• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Kepemimpinan

a. Ada beberapa pengertian kepemimpinan diantaranya adalah sebagai

berikut:

1) Kepemimpinan adalah merupakan intisari dari manajemen organisasi,

sumber daya pokok, dan titik sentral dari setiap aktivitas yang terjadi dalam suatu organisasi (Ardana, Mujiati dan Sriathi, 2008:89).

2) Menurut Gibson (dalam Suwarto, 1999:179), kepemimpinan adalah

suatu upaya penggunaan jenis pengaruh bukan paksaan (concoersive) untuk memotivasi orang-orang melalui komunikasi guna mencapai tujuan tertentu.

3) Menurut Robbins (dalam Suwarto, 1999:179), kepemimpinan adalah

kemampuan mempengaruhi suatu kelompok kearah pencapaian tujuan.

b. Menurut Djanaid, 1996 (dalam Ardana dkk., 2008:90) ada 3 teori tentang

lahirnya pemimpin yaitu sebagai berikut:

1) Teori keturunan, bahwa pemimpin itu muncul karena sifat yang

dibawanya sejak lahir. Ini berarti seseorang akan menjadi pemimpin karena ia telah dilahirkan dengan bakat kepemimpinan.

2) Teori pengaruh lingkungan, menurut teori ini pemimpin itu dibentuk karena lingkungan hidupnya bukan karena keturunan. Ini berarti setiap orang mampu menjadi pemimpin apabila diberi kesempatan.

3) Teori kelompok campuran, menurut teori ini pemimpin itu memiliki

bakat yang dibawa sejak lahir kemudian berkembang melalui pendidikan dan pengalaman terutama dalam berinteraksi dengan orang lain.

c. Teori-teori kepemimpinan

1) Teori sifat adalah teori-teori yang mempertimbangkan berbagai sifat dan karakteristik pribadi yang membedakan para pemimpin dari mereka yang bukan pemimpin (Robbin dan Judge, 2008:49). Teori sifat, menurut Ralph Stogdill dalam Nimran, 1999 (dalam Ardana dkk., 2008:90) mengindentifikasi enam klasifikasi sifat kepemimpinan yaitu: a) karakteristik fisik (umur, penampilan, tinggi, berat badan dan

lain-lain),

b) latar belakang sosial (pendidikan, status sosial, mobilitas), c) inteligensia,

d) kepribadian (waspada, percaya diri, integritas pribadi),

e) karakteristik hubungan tugas (kebutuhan prestasi tinggi, inisiatif, orientasi tugas), dan

2) Teori perilaku, dari aspek ini ada dua dimensi yang menonjol pada persepsi seorang pemimpin yaitu:

a) inisiatifnya dalam menentukan dan mengorganisasikan struktur tugas yang harus dilaksanakan oleh anak buah (gaya kepemimpinan berorientasi pada tugas).

b) tingkat atensi, apresiasi, dukungannya terhadap kesejahteraan anak buah (gaya kepemimpinan berorientasi karyawan).

3) Teori berdasarkan onse-ciri, menurut Djatmiko, 2002 (dalam Ardana

dkk., 2008:91) ciri-ciri teori ini antara lain adalah: pengetahuan yang luas, kemampuan bertumbuh dan berkembang, sifat yang inkuistif, kemampuan analitik, daya ingat yang kuat, keterampilan berkomunikasi, keterampilan mendidik, rasionalitas, keteladanan, kesediaan menjadi pendengar, adaptabilitas, ketegasan dan orientasi masa depan.

4) Teori kontingensi model Fiedler menurut Robbins dan Coulter, 2004

(dalam Ardana dkk., 2008:94) kinerja kelompok yang efektif tergantung pada perpaduan yang memadai antara gaya interaksi pemimpin dengan anak buah dan derajat sejauh mana situasi memberi kendali dan pengaruh kepada pemimpin itu. Ada tiga pilihan dalam situasi kerja yang akan membantu menentukan gaya kepemimpinan yang paling efektif yaitu:

a) hubungan pemimpin dengan anak buah b) struktur tugas

c) kewibawaan posisi pemimpin

5) Teori alur-tujuan, menurut Robbins dan Coulter, 2004 (dalam Ardana

dkk., 2004:95) bahwa tingkah laku seorang pemimpin itu dapat diterima bawahan sejauh mana mereka menganggapnya sebagai sumber kepuasan, entah kepuasan langsung atau kepuasan masa depan. Maka menurut model ini perilaku/gaya kepemimpinan ada empat, yaitu: a) direktif (mengarahkan, memberi bimbingan),

b) suportif (mendukung, bersikap bersahabat, perhatian terhadap

kebutuhan anak buah),

c) partisipatif (berunding dan memakai saran-saran bawahan),

d) berorientasi prestasi (mematok tujuan-tujuan yang menantang dan

berharap bawahan untuk berkarja keras).

6) Teori atribusi kepemimpinan, menurut Robbin dan Coulter, 2004 (dalam Ardana dkk., 2008:95) bahwa kepemimpinan itu sekedar sebuah keterangan yang dibuat orang mengenai individu-individu lain. Pemimpin yang efektif menurut teori ini adalah orangnya konsisten, tegas dalam keputusan, tekun dan teguh hati.

d. Gaya Kepemimpinan

Tiga gaya kepemimpinan yang dikembangkan oleh Lewin, Lippit, dan White (Abidin, 2009) yaitu:

1) Gaya Kepemimpinan Otokratik

Gaya kepemimpinan otokratik adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dengan cara segala kegiatan yang akan dilakukan semata-mata diputuskan oleh pimpinan. Pemimpin secara sepihak menentukan peran serta apa, bagaimana, kapan, dan bilamana berbagai tugas harus dikerjakan. Yang menonjol dalam gaya ini adalah pemberian perintah. Pemimpin otokratik adalah seseorang yang memerintah dan menghendaki kepatuhan. Ia memerintah berdasarkan kemampuannya untuk memberikan hadiah serta menjatuhkan hukuman.

Gaya ini kadang-kadang dikatakan kepemimpinan terpusat pada diri pemimpin atau gaya direktif. Gaya ini ditandai dengan sangat banyaknya petunjuk yang datangnya dari pemimpin dan sangat terbatasnya bahkan sama sekali tidak adanya peran serta anak buah dalam perencanaan dan pengambilan keputusan.

Adapun ciri-ciri gaya kepemimpinan otokratik adalah sebagai berikut:

a) wewenang mutlak terpusat pada pemimpin,

c) kebijakan selalu dibuat oleh pemimpin,

d) komunikasi berlangsung satu arah dari pimpinan kepada bawahan,

e) pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan atau kegiatan

para bawahannya dilakukan secara ketat,

f) tidak ada kesempatan bagi bawahan untuk memberikan saran

pertimbangan atau pendapat,

g) tugas-tugas bawahan diberikan secara instruktif,

h) lebih banyak kritik dari pada pujian, menuntut prestasi dan kesetiaan sempurna dari bawahan tanpa syarat, dan cenderung adanya paksaan, ancaman, dan hukuman.

2) Gaya Kepemimpinan Demokratik

Gaya kepemimpinan demokratik adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan cara berbagai kegiatan yang akan dilakukan, ditentukan bersama antara pimpinan dan bawahan.

Gaya ini kadang-kadang disebut juga gaya kepemimpinan yang terpusat pada anak buah, kepemimpinan dengan kesederajatan, kepemimpinan konsultatif atau partisipatif. Pemimpin berkonsultasi dengan anak buah untuk merumuskan tindakan keputusan bersama.

Adapun ciri-ciri gaya kepemimpinan demokratik adalah sebagai berikut:

a) wewenang pemimpin tidak mutlak,

b) pimpinan bersedia melimpahkan sebagian wewenang kepada

bawahan,

c) keputusan dan kebijakan dibuat bersama antara pimpinan dan

bawahan,

d) komunikasi berlangsung secara timbal balik, baik yang terjadi antara pimpinan dan bawahan maupun sesama bawahan,

e) pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan atau kegiatan

para bawahan dilakukan secara wajar,

f) prakarsa dapat datang dari pimpinan maupun bawahan,

g) banyak kesempatan bagi bawahan untuk menyampaikan saran,

pertimbangan atau pendapat,

h) tugas-tugas kepada bawahan diberikan dengan lebih bersifat

permintaan dari pada intruksi,

i) pimpinan memperhatikan dalam bersikap dan bertindak, adanya

3) Gaya Kepemimpinan Laissez-faire

Gaya ini mendorong kemampuan anggota untuk mengambil inisiatif. Kurang interaksi dan kontrol yang dilakukan oleh pemimpin, sehingga gaya ini hanya bisa berjalan apabila bawahan memperlihatkan tingkat kompetensi dan keyakinan akan mengejar tujuan dan sasaran cukup tinggi. Dalam gaya kepemimpinan ini, pemimpin sedikit sekali menggunakan kekuasaannya atau sama sekali membiarkan anak buahnya untuk berbuat sesuka hatinya.

Adapun ciri-ciri gaya kepemimpinan Laissez Faire adalah sebagai berikut:

a) bawahan diberikan kelonggaran atau fleksibel dalam melaksanakan

tugas-tugas, tetapi dengan hati-hati diberi batasan serta berbagai produser,

b) bawahan yang telah berhasil menyelesaikan tugas-tugasnya diberikan hadiah atau penghargaan, disamping adanya sanksi-sanksi bagi mereka yang kurang berhasil, sebagai dorongan,

c) hubungan antara atasan dan bawahan dalam suasana yang baik secara umum manajer bertindak cukup baik,

d) manajer menyampaikan berbagai peraturan yang berkaitan dengan

tugas-tugas atau perintah, dan sebaliknya para bawahan diberikan kebebasan untuk memberikan pendapatannya.

2. Motivasi

a. Ada beberapa pengertian motivasi diantaranya adalah sebagai berikut:

1) Menurut Gitosudarmo dan Sutida, 1997 (dalam Ardana dkk., 2008:30),

motivasi adalah faktor-faktor yang ada dalam diri seseorang yang menggerakkan, mengarahkan perilakunya untuk memenuhi tugas tertentu.

2) Menurut Robbins dan Coulter, 2004 (dalam Ardana dkk., 2008:30),

motivasi adalah kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu dalam memenuhi beberapa kebutuhan individu tertentu.

b. Banyak pakar yang telah menulis tentang berbagai faktor yang

mempengaruhi motivasi seseorang yaitu: 1) Karakteristik individu

a) minat,

b) sikap terhadap diri sendiri, perkerjaan, dan situasi pekerjaan, c) kebutuhan individual,

d) kemampuan atau kompetensi,

e) pengetahuan tentang pekerjaan,

2) Faktor-faktor pekerjaan

a) Faktor lingkungan pekerjaan antara lain: gaji, kebijakan-kebijakan perusahaan, supervisi, hubungan antar manusia, kondisi pekerjaan seperti jam kerja, dan budaya organisasi.

b) Faktor dalam pekerjaan antara lain: sifat pekerjaan, rancangan tugas/ pekerjaan, pemberian pengakuan terhadap prestasi, tingkat/besarnya tanggungjawab yang diberikan, adanya perkembangan dan kemajuan dalam perkerjaan, dan adanya kepuasan dari perkerjaan.

c. Menurut Robbins, 2001 (dalam Ardana dkk., 2008:32) membagi teori

motivasi menjadi dua bagian yakni teori-teori dini/awal tentang motivasi dan teori kontemporer tentang motivasi.

1) Teori-teori dini/awal tentang motivasi

a) Teori Hirarki kebutuhan dari Abaraham Maslow menghipotesiskan

bahwa pada diri manusia ada lima jenjang kebutuhan, yaitu sebagai berikut:

(1) kebutuhan fisiologis (sandang, pangan, papan, seks dan lain-lain kebutuhan pokok ragawi lainnya),

(2) kebutuhan rasa aman (keselamatan dan perlindungan), (3) kebutuhan sosial (berkumpul dan berkawan),

(4) kebutuhan aktualisasi diri (pengembangan potensi secara

b) Teori X dan Teori Y, Douglas Mc. Gregor mengemukakan dua pandangan yang berbeda tentang manusia yaitu negatif (X), sementara yang lainnya adalah positif (Y).

(1) menurut teori X, manajer mengandaikan karyawan/manusia itu

negatif, seperti: tidak suka pekerjaan, malas, tidak suka tanggung jawab, mengedepankan keamanan di atas semua faktor lain. Maka karyawan dipaksa agar berprestasi.

(2) menurut teori Y, karyawan/manusia cenderung positif, seperti:

suka pekerjaan, kreatif, bertanggung jawab, dan inovatif.

c) Teori motivasi – higiene atau teori dua faktor, Frederick Herzberg mengembangkan suatu teori yang disebut teori dua faktor, yang terdiri atas:

(1) faktor higiene, yaitu faktor-faktor yang dapat menyebabkan

ataupun mencegah ketidakpuasan yang pada hakekatnya terdiri atas faktor ektrinsik dari pekerjaan.

(2) faktor motivator, yaitu faktor-faktor yang betul-betul membawa pada pengembangan sikap positif dan pendorong pribadi (bersifat intrinsik).

2) Teori kontemporer tentang motivasi, diantaranya yaitu:

a) Teori ERG oleh Clayton Aldefer merupakan modifikasi dan

pengurangan dari lima jenjang kebutuhannya Maslow menjadi tiga kelompok kebutuhan inti yaitu:

(1) eksistensi, yang oleh Maslow meliputi kebutuhan faali dan rasa aman.

(2) hubungan sama dengan kebutuhan sosialnya Maslow.

(3) pertumbuhan, mencakup kebutuhan penghargaan serta

aktualisasi diri dari Maslow.

b) Teori kebutuhan David McClallend mempunyai tiga kebutuhan yaitu:

(1) kebutuhan akan prestasi adalah keinginan untuk melakukan

sesuatu dengan lebih baik, lebih efisien, dan lebih unggul.

(2) kebutuhan akan kekuasaan adalah keinginan untuk mengawasi

atau mengendalikan orang lain, mempengaruhi perilaku mereka, atau bertanggungjawab atas orang lain.

(3) kebutuhan akan afiliasi yaitu keinginan untuk membangun dan

memelihara hubungan yang bersahabat dan hangat dengan orang lain.

c) Teori penetapan tujuan

Edwin Locke sekitar tahun 1960-an mengatakan bahwa maksud-maksud untuk bekerja ke arah suatu tujuan merupakan sumber utama dari motivasi kerja. Teori ini menguraikan hubungan

antara tujuan dengan prestasi kerja. Konsepnya adalah bahwa karyawan yang memahami tujuan organisasi dapat berpengaruh terhadap perilaku kerjanya.

d) Teori penguatan

Bahwa perilaku adalah fungsi dari konsekuensi yang mengarah kepada konsekuensi yang positif dan menghindari konsekuensi yang tidak menyenangkan. Ada tiga jenis penguatan yang dapat dipergunakan manajer untuk memodifikasi motivasi anak buah yaitu sebagai berikut:

(1) penguatan positif: memberikan penghargaan plus kenaikan

imbalan atas prestasi bagus karyawan.

(2) penguatan negatif/penghindaran, yaitu mencegah,

menghilangkan akibat yang tidak menyenangkan. Karyawan bekerja keras karena menghindari hal-hal yang bisa membuatnya tidak menyenangkan.

(3) hukuman, menghidari pengulangan perilaku yang tidak

diinginkan. Misalnya terhadap karyawan yang datang terlambat diberi peringatan “agar tidak mengulangi lagi”.

3. Kesejahteraan Karyawan

Setiap orang yang hidup selalu menginginkan kesejahteraan hidup sebab dengan sejahtera hidupnya akan menjadi tenang dan tentram. WJS Poerwodarminto (dalam Novia, 2009:6), kesejahteraan adalah suatu kondisi aman sentosa dan makmur terhindar dari berbagai ancaman dan kesulitan yang dirasakan seseorang yang telah melakukan suatu pekerjaan di suatu tempat atau perusahaan. Jenis-jenis tunjangan dan peningkatan kesejahteraan yaitu:

a. Menurut T. Hani Handoko (dalam Hariandja, 2005:280)

mengklasifikasikannya dengan:

1) time-off benefit yang meliputi hari-hari sakit, liburan, cuti, dan alasan-alasan lainnya,

2) jaminan terhadap risiko ekonomi,

3) program-program pelayanan yang meliputi program rekreasi, kriteria,

perumahan, beasiswa pendidikan, fasilitas pembelian, conseling financial dan legal, dan lain-lainnya,

4) tunjangan-tunjangan yang diharuskan oleh undang-undang.

b. Gary Desler (dalam Hariandja, 2005:282) mengklasifikasikan dengan:

1) upah untuk waktu tidak bekerja, asuransi pengangguran, cuti dan

liburan, cuti sakit, dan uang pesangon,

2) tunjangan asuransi yang meliputi kompensasi karyawan, asuransi jiwa,

3) tunjangan pensiun,

4) tunjangan dinas karyawan yang meliputi tunjangan jasa personal,

5) program tunjangan fleksibel yang meliputi preferensi karyawan atas

aneka macam tunjangan dan pendekatan kafetaria.

Bila dilihat dari berbagai pendapat di atas, program tunjangan dan peningkatan kesejahteraan dapat dikatagorikan menjadi lima, yaitu: pembayaran upah tidak bekerja dengan alasan tertentu, jaminan terhadap risiko kerja, program peningkatan kesehatan dan kesejahteraan, program yang berkaitan dengan pengembangan diri karyawan, dan tunjangan yang diharuskan oleh undang-undang.

Dari uraian tentang teori kesejahteraan karyawan di atas, maka dalam peneliti ini, kesejahteraan karyawan yang dimaksud adalah:

a) Keamanan, meliputi rasa aman terhadap suasana kerja, pemberian jaminan

asuransi dan pelayanan usaha kesehatan.

b) Kesenangan, meliputi pemberian waktu rekreasi bersama, pemberian cuti

dan sebagainya.

c) Kemakmuran, meliputi pemberian gaji yang sesuai, pemberian tunjangan

kepada karyawan, atau kantin bagi karyawan, pemberian seragam kerja kepada karyawan.

4. Lingkungan Kerja

a. Ada beberapa pengertian lingkungan kerja diantaranya adalah sebagai

berikut:

1) Menurut Alex S Nitisemito, 2000 (dalam Intanghina, 2008), lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang diembankan.

2) Menurut Sedarmayati, 2001 (dalam Intanghina, 2008), lingkungan kerja adalah keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi, lingkungan

sekitarnya dimana seseorang bekerja, metode kerjanya, serta

pengaturan kerjanya baik sebagai perseorangan maupun sebagai kelompok.

b. Jenis lingkungan kerja

Sedarmayanti, 2001 (dalam Intanghina, 2008) menyatakan bahwa secara garis besar, jenis lingkungan kerja terbagi menjadi 2 yakni: lingkungan kerja fisik dan lingkungan kerja non fisik.

1) Lingkungan kerja fisik

a) Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik yang

terdapat di sekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi karyawan baik secara langsung maupun scara tidak langsung.

b) Lingkungan kerja fisik dimana karyawan mempengaruhi kinerja,

2006:515). Penerangan, kebisingan, getaran, suhu, kelembaban, dan kualitas udara merupakan faktor-faktor lingkungan kerja yang berada dalam pengendalian organisasi dan manajer operasi. Manajer harus memandang sejumlah faktor ini sebagai sesuatu yang dapat dikendalikan.

2) Lingkungan kerja non fisik

Menurut Sadarmayanti, 2001 (dalam Intanghina, 2008), lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan maupun hubungan sesama rekan kerja, ataupun hubungan dengan bawahan.

c. Ada beberapa macam faktor-faktor yang mempengaruhi lingkungan kerja

yaitu:

1) Menurut Sedarmayanti, 2001 (dalam Intanghina, 2008) manusia akan

mampu melaksanakan kegiatannya dengan baik, sehingga dicapai suatu hasil yang optimal, apabila diantaranya ditunjang oleh suatu kondisi lingkungan yang sesuai. Suatu kondisi lingkungan dikatakan baik atau sesuai apabila manusia dapat melaksanakan kegiatannya secara optimal, sehat, aman, dan nyaman. Berikut beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terbentuknya suatu kondisi lingkungan kerja diantaranya adalah: penerangan/cahaya di tempat kerja, temperatur/suhu udara, kelembaban, sirkulasi udara, kebisingan, getaran mekanis, bau tidak sedap, tata warna, dekorasi, musik dan keamanan di tempat kerja.

2) Menurut Heizer dan Render (2006:515) diantaranya adalah: penerangan, kebisingan, getaran, suhu, kelembaban, dan kualitas udara merupakan faktor-faktor lingkungan kerja yang berada dalam pengendalian organisasi dan manajer operasi. Manajer harus memandang sejumlah faktor ini sebagai sesuatu yang dapat dikendalikan.

5. Kinerja Karyawan

a. Ada beberapa pengertian kinerja karyawan diantaranya adalah sebagai

berikut:

1) Kinerja adalah hasil kerja dan kemajuan yang telah dicapai seorang

dalam bidang tugasnya (Usman, 2008:456). Kinerja artinya sama dengan prestasi atau dalam bahasa Inggrisnya disebut performance.

2) Menurut Hikman, 1990 (dalam Usman, 2008:456), kinerja merupakan

tanda keberhasilan suatu organisasi dan orang-orang yang ada dalam organisasi tersebut.

3) Stoner dan Freeman, 1994 (dalam Usman, 2008:456) mengemukakan

bahwa kinerja adalah kunci yang harus berfungsi secara efektif agar organisasi secara keseluruhan dapat berhasil.

4) Kotter dan Hesket, 1998 (dalam Usman, 2008:456) mengartikan kinerja

sebagai hasil kerja yang dihasilkan oleh seorang pegawai dalam satuan waktu tertentu. Pandangan itu menunjukkan bahwa kinerja merupakan hasil karya nyata dari seseorang atau perusahaan yang dapat dilihat, dihitung jumlahnya, dan dapat dicatat waktu perolehannya.

b. Ada beberapa pengertian penilaian kinerja diantaranya adalah sebagai berikut:

1) Penilaian kinerja (Performance appraisal) adalah proses yang dipakai

oleh organisasi untuk mengevaluasi pelaksanaan kerja individu karyawan (Simamora, 2004:338). Dalam penilaian kinerja dinilai kontribusi karyawan kepada organisasi selama periode waktu tertentu. 2) Penilaian kinerja adalah kegiatan pengukuran sebagai usaha menetapkan

keputusan tentang sukses atau gagal dalam melakukan pekerjaan oleh seorang pekerja (Nawawi, 2005:237).

c. Tujuan penilaian kinerja

Ada beberapa tujuan penting dari program penilaian kinerja yaitu: 1) perbaikan hasil kerja,

2) memberikan kesempatan kepada karyawan untuk mengambil

tindakan-tindakan perbaikan untuk meningkatkan melalui feedbeck yang

diberikan oleh organisasi, 3) penyesuaian gaji,

4) keputusan untuk penempatan sesuai dengan keahliannya, 5) pelatihan dan pengembangan,

6) perencanaan karier dan mengindentifikasi kelemahan-kelemahan dalam

d. Hambatan penilaian kinerja

Penilaian yang dilakukan dengan baik sesuai dengan fungsinya akan sangat menguntungkan organisasi, yaitu akan dapat meningkatkan kinerja. Akan tetapi, dalam proses melakukan penilaian hasil kerja yang baik ini terdapat beberapa tantangan (Hariandja, 2005:201), yaitu: kesalahan penilaian, ketidaksiapan penilaian, ketidakefektifan praktek dan kebijakan organisasi, dan formulir penilaian yang tidak baik.

e. Kesalahan Penilaian

Para ahli mengemukakan beberapa kecenderungan kesalahan penilaian yang harus diperhatikan (Hariandja, 2005:201), yaitu:

1) Hallo Effect, yaitu penyimpangan yang terjadi karena pendapat pribadi/subjektif penilaian mempengaruhi penilaian hasil kerja.

2) The error of central tendency, yaitu penilai tidak senang memberikan penilaian jelek atau baik kepada pegawai, sehingga cenderung menilai secara rata-rata.

3) The leniency and strictness biases, yaitu penilai terlalu lunak atau keras. Terlalu lunak mengakibatkan penilai cenderung meberikan nilai terlalu tinggi, dan terlalu keras mengakibatkan penilai memberikan nilai terlalu rendah sehingga tidak mencerminkan pelaksanaan unjuk kerja yang sesungguhnya.

4) Personal prejudice, yaitu penilaian didasarkan atau dipengaruhi oleh prasangka-prasangka yang tidak baik terhadap suatu kelompok

masyarakat, misalnya suku atau jenis kelamin dari kelompok mana pegawai berasal.

5) The recency effect, yaitu penilai mendasarkan penilaiannya pada perilaku-perilaku kerja yang paling akhir terjadi.

Dokumen terkait