuan analisis data berdasarkan aspek spasial yang dapat dilakukan

oleh SIG menjadi kunci-kunci analisis dalam perkembangan perkotaan diantaranya

adalah sebagai berikut :

1. Buffering : yaitu analisis yang akan menghasilkan penyangga yang bias

berbentuk lingkaran atau poligon yang melingkupi suatu objek sebagai pusatnya,

sehingga kita bias mengetahui berapa parameter objek dan luas wilayahnya.

2. Overlaying : yaitu menganalisis dan dan menginterasikan dua atau lebih data

(39)

3. Network management : yaitu analisis yang bertitik tolak pada jaringan yang

terdiri dari garis-garis dari titik-titik yang saling terhubung.

4. Matematika dan fungsinya : evaluasi model migrasi, pelaksanaan overlay,

statistic perhitungan luas, pembatasan beberapa zona morfologi perkotaan, studi

kebisingan dan penyeberan polusi udara.

5. Macroing dengan bahasa program Gambar untuk pelaksanaan stimulasi, model,

strategi dan perencanaan.

6. Image processing : program untuk mendapatkan informasi tentang kondisi

penutupan lahan, penggunaan lahan teratur, gedung yang tidak punya izin, ruang

terbuka hijau, pendektesian terhadap pencemaran lingkungan, pendektesian

terhadap perubahan peta dan datanya.

Salah satu yang penting dari SIG adalah penyajian data terutama ditujukan

untuk pembuatan peta perencanaan, dokumentasi seperti sket, laporan, tabel dan

(40)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu

Penelitian ini mengambil tempat di wilayah pesisir dari 3 (tiga) kecamatan di Kota Medan, yakni Kecamatan Medan Belawan, Kecamatan Medan Labuhan, dan Kecamatan Medan Marelan, ketiga kecamatan tersebut dapat ditunjukan pada peta administrasi wilayah studi (Gambar 2). Penelitian ini dilaksanakan selama kurang lebih tiga bulan, mulai dari bulan Mei 2011 sampai dengan Juli 2011 .

(41)

3.2. Bahan dan Alat

Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :

1. Peta-peta tematik dalam bentuk digital sebagai berikut :

a. Peta penutupan lahan wilayah pesisir Kota Medan

b. Peta kemiringan

c. Peta kawasan rawan bencana gelombang pasang dan tsunami

d. Peta drainase

e. Peta kedalaman tanah

f. Peta administrasi wilayah

g. Peta geologi

2. Perangkat lunak (software)

Arc View GIS Version 3.3, untuk analisa data spasial dan pembuatan lay out peta.

3. Alat perekam suara, GPS, kamera digital dan kuesioner panduan.

3.3. Pelaksanaan Penelitian/Rancangan 3.3.1. Tahapan Pelaksanaan

Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :

1. Tahapan persiapan; meliputi telaah dan pengumpulan data dan informasi yang

ada kaitannya dengan daerah penelitian serta mempersiapkan peralatan, termasuk

didalamnya studi literatur dan analisis awal untuk mengindikasikan faktor-faktor

(42)

2. Tahapan pekerjaan lapangan; meliputi konsultasi dengan pemerintah setempat

dan pengumpulan data-data, antara lain data kependudukan, data sarana dan

prasarana yang ada, peruntukan lahan, data kondisi fisik, lokasi pemukiman

eksiting, serta arahan pengembangan kawasan permukiman.

3. Tahap pembangunan basis data

4. Tahap analisis dan evaluasi; dilakukan dengan menggunakan bantuan perangkat

lunak SIG.

5. Kesimpulan dan rekomendasi

3.3.2.Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan dan informasi dilakukan dengan metode :

1. Data primer

Pengambilan data primer dilakukan dengan membagikan angket kepada

masyarakat yang berada di kawasaan pesisir Kota Medan dan diisi secara

langsung dan diambil hasilnya pada waktu tersebut, kemudian dilakukan

perekaman koordinat dan ketinggian lokasi survey dengan menggunakan alat

GPS.

2. Data sekunder

Data sekunder diperoleh dengan cara mengumpulkan data-data dari berbagai

instansi terkait diantaranya Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Penerangan

Negara (BPN), Tata Ruang danTata Bangunan (TRTB), Badan Perencanaan

(43)

3.3.3. Populasi dan sampel

Pada penelitian ini terdapat dua macam analisis yaitu, analisis spasial dan

analisis non spasial, dalam analisis non spasial yang menjadi populasi adalah

rumah-rumah atau orang yang bertempat tinggal disepanjang kawasan pesisir Kota Medan.

