• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Organizational Citizenship Behavior

1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior

Menurut Organ (dalam Podsakoff dkk, 2000) OCB merupakan perilaku individu, dimana setiap individu memiliki hak

untuk memilih, dan secara tidak langsung itu diakui oleh sistem reward, serta membantu fungsi organisasi menjadi lebih efektif dan efisien. Oleh karena itu perilaku tersebut bukan bagian dari aturan

atau deskripsi pekerjaan, melainkan dari pilihan pribadi setiap

individu, sehingga jika perilaku tersebut tidak dimunculkan maka tidak ada hukuman bagi karyawan.

Menurut Smith (dalam Andriani dkk, 2012) mendefinisikan organizational citizenship behavior adalah perilaku yang dilakukan seseorang atas dasar kebijaksanaan dan tidak adanya system pemberian reward secara struktur organisasi.

Sedangkan menurut Schnake (dalam Paramita, Rahardjo, & Sofian, 2007) mendefinisikan OCB sebagai fokus individu pada

tugas fungsionalnya, peraturan-peraturan yang ekstra, kehidupan yang mendukung dalam proses sosial (pro-sosial), yang diarahkan

22

Similarity

Similarity from a chosen source Possible character replacement

abc

Citation References

untukdilakukan pada tiap individu atau kelompok dalam organisasi tersebut.

Dari beberapa definisi diatas, dapat diketahui bahwa

organizational citizenship behavior merupakan perilaku individu

yang dilakukan berdasarkan pilihan sendiri tanpa adanya tuntutan

dari lingkungan kerja dan organisasi, dimana perilaku-perilaku tersebut membantu fungsi kerja organisasi menjadi lebih efektif dan efisien, dan perilaku yang dilakukan tidak tercatat sebagai reward secara struktur organisasi.

2. AspekOrganizational Citizenship Behavior

Organ (dalam Jahangir, Akbar, & Haq, 2004) menyebutkan bahwa ada lima aspek yang mendukung Organizational Citizenship Behavior, yaitu:

a. Altruism; yaitu perilaku membantu sesama rekan dalam

organisasi. Perilaku ini sangat menguntungkan bagi perusahaan karena dianggap menumbuhkan keefektifitasan dalam bekerja.

b. Conscientiousness; perilaku yang melebihi peraturan atau job description karyawan, dalam hal ini ke arah yang positif dan tidak merugikan organisasi. Perilaku ini dilakukan dengan

sukarela oleh karyawan, misalnya datang tepat waktu, dan pekerjaan selesai lebih awal.

c. Sportmanship: menjunjung tinggi toleransi. Perilaku yang selalu berusaha melihat organisasi dari sisi-sisi positifnya bukan dari

32

Similarity

Similarity from a chosen source Possible character replacement

abc

Citation References

sisi negatif; mentoleransi kekurangan-kekurangan organisasi dan tidak membesar-besarkan hal sepele.

d. Courtessy; yaitu perilaku yang mengurangi adanya gesekan

permasalahan yang berkaitan dengan pekerjaan. Perilaku courtesy juga menjaga hubungan baik antar karyawan sehingga konflik semakin minim terjadi dalam organisasi.

e. Civic virtue; perilaku individu yang membiarkan dirinya terlibat secara konstruktif demi kemajuan organisasi, misalnya dengan selalu menghadiri rapat, mencari informasi yang sesuai dengan

perjalanan organisasi, dan memberikan saran atau pandangan bagi organisasi.

Menurut Graham (dalam Podsakoff dkk, 2000), ada 3 aspek dalam OCB:

a. Organizational Loyalty; perilaku individu yang menunjukkan kesetiaan pada pemimpin dan organisasinya secara keseluruhan, seperti melindungi organisasi dari ancaman, menjaga nama baik

organisasi, dan bekerjasama dengan rekan lainnya untuk melayani organisasi.

b. Organizational Obedience; orientasi yang menggambarkan struktur organisasi, job description, kemauan personal dalam

mematuhi dan menerima kebutuhan dan keinginan dari organisasi.

