• Tidak ada hasil yang ditemukan

   

 

Artinya:“Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk

kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu”(QS. Al-Baqarah: 29).

Kedua: Terdapat pada surat Luqman ayat 20

  

    



Artinya:“Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa

18

yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. Dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan”(QS. Luqman: 20).

Kedua ayat diatas menunjukan bahwa Allah SWT memberikan semua yang ada dimuka bumi ini untuk kepentingan manusia, para Ulama menyebutnya dengan istilah al imtinan (pemberian). Oleh karenanya, segala sesuatu yang berhubungan dengan muamalah pada asalnya hukumnya adalah mubah kecuali ada dalil yang menyebutkan tentang keharamannya (Al Qurtubi, al Jami’li Ahkam al qur’an, Beirut, Dar al kutub Al Ilmiyah, 1993: 174-175).

Ketiga: terdapat pada surat al-Maidah ayat 2:

  

  

    

   

Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar

syi´ar-syi´ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keridhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan

19

pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya” (QS. Al-Maidah: 2). Ayat diatas memerintahkan kita untuk saling tolong menolong

didalam kebaikan, sedangkan tujuan “arisan” itu sendiri adalah menolong

orang membutuhkan dengan cara iuran secara rutin dan bergiliran untuk mendapatkannya, maka termasuk dalam kategori tolong menolong yang diperintahkan Allah SWT.

2. Hadist

Pertama: Hadist yang diriwayatkan oleh Aisyah ra. Ia berkata yang:

Artinya: “Rasulullah SAW apabila pergi, beliau mengadakan undian diantara istri-istrinya, lalu jatuhnya undian itu pada Aisyah dan Hafsah, maka kami pun bersama beliau”(HR Muslim No: 4477). Hadist diatas menunjukan kebolehan untuk melakukan undian, tentunya yang tidak mengandung perjudian dan riba.Di dalam arisan juga terdapat undian yang tidak mengandung perjudian dan riba, maka hukumnya boleh.

Pendapat para Ulama tentang arisan, diantaranya adalah pendapat Syaikh Ibnu Utsaimin dan Syekh Ibnu Jibril serta mayoritas ulama-ulama senior Saudi Arabia.

Syekh Ibnu Utsaimin berkata:

“Arisan hukumnya adalah boleh, tidak terlarang. Barang siapa mengira bahwa arisan termasuk kategori memberikan pinjaman dengan mengambil manfaat maka anggapantersebut adalah keliru, sebab semua anggota arisan akan mendapatkan bagiannya sesuai dengan gilirannya masing-masing” (Ibnu Utsaimin, Syarh Riyadhus Shalihin, juz 1, ayat 838).

20

Hakekat arisan ini adalah setiap orang dari anggotanya meminjamkan uang kepada anggota yang menerimanya dan meminjam dari orang yang sudah menerimanya kecuali orang yang pertamamendapatkan arisan maka ia akan menjadi orang yang berutang terus setelah mendapatkan arisan, juga orang yang berakhir mendapatkan arisan, maka ia selalu menjadi pemberi hutang kepada anggota.

Berdasarkan hal ini, apabila salah seorang anggota ingin keluar dari arisan pada putaran pertama diperbolehkan selama belum pernah berhutang (belum menarik arisan). Apabila telah berhutang maka ia tidak punya hak untuk keluar hingga selesai putaran arisan tersebut sempurna atau melunasi hutang-hutang kepada setiap anggota arisan.

Berdasarkan definisi di atas, para Ulama memberikan tiga bentuk arisan yang umum beredar di dunia yaitu:

Sejumlah orang bersepakat untuk masing-masing mereka membayarkan sejumlah uang yang sama yang dibayarkan pada setiap akhir bulanatau akhir semester dan semisalnya. Kemudian semua uang yang terkumpul dari anggota diserahkan dalam bulan pertama untuk salah seorang dari mereka dan pada bulan berikutnya untuk yang lain dan seterusnya sesuai kesepakatan mereka. Demikian seterusnya hingga setiap orang menerima jumlah uang yang samadengan yang diterima oleh anggota sebelumnya. Arisan ini bisa berlanjut dalam dua putaran atau lebih tergantung kesepakatan dan keridhaan peserta.Dalam bentuk ini tidak ada syarat harus sempurnakan satu putaran.

21

a) Bentuk ini menyerupai bentuk pertama, namun adatambahan syarat semua peserta tidak boleh berhenti hingga sempurna satu putaran.

b) Bentuk ini menyerupai dengan bentuk kedua, hanya saja ada tambahan syarat harus menyambung dengan putaran berikutnya.

Syarat dan ketentuan dalam arisan menurut pendapat anggota dewan majelis Ulama besar (Hai’ah Kibaar al-Ulama) Saudi Arabiah adalah sebagai berikut:

a) Arisan berisi unsur kerjasama, tolong-menolong dalam kebaikan dan takwa, karena ia adalah salah satu cara menutupi kebutuhan orang yang butuh dan menolong mereka untuk menjauhi muamalat terlarang.

b) Maanfaat yang didapatkan dari arisan ini tidak mengurangi sedikitpun harta orang yang minjam uang dan kadang orang meminjam mendapatkan manfaat yang sama atau hampir sama dengan yang lainnya. Sehingga maslahat (kebaikannya) didapatkan dan akan dirasakan oleh seluruh peserta arisan dan tidak ada seorangpun yang mengalami kerugian atau mendapatkan tambahan manfaat pada pemberi hutangan yang menjadi tanggungan peminjam. Syariat suciini tidak akan mengharamkan kemaslahatan yang tidak berisi kemudharatan.

B.Pengertian dan Dasar Hukum Wadi’ah

Wadi‟ah berasal dari bahasa arab. Berakar dari kata wad‟u berarti meninggalkan dan wadi‟ah menurut bahasa adalah sesuatu yang ditinggalkan pada orang yang bukan pemiliknya untukdijaga (Wiroso, 2005: 196). Wadi‟ah menurut bahasa adalah wadi‟a asyai yang berarti meninggalkannya. Dinamai

22

wadi‟a ad-syai karena sesuatu yang ditinggalkan seseorang pada orang lain untuk dijaga dengan sebutan qadi‟ah lantaran ia meninggalkannya pada orang yang menerima titipan (Sabiq, 1997: 74). Barang yang dititipkan adalah ida‟,

orang yang menitipkan barang disebut mudi’ dan orang yang menerima titipan

adalah wadi‟. Dengan demikian maka wadi‟ah menurut istilah adalah akad antara pemilik barang (mudi‟) dengan penerima barang titipan (wadi‟) untuk menjaga harta atau modal (ida‟) dari kerusakan atau kerugian dan untuk keamanan harta (Arifin, 2003: 27).

Dengan tradisi fiqh Islam prinsip titipan atau simpanan dikenal dengan prinsip al-wadi‟ah. Al-Wadi‟ah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu,maupun badan Hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendaki (Antonio, 1999: 121).

Dasar hukum yang melandasi akad wadi‟ah adalah: 1. Al Qur’an

Terdapat dalam Surat An-nisa’ ayat 58 :

 

     

Artinya:“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat

kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (QS. An-Nisa’: 58).

23

   

     

  

Dokumen terkait