Menurut Nazir (2003), sampel adalah kumpulan dari unit sampling. Unit

sampling adalah kumpulan dari unsur-unsur populasi yang tidak tumpang tindih. Dalam

penelitian ini yang menjadi sampel adalah penduduk yang bermukim di

kelurahan-kelurahan pesisir pada tiga kecamatan khususnya kepala keluarga (KK) yaitu Kecamatan

Belawan, Medan Labuhan dan Medan Marelan total berjumlah 78099 kepala keluarga .

Besarnya sampel dapat dicari dengan cara yang sama seperti besarnya sampel

untuk mengestimasi mean populasi. Untuk mengadakan estimasi terhadap proporsi maka

besar sampel (Nazir, 2003) adalah :

Dimana ; D =

Dalam survei, nilai p tidak diketahui. Biasanya p ini dapat diketahui dari hasil

survei sebelumnya. Jika ini juga tidak ada, maka p dianggap 0,5 saja.

Dari data total jumlah penduduk dari kelurahan-kelurahan yang masuk dalam

kawasan pesisir , maka penentuan jumlah sampelnya yang dianggap p = 0,5 dan bound of

(44)

D =

= = 0,0025

= = 99,8 100 KK

Jadi besar sampel yang diperlukan adalah 100 Kepala keluarga.

Untuk menentukan jumlah sampel pada masing-masing Kelurahan Pesisir

ditetapkan berdasarkan alokasi proporsional (Propotionate). Adapun rumus yang

digunakan adalah:

Berdasarkan rumus tersebut maka diperoleh jumlah sampel masing-masing

kelurahan pesisir dapat dilihat pada Tabel 1.

3.4. Analisis Data

3.4.1. Analisis Kesesuaian Lahan

Untuk perbandingan rencana permukiman pada lokasi penelitian dan yang

(45)

efektivitas tanah, peta drainase, peta jarak dari pantai,dan peta ketinggian kemudian

bandingkan dengan RTRW Kota Medan untuk melihat kesesuaian permukiman di

kawasan pesisir Kota Medan.

Tabel 1. Jumlah Sampel Setiap Kelurahan berdasarkan Kepala Keluarga Kelurahan Tangkahan 4599 6 Kelurahan Martubung 3337 4 Kelurahan Sei Mati 3331 4 Kelurahan Pkn Labuhan 4113 5 Kelurahan Nelayan Indah 1658 2 Kelurahan Belawan I 4488 6 Kelurahan Belawan II 4826 6 Kelurahan Blw Bahari 2701 3 Kelurahan Blw Bahagia 2640 3 Kelurahan Blw Sicanang 3307 4 Kelurahan Bgn Deli 3358 4 Kelurahan Labuhan Deli 3811 5 Kelurahan Rengas Pulau 12043 15 Kelurahan T. Enam Ratus 6581 8 Kelurahan Paya Pasir 2471 3 Kelurahan Terjun 7179 9

Jumlah 78099 100

3.4.1.1. Variabel yang Diamati

Variabel menurut Ronny K (2007) merupakan arti yang dapat membedakan

antara sesuatu dengan yang lainnya, dalam pemilihan variabel untuk penelitian ini

mengacu kepada kerangka teori dan beberapa penelitian sebelumnya yang diadakan

oleh beberapa orang atau lembaga dalam studi kasus didaerah penelitian

masing-masing. Kemudian pemilihan variabel-variabel tersebut disesuaikan dengan kondisi

didaerah studi kasus penelitian ini, yaitu kawasan pesisir Kota Medan

(46)

1. Kemiringan (%)

2. Ketersediaan air tawar l/dtk

3. Jarak dari pantai (m)

4. Ketinggian (m dpl)

5. Drainase

6. Kedalaman efektif tanah

7. Jarak dari sarana dan prasarana (m)

8. Fasilitas transportasi (unit/km)

Dari teori dan penelitian sebelumnya dengan memperhatikan faktor pembatas

ketersediaan data yang ada pada Kota Medan, disusunlah variabel kesesuaian lahan

untuk permukiman di Kawasan Pesisir Kota Medan seperti Tabel 2.

