• Tidak ada hasil yang ditemukan

DM adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena peningkatan kadar glukosa darah akibat penurunan sekresi insulin yang progresif dilatar belakangi oleh resistensi insulin(Soegondo dkk,2011).

Faktor risiko yang berkaitan dengan penyakit kardiovaskuler dibagi dalam 2 kategori, yaitu : dapat dimodifikasi dan tidak dapat dimodifikasi. Faktor yang dapat dimodifikasi adalah: merokok, dislipidemia, hipertensi, DM, obesitas, faktor diet, faktor thrambogenic, rendahnya aktifitas fisik, dan konsumsi alkohol berlebihan. Sedang yang tidak dapat dimodifikasi yaitu adanya riwayat penyakit jantung, usia dan gender (Permana, 2009).

Dalam penelitian ini, faktor risiko yang memengaruhi penyakit DM komplikasi gangren:

a. Kontrol kadar gula darah

Menurut Nabil (2009), pemantauan status metabolik penyandang DM merupakan hal yang sangat penting. Hasil pemantauan tersebut digunakan untuk menilai manfaat pengobatan dan sebagai pedoman penyesuaian diet, latihan jasmani, dan obat-obatan untuk mencapai kadar gula (glukosa) darah senormal mungkin, serta

terhindar dari berbagai komplikasi. Status metabolik dapat dinilai dari beberapa parameter, seperti :

a) Perasaan sehat secara subjektif b) Perubahan berat badan

c) Kadar glukosa darah dan HbA1C/A1c d) Kadar glukosa urine dan keton urine e) Kadar lemak (lipid) darah

Pemeriksaan glukosa darah secara berkala memang penting untuk dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui perkembangan sasaran terapi diabetes dan melakukan penyesuaian dosis obat, bila sasaran belum tercapai. Namun pemeriksaan glukosa urine hanya dapat mendeteksi kadar glukosa darah yang tinggi (hiperglikemia), tetapi tidak dapat membedakan glukosa darah normal dan rendah (hipoglikemia). Hasil pemeriksaan sangat tergantung pada fungsi ginjal dan tidak dapat digunakan untuk menilai keberhasilan terapi (Nabil, 2009).

Jumlah glukosa dalam darah tergantung kepada keseimbangan antara jumlah yang masuk dan yang keluar. Glukosa masuk ke dalam darah dari tiga macam sumber yaitu makanan yang mengandung hidratarang, glikogen dan sebagian asam amino dipecah oleh hepar untuk menghasilkan glukosa Kadar glukosa darah puasa (BCG) nuchter yang normal berkisar 3-5 mmol/l atau 80-120 mg/100 ml. Kadara ini akan meningkat mencapai nilai maksimal 8 mmol/l atau 200 mg/100 ml pada jam pertama setelah mengkonsumsi glukosa. Kenaikan kadar glukosa darah ini diubah oleh kerja

insulin yang dihasilkan sebagai reaksi terhadap peningkatan kadar glukosa darah (Beck, 2011).

Pemeriksaan kadar glukosa darah yang dilakukan di laboratorium dengan metode oksidasi glukosa atau o-toluidin memberikan hasil yang lebih akurat. Oleh karena itu untuk dianjurkan pemeriksaan menggunakan metode o-toluidin dalam mendiagnosa DM. Namun dengan adanya uji strip glukosa darah baik yang menggunakan glucometer maupun secara kasat mata, memungkinkan pasien melakukan pemeriksaan kadar glukosa darah sendiri di rumah (Soegondo, 2011).

Menurut Arisman (2010), pemeriksaan kadar gula darah diperlukan untuk menentukan jenis pengobatan serta modifikasi diet. Ada dua macam pemeriksaan untuk menilai ada/ tidaknya masalah pada glukosa darah seseorang :

1) Pertama, pemeriksaan gula darah secara langsung setelah berpuasa sepanjang malam. Uji kadar gula darah puasa (Fasting blood glucose tes) merupakan pemeriksaan baku emas (gold standard) untuk diagnosis DM. Seseorang didiagnosis DM manakala kadar gula darah puasanya, setelah dua kali pemeriksaan, tidak beranjak dari nilai di atas 140 mg/dl.

2) Kedua, penilaian kemampuan tubuh dalam menangani kelebihan gula seusai minum cairan berkadar glukosa tinggi yang diperiksa dengan test toleransi glukosa oral (Oral glucose tolerance test). Caranya, darah pasien yang telah berpuasa selama 10 jam (jangan lebih dari 16 jam) diambil untuk diperiksa. Tabel berikut memperlihatkan patokan kadar glukosa darah sewaktu puasa.

Tabel 2.4. Patokan Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa untuk Menyaring dan Mendiagnosis DM

Bukan Belum pasti Pasti

Kadar glukosa darah sewaktu (mg/dL) Plasma vena Darah kapiler < 100 < 90 100-199 90-199 ≥200 ≥200 Kadar glukosa darah

puasa (mg/dL) Plasma vena Darah kapiler < 100 < 90 100-125 90-99 ≥126 ≥100 Segera setelah darah diperoleh, pasien diberi minuman yang mengandung 75 gram glukosa (1,75 g/kgBB) untuk anak-anak dan 100 g untuk wanita hamil). Darah pasien kemudian diambil lagi setelah ½, 1 . 2, 3 jam untuk diperiksa. Kadar gula darah ≤ 110 mg/dl dianggap sebagai respon gula darah normal. Gula darah puasa disimpulkan terganggu (impaired fasting glucose)jika hasil pemeriksaan menunjukkan pada kisaran angka ≥110 hingga ≤126 mg/dl. Jika hasil gula darah mencapai angka ≥140 sampai <200 mg/dl pada 2 jam postprandial, dilakukan sebagai toleransi glukosa terganggu(impaired glucose postpranadial). Pasien dipastikan mengidap DM seandainya kadar gula darah 2 jam post pranadial bernilai ≥200 mg/dl.

b. Aktivitas fisik / olahraga

Sebelum penderita DM mulai berolah raga, wajib menjalani serangkaian pemeriksaan fisik untuk menapis kemungkinan penyulit Mikro dan Makrovaskular, yang mungkin mengalami eksaserbasi akibat olah raga. Sistem organ yang harus dicermati ialah system kardiovaskular (tekanan darah serta tanda penyakit mikrovaskular dan makrovaskular), sistem saraf (neuropati), sistem Muskuloskeletal (sendi dan tungkai), mata(retinopati), ginjal(nefropati), Sistem gastrointestinal (paresis usus, diare).(Ernawati, 2003; Draznin MB, 2000).

Untuk memastikan apakah gula darah berada dalam keadaan stabil sebaiknya para penderita DM memeriksakan diri 30 menit dan beberapa saat sebelum kegiatan dilangsungkan.Tujuan pemeriksaan ini ialah untuk menentukan apakah gula darah turun begitu cepat atau cukup stabil. Jika gula darah cepat sekali anjlok, harus ditambah kudapan sebelum melakukan kegiatan. Cara ini bermamfaat dan sangat membantu, terutama jika kegiatan akan dilangsungkan ketika insulin kerja panjang telah mencapai kadar puncak. DM harus didorong untuk menguji gula darah setiap 30–45 menit, mulai dari awal hingga akhir kegiatan. Panduan ini merupakan upaya pasien untuk memastikan pengaruh olah raga terhadap pengendalian gula darah(Arisman, 2010).

Olahraga selama 30-40 menit dapat meningkatkan pemasukan glukosa ke dalam sel sebesar 7-20 kali lipat dibandingkan tanpa olah raga. Olahraga yang tepat untuk DM adalah jalan, jogging, renang, dan bersepeda aerobik (Soegondo dkk, 2011).

c. Diet

Menurut Beck (2011), diet DM bagi penderita DM bertujuan untuk :

1) Memulihkan dan mempertahankan kadar gula glukosa darah dalam kisaran nilai yang normal sehingga mencegah terjadinya glikosuria beserta gejala-gejalanya. 2) Mengurangi besarnya perubahan kadar glukosa darah postprandial. Selain

menormalisasi kadar glukosa darah, juga dapat mencegah terjadinya komplikasi lanjut yang mencakup penyakit mikrovaskuler.

3) Memberikan masukan semua jenis nutrient yang memadai sehingga memungkinkan pertumbuhan normal dan perbaikan jaringan

4) Memulihkan dan mempertahankan berat badan yan normal.

Diet DM dirancang berdasarkan jumlah kalori yang dibutuhkan serta kandungan karbohidrat (gram) dalam makanan yang tersedia. Bagi DM yang memerlukan insulin, diet mesti disusun bukan hanya berdasarkan jumlah kebutuhan akan kalori dan kandungan karbohidrat dalam makanan, tetapi juga berpedoman pada jenis insulin yang akan digunakan. Karena itu, onset, puncak, dan lama kerja insulin yang akan digunakan harus diketahui dan dimengerti.

Waktu makan dan saat pemberian insulin mesti diterapkan setiap hari agar gula darah dapat terkendali secara efektif . Pemberian insulin tanpa diikuti pemberian glukosa (melalui makanan) akan membuahkan kondisi hipoglikemia, sementara pemberian glukosa tanpa insulin menyebabkan keadaan hiperglisemia.

Berdasarkan catu energi yang dianjurkan PERKENI (2006) dalam Arisman (2010), kontribusi karbohidrat, lemak, dan protein sebagai pemasok energi untuk penderita DM berturut-turut 325 gram karbohidrat, 75 gram lemak, dan 44 gram protein. Adapun langkah-langkah penghitungan diet DM:

1. Susu, dikonsumsi 2 kali sehari (1 gelas susu = 9 gram karbohidrat dan 7 gram protein).

2. Buah, bias dikonsumsi tiap kali makanan utama dan kudapan (2 porsi, dan tiap 1 porsi = 10 gram karbohidrat).

3. Sayuran, dikonsumsi 2 kali (1 porsi setiap kali bersantap = 10 gram karbohidrat dan 3 gram protein).

4. Nasi, dikonsumsi 5½kali (1 porsi = 40 gram karbohidrat dan 4 gram protein). 5. Minyak, dikonsumsi 5 porsi (1 porsi = 5 gram lemak).

Petugas kesehatan menganjurkan semua pasien DM mengikuti beberapa nasehat diet yaitu:

1) Bagi pasien DM yang tidak memerlukan suntikan insulin tetap membutuhkan nasehat guna menjamin penggunaan insulin tubuh yang ada secara efisien.

2) Bagi pasien DM yang memerlukan suntikan insulin membutuhkan nasehat guna menjamin jadwal makan yang tepat dan jumlah hidratarang dalam makanan yang sesuai dengan aktivitas hormon insulin yang disuntikkan.

3) Bagi pasien DM yang obes perlu memperoleh nasehat diet untuk mengurangi berat badan (Beck, 2011).

Untuk mengetahui jenis-jenis diet pasien DM, Beck (2011) menggolongkan menjadi:

1. Diet Rendah Kalori

Prioritas utama dalam mengatasi pasien diabetes yang obesitas adalah menuruntkan berat badan. Ada berbagai cara diet untuk menurunkan berat badan. Apabila penyakit diabetesnya ringan, setiap diet rendah kalori dapat digunakan asalkan mempunyai nilai gizi yang memadai dan memberikan landasan bagi diet selanjutnya untuk mempertahankan berat badan. Pasien diabetes yang kelebihan berat badan mula-mula harus dimotivasi dahulu sehingga mau menurunkan berat badannya. Pemantauan berat badan harus diperhatikan secara teratur.

2. Diet Bebas Gula

Jenis ini digunakan untuk pasien DM yang berusia lanjut dan tidak memerlukan suntikan insulin. Diet bebas gula diterapkan berdasarkan prinsip yaitu tidak memakan gula dan makanan yang mengandung gula dan mengkonsumsi makanan sumber hidratarang sebagai bagian dari keseluruhan hidangan secara teratur. Makanan bagi pasien DM harus mengandung hidratarang dalam bentuk pati dan dibagi menjadi beberapa bagian dengan interval yang teratur selama sehari. Pemberian hidratarang dalam bentuk pati secara teratur akan memberikan keseimbangan yang baik antara masukan hidratarang dan insulin yang tersedia.

3. Sistem Penukaran Hidratarang

Sistem ini bertujuan untuk menghasilkan suatu metode pengaturan hidratarang yang tepat. Sistem penukaran hidratarang digunakan pada pasien DM yang mendapat suntikan atau obat-obat hipoglikemik oral dengan dosis tinggi. Diet ini lebih rumit diikuti, tetapi mempunyai kelebihan yaitu lebih fleksibel dan bervariasi ketimbang diet jenis bebas gula.

Faktor yang harus diperhatikan untuk mengetahui jumlah satuan penukar (SP) hidratarang yang boleh diberikan kepada pasien DM selama sehari, yaitu kebutuhan total energi pasien dan persentase dari kebutuhan total energi yang harus disediakan dalam bentuk hidratarang. Kebutuhan total energi ditentukan setelah diet terakhir selesai dinilai. Biasanya 55% dari total energi yang disediakan untuk pasien DM. Jumlah SP hidratarang yang boleh diberikan kepada pasien DM memperlihatkan variasi yang luas. Sebagai contoh pasien DM yang overweight mungkin hanya

diperbolehkan mendapatkan 12 SP (120 gram) hidratarang/ hari sedangkan untuk pasien DM dengan berat badan ideal boleh diberikan 30 SP(300 gram) hidratarang/ hari.

Cara pembagian satuan penukar hidratarang dalam sehari tergantung kepada jenis terapi yang diberikan untuk seorang pasien DM. Tujuan pembagian ini adalah untuk mengimbangkan aktivitas insulin dengan makanan sehingga dapat mencegah keadaan hipoglikemia maupun hiperglikemia. Pasien DM yang diobati dengan

slowacting insulin atau preparat hipoglikemik oral harus makan dengan pembagian hidratarang yang merata dalam sehari. Namun bagi pasien yang memperoleh terapi campuran insulin (fast acting insulin), sebagian besar hidratarang harus dimakan pada saat aktivitas insulin mencapai pundaknya.

d. Kepatuhan Minum Obat

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kepatuhan pasien pada pengobatan penyakit yang bersifat kronis pada umumnya rendah.Penelitian yang melibatkan pasien berobat jalan menunjukkan bahwa lebih dari 70% pasien tidak minum obat sesuai dengan dosis yang seharusnya (Basuki, 2009).

Konsep hidup sehat H.L.Blum sampai saat ini masih relevan untuk diterapkan. Untuk menciptakan kondisi sehat diperlukan suatu keharmonisan dalam menjaga kesehatan tubuh. H.L Blum menjelaskan ada empat faktor utama yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Keempat faktor tersebut merupakan faktor determinan timbulnya masalah kesehatan yaitu faktor perilaku/gaya hidup (life style), faktor

lingkungan (sosial, ekonomi, politik, budaya), faktor pelayanan kesehatan (jenis cakupan dan kualitasnya) dan faktor genetik (keturunan).

Perilaku sehat manusia mempunyai kontribusi, yang apabila dianalisis lebih lanjut kontribusinya lebih besar, sebab disamping berpengaruh langsung terhadap pasien DM, juga berpengaruh tidak langsung melalui lingkungan terutama lingkungan buatan manusia, sosio, budaya, serta faktor pelayanan kesehatan atau fasilitas kesehatan di rumah sakit.

Selanjutnya dapat digambarkan dengan kerangka teori menurut H.L Blum sebagai berikut:

Gambar 2.1. Kerangka Teori Blum Sumber: Notoatmodjo, 2010 Status Kesehatan Lingkungan (Environment) Pelayanan Kesehatan Keturunan Perilaku (Behaviour)

Dokumen terkait