• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI

A. Landasan Teori Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti

1. Pengertian Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tantang Pendidikan Keagamaan Pasal 30 yang berbunyi, “Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama”. Hal ini bahwa Pendidikan Agama Islam dan budi pekerti dapat dipahami sebagai suatu program pendidikan yang menanamkan nilai-nilai Islam melalui proses pembelajaran, baik dikelas maupun di luar kelas (Pasal 30 UU RI No. 20:2003).

Menurut Syahidin (2009) Definisi Pendidikan Agama Islam di sekolah adalah suatu mata pelajaran/mata kuliah dengan tujuan untuk menghasilkan para siswa dan mahasiswa yang memiliki jiwa Agama dan taat dalam menjalankan perintah Agamanya, bukan menghasilkan siswa dan mahasiswa yang berpengetahuan agama secara mendalam (h. 3). Hal ini bahwa pendidika siswa agar mempunyai akhlak, tidak hanyak

12 sekedar pengetahuan/teori di sekolah saja tetapi juga masuk dalam praktik di kehidupan sehari-hari.

Menurut Hawi (2013) Pendidikan agama Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan siswa dalam menyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengarahan atau latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan kesatuan nasional (h. 19). Menurut tujuan diatas pendidikan Agama Islam di sekolah mengajarkan tentang toleransi terhadap Agama lain sesuai dengan Bhineka Tunggal Ika.

Berdasarkan pendapat dari para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan Agama Islam dan budi pekerti adalah usaha sadar dan terencana dalam menyiapkan para siswa beriman kepada Allah dan hari akhir, mempunyai akhlak atau budi pekerti yang baik khususnya terhadap Allah dan adab terhadap sesama manusia yang sesuai sumber nya yaitu Al Qur`an dan Hadist.

2. Tujuan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti Derajat (2011) Istilah “tujuan” secara etimologi berarti arah, maksud atau halauan. Dalam bahasa Arab, “tujuan” disebut “Maqāshid”. Sementara dalam bahasa Inggris diistilahkan dengan “goal, purpose,

objectives atau aim”. Secara terminologi, tujuan berarti sesuatu yang

diharapkan tercapai setelah sebuah usaha atau kegiatan selesai dilaksanakan (Rohman & Khairudin, 2018, h. 24).

13 Kemudian Nasution (1995) menegaskan bahwa pendidikan Islam di sekolah umum bertujuan untuk membentuk manusia takwa, yaitu manusia patuh kepada Allah dalam menjalankan ibadah dengan menekankan pembinaan kepribadian muslim, yakni pembinaan akhlakul karimah, meski mata pelajaran agama tidak diganti dengan mata pelajaran akhlak atau etika (Syahidin, 2009, h. 14). Hal ini bahwa tujuan pendidikan Agama Islam ialah membekali siswa agar bertawakal yaitu melakukan segala semua usaha yang diingkannya lalu diserahkan hasilnya kepada Allah Subhanahu wa Ta`ala.

Al Abrasyi (1993) Tujuan umum pendidikan Islam adalah membentuk kepribadian seseorang menjadi khalifah atau sekurang-kurangnya mempersiapkan jalan yang menuju pada tujuan akhir manusia, mencapai suatu akhlak yang sempurna, adalah tujuan akhir dari suatu pendidikan (Mafhudin, Wajdi, Ismail, 2017, h. 150). Hal ini berarti tujuan pendidikan agama Islam dalam prosesnya mengajarkan tentang pentingnya akhlak.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas, peneliti mengambil kesimpulan bahwa tujuan pendidikan Agama Islam dan budi pekerti adalah upaya usaha sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani, bertaqwa, dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran Agama Islam dari sumber utamanya yaitu kitab suci Al-Quran dan Al-Hadits, melalui kegiatan bimbingan pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman agar

14 kelak dapat berguna menjadi pedoman hidupnya untuk mencapai kebahagiaan hidup dunia dan akhirat.

3. Ruang Lingkup Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti

Zurqoni (2019) rumusan kompetensi sikap spritual pada jenjang pendidikan (SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA/SMK), yakni menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya (h. 85). Dalam Kompetensi Inti 1 (KI 1) kurikulum 2013 Sekolah Dasar, KI 1 memuat sikap spritual yaitu menerima, menjalankan, dan menghargai ajaran agama yang dianutnya (h. 93). Hal ini bahwa dalam kurikulum 2013 sikap spritual terdapat dalam Kompentensi Inti yakni terdapat dalam Kompentensi Inti I (KI I), didalam KI I tersebut peserta didik diharapakan dapat menajalankan perintah Agama dan menjahui larangan Agama.

Di dalam Ruang lingkup Pendidikan Agama Islam meliputi keserasian, keselarasan dan keseimbangan antara:

a) Hubungan manusia dengan Tuhan

b) Hubungan manusia dengan dirinya sendiri c) Hubungan manusia dengan sesama manusia

d) Hubungan manusia dengan makhluk lain dan lingkunganan alam.

15 Ruang lingkup Pendidikan Agama Islam meliputi aspek- aspek sebagai berikut:

a) Al-Qur‟an/Hadits: menekankan pada kemampuan membaca, menulis, dan menterjemahkan dengan baik dan benar.

b) Keimanan: menekankan pada kemampuan memahami dan

mempertahankan keyakinan, serta menghayati dan

mengamalkan nilai-nilai asma‟ul husna sesuai dengan kemampuan siswa.

c) Aqidah/Akhlak: menekankan pada pengamalan sikap terpuji dan menghindari akhlak tercela.

d) Fikih/Ibadah: menekankan pada cara melakukan ibadah dan mu‟amalah yang baik dan benar, dan

e) Tarikh dan Kebudayaan Islam: menekankan pada kemampuan

mengambil pelajaran (ibrah) dari peristiwa-peristiwa

bersejarah (Islami), meneladani tokoh-tokoh muslim yang berprestasi, dan mengaitkannya dengan fenomina-fenomena sosial, untuk melestarikan dan mengembangkan kebudayaan dan peradaban Islam (Kementrian Agama RI No. 211:2011).

Hal ini bahwa ruang lingkup pendidikan Agama Islam dan budi pekerti di sekolah dasar terdiri atas lima mata pelajaran pokok utama yaitu: al-Qur’an-Hadits, Aqidah-akhlak, fikih, dan tarikh (sejarah) kebudayaan Islam. Masing-masing mata pelajaran tersebut pada dasarnya saling terkait, isi mengisi dan melengkapi.

16 Rumusan sikap spritual dan sosial mata pelajaran pendidikan Agama Islam dan budi pekerti Sekolah Dasar (SD) / Madrasah Ibtidaiyah (MI) Kelas IV :

Tabel 2.1

Rumusan Kompetensi 1 & 2 KOMPETENSI INTI I

( SIKAP SPRITUAL )

KOMPETENSI INTI II ( SIKAP SOSIAL)

1 Menerima, menjalankan,

dan menghargai ajaran

agama yang diantutnya.

2 Menunjukan perilaku

jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan

percaya diri dalam

berinteraksi dengan

keluarga, teman, guru, dan tetangganya.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa dengan adanya ruang lingkup pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti memudahkan guru dalam menyampaikan ilmunya, karena batasan-batasan itulah yang akan dicapai dan yang akan diberikan kepada siswa. Dengan sudah jelasnya ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan budi pekerti maka guru tinggal memberikan semua itu demi kebutuhan siswa dan mengupayakan untuk memberikan semua itu dengan porsi masing-masing. Pelajaran Pedidikan Agama Islam dan Budi Pekerti juga harus ditekankan tentang ruang lingkup tersebut secara maksimal dengan

17 metode-metode guru sesuai kebutuhan peserta didik sehingga peserta didik benar-benar mampu memaksimalkan pembelajaran.

B. Landasan Teori Sikap Sosial 1. Pengertian Sikap

Kurninasih dan Sani (2014) Sikap merupakan sebuah ekspresi dari nilai-nilai atau pandangan hidup yang dimiliki oleh seseorang. Sikap dapat dibentuk, sehingga terjadi perilaku atau tindakan yang diinginkan. Kompetensi sikap yang dimaksud dalam panduan ini adalah ekspresi nilai-nilai atau pandangan hidup yang dimiliki oleh seseorang dan diwujudkan dalam perilaku (Tiara dan Sari, 2019, h. 24). Hal ini berarti sikap adalah ekspresi nyata individu yang dapat dibentuk yang sesuai dengan niali-nilai sehingga dapat diwujudkan di lingkungan nyata.

Secara lebih lanjut Azwar (2005) menjelaskan di antara faktor yang mempengaruhi sikap adalah pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media sosial, dan faktor emosi dalam diri individu (Zurqoni, 2019, h. 77). Hal ini bahwa manusia sebagai makhluk sosial dalam kehidupannya memerlukan orang lain sehingga terjadi interaksi sosial satu sama lain dalam berbagai dimensi kehidupan.

Hutagalung (2007) sikap adalah cara seseorang melihat `sesuatu` secara mental (dari dalam diri) yang mengarah pada perilaku yang ditunjukan pada orang lain, ide, objek, maupun kelompok tertentu. Sikap juga merupakan cerminan jiwa seseorang. Sikap adalah cara seseorang mengkomunikasikan perasaannya kepada orang lain (melalui

18 perilaku) (h.51). Hal ini bahwa sikap ialah cara pandang individu dalam melihat suatu hal yang berbeda dilihat dari prilaku yang tunjukannya.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa sikap adalah tingkah laku atau gerakan-gerakan yang tampak dan ditampilkan dalam interaksinya dengan lingkungan sosial. Interaksi tersebut terdapat proses saling merespon, saling mempengaruhi serta saling menyesuiakan diri dengan lingkungan sosial.

2. Pengertian Sikap Sosial

Menurut Zurqoni (2019) Sikap sosial terbentuk dari adanya interkasi sosial yang dialami oleh setiap individu. Interkasi sosial mengandung arti lebih dari pada sekedar adanya kontak sosial dan hubungan antar individu sebagai anggota kelompok sosial. Dalam interaksi sosial terjadi hubungan saling mempengaruhi di antara individu yang satu dengan yang lain, terjadi hubungan timbal balik yang turut mempengaruhi pola perilaku masing-masing individu sebagai anggota masyarakat (h.77). Hal ini bahwa sikap sosial yaitu hubungan antar manusia yang saling mempengaruhi dan dipengaruhi, hubungan sosial ini sangat berpengaruh pada masing-masing individu.

Kemudian Ahmadi (2007) mengungkapkan bahwa sikap sosial adalah kesadaran individu yang menetukan perbuatan yang nyata, yang berulang-ulang terhadap objek sosial. Sikap sosial dinyatakan tidak oleh seorang saja tetapi diperhatikan oleh orang-orang sekelompoknya Objeknya adalah objek sosial (objeknya banyak orang dalam kelompok)

19 dan dinyatakan berulang-ulang (Tiara dan Sari, 2018, h. 23-24). Hal ini bahwa sikap sosial ialah kesadaran individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang nyata secara berulang-ulang yang langsung dinilai oleh sebagian kelompok.

Sejalan dengan hal diatas Gerungan (2009) mengungkapkan bahwa suatu attitude sosial dinyatakan dengan cara-cara kegiatan yang sama dan berulang-ulang terhadap objek sosial. Attitude sosial menyebabkan terjadinya cara-cara tingkah laku yang dinyatakan berulang-ulang terhadap suatu objek sosial dan biasanya attitude sosial dinyatakan tidak hanya oleh seseorang, tetapi juga oleh orang lain yang sekelompok atau semasyarakat (Tiara dan Sari, 2019, h. 24). Hal ini berarti sikap sosial adalah kegiatan tingkah laku yang dilakukan oleh individu secara berulang-ulang dan di nilai langsung oleh masyarakat.

Maka dapat disimpulkan tentang ke tiga penjelasan tersebut bahwa sikap sosial ialah suatu perbuatan atau perilaku yang bekenaan dengan masyarakat, dinyatakan tidak oleh seorang saja tetapi diperhatikan oleh orang-orang sekelompoknya. Objeknya adalah objek sosial (objeknya banyak orang dalam kelompok) dan dinyatakan berulang-ulang.

3. Nilai-Nilai Sikap Sosial yang Diajarkan di Sekolah

Zurqoni (2019) Kurikulum 2013 membagi kompetensi sikap menjadi dua, yakni sikap spritual dan sikap sosial. Sikap sosial terkait dengan pembentukan peserta didik menjadi pribadi yang berakhlak mulia sebagai perwujudan eksitensi kesadaran dalam upaya

20 mewujudkan harmoni kehidupan beragama dan bermasyarakat (h. 85). Hal ini bahwa dalam kurikulum 2013 sikap sosial terdapat dalam Kompentensi Inti yakni terdapat dalam Kompentensi Inti II (KI II) didalam KI II tersebut siswa diharapakan dapat mecerminkan perilaku sosial dalam Agama dan lingkungan sekitarnya.

Zurqoni (2019) Sejalan dengan hal di atas adapun rumusan kompetensi sikap sosial, yakni mewujudkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerja sama, toleran, damai), santun, responsif, percaya diri, dan pro-aktif sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya, serta menempatkan diri sebagai cerminan bengsa dalam pergaulan dunia (h. 85). Hal ini bahwa nilai-nilai sikap sosial sangat bermanfaat untuk mengatasi permasalahan yang ada di lingkungan sosial dan alam sekitar, dengan penanaman nilai sikap sosial di sekolah ini diharapakan siswa dapat mengatasi permasalahan yang ada disekitar lingkungan sosial dan menjadi contoh untuk masyarakat luas.

Zurqoni (2019) contoh sikap sosial dapat dinilai berdasarkan sejumlah indikator atau disesuaikan dengan konteks kehidupan sosial peserta didik sehari-hari; a) Jujur b) Disiplin c) Tanggung Jawab d) Toleransi e) Gotong Royong f) Sopan dan Santun dan g) Percaya Diri (h. 143-145).

21 Jujur, yaitu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan dan pekerjaan. Contoh sikap jujur peserta didik ialah tidak menyontek dalam mngerjakan ujian atau ulangan.

Disiplin, yaitu tindakan yang menunjukan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. Contoh sikap disiplin peserta didik yaitu patuh tata tertib atau aturan di sekolah, mengerjakan atau mengumpulkan tugas sesuai dengan waktu yang ditentukan.

Tanggung jawab, yaitu sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam,sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa. Contoh sikap tanggung jawab peserta didik yaitu mengembalikan barang pinjaman, tidak menyalahkan orang lain untuk kesalahan tindakan sendiri, mengakui dan meminta maaf atas kesalahan yang dilakukan.

Toleransi, yaitu sikap dan tindakan yang menghargai keberagaman latar belakang, pandangan, dan keyakinan. Contoh sikap toleransi yaitu tidak menggangu teman yang berbeda pendapat, dapat memaafkan kesalahan orang lain, dapat menerima kekurangan orang lain dan mampu bekerja sama dengan siapa pun yang memiliki keberagaman latar belakang yang berbeda.

Gotong royong, yaitu bekerja sama dengan orang lain untuk mencapai tujuan bersama dengan saling berbagai tugas dan tolong menolong secara ikhlas. Contoh sikap gotong royong di lingkungan

22 sekolah yaitu aktif kerja bakti atau piket membersihkan kelas dan aktif dalam kegiatan belajar kelompok.

Sopan dan santun, yaitu sikap baik dalam pergaulan, baik dalam berbahasa maupun tingkah laku. Norma kesatuan bersifat relatif, artinya yang dianggap baik/santun pada waktu dan tempat tertentu bisa berbeda pada tempat dan waktu yang lain. Contoh sikap sopan dan santun peserta didik yaitu menghormati orang yang lebih tua, tidak berkata kotor/kasar, memberi salam, senyum, menyapa dan mengucapkan terimakasih.

Percaya diri, yaitu suatu keyakinan atas kemampuan sendiri untuk melakukan kegiatan atau tindakan. Contoh sikap percaya diri peserta didik di kelas yaitu berani berpendapat, bertanya, menjawab pertanyaan, tidak mudah putus asa, dan berani maju ke depan kelas.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa contoh nilai nilai sikap sosial yang di ajarkan di Sekolah Dasar sangat beragam dan saling berkaitan sama lain, dengan diajarakan nilai-nilai sikap sosial ini siswa diharapkan dapat mempelajarinya dengan baik sesuai contoh yang diajarkan serta dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari baik dilingkungan sekolah maupun lingkungan masyarakat luas. Dengan diajarkannya nilai-nilai sikap sosial ini siswa dapat menjadi contoh kebaikan untuk masyarakat atau lingkungan luas.

23 C. Penelitian Yang Relevan

Penelitian relevan yang akan dijadikan bahan persamaan dan perbedaan dengan peniliti antara lain:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Nur Dwi Lestari, 2015, Program Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta. Dengan judul “Identifikasi Sikap Sosial Siswa Kelas V SD”. Hasil penelitiannya mempunyai persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah sama-sama meneliti sikap sosial dan sama-sama menggunakan metode penelitian kualitatif. Perbedaannya adalah Nur hanya fokus pada penelitian sikap sosial dan subjek nya adalah kelas V, sedangkan peneliti berfokus pada pembelajaran pendidikan agama Islam dan budi pekerti serta sikap sosial dan subjek kelas pada kelas IV. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Dhika Prisdiana Hadi, 2017, Program Pendidikan Guru Madrasah Ibtida`iyah, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan. Dengan judul “Penanaman Sikap Sosial Melalui Pembelajaran IPS Pada Siswa Kelas V”. Hasil penelitiannya mempunyai persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah sama-sama meneliti sikap sosial dan sama-sama menggunakan meteode penelitian kualitatif. Perbedaannya adalah Dhika meneliti pada subjek kelas V, sedangkan peneliti akan melakukan penelitian pada subjek kelas IV.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Evi Gusviani, 2016, Universitas Pendidikan Indonesia. Dengan judul “Analisis Kemunculan Sikap

24 Spritual dan Sikap Sosial Dalam Kegiatan Pembelajaran IPA kelas IV SD Yang Menggunakan KTSP Dan Kurikulum 2013”. Hasil penelitiannya mempunyai persamaan dengan peneliti yang akan dilakukan adalah sama-sama meneliti tentang sikap sosial pada subjek kelas IV dan sama-sama menggunakan metode kualitatif. Perbedannya adalah Evi meneliti pada pembelajaran IPA, sedangkan peneliti akan melakukan penelitian mengenai pembelajaran