Tabel 2. Variabel Kesesuaian Lahan untuk Permukiman (Modifikasi FAO,1976)

No Variabel Indikator Kelas Kesesuaian Lahan

1 Kemiringan Lahan (%) 0-2

N (Tidak sesuai permanen) 2 Jarak dari Pantai (m) >200

N (Tidak sesuai permanen) 3 Ketinggian (m dpl) >15

4 Drainase Tidak tergenang

Tidak tergenang

(47)

3.4.2. Analisis Kebijakan

Untuk penilaian kebijakan permukiman yang berada di ketiga Kecamatan

yaitu Kecamatan Medan Belawan, Kecamatan Medan Labuhan dan Kecamatan

Medan Marelan, dilakukan survey sosial ekonomi pada lokasi penelitian dengan

mengaitkan pendapat masyarakat terkait lokasi permukiman yang sesuai, kemudian

dilakukan perbandingan terhadap bentuk tata ruang Kota Medan dengan wilayah

studi.

3.5. Metode Data

Metode data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi teknik

perbandingan (matching) dan metode tumpang susun peta (overlay peta), yang

diuraikan sebagai berikut:

(1). Metode Perbandingan (Matching).

Metode ini merupakan suatu cara menilai kesesuaian lahan dengan cara

membandingkan variabel parameter kesesuaian lahan antara kondisi wilayah

dengan kriteria tertentu yang telah ditentukan. Data tentang parameter kondisi

wilayah diperoleh dari data lapangan maupun data sekunder, sedangkan pedoman

kriteria penentuan kelas kesesuaian lahan ditentukan.

(2). Metode Tumpang Susun (Overlay) dengan menggunakan analisis SIG.

Metode ini merupakan sistem penanganan data dalam evaluasi kesesuaian lahan

dengan cara digital yaitu dengan menggabungkan beberapa peta yang memuat

(48)

jarak dari pantai, peta drainase, peta ketinggian dan peta kedalaman efektifitas

tanah. Analisis kesesuaian lahan untuk permukiman menggunakan teknik

tumpang susun peta (overlay) seperti yang ditunjukan oleh Gambar 3.

Gambar 3. Teknik Overlay Kesesuian Lahan untuk Permukiman Hasil analisis menunjukkan nilai kesesuaian lahan sesuai (S) dalam tiga

tingkatan (S1,S2,S3), dan tidak sesuai (N). Berdasarkan hasil penilaian kesesuaian

lahan, dibuat peta kesesuaian lahan yang diolah dengan menggunakan teknologi SIG.

Tingkat kesesuaian lahan dibagi menjadi 4 kelas kesesuaian yaitu s1,s2,s3 dan n, yakni :

1. Kelas S1 : Sangat sesuai (Highly Suitable), yaitu : lahan tidak mempunyai pembatas

yang berat untuk suatu penggunaan tertentu secara lestari, atau hanya mempunyai

pembatas yang kurang berarti dan tidak berpengaruh secara nyata terhadap produksi

lahan tersebut, serta tidak akan menambah masukan (input) dari pengusahaan

tersebut.

Ketinggian Jarak dari Pantai

Drainase

Kedalaman efektif tanah

(49)

2. Kelas S2 : Sesuai (Suitable), yaitu : lahan yang mempunyai pembatas agak berat

untuk suatu penggunaan tertentu yang lestari. Pembatas tersebut akan mengurangi

produktivitas lahan dan keuntungan yang diperoleh serta meningkatkan masukan

untuk mengusahakan lahan tersebut.

3. Kelas S3 : Sesuai bersyarat (Conditional Suitable), yaitu : lahan yang mempunyai

pembatas dengan tingkat sangat berat, akan tetapi masih memungkinkan

diatasi/diperbaiki, artinya masih dapat ditingkatkan menjadi sesuai, jika dilakukan

perbaikan dengan tingkat introduksi teknologi yang masih tinggi atau dapat dilakukan

dengan perlakuan tambahan dengan biaya rasional.