32

Similarity

Similarity from a chosen source Possible character replacement

abc

Citation References

c. Organizational Participation; yaitu ketertarikan individu dalam

urusan organisasi yang didasarkan pada kebijakan organisasi dengan cara mencari informasi dan mengambil peran yang berani dipertanggungjawabkan bagi organisasi.

Sementara itu, Podsakoff (dalam Krastev& Stanoeva, 2013) menyebutkan bahwa ada tujuh aspek dalam OCB, yaitu:

a. Helping Behavior;perilaku membantu teman yang kesulitan di

tempat kerja.

b. Sportmanship;perilaku yang dapat mempertahankan sikap atau

sifat positif disaat keadaan tidak seperti yang diharapkan.

c. Organizational Loyalty;perilaku mempertahankan harga diri organisasi dari ancaman eksternal dan tetap berkomitmen dalam membantu organisasi mencapai cita-cita.

d. Organizational Compliance; perilaku menerima aturan, norma, dan prosedur organisasi yang berlaku.

e. Individual Initiative;individu bebas berkreasi dan meningkatkan inovasi atau keterampilan baru untuk mendukung kinerja pribadi dalam organisasi.

f. Civic Virtue;perilaku ikut bekerja secara professional dalam

organisasi dan juga berani mengambil tanggung jawab yang ekstra dalam pekerjaan.

32

Similarity

Similarity from a chosen source Possible character replacement

abc

Citation References

g. Self-development;perilaku yang mau ikut dalam proses perbaikan kinerja dalam organisasi maupun kinerja secara individu agar dapat bekerja dengan lebih baik lagi.

Berdasarkan uraian-uraian diatas, peneliti berpegang pada aspek milik Organ, yaitu altruism conscientiousness sportmanship, , ,

courtessy, dan civic virtue untuk pembuatan skala, dikarenakan aspek milik Organ sudah dapat mewakilli aspek-aspek yang lain.

3. Faktor-faktor yang MempengaruhiOrganizational Citizenship Behavior

Menurut Organ (Andriani dkk, 2012, h.345-346) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi timbulnya organizational citizenship behavior, yaitu:

a. Kepuasan kerja; karyawan yang puas akan pekerjaannya secara tidak disadari dapat mendukung pertumbuhan organisasi melalui

pendapat-pendapat yang diberikan tentang organisasi, mau bekerja dengan tepat dan benar, serta rela membantu rekan kerja nya yang membutuhkan bantuan. Kepuasan kerja yang dirasakan

oleh karyawannya dapat memunculkan rasa ingin membalas kepuasan tersebut dengan kerja yang ‘lebih’. Rasa ingin memberikan lebih itu yang membuat karyawan merasa menjadi bagian dari organisasi.

32

Similarity

Similarity from a chosen source Possible character replacement

abc

Citation References

b. Budaya dan iklim organisasi; perlakuan yang diberikan atasan

terhadap karyawan secara sportif, adil, dan sadar akan

menumbuhkan rasa dihargai pada karyawan dan dapat menimbulkan rasa cinta yang lebih pada organisasi.

c. Kepribadian dan suasana hati (mood); kepribadian dan suasana

hati dapat muncul secara individu maupun kelompok terhadap timbulnya organizational citizenship behavior.

d. Persepsi terhadap kualitas interaksi atasan bawahan; karyawan yang merasakan dukungan dari atasan dan organisasinya akan

dapat memberikan timbal balik (feed back) bagi organisasinya dengan menumbuhkan sikap organizational citizenship behavior. e. Masa kerja; menurut Sommers (dalam Andriani dkk, 2012) dapat

menjadi masa penentu timbulnya organizational citizenship behavior pada kinerja seseorang karena dapat menjadi alat ukur terhadap investasi karyawan dalam organisasi.

f. Jenis kelamin (gender); disebutkan oleh Konrad (dalam Andriani dkk, 2012) bahwa kaum wanita lebih cenderung dapat bersahabat

dan bekerjasama dengan rekan lain, selain itu wanita lebih

mengutamakan pembentukan relasi dan menunjukkan perilaku menolong dibanding pria.

32

Similarity

Similarity from a chosen source Possible character replacement

abc

Citation References

Sementara itu, dalam Kusumajati (Kusumajati, 2014, h.65) dikatakan terdapat enam faktor yang memengaruhi OCB, yaitu: 1. Budaya dan iklim organisasi; ketika karyawan puas dengan apa

yang didapatkan maka karyawan akan membalasnya. Pembalasan yang diberikan kepada organisasi tersebut merupakan contoh rasa memiliki yang kuat terhadap organisasi.

2. Kepribadian dan suasana hati; Menurut Elanain (dalam

Kusumajati, 2014, h.65) setiap kepribadian pada diri individu

memainkan peran penting dalam perilaku kerja. Selain itu, menurut Purba dan Seniati (dalam Kusumajati, 2014, h.65) kepribadian individu memiliki pengaruh yang cukup besar

terhadap OCB. Semakin erat hubungan emosional individu

dengan perusahaan, maka dapat semakin tinggi pula perilaku membantu rekan kerja dan atasan dalam hal penyelesaian tugas,

mencegah permasalahan, serta patuh pada peraturan dan tata tertib yang ada.

3. Dukungan organisasional; pekerja yang merasakan dukungan dari organisasi akan memberikan umpan balik (feedback) serta dapat menurunkan ketidakseimbangan dalam hubungan di perusahaan. 4. Kualitas interaksi atasan dan bawahan; kualitas interaksi atasan

dan bawahan merupakan salah satu faktor penyebab timbulnya

OCB. Menurut Wayne, Shore, dan Leden (dalam Kusumajati,

2014, h.66) kualitas interaksi yang tinggi antara atasan kepada

32

Similarity

Similarity from a chosen source Possible character replacement

abc

Citation References

bawahannya dapat membantu karyawana untuk mengerjakan pekerjaan diluar dari biasanya, sedangkan kualitas interaksi yang

rendah antara atasan kepada bawahan akan cenderung menunjukkan karyawan mengerjakan pekerjaan rutin saja (sesuai jobdesc).

5. Masa kerja; menurut Sommer, Bae, dan Luthans (dalam Kusumajati, 2014) masa kerjadapatberfungsisebagaiprediktor

OCB karena variabel -variabel tersebut mewakili “pengukuran” terhadap “investasi” karyawan di organisasi.

6. Jenis kelamin; Morrison (dalam Kusumajati, 2014) membuktikan bahwa terdapat perbedaan persepsi OCB antara pria dan wanita. Wanita cenderung menginternalisasi rasa kebersamaan, harapan kelompok, perilaku menolong, merupakan bagian dari pekerjaan mereka.

Menurut tokoh lain, yaitu Dyne, Graham, dan Dienesch (dalam Teresia & Suyasa, 2008) mengatakan bahwa OCB dipengaruhi oleh enam faktor, yaitu:

1. Sikap kerja positif; dapat dilihat dari rendahnya absensi serta

turnover karyawan pada organisasi. Sikap kerja positif ini dapat dimiliki perusahaan karena karyawan merasa puas dengan

pekerjaannya. Kepuasan kerja yang dirasakan dapat

32

Similarity

Similarity from a chosen source Possible character replacement

abc

Citation References

memunculkan perilaku ingin berkontribusi secara lebih pada organisasinya tanpa menuntut imbalan.

2. Cynicism; merupakan perilaku sinis dan tidak memercayai motif orang lain, serta tidak melibatkan diri dalam hubungan yang terbuka.

3. Nilai-nilai di tempat kerja; nilai-nilai yang sesuai dengan kondisi sosial serta tidak kontroversial akan lebih mudah dipahami dan mengarah pada hubungan yang semakin dekat pada aspek positif serta kelekatan.

4. Karakteristik pekerjaan; karakteristik pekerjaan yang khusus

dapat menimbulkan perasaan bertanggungjawab pada karyawan, sehingga kelekatan dengan organisasi akan semakin besar.

5. Jabatan karyawan; pada umumnya, karyawan yang memiliki jabatan tinggi memiliki komitmen organisasi yang lebih tinggi.

Menurut Hrebiniak (dalam Teresia & Suyasa, 2008) mengasosiasikan bahwa karyawan yang mempunyai jabatan yang tinggi akan lebih mempunyai tanggungjawab yang besar dalam pengambilan keputusan serta peluang interaksi yang tinggi sehingga dapat meningkatkan kelekatan dalam organisasi. 6. Lama bekerja; karyawan yang bekerja dalam jangka waktu yang

lama akan lebih memiliki hubungan dekat dengan organisasinya.

32

Similarity

Similarity from a chosen source Possible character replacement

abc

Citation References

Dari uraian faktor-faktor diatas, penulis menggunakan faktor persepsi terhadap kualitas interaksi atasan-bawahan untuk meneliti tingkat organizational citizenship behaviorpada karyawan.

B. PersepsiKualitas Interaksi Sosial Atasan-Bawahan

1. Pengertian Persepsi Kualitas Interaksi Sosial Atasan-Bawahan Menurut Atkinson (dalam Triana, Rahmi, & Putra, 2015)

persepsi merupakan proses ketika individu mengorganisasi dan

mengartikan pola stimulus yang terjadi di lingkungan. Pendapat lain, Walgito (dalam Triana dkk, 2015) mengemukakan bahwa

persepsi merupakan proses penginterpretasian atau

pengorganisasian terhadap stimulus yang diterima oleh seseorang

sehingga memberikan sebuah arti yang bermakna dan merupakan aktivitas yang terintegrasi dalam diri individu. Sementara itu,

Rakhmad (dalam Pramitasari dkk, 2011) menyatakan bahwa

persepsi merupakan pengalaman mengenai objek peristiwa atau

hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.

Dari dua definisi diatas dapat dipahami bahwa persepsi merupakan pengartian secara kognitid dan penginterpretasian segala

stimulus yang diterima atau dialami oleh seseorang sehingga memiliki sebuah makna.

32

Similarity

Similarity from a chosen source Possible character replacement

abc

Citation References

H. Bonner (dalam Ahmadi, 1999, h. 54) mendefinisikan interaksi sosial sebagai hubungan yang dijalin dua individu atau

lebih, dimana terdapat perilaku yang saling mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki perilaku individu lainnya, atau sebaliknya.

Sementara itu, Gillin dan Gillin (dalam Soekanto, 1990, h. 67) mendefinisikan interaksi sosial adalah hubungan yang terjadi

antara orang-perorangan, perorangan dengan kelompok, maupun kelompok dengan kelompok dimana hubungan tersebut terjadi dengan sangat dinamis. Sebuah interaksi sosial mulai terjadi ketika

dua orang bertemu, contohnya ketika dua orang saling bertegur sapa, berjabat tangan, maupun saat dua orang bertengkar.

Dari dua definisi diatas, dapat dipahami bahwa interaksi sosial merupakan proses dimana hubungan dinamis dua orang atau

lebih yang saling mempengaruhi, mengubah, dan/atau memperbaiki individu lainnya.

Sementara itu, yang dimaksud atasan-bawahan adalah posisi pada struktur organisasi yang dapat memperjelas status

seseorang dalam organisasi. Dari definisi-definisi diatas dapat diketahui bahwa persepsi kualitas interaksi sosial atasan-bawahan merupakan pengartian secara kognitifsejauh mana kualitas sebuah

interaksi yang terjadi antara atasan-bawahan untuk saling

mempengaruhi, mengubah, dan/atau memperbaiki dengan

32

Similarity

Similarity from a chosen source Possible character replacement

abc

Citation References

caramelakukan kontak, komunikasi, kompetisi maupun pertikaian, menjadi sebuah pesan yang bermakna.

2. Aspek-aspek Persepsi Kualitas Interaksi Sosial Atasan-Bawahan

Walgito (dalam Triana dkk, 2015) menyebutkan ada tiga aspek yang mempengaruhi persepsi, yaitu:

a. Kognisi; aspek kognisi bersangkutan dengan pandangan,

pengetahuan, pengharapan, cara berpikir/mendapatkan pengetahuan, dan pengalaman masa lalu, serta segala sesuatu

yang diperoleh dari hasil pikiran individu yang mempersepsikan.

b. Afeksi; dalam aspek ini menitikberatkan pada perasaan dan

emosi individu terhadap objek tertentu serta segala sesuatu yang berkaitan dengan evaluasi baik atau buruk berdasarkan faktor emosional seseorang.

c. Konasi; aspek konasi berkaitan dengan sikap, motivasi,

perilaku, atau aktivitas individu sesuai dengan persepsinya terhadap objek atau keadaan tertentu.

Berbeda dengan Walgito, Winardi (2004) menyatakan bahwa persepsi mencakup beberapa aspek, diantaranya :

a. Aspek pandangan; setiap individu akan melihat atau

memandang sesuatu dengan cara-cara yang berbeda-beda. Dalam sebuah situasi, akan lebih penting bagi seorang individu

32

Similarity

Similarity from a chosen source Possible character replacement

abc

Citation References

untuk memahami perilaku yang ada dibanding memahami

situasi itu sendiri. Persepsi yang muncul pada dirinya disesuaikan dengan kepentingannya.

b. Aspek penafsiran; penafsiran atau interpretasi diartikan sebagai proses ketika individu memadukan kegiatan dalam memahami

suatu peristiwa dengan cara siap untuk mengungkapkan, menjelaskan, dan menerjemahkannya menjadi suatu hal yang siap dikomunikasikan kepada orang lain.

c. Aspek penilaian; proses penilaian adalah penggambaran peristiwa-peristiwa yang dipersepsikan, yang dipengaruhi oleh motif.

Berdasarkan aspek-aspek yang diungkapkan para ahli, dapat disimpulkan bahwa aspek dari persepsi adalahkognisi, afeksi, dan

konasi, karena pernyataan yang disampaikan kedua ahli secara garis besar memiliki pengertian yang hampir sama.

MenurutSoekanto(1990)sebuahinteraksisosialtidakakan terjadi jika tidak memiliki dua syarat berikut ini:

a. Adanya kontak sosial

Secara harfiah, kontak sosial memiliki arti sama menyentuh, karena kontak berasal dari bahasa Latin

yang terdiri dari kata con ataucum(yang artinya bersama- sama)dan tango(yang berarti menyentuh). Jika dilihat secara fisik, kontak dikatakan terjadi jika adanya hubungan badaniah,

32

Similarity

Similarity from a chosen source Possible character replacement

abc

Citation References

namun di jaman sekarang, secara sosial, kontak dapat terjadi dengan banyak cara tanpa harus berhubungan secara fisik, seperti lewat telepon, radio, surat, dan sebagainya mengikuti perkembangan jaman. Suatu kontak dapat pula bersifat primer maupun sekunder;

1. Kontak primer terjadi ketika dua orang atau lebih bertatap muka, seperti melakukan perbincangan, berjabat tangan,

saling tersenyum, berkelahi, saling berteriak, dan sebagainya.

2. Kontak sekunder terjadi ketika dua orang atau lebih saling menyampaikan pesan dengan bantuan perantara, seperti

melalui surat, telepon, radio, atau bahkan meminta bantuan orang ketiga untuk menyampaikan pesan kepada orang yang dituju.

b. Adanya komunikasi

Menurut Soekanto (1990) komunikasi adalah ketika

seseorang memberikan keterangan atau penjelasan berdasar perilaku orang lain (dalambentuk pembicaraan, bahasa tubuh, ataupun sikap) dan perasaan yang ingin disampaikan oleh orang

lain. Dengan adanya komunikasi, seseorang bisa mengetahui

maksud dari perasaan atau sikap dari orang lain tersebut, sehingga reaksi dapat diberikan oleh orang yang bersangkutan.

32

Similarity

Similarity from a chosen source Possible character replacement

abc

Citation References

Sementara itu, menurut Gilin dan Gilin (Saputra, 2014) ada beberapa aspek interaksi sosial, diantaranya:

a. Ada kontak sosial dan komunikasi yang dilakukan oleh dua

orang atau lebih.

b. Adanya kerjasama; hubungan dua individu atau lebih yang

memiliki tujuan yang sama dan ingin mewujudkan tujuan tersebut.

c. Adanya persaingan; proses sosial yang terjadi antara dua orang lebih dimana semuanya berusaha mencari keuntungan melalui bidang kehidupan.

d. Ada konflik atau pertikaian; dua orang atau lebih yang menentang pihak lain untuk memenuhi tujuan hidup.

Sebuah komunikasi dapat memberikan banyak arti bagi para

penyampai dan penerimanya. Dengan adanya komunikasi

diharapkan timbul kerjasama dalam banyak hal antar orang perorang, orang dengan kelompok, maupun kelompok dengan kelompok. Tak hanya kerjasama, komunikasi juga menjadi harapan agar timbul pikiran dan perilaku yang positif pada banyak orang.

Dari penjelasan diatas, disimpulkan bahwa aspek-aspek

interaksi sosial terdiri dari kontak sosial, komunikasi, kerjasama, persaingan,dan pertikaian, yang merupakan gabungan dari pernyataan milik Soekanto dan Gilin dan Gilin.

32

Similarity

Similarity from a chosen source Possible character replacement

abc

Citation References

Berdasarkan uraian-uraian diatas, disimpulkan bahwa aspek persepsi yang digunakan adalah milik Walgito yaitu aspek kognisi,

afeksi, dan konasi. Selain itu aspek interaksi sosial yang akan digunakan adalah milik Soekanto dan Gillin dan Gillin yaitu aspek

kontak sosial, komunikasi, kerjasama, persaingan, dan pertikaian. Kedua aspek ini, akan dikombinasikan menjadi; aspek kognisi

terhadap kontak sosial, komunikasi, kerjasama, persaingan, dan

pertikaian; aspek afeksi terhadap kontak sosial, komunikasi,

kerjasama, persaingan, dan pertikaian; dan aspek konasi terhadap kontak sosial, komunikasi, kerjasama, persaingan, dan pertikaian.

C. Dinamika HubunganPersepsi Kualitas Interaksi Sosial

Atasan-Bawahan dengan Organizational Citizenship Behavior (OCB)

Setiap perusahaan atau organisasi menginginkan keberhasilan terjadi pada organisasinya. Kemajuan-kemajuan kecil yang berdampak positif terus diusahakan oleh organisasi. Salah satu penggerak organisasi agar dapat berhasiladalah SDM yang bekerja secara efektifdanefisien sehinggatujuanorganisasidapattercapai. MenurutSondang,salahsatu

tantangan yang akan dihadapi di masa depan dalam bidang industri

adalah terciptanya organisasi-organisasi yang beragam namun tetap bekerja secara efektif, efisien, danproduktif,makaharusdipahamipula

bahwa setiap organisasi akan semakin bergantung pada sumber daya

manusia yang bermutu tinggi (Siagian, 2011). Begitu juga yang diinginkan oleh PT. Megaprint Citra Mandiri Semarang, yaitu

32

Similarity

Similarity from a chosen source Possible character replacement

abc

Citation References

mempunyai karyawan yang dapat bekerja dengan efektif dan efisien

sesuai dengan tujuan yang dihidupi oleh perusahaan. PT. Megaprint

Citra Mandiri Semarang berharap memiliki karyawan yang memiliki

perilaku-perilaku positif yang menunjang kemajuan perusahaan.

Perilaku-perilaku positif ini biasa disebut dengan organizational

citizenship behavior(OCB). Menurut Schnake (dalam Paramita dkk,

2007) OCB merupakan fokus individu pada tugas fungsionalnya, peraturan-peraturan yang ekstra, kehidupan yang mendukung dalam

proses sosial (pro-sosial), yang diarahkan untukdilakukan pada tiap

individu atau kelompok dalam organisasi tersebut. Perilaku-perilaku OCB dapat ditandai dengan munculnya perilaku menolong, keterlibatan dalam kegiatan yang diadakan organisasi, mengurangi atau menghindari gesekan permasalahan, menjunjung tinggi toleransi, dan bekerja secara lebih diluar tanggungjawab tertulis.

Salah satu faktor timbulnya OCB pada diri karyawan adalah adanya persepsi kualitas hubungan interaksi sosial atasan-bawahan yang

terjalin dengan baik. Interaksi sosial antara atasan terhadap bawahan merupakan aspek penting dalam keberlangsungan hidup sebuah organisasi. Dengan terjadinya interaksi sosial yang lancar antar atasan terhadap bawahan dapat menumbuhkan kerjasama yang utuh dan mudah

dipahami dari masing-masing pihak. Seorang atasan yang mampu berinteraksi dengan baik kepada bawahannya akan membantu karyawan untuk lebih mudah memahami maksud dan perasaan atasannya.Diluar

32

Similarity

Similarity from a chosen source Possible character replacement

abc

Citation References

urusan pekerjaan, interaksi yang terjadi hanya dengan bertegur sapa,

berjabat tangan, atau memberikan kalimat-kalimat positif, dapat

membantu memunculkan persepsi yang baik mengenai interaksi yang terjadi sehingga dapat muncul rasa bahagia pada diri bawahan karena merasa dianggap dan dihargai oleh atasannya. Perasaan-perasaan

tersebut dapat pula menumbuhkan motivasi pada karyawan untuk bekerja secara lebih agar tujuan bersama dapat tercapai.

Interaksi sosial memiliki beberapa aspek diantaranya adalah kontak sosial, komunikasi, persaingan, kerjasama, dan konflik atau

pertikaian. Aspek-aspek inilah yang mendasari terjadinya interaksi sosial. Dengan adanya interaksi yang baik, maka dapat tercipta

komitmen dalam diri masing-masing individu. Seorang atasan dapat membimbing bawahannya dalam bekerja, begitu pula seorang bawahan

dapat memberikan masukan atau ide-ide baru bagi perkembangan organisasi.

Interaksi sosial yang terjadi secara intensif dapat memberikan

dampak positif bagi karyawan dalam organisasi. Perasaan dihargai, dianggap oleh atasan, perasaan didukung, dan perasaan positif lainnya memotivasi karyawan untuk bekerja dengan maksimal, dan mau mengabdikan diri nya secara lebih kepada perusahaan.

Miner (dalam Novliadi, 2006) mengatakan bahwa interaksi atasan-bawahan yang berkualitas tinggi dapat memberi dampak baik

seperti meningkatkan kepuasan kerja, kinerja karyawan, dan

32

Similarity

Similarity from a chosen source Possible character replacement

abc

Citation References

produktivitas. Sementara itu, Riggio (dalam Novliadi, 2006) juga menyatakan bahwa apabila interaksi atasan-bawahan memiliki kualitas yang tinggi, maka seorang atasan akan memandang positif bawahannya,

sehingga bawahannya akan merasakan dukungan dan motivasi dari atasannya. Hal ini meningkatkan rasa percaya dan hormat bawahan pada atasannya,sehingga menjadi termotivasi untuk melakukan “lebih” dari yang diharapkan oleh atasannya.

Hal ini berkaitan dengan timbulnya organizational citizenship behavior, dimana karyawan berperilaku extra role. Salah satu faktor munculnya organizational citizenship behavior adalah adanya persepsi

kualitas interaksi sosial atasan bawahan. Ketika karyawan merasakan

interaksi yang selaras terjadi maka dapat menjadi pendukung munculnya OCB.

Jurnal Organizational Citizenship Behavior dan Kepuasan Kerja pada Karyawan yang ditulis oleh Gita Andriani, M. As’ad Djalali, dan

Diah Sofiah tahun 2012, mencari tahu hubungan kepuasan kerja

terhadap organizational citizenship behavior. Penelitian tersebut menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan antara kepuasan

kerja terhadap OCB, semakin tinggi kepuasan kerja, maka semakin tinggi perilaku OCB pada karyawan. Penelitian ini tidak bisa di generalisasikan karena hanya dilakukan kepada PT. Terminal Petikemas Surabaya.

32

Similarity

Similarity from a chosen source Possible character replacement

abc

Citation References

Sementara itu, pada skripsi Hubungan Antara Persepsi Terhadap

Komunikasi Atasan kepada Bawahan dengan Komitmen Organisasi

Dokumen terkait