• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN

4.5 Analisis Multivariat

Untuk menganalisis faktor yang mempengaruhi kadar gula, diet dan kepatuhan minum obat pasien DM terhadap kejadian gangren menggunakan uji regresi logistik ganda (multiple logistic regression). Regresi logistik ganda yaitu salah satu pendekatan model matematis untuk menganalisis pengaruh beberapa variabel

independen terhadap variabel dependen kategorik yang bersifat dikotomi atau binary. Variabel yang dimasukkan dalam model prediksi regresi logistik ganda adalah variabel yang mempunyai nilai p<0,25 pada analisis bivariatnya.

Tabel 4.12 Hasil Analisis yang Memenuhi Asumsi Multivariat (Kandidat)

Variabel P

Kadar gula darah 0,002* Aktivitas Fisik 0,437

Diet 0,042*

Kepatuhan minum obat 0,022*

Keterangan : * variabel yang memenuhi syarat

Variabel yang memiliki nilai probabilitas (p) lebih kecil dari 0,25 adalah variabel kadar gula darah, diet, dan kepatuhan minum obat. Selanjutnya seluruh variabel tersebut dengan metode Backward LR dimasukkan secara bersama-sama kemudian variabel yang nilai p>0,05 akan dikeluarkan secara otomatis dari komputer sehingga dapat variabel yang berpengaruh. Variabel yang terpilih dalam model akhir regresi logistik ganda dapat dilihat pada Tabel 4.13 berikut :

Tabel 4.13 Hasil Akhir Uji Regresi Logistik Berganda

Variabel B Sig. Exp

B(OR) 95%CI

Kadar Gula Darah 1,749 0,004 5,75 1,75-18,89 Kepatuhan Minum Obat 1,197 0,039 3,31 1,06-10,30

Konstanta -1,736 0,004 0,17

Setelah dilakukan analisis multivariat, diperoleh hasil bahwa kadar gula darah (p=0,004), dan kepatuhan minum obat (p=0,039) berpengaruh terhadap kejadian gangren pada DM di RSU Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara. Variabel yang paling dominan memengaruhi kejadian gangrene pada pesien diabetes di RSU Cut Meutia

Kabupaten Aceh Utara adalah kadar gula darah dengan nilai koefisien regresi 1,749 dan nilai Exp B (OR) 5,75 artinya jika pasien mengalami gangren 6 kali lebih besar kemungkinannya memiliki KGD tidak baik dibanding dengan penderita DM yang tidak mengalami gangren.

Nilai Percentage Correct diperoleh sebesar 69,4 yang artinya variabel kadar gula darah dan kepatuhan minum obat menjelaskan pengaruhnya terhadap kejadian gangren pada pasien DM di di RSU Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara sebesar 69,4%, sedangkan sisanya sebesar 30,6% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak termasuk dalam variabel penelitian ini.

Model persamaan regresi logistik berganda yang dapat memprediksi kadar gula darah dan kepatuhan minum obat yang memengaruhi kejadian gangren pada pasien DM di RSU Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara adalah sebagai berikut:

) ( 197 , 1 ) ( 0749 , 1 736 , 1 ( 1 2

1

1

)

(

X X

e

y

p

+ +

+

=

Keterangan:

P : probabilitas kejadian gangrene pada pasien diabetes mellitus X1 : kadar gula, koefisien regresi 1,749

X2 : Kepatuhan minum obat, koefisien regresi 1,197 a : Konstanta

Persamaan di atas diketahui bahwa pasien DM yang kadar gula darah tidak baik, dan tidak patuh minum obat kemungkinan untuk mengalami kejadian gangren sebesar 80%.

Berdasarkan nilai OR, kita dapat memperkirakan kekuatan pengaruh variabel kadar gula darah dan kepatuhan minum obat dalam pengaruhnya terhadap kejadian gangren pada pasien DM. Makin besar nilai OR, makin kuat pengaruh variabel tersebut terhadap kejadian gangren pada pasien DM. Variabel dengan nilai OR terbesar merupakan variabel paling dominan atau berisiko dalam pengaruhnya terhadap kejadian gangren pada pasien DM.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan seberapa besarkah gangren dapat dicegah bila kadar gula darah (KGD) diperbaiki dapat dilihat dari population attributable riskproportion (PAR):

��� = p(r−1)

p(r−1) + 1x 100%

��� = 0,806(5,750−1)

0,806 (5,750−1) + 1 x 100% = 0,793 = 79% Dimana:

p = proporsi kasus yang mempunyai faktor terpajan

r = Rasio odds variabel yang paling dominan (kadar gula darah)

Sehingga dari hasil perhitungan PAR yang diperoleh dapat diambil kesimpulan bahwa hampir 79% kasus dengan kejadian gangren dapat dicegah dengan memperbaiki faktor risiko yaitu kadar gula darah yang tidak baik.

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1 Pengaruh Kadar Gula Darah dengan Kejadian Gangren pada Penderita

Diabetes Mellitus di Klinik di RSU Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara Berdasarkan hasil analisis univariat dapat diketahui bahwa kadar gula darah pada penderita DM yang mengalami kejadian gangren maoyoritas memiliki kadar gula dalam darah yang tidak baik (≥ 200 mg/dl) sebesar 80,6% dan yang memiliki kadar gula dalam darah yang baik (<200 mg/dl) sebesar 19,4%. Analisis pengaruh antara kadar gula dengan kejadian gangren pada penderita DM diperoleh OR sebesar 5,76. Hal ini berarti pasien DM yang mengalami gangren berpeluang 5,76 kali kemungkinan KGD tidak baik (≥ 2 00 mg/dl) dibandingkan pasien DM yang tidak mengalami gangren dan secara statistik menjelaskan bahwa ada hubungan yang signifikan dengan nilai p< 0,05.

DM merupakan kumpulan gejala yang timbul pada seseorang akibat kadar gula darah yang tinggi. Kadar gula darah tinggi disebabkan karena DM merupakan kumpulan gejala yang timbul pada seseorang akibat kadar gula darah yang tinggi Glukosa merupakan sumber energi utama bagi sel manusia. Glukosa terbentuk dari karbohidrat yang dikonsumsi melalui makanan dan disimpan sebagai glikogen di hati dan otot. Kadar glukosa darah dipengaruhi oleh faktor endogen dan eksogen. Faktor endogen yaitu humoral faktor seperti hormon insulin, glukagon dan kortisol sebagai sistem reseptor di otot dan sel hati. Faktor eksogen antara lain jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi serta aktivitas yang dilakukan (Lestari, 2013).

DM merupakan penyakit yang sering terjadi komplikasi. Hal ini berkaitan dengan kadar gula darah yang tinggi terus menerus, sehingga berakibat rusaknya pembuluh darah, saraf dan struktur internal lainnya. Penderita DM bisa mengalami berbagai komplikasi jangka panjang jika DM tidak dikelola dengan baik, salah satu komplikasi yang diakibatkannya adalah gangren. Gangren adalah luka diabetik yang sudah membusuk dan bisa melebar, ditandai dengan jaringan yang mati berwarna kehitaman dan membau karena diseratai pembusukan oleh bakteri. Terjadinya gangren pada penderita diabetes akibat dari tingginya kadar glukosa darah penyandang diabetes (Situmorang, 2011).

Hasil yang didapatkan pada penelitian ini yaitu penderita DM yang mengalami gangren lebih banyak memiliki kadar gula dalam darah yang tidak baik (≥ 300 mg/dl) yaitu sebesar 80,6%, sedangkan pada penderita DM yang tidak mengalami gangren hanya sebesasr 41,9% memiliki kadar gula dalam darah yang tidak baik (≥ 300 mg/dl), dari hasil tersebut didapatkan bahwa kadar gula dalam merupakan faktor resiko kejadian gangren pada penderita DM, gula darah tinggi menyebabkan kerusakan bermacam-macam sistem dan organ tubuh. Bisa merusak mata, otak, rongga mulut, paru-paru, jantung, lambung, usus, hati, empedu, ginjal, kanndung kemih, sistem saraf, serta anggota gerak. Termasuk menimbulkan impotensi dan luka yang tidak kunjung sembuh gangren ( Tandra, 2007 )

Untuk mencegah terjadinya komplikasi kronis diperlukan pemantauan dan pengendalian kadar gula darah. Kadar gula darah dapat diperiksa sewaktu, dan ketika puasa. Seseorang di diagnosa menderita DM jika dari hasil pemeriksaan kadar gula

darah sewaktu ≥ 200 mg/dl, sedangkan kadar gula darah ketika puasa ≥126 mg/dl (Waspadji, 2007).

5.2 Pengaruh Aktivitas Fisik dengan Kejadian Gangren pada Penderita

Diabetes Mellitus

Berdasarkan hasil analisis univariat dapat diketahui bahwa aktifitas fisik pada penderita DM yang mengalami kejadian gangren mayoritas tidak melakukan aktivitas fisik secara teratur sebesar 64,5% dan yang melakukan aktivitas fisik secara teratur sebesar 35,5%. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara aktivitas fsik pasien DM dengan kejadian gangren dengan nilai p= 0,437 (p>0,05). Pada analisis multivariat diperoleh bahwa tidak ada pengaruh aktivitas fisik dengan kejadian gangren pada penderita DM.

Aktivitas fisik merupakan sebagai gerakan fisik yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya, dalam penyakit DM aktivitas fisik menjadi bagian penentu indek glukosa. Aktivitas fisik yang dapat dilakukan yaitu dengan berolahraga. Tujuan olah raga adalah untuk meningkatkan kebugaran dan meningkatkan kepekaan sel sehingga insulin mudah memasukkan glukosa ke dalam sel lebih besar dari pada energi sel tersebut. Dengan berkurangnya glukosa dalam darah maka insulin yang dibutuhkan untuk mengubah glukosa menjadi glukogen juga berkurang. Jadi olah raga disini bukan saja untuk menurunkan berat badan bagi penderita DM, olah raga juga untuk meningkatkan oksidasi glukosa, sehingga menurunkan insulin dan pada waktu yang sama cenderung untuk mempermudah

kebutuhan akan insulin berkurang, adanya aktivitas menyebabkan transfer glukosa ke dalam sel bertambah, meski tanpa insulin (Sugiyarti, 2011).

Aktivitas fisik dapat mengontrol gula darah. Glukosa akan diubah menjadi energi pada saat beraktivitas fisik. Aktivitas fisik mengakibatkan insulin semakin meningkat sehingga kadar gula dalam darah akan berkurang. Pada orang yang jarang berolahraga, zat makanan yang masuk ke dalam tubuh tidak dibakar tetapi ditimbun dalam tubuh sebagai lemak dan gula. Jika insulin tidak mencukupi untuk mengubah glukosa menjadi energi maka akan timbul DM (Kemenkes, 2010).

Sejalan dengan penelitian Trisnawati dan Setyorogo (2013) di Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat Tahun 2012 menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki aktivitas fisik sedang dan berat. Hasil analisis hubungan menunjukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan kejadian DM Tipe 2. Orang yang aktivitas fisik sehari-harinya berat memiliki risiko lebih rendah untuk menderita DM Tipe 2 dibandingkan dengan orang yang aktifitas fisik sehari-harinya ringan OR 0,239 (95%CI 0,071-0,802).

5.3 Pengaruh Diet dengan Kejadian Gangren pada Penderita Diabetes

Mellitus

Berdasarkan hasil analisis univariat dapat diketahui bahwa diet pada penderita DM yang mengalami kejadian gangren mayoritas tidak melakukan diet secara teratur sebesar 64,5% dan yang melakukan diet secara teratur sebesar 35,5%. Analisis hubungan antara diet makanan dengan kejadian gangren pada penderita DM diperoleh OR sebesar 2,879. Hal ini berarti pasien DM yang mengalami gangren

berpeluang 2,879 kali lebih besar kemungkinan diet tidak seimbang dibandingkan pasien DM yang tidak mengalami gangren dan secara statistik menjelaskan bahwa ada hubungan yang signifikan dengan nilai p< 0,05.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Rahmawati tahun 2011 di RSUP Dr Wahidin Sudirohusodo Makasar diperoleh hasil bahwa pola makan, dalam hal ini kualitas makanannya memiliki hubungan dengan kadar glukosa darah (p=0,001). Nilai Odds Ratio (OR) = 6,14, artinya penderita DM tipe 2 yang memiliki pola makan (kualitas makanan) kurang kemungkinan 6,14 kali lebih besar mempunyai risiko kadar glukosa darah tidak terkontrol. Peningkatan gula darah yang tidak terkontrol dan dalam jangka waktu yang lama dapat menimbulkan masalah gangren.

Pengendalian kadar yang buruk salah satunya melalui diet makanan yang beresiko pada pasien yaitu semua sumber hidrat arang seperti nasi, nasi tim, bubur, roti, jagung, talas, dan ubi. Menurut Aleysius Gondosari dalam Rahmawati (2011) mengkonsumsi terlalu banyak karbohidrat sederhana dapat menyebabkan gula darah meningkat tajam, yang akan menyebabkan tubuh memproduksi hormon insulin.

Gangren biasanya terjadi akibat faktor pengelolaan kaki yang tidak baik pada penderita DM, adanya neuropati, faktor komplikasi vaskuler yang memperburuk aliran darah ke kaki tempat luka, faktor kerentanan terhadap infeksi akibat respons kekebalan tubuh yang menurun pada keadaan DM tidak terkendali, kemudian faktor ketidaktahuan pasien sehingga terjadi masalah gangren dan lama mengidap sakit

dengan lama penyakit diabetes yang melebiihi 10 tahun, usia pasien yang lebih dari 40 tahun, riwayat merokok, penurunan denyut nadi perifer, penurunan sensibilitas, deformitas anatomis atau bagian yang menonjol (seperti bunion atau kalus), riwayat ulkus kaki atau amputasi, pengendalian kadar gula darah yang buruk (Situmorang, 2011).

Hasil yang didapatkan pada penelitian ini yaitu penderita DM yang mengalami gangren lebih banyak melakukan diet yang tidak baik yaitu sebesar 64,5%, sedangkan pada penderita DM yang tidak mengalami gangren hanya sebesasr 38,7% yang melakukan diet yang tidak baik dari hasil tersebut didapatkan bahwa diet merupakan faktor risiko kejadian gangren pada penderita DM hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan makanan memegang peranan dalam peningkatan kadar gula darah. Pada proses makan, makanan yang di makan akan di cerna di dalam saluran cerna dan kemudian akan di ubah menjadi suatu bentuk gula yang di sebut glukosa (Sumangkut, 2013).

Pada penderita DM untuk mencegah naiknya gula darah dapat dilakukan pola diit tepat jumlah, jadwal dan jenis. Diet tepat jumlah, jadwal dan jenis yang dimaksud adalah jumlah kalori yang diberikan harus habis, disesuaikan dengan kebutuhan, jadwal diet harus sesuai dengan intervalnya yang dibagi menjadi 6 waktu makan, yaitu 3 kali makanan utama dan 3 kali makanan selingan (Tjokroprawiro, 2006). Hasil penelitian yang dilakukan Prayugo (2012) menyatakan terdapat hubungan antara diit tepat jumlah dengan gula darah puasa pasien diabetes mellitus tipe II dengan nilai signifikan atau taraf kemaknaan adalah nilai p< 0,05.

Penderita diabetes mellitus seharusnya menerapkan pola makan seimbang untuk menyesuaikan kebutuhan glukosa sesuai dengan kebutuhan tubuh melalui pola makan sehat. Namun tampaknya kepatuhan pasien terhadap prinsip gizi dan perencanaan makan merupakan salah satu kendala pada pasien diabetes. Penderita diabetes banyak yang merasa tersiksa sehubungan dengan jenis dan jumlah makanan yangm dianjurkan. Ketidakpatuhan penderita DM dalam penelitian ini karena faktor kesibukan dalam bekerja. Semua responden masih bekerja dan sebagian besar bekerja swasta. Responden yang sibuk bekerja tidak bisa memperhatikan kebutuhan makanan yang dianjurkan. Akibatnya penderita tidak patuh terhadap diet yang dianjurkan. Ketidakpatuhan pasien terhadap diet dipengaruhi motivasi yang kurang dari pasien. Pasien merasa malas dan bosan dengan menu diabetes melitus yang sesuai aturan.

5.4 Pengaruh Kepatuhan Minum Obat dengan Kejadian Gangren pada

Penderita Diabetes Mellitus

Berdasarkan hasil analisis univariat dapat diketahui bahwa kepatuhan minum obat pada penderita DM yang mengalami kejadian gangren mayoritas tidak patuh minum obat sebesar 67,7% dan yang patuih minum obat sebesar 32,3%. Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh penelitian Lestari (2013) di Puskesmas Merdekaya Makasar yaitu sebagian besar responden (65,5%) masih tidak patuh dalam mengkonsumsi obat yang diresepkan oleh dokter, dan hanya (34,5%) yang patuh. Kepatuhan responden dalam penelitian ini juga terkait dengan kesibukan responden. Kesibukan karena pekerjaan atau hal-hal yang lain seringkali membuat mereka lupa

itu, ketidakpatuhan responden dalam mengkonsumsi obatnya karena mereka bosan jika harus setiap harinya sehingga kadang tidak dikonsumsi lagi.

Analisis pengaruh antara kepatuhan minum obat dengan kejadian gangren pada penderita DM diperoleh OR=2,87, artinya pasien DM yang mengalami gangren berpeluang 3 kali tidak patuh minum obat dibandingkan pasien DM yang tidak mengalami gangrene dan secara statistik menjelaskan bahwa ada pengaruh yang signifikan dengan nilai p< 0,05. Hasil ini sesuai dengan penelitian Lestari (2013) di Puskesmas Merdekaya Makasar yaitu asil tabulasi silang antara kepatuhan minum obat dengan kadar GDS responden diperoleh persentase 100% berkontribusi terhadap terkontrolnya kadar glukosa darah.

Hasil yang didapatkan pada penelitian ini yaitu penderita DM yang mengalami gangren lebih banyak yang tidak patuh minum obat yaitu sebesar 67,7%, sedangkan pada penderita DM yang tidak mengalami gangren hanya sebesasr 38,7% yang tidak patuh minum obat dari hasil tersebut didapatkan bahwa kepatuhan diet merupakan faktor resiko kejadian gangren pada penderita DM hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan Empat pilar utama pengelolaan DM adalah perencanaan makan, latihan jasmani, obat berkhasiat hipoglikemik dan penyuluhan (Waspadji, 2009).

Kadar glukosa darah penyandang DM selalu berfluktuasi sepanjang hari dan dipengaruhi oleh banyak hal, yang dapat meningkatkan kadar glukosa darah antara lain makanan, stress, keadaan sakit sedangkan yang dapat menurunkan kadar glukosa darah antara lain olahraga, obat anti diabetes (OAD) dan insulin (Sukardji,

2005). Penatalaksanaan DM mempunyai tujuan akhir untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas DM, target utamanya untuk menjaga agar kadar glukosa plasma berada dalam kisaran normal, dan untuk mencegah atau meminimalkan kemungkinan terjadinya komplikasi DM. Salah satu prinsip yang digunakan adalah dengan menggunakan terapi obat antidiabetik oral dapat secara tunggal atau kombinasi (Maulana, 2009).

Faktor yang dimungkinkan ketidak patuhan minum obat adalah karena pengetahuan yang kurang. Untuk itu petugas kesehatan harus menekankan edukasi yang lebih intensif mengenai kepatuhan minum obat karena apabila tidak dikonsumsi secara teratur obat tersebut akan lebih berbahaya, yang akan menyebabkan kadar gula darah pasien menjadi tidak terkontrol yang pada akhirnya akan menimbulkan komplikasi jika dibiarkan terus –menerus.

Dokumen terkait