4. Kelas N : Tidak sesuai permanen (Permanently Not Suitable), yaitu : lahan yang

mempunyai pembatas sangat berat/permanen, sehingga tidak mungkin dipergunakan

(50)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Wilayah Studi

Kawasan pesisir Kota Medan secara keruangan terletak di bagian utara dari

wilayah Hukum Kota Medan yang secara administratif terdiri dari 17 kelurahan yang

masuk ke dalam 3 (tiga) wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Medan Belawan,

Kecamatan Medan Labuhan dan Kecamatan Medan Marelan, dengan luas daerah

secara keseluruhan ± 9.534,156 ha. Kondisi wilayah studi disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Kondisi Wilayah Studi (BPS, 2010)

No. Kecamatan

3.174,347 96.700 - Terdapat pelabuhan - Terminal peti kemas

konvensional

- Pintu gerbang ekspor dan impor barang

2. Medan Labuhan

3.678,296 106.922 - Terdapat industri kecil seperti produksi perabot rumah tangga dari kayu

- Industri menegah dan sedang seperti produksi inti sawit dan makanan ternak

3. Medan Marelan

2.681,423 126.619 - Terdapat tempat rekreasi seperti Danau Siombak

- Terdapat gudang-gudang besar tempat penyimpanan barang - Terdapat peternakan ayam dan

(51)

Kecamatan Medan Belawan dengan luas wilayahnya ± 3.174,437 ha,

merupakan wilayah bahari dan maritim yang berbatasan langsung dengan Selat

Malaka dengan jumlah penduduk 96.700 jiwa (BPS, 2010). Di Kecamatan Medan

Belawan terdapat Pelabuhan Belawan yang merupakan pelabuhan terbuka untuk

perdagangan internasional, regional dan nasional, serta merupakan urat nadi

perekonomian Sumatera Utara, khususnya arus keluar masuk barang dan penumpang

melalui angkutan laut, sehingga Kota Medan dikenal dengan pintu gerbang Indonesia

bagian Barat. Selain itu terdapat Terminal Peti Kemas Konversional, Gabion Belawan

yang merupakan Pintu Gerbang ekspor dan impor barang Indonesia bagian Barat.

Kecamatan Medan Labuhan dengan luas wilayahnya ± 3.678,296 ha, merupakan

daerah yang berdekatan dengan daerah pesisir (dekat dengan Belawan dan pesisir

Deli Serdang), dengan penduduknya berjumlah 106.922 jiwa (BPS, 2010). Di

Kecamatan Medan Labuhan banyak terdapat industri kecil seperti produksi perabot

rumah tangga dari kayu. Disamping itu juga ada pertanian di bidang tanaman kelapa

genjah di Kelurahan Nelayan Indah. Selain itu, terdapat industri menengah dan

industri besar seperti produksi inti sawit dan makanan ternak. Kecamatan Medan

Marelan dengan luas wilayahnya ± 2.681,423 ha . Penduduknya berjumlah 126.619

jiwa (BPS, 2010). Di Kecamatan Medan Marelan ini terdapat sebuah tempat rekreasi

yang sedang dikembangkan, yaitu Danau Siombak merupakan danau buatan yang

(52)

beberapa gudang-gudang besar tempat penyimpanan barang dan juga terdapat

peternakan ayam sebagai pasokan telur ayam untuk Kota Medan.

Sebagian besar masyarakat desa pesisir menggantungkan hidupnya secara

langsung di wilayah pesisir seperti berdagang dan nelayan. Secara umum dapat

dilihat bahwa taraf hidup mereka (khususnya nelayan) masih banyak yang hidup pra

sejahtera (miskin). Eksploitasi secara besar-besaran terhadap sumberdaya pesisir dan

laut dalam rangka pembangunan ekonomi menyebabkan terjadinya kerusakan

lingkungan yang cukup parah. Dampak negatif dari eksploitasi sumberdaya alam

secara berlebihan dan tidak terarah telah dapat dirasakan langsung oleh masyarakat

desa pesisir. Proses tergerusnya garis pantai (erosi/abrasi) dan bertambah dangkalnya

perairan pantai (sedimentasi) pada dasarnya merupakan proses yang terjadi secara

alami, tetapi kejadian tersebut diperparah dengan ulah manusia yang telah membabat

tanaman pelindung pantai (mangrove), baik untuk tujuan pemanfaatan nilai ekonomis

kayu bakau maupun untuk konversi lahan menjadi tambak atau lokasi bangunan liar.

Tabel 4. Kerusakan Ekosistem Hutan Mangrove di Pantai Timur Sumatera Utara (Ginting, 2006).

No. Kota/Kabupaten/Kecamatan Luas Areal kerusakan mangrove (ha) 1. Tanjung Balai (Kab. Asahan) 12.900 (89,6%) dari 14.400 2. Medan Belawan (Kota Medan) 150 (60%) dari 250

3. Deli Serdang dan Serdang Bedagai 12.400 (62%) dari 20.000

4. Langkat 25.300 (71,8%) dari 35.300

5. Labuhan Batu 500 (29,4%) dari 1.700

Pada awalnya hampir seluruh daerah Kelurahan Bagan Deli terdiri dari

(53)

penduduk, maka banyak penduduk dari berbagai daerah bermigrasi ke Kelurahan

Bagan Deli sehingga jumlah penduduk di Kelurahan Bagan Deli semakin bertambah.

Ditambah lagi Kelurahan Bagan Deli termasuk wilayah jalur lalu lintas laut

internasional Selat Malaka dan memiliki Pelabuhan Belawan sebagai pelabuhan

internasional sehingga semakin banyak penduduk bermigrasi dan bertempat tinggal di

Kelurahan Bagan Deli. Akibatnya terjadi pengalihfungsian lahan hutan mangrove dan

pemanfaatan sumberdaya hutan mangrove secara besar-besaran untuk kepentingan

penduduk sehingga kawasan ekosistem hutan mangrove semakin berkurang. Oleh

sebab itu, kawasan eksosistem hutan mangrove di Kelurahan Bagan Deli mengalami

kerusakan seluas 18 Ha (78,26%) dari luas keseluruhan 23 Ha (Kantor Kelurahan

Bagan Deli, 2010).

Kerusakan hutan mangrove di pesisir timur menpunyai dampak negatif lebih

jauh yang dirasakan langsung oleh masyarakat pesisir sendiri antara lain :

a. Berkurangnya hasil tangkapan ikan atau udang

b. Semakin sulitnya mendapatkan kepiting bakau baik ukuran konsumsi maupun

ukuran untuk benih (lampiran 4).

Selain karena kerusakan mangrove, pencemaran juga telah banyak memberi

andil pada kerusakan lingkungan pesisir, baik limbah cair maupun limbah padat yang

bersumber dari industri dan rumah tangga.

Gambar

Gambar 2. Peta Administrasi Wilayah Studi (Hasil Analisis)
Tabel 1. Jumlah Sampel Setiap Kelurahan berdasarkan Kepala Keluarga           (BPS, 2010)
Tabel 2. Variabel Kesesuaian Lahan untuk Permukiman (Modifikasi FAO,1976)
Tabel  3. Kondisi Wilayah Studi (BPS, 2010)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil survey menunjukkan bahwa pemukiman ini memiliki (1) Pola permukiman linier (memanjang) mengikuti rel kereta api; (2) Pemanfaatan lahan permukiman dan pekarangan belum

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) perkembangan sosial ekonomi penduduk permukiman kumuh di kelurahan Tanjung Selamat kecamatan Medan Tuntungan dari tahun 2010 – 2015

Prioritas kebijakan yang telah dirumuskan dalam penggunaan lahan untuk pemukiman di Kota Padang adalah: (1) mencegah pengembangan permukiman pada kawasan-kawasan yang

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) Keadaan Permukiman Penduduk ditinjau dari Sosial Ekonomi (pendidikan dan pekerjaan) (2) Permukiman Penduduk ditinjau dari Kebersihan

Pola hunian di kawasan permukiman diatas air Desa Tanjung Mekar berdasarkan aspek non fisik ditinjau dari sosial, ekonomi dan budaya masyarakat permukiman lanting

Agar terhindar dari hal tersebut maka perlu diadakanya penentuan lokasi permukiman yang sesuai dengan karakteristik lahan yang diakibatkan karena alih fungsi lahan

Permukiman masyarakat Kampung LOS di Malalayang merupakan permukiman pesisir yang mengalami tekanan keruangan dan tekanan social. Tujuan penelitian ini untuk

Hasil evaluasi kesesuaian lahan untuk permukiman eksisting (Tahun 2009) diketahui bahwa terdapat lahan permukiman yang berada pada kawasan lindung lokal seluas 293,6 Ha dan