• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGATURAN YANG MENDASARI HAK PERUM

B. Landasan Hukum Operasional (Eksternal)Perusahaan Umum

Belawan.

Dengan diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1998 tentang Perusahaan Umum (PERUM) yang disempurnakan dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1990 tentang Perusahaan Umum (PERUM) Prasarana Perikanan Samudera kemudian dipertegas dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2000 tentang Perusahaan Umum ( PERUM ) Prasarana Perikanan 31 Notonagoro, Politik Hukum Dan Pembangunan Agraria Di Indonesia, Bina Aksara, Jakarta, 2009, hal.121

32 Affan Mukti,Pokok – Pokok Bahasan Hukum Agraria,USU Press, Medan, 2006, hal. 84 33ibid, hal.87

34Hasil wawancara dengan Bapak S.Siagian ,S.E.,Direksi Perum Prasarana Perikanan Cabang Belawan, tanggal 25 April 2011, di Medan

Samudera, menjadi Landasan Hukum Operasional bagi PERUM Prasarana Perikanan Samudera sebagai Badan Usaha Milik Negara untuk melaksanakan pengelolaan perusahaan dalam upaya mencapai tujuan perusahaan sebagai badan usaha milik Negara yang diberi tugas dan wewenang untuk menyelenggarakan usaha-usaha pelayanan kepada pengguna jasa pelabuhan perikanan dan usaha-usaha lainnya yang berkaitan dengan perikanan di Gabion Belawan.

Dengan mengemban tugas sebagai Publik Service, PERUM Prasarana Perikanan Samudera sebagai badan usaha milik Negara sebagaimana maksud dan tujuan yang tercantum dalam Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2000 menjelaskan bahwa Maksud dan tujuan PERUM sebagai Badan Usaha Milik Negara untuk mengelolah perairan Gabion adalah:35

a. Untuk meningkatkan pendapatan masyarakat nelayan melalui penyediaan dan perbaikan sarana dan prasarana pelabuhan perikanan.

b. Untuk mengembangkan wiraswasta perikanan serta untuk merangsang dan atau mendorong usaha industry perikanan dan pemasaran hasil perikanan.

c. Untuk memperkenalkan dan mengembangkan teknologi pengolahan hasil perikanan dan system rantai dingin dalam perdagangan dan distribusi bidang perikanan.

d. Untuk menumbuh kembangkan kegiatan ekonomi perikanan sebagai kompenen kegiatan nelayan dan masyarakat perikanan.

Melihat Landasan hukum operasional atas pengelolaan pelabuhan perikanan di gabion Belawan dipertegas dalam Pasal 10 huruf (c) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2000 yang menyebutkan bahwa PERUM menyelenggarakan usaha kegiatan prasarana perikanan di pelabuhan perikanan Belawan, Sumatera Utara.36Keputusan tersebut memberi dasar yuridis bagi PERUM selaku pemegang hak pengelolaan atas lahan tanah perikanan Gabion Belawan untuk wilayah Sumatera Utara khususnya,di bawahi oleh Direksi PERUM Prasarana Perikanan Cabang Belawan yang melakukan pengurusan, pengelolaan dan pemanfaatan atas lahan tanah dipelabuhan perikanan Gabion Belawan dan bertanggung jawab atas segala yang berkaitan dengan tugas dan kewenangannya pusat Jakarta, atas segala sesuatu yang berkaitan dengan pemanfaatan lahan tanah di pelabuhan Perikanan Gabion Belawan, baik itu tentang sewa – menyewa dan segala sesuatu tentang tugas dan fungsi PERUM prasarana Perikanan Cabang Belawan yang berorientasi sebagai Badan Usaha Milik Negara yang bersifatpublic servicedan tetap ditentukan oleh keputusan PERUM Pusat dengan pengawasan dari Dewan Pengawas sebagi organ perusahaan yang bertugas melakukan pengawasan dan memberikan nasehat kepada Direksi dalam menjalankan kegiatan kepengurusan dan tanggung jawabnya atas tugas yang diemban padanya,sesuai dengan kebijakan pengemban usaha yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan pembinaan yang digariskan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan dan kembali kepada tujuan Badan Usaha Milik Negara untuk menyediakan pelayanan bagi kemanfaatan umum.

C. Kewenangan PERUM Prasarana Prikanan Samudera Cabang Belawan atas Penyewaan lahan tanah dengan Pihak Penyewa .

Dalam hal hak atas tanah bersumber dari hak menguasai dari Negara atas tanah hakekatnya adalah penugasan pelaksanaan tugas kewenangan bangsa yang mengandung unsur hukum publik, karena tugas mengelola seluruh tanah bersama tidak mungkin dilaksanakan sendiri oleh seluruh Bangsa Indonesia, dalam penyelenggaraannya, Bangsa Indonesia sebagai pemegang hak dan pengemban amanat tersebut, pada tingkat tertinggi dikuasakan kepada Negara Republik Indonesia sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat (Pasal 2 ayat (1) UUPA) yang dalam pelaksanaannya dapat dikuasakan atau dilimpahkan kepada :

a. Daerah-Daerah swantrata (Pemerintah Daerah) dan masyarakat hukum adat sepanjang diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan Nasional menurut ketentuan Pemerintahan.

b. Badan otorita, Perusahaan Negara, Perusahaan Daerah, dengan pemberian penguasaan tanah-tanah tertentu dengan Hak pengelolaan (HPL).

Menurut Soedikno Mertokusumo, wewenang yang dipunyai oleh pemegang hak atas tanah dibagi menjadi ;37

1. Wewenang Umum

Wewenang yang bersifat umum yaitu pemegang hak atas tanah mempunyai wewenang untuk menggunakan tanahnya, termasuk juga tubuh bumi dan air dan ruang yang ada diatasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung

berhubungan dengan pengunaan tanah itu dalam batas – batas menurut UUPA dan peraturan-peraturan hukum lainnya yang lebih tinggi (Pasal 4 ayat (2) UUPA). 2. Wewenang Khusus

Wewenang yang bersifat khusus yaitu pemegang hak atas tanah mempunyai wewenang untuk menggunakan tanahnya sesuai dengan macam hak atas tanahnya, misalnya wewenang pada tanah Hak Milik adalah dapat untuk kepentingan pertanian dan atau mendirikan bangunan, wewenang pada tanah Hak Guna Bangunan adalah menggunakan tanah hanya untuk mendirikan bangunan sesuai dengan kebijakan pengembangan amanat yang ditetapkan oleh Menteri dalam hal ini Menteri yang bertanggung jawab dibidang Perikanan Dan Kelautan, sehingga untuk pemanfaatan dan pengembangan tanah yang dikelola oleh PERUM Prasarana Perikanan Samudera di pelabuhan perikanan dikeluarkanlah Keputusan Menteri Kelautan Dan Perikanan Nomor Kep.32/MEN/2001 tentang Pemanfaatan Tanah yang dikelola Perusahaan Umum (PERUM) Prasarana Perikanan Samudera di pelabuhan Perikanan Gabion Belawan.

Didalam Pasal 1 huruf (f) Keputusan Menteri Kelautan Dan Perikanan Nomor 32 Tahun 2001 disebutkan bahwa pemanfaatan tanah adalah penggunaan tanah di pelabuhan perikanan yang dikelola oleh PERUM kepada pihak ketiga dengan cara pemberian HGB (Hak Guna Bangunan), Hak pakai dan sewa-menyewa.

HGB adalah Hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan yang bukan miliknya sendiri.38 Sedangkan didalam pasal 35 UUPA Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan – bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun.39 Ketentuan waktunya bila dimintakan dan melihat keperluan dapat diperpanjang untuk masa 20 tahun HGB dapat beralih dan dialihkan kepihak lain.

Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh PERUM Prasarana Perikanan cabang Belawan yang prakteknya berupa bentuk perjanjian sewa tanah .

Sewa-menyewa adalah perjanjian antara pihak PERUM mengikatkan diri dengan pihak ketiga untuk memberikan kenikmatan dari suatu barang selama jangka waktu tertentu dan dengan harga tertentu dan oleh pihak ketiga disanggupi pembayarannya.40Dengan luas lahan tanah = 28,57 hektar yang menjadi objek sewa lahan tanah di pelabuhan perairan Gabion Belawan yang menjadi wewenangnya PERUM Prasarana Perikanan Cabang Belawan yang diberikan dengan perjanjian sewa-menyewa pada pihak ketiga untuk memanfaatkan lahan tanah tersebut bagi kegiatan usaha dan jasa perikanan, dikaitkan dengan keluarnya Peraturan Pemerintah nomor 6 tahun 2006 tentang pengelolaan barang milik Negara, memberikan dasar kekuatan bagi PERUM Prasarana Perikanan Samudera sebagai Badan Usaha Milik Negara, pemegang hak pengelolaan yang melaksanakan pemanfaatan dan

38Pasal 1 huruf (j) Kep.Men. Kelautan dan Perikanan Nomor 32 Tahun 2001 39Undang – Undang Pokok Agraria

pengelolaan barang milik Negara memberikan hak untuk menyewakan lahan tanah tersebut kepada pihak ketiga demi pemasukan keuangan negara sebagaimana disebutkan dalam pasal 20 : bahwa bentuk-bentuk pemanfaatan barang milik Negara/daerah berupa ; sewa.41Bunyi pasal tersebut menjadi landasan bagi PERUM Prasarana Perikanan Cabang Belawan sebagai Badan Usaha Milik Negara, dengan pengemban hak pengelolaan untuk menyewakan tanah-tanah di Gabion Belawan yang merupakan tanah Negara untuk dikelola bagi pemanfaatannya atas usaha disektor perikanan untuk pemasukan Negara.

Jenis penyewa yang melakukan penyewaan lahan tanah ada 3 kategori yaitu : 1. Penyewa jangka pendek

2. Penyewa jangka panjang

3. Penyewa yang bersertifikat HGB (Hak Guna Bangunan)

Untuk penyewa jangka pendek, masa sewa yang ditentukan adalah masa sewa 1 - 5 tahun.Untuk penyewa Jangka panjang masa sewa yang ditentukan adalah (5 tahun – 30 tahun ), jenis penyewaan jangka pendek maupun jangka panjang, jenis perjanjian sewa lahan tanah dibuat berdasarkan bentuk perjanjian tertulis yang formatnya telah baku yang dikeluarkan dari PERUM Prasarana Perikanan pusat di Jakarta, untuk nantinya ditanda-tangani oleh penyewa dan Direksi PERUM prasarana Perikanan Samudera Cabang Medan dengan masa sewa yang dapat diperpanjang lagi bentuk perjanjian sewa ini belum bersertifikat hanya memuat perjanjian tertulis

dibawah tangan dengan isi perjanjian yang ditanda-tangani oleh kedua belah pihak tanpa adanya pengesahan dari Notaris.

Sedangkan perjanjian sewa lahan tanah jenis penyewa bersertifikat HGB (Hak Guna Bangunan) adalah peningkatan dari sewa lahan tanah jangka waktu 20 tahun hingga 30 tahun yang didaftarkan hak bangunan nya untuk mendapatkan sertifikat HGB dengan bentuk perjanjian yang autentik dengan Akte Notarial pada waktu pendaftarannya di kantor Badan Pertanahan Nasional dengan melampirkan surat keterangan PERUM Prasarana Perikanan Cabang Belawan sebagai pemegang hak pengelolaan atas lahan tanah perikanan Gabion Belawan.

Hak Guna Bangunan diberikan dengan luas tidak melebihi batas maksimum (ceiling) jangka waktu paling lama 30 tahun dan perpanjangan 20 tahun,dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain serta dijadikan jaminan utang melalui pembebanan hak tanggungan.42Bahwa sertifikat HGB tersebut dapat menjadi jaminan hutang bagi usaha para penyewa untuk mendapatkan modal dalam pengembangan usahanya dan PERUM Prasarana Perikanan Samudera tidak bertanggung jawab atas pelaksanaan ataupun resiko atas pembebanan jaminan hutang tersebut meskipun PERUM memberikan izin surat keterangan kepada Bank pada saat penyewa memohonkan jaminan hutang dengan sertifikat HGB yang dimiliki penyewa namun dalam hal kerugian atau tanggung jawab resiko bukanlah tanggung jawab PERUM, karena

42S. Chandra ,Serifikat kepemilikan Hak Atas Tanah (Persyaratan Permohonan Dikantor Pertanahan), PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2005, hal.25

PERUM hanya sebatas pemberi keterangan sebagai pemegang hak pengelolaan atas adanya hak Guna Bangunan milik penyewa diatas lahan tanah pengelolaannya.

Jenis usaha yang dilakukan oleh pemohon di lahan tanah Gabion adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan usaha dan jasa perikanan diantaranya :

a. Usaha pengelolaan ikan b. Pabrik es ikan

c. Usaha dagang alat – alat kapal

d. Usaha perbaikan kapal ( Dock kapal )

e. Usaha perbekalan kapal (belanja kebutuhan kapal ) f. Kantin dan lainnya

Pada saat pemohon menginginkan pemanfaatan lahan tanah di wilayah Gabion maka pemohon mengajukan surat permohonan tersebut kepada PERUM dalam hal ini diwakili oleh Direksi PERUM Prasarana Perikanan cabang Belawan, setelah diterima oleh Direksi cabang Belawan diadakan evaluasi dan pemberitahuan tentang ketentuan yang ditetapkan atas luas tanah dan ketentuan tarif yang tersedia, setelah disepakati dibuatlah surat khusus oleh Direksi PERUM cabang Belawan untuk disampaikan kepada PERUM pusat Jakarta dengan melampirkan surat pemohon yang berisi tentang luas tanah dan tujuan usaha yang diinginkan dan ketentuan tarifnya, setelah diperiksa dan disetujui untuk selanjutnya dibuatkanlah format surat perjanjian diantara PERUM Prasarana Perikanan dengan pemohon dan dikirim kembali ke Belawan untuk ditanda – tangani oleh pemohon dan Direksi PERUM Prasarana Cabang Belawan sebagai suatu perjanjian antara dua pihak yang

mengikatkan diri dalam perjanjian diantara keduanya, yang menurut teori van Opstal mengatakan : dasar dari perjanjian adanya kepercayaan dengan cara – cara yang dapat diperhitungkan terhadap partai yang lain, bahwa kehendaknya itu memang ditujukan untuk menciptakan perjanjian.43

Dinamakan perjanjian/kontrak baku dimana unsur kepercayaan yang dijadikan dasar terpenuhinya suatu kesepakatan mengakibatkan perjanjian tersebut menjadi perjanjian yang bersifat konsensuil.Perjanjian konsensuil adalah suatu perjanjian yang terjadi apabila ada kesepakatan para pihak.44 Dasar kepercayaan pihak penyewa yang menjadi unsur kehendak untuk sepakat mengikatkan diri atas segala ketentuan yang terdapat dalam perjanjian kedua pihak.

Didalam KUH Perdata tidak disebutkan secara sitematis tentang bentuk kontrak,namun apabila ditelaah berbagai ketentuan yang tercantum dalam KUH Perdata, maka kontrak menurut bentuknya dapat dibagi dua macam, yaitu kontrak lisan dan tertulis. Kontrak lisan adalah kontrak atau perjanjian yang dibuat oleh para pihak cukup dengan lisan atau kesepakatan para pihak, dengan adanya consensus itu, maka perjanjian itu telah terjadi. Kontrak tertulis merupakan kontrak yang dibuat oleh para pihak dalam bentuk tulisan, kontrak tertulis dibagi menjadi dua macam, yaitu dalam bentuk Akta dibawah tangan dan Akta notaris. Akta dibawah tangan adalah akta yang cukup dibuat dan ditanda-tangani oleh para pihak. Adapun Akta autentik

43 R.Soetojo Prawirohamdijojo dan Marthalena Pohan, Hukum Perikatan, PT.Bina Ilmu,Surabaya, 1978, hal. 122

44H. Salim HS,Prancang Kontrak Dan Memorandum of Understanding, PT. Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal.19

merupakan Akta yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris.45Perjanjian tertulis antara PERUM dengan penyewa memakai dua bentuk perjanjian yaitu bentuk perjanjian tertulis dibawah tangan disebut penyewa tidak bersertifikat dan untuk perjanjian tertulis dengan Akta Notarial disebut penyewa bersertifikat.

BAB III

PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN DARI ISI PERJANJIAN PENYEWAAN LAHAN TANAH GABION BELAWAN ANTARA PERUM

PRASARANA PERIKANAN DENGAN PIHAK PENYEWA

A. Tata Cara Dan Ketentuan penyewaan Lahan Tanah Oleh PERUM Prasarana Perikanan Samudera Cabang Belawan dengan Pihak Penyewa 1. Beberapa hal tentang Hukum perjanjian pada umumnya.

Perjanjian merupakan sumber perikatan atau dengan kata lain perikatan biasa lahir dari perjanjian. Perjanjian sebagai sumber perikatan, diartikan sebagai suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa ini timbullah suatu hubungan antar dua orang tersebut yang dinamakan perikataan.

Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya, hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan karenanya perjanjian adalah sumber perikatan.

Suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan karena dua pihak itu setuju untuk melakukan semata.46 Sinonim kata perjanjian adalah persetujuan, perbuatan hukum dua pihak, karena untuk adanya perjanjian paling sedikit harus ada dua pihak yang setuju untuk melakukan sesuatu, dalam arti bahwa adanya persetujuan dari dua pihak tersebut untuk melakukan sesuatu menimbulkan perbuatan hukum.

Menurut Wirjono Prodjodikoro

Meskipun suatu perjanjian (verbintenis) adalah mengenai suatu benda, perjanjian itu tetap merupakan perhubungan hukum antara orang dan orang,

lebih tegas lagi antara seorang tertentu dan orang lain tertentu, berdasarkan atas suatu janji, berwajib melakukan sesuatu hal, dan orang lain tertentu berhak menuntut pelaksanaan kewajiban itu.47

Pengertian tersebut menunjukkan bahwa perjanjian merupakan perhubungan hukum antara dua orang atau lebih, perjanjian menimbulkan dan berisi ketentuan-ketentuan hak dan kewajiban antara dua pihak atau dengan kata lain perjanjian berisi perikatan dan sebenarnya perjanjian adalah sekelompok/sekumpulan perikatan-perikatan yang mengikat para pihak dalam perjanjian.

J. Satrio mengibaratkan bahwa kalau masing-masing perikatan adalah onderdilnya, maka keseluruhan perikatan merupakan mobilnya dan keseluruhan perikatan mempunyai hubungan satu sama lain dinamakan perjanjian.48

Meskipun perjanjian (Overeenkomst) sering dibedakan dengan perikatan (verbintenis) namun Yahya Harahap menyamakan antara perjanjian dengan perikatan sebagai berikut : Perjanjian mengandung pengertian suatu hubungan hukum kekayaan / harta benda antara dua orang atau lebih yang memberi kekuatan hak pada satu pihak lain untuk menunaikan prestasi.49

R.Subekti memberi pengertian perikatan sebagai suatu hubungan antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak lain, dan pihak lain berkewajiban memenuhi kewajiban itu.50

47Wirjono Prodjodikoro, Asas – asas Hukum Perjanjian,Mandar maju, Bandung, 2000, hal.7 48J. Satrio,Hukum Perjanjian (Perjanjian Pada Umumnya ), Alumni, Bandung, 1993, hal.3-4 49ibid

Menurut J.Satrio, perikatan dapat dirumuskan sebagai hubungan hukum antara dua pihak dimana di satu pihak ada hak dilain pihak ada kewajiban.51

Sementara didalam pasal 1313 KUH Perdata disebutkan tentang pengertian suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

Dalam ilmu hukum perjanjian merupakan salah satu bentuk perbuatan hukum,yakni perbuatan hukum bersegi dua. Menurut Utrech, suatu perbuatan yang bersegi dua adalah tiap perbuatan yang akibat hukumnya ditimbulkan oleh kehendak dua subjek hukum (dua pihak) atau lebih. Tipe perbuatan hukum yang bersegi dua adalah suatu perjanjian (overeenkomst).52

Dikenal adanya perjanjian bernama dan perjanjian tidak bernama, perjanjian bernama adalah perjanjian yang sudah mempunyai nama sendiri yang dikelompokkan sebagai perjanjian khusus dan jumlahnya terbatas, misalnya jual-beli, sewa-menyewa dan tukar menukar, sedangkan perjanjian yang tidak bernama adalah perjanjian yang tidak mempunyai nama tertentu dalam Undang-undang dan jumlahnya tidak terbatas.

Tentang perjanjian bernama yang dalam KUH Perdata diantaranya perjanjian sewa menyewa, didalam pasal 1548 KUH Perdata disebutkan bahwa sewa-menyewa ialah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari sesuatu barang, selama suatu

51J.Satrio,Op. Cit, hal.4

waktu tertentu dan dengan pembayaran sesuatu harga , yang oleh pihak tersebut belakangan itu disanggupi pembayarannya.

Suatu perjanjian dapat terjadi dalam bentuk tertulis maupun lisan, perjanjian tertulis juga bisa dibawah tangan dan bisa secara otentik, bentuk perjanjian tidak pengaruh pada keabsahan perjanjian, perjanjian sudah sah asalkan syarat materilnya sudah terpenuhi, hal ini berlaku pada semua jenis perjanjian, termasuk perjanjian sewa-menyewa.

Dalam KUH Perdata tidak ditentukan bentuk perjanjian sewa-menyewa, namun dalam bentuknya perjanjian sewa – menyewa bisa terjadi dalam bentuk tertulis dan tidak tertulis (lisan).

M.Yahya mengatakan bahwa, sewa menyewa merupakan perjanjian konsensual yang bebas bentuknya. Boleh dibuat dengan persetujuan lisan maupun tertulis.53

Berkaitan dengan perjanjian sewa-menyewa dalam bentuk tertulis, di dalam KUH Perdata juga tidak ditemui kewajiban bentuk tertulis, hukum memberikan konsekuensi berbeda terhadap perbedaan-penggunaan bentuk perjanjian sewa tertulis dan sewa secara lisan. Jika perjanjian sewa-menyewa itu diadakan secara tertulis, maka sewa itu akan berlangsung sampai waktu yang ditentukan dalam perjanjian berakhir, secara otomatis perjanjian itu berakhir tanpa diperlukan suatu pemberitahuan pemberhentian untuk itu. Akan tetapi, jika perjanjian sewa-menyewa itu dibuat secara lisan, maka sewa tidak berakhir secara otomatis pada waktu yang

ditentukan, melainkan perlu ada tindakan pemilik barang untuk mengakhiri sewa tersebut dengan terlebih dahulu memberitahukan kepada penyewa bahwa ia hendak mengakhiri sewanya. Pemberitahuan tersebut harus dilakukan dengan mengindahkan jangka waktu yang diharuskan oleh kebiasaan setempat. Jika tidak ada pemberitahuan seperti itu maka harus dianggap bahwa sewa-menyewa diperpanjang untuk waktu yang sama.

Karenanya tidak ada keharusan perjanjian sewa-menyewa dibuat dalam bentuk tertulis maupun secara lisan, pilihan pada satu bentuk tersebut akan mempunyai konsekuensi masing-masing.54 Suatu perjanjian dibuat dalam bentuk tertulis maka akan lebih bisa memberikan kepastian hukum kalau kemudian ada persoalan hukum dalam pelaksanaan perjanjian dimaksud, karena segala sesuatu yang diperjanjikan dalam suatu perjanjian sewa-menyewa tersedia dalam bentuk tertulis, nyata buktinya, sebaliknya kalau perjanjian dibuat secara lisan, maka akan berkonsekuensi tidak terjaminnya kepastian hukum diantara para pihak apabila timbul persoalan, karena tidak ada bukti tertulis dan kesulitan dalam menghadirkan saksi.

Selanjutnya KUH Perdata dalam Buku Ketiga tentang perikatan-perikatan yang dilahirkan dari kontrak atau perjanjian, dalam hal ini KUH Perdata mempersamakan perjanjian itu dengan kontrak, meskipun sebuah perjanjian belumlah tentu dalam bentuk tertulis, karena diketahui sebuah perjanjian itu bisa dilakukan dengan bentuk tertulis maupun lisan, namun sebuah kontrak itu sendiri ciri utamanya adalah dalam bentuk tulisan yang memuat persetujuan dari para pihak, lengkap dengan

syarat, serta yang berfungsi sebagai alat bukti tentang telah terjadinya kesepakatan mengenai adanya kewajiban dari para pihak yang telah sepakat.

Kontrak atau perjanjian ini merupakan suatu peristiwa hukum dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dua orang saling berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.55

Hukum benda mempunyai suatu sistem tertutup, sedangkan hukum perjanjian menganut sistem terbuka, artinya macam-macam hak atas benda adalah terbatas dan peraturan-peraturan yang mengenai hak-hak atas itu bersifat memaksa. Sedangkan hukuman perjanjian memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, asalkan tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan.Pasal-pasal dalam hukum perjanjian merupakan apa yang dinamakan hukum pelengkap, yang berarti bahwa pasal-pasal itu boleh disingkirkan manakala dikehendaki oleh pihak-pihak yang membuat perjanjian, mereka boleh membuat ketentuan-ketentuan sendiri dan boleh mengatur sendiri kepentingan mereka dalam perjanjian-perjanjian yang mereka adakan itu.

Karakteristik kontrak sebagai sebuah perjanjian antara dua pihak menganut system terbuka dalam pengertian setiap orang boleh mengadakan perjanjian mengenai apa saja asalkan tidak melanggar Undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan.

Sistem terbuka mengandung asas kebebasan membuat perjanjian, yang berisi apa saja atau tentang apa saja dan perjanjian itu mengikat mereka yang membuatnya,

Dokumen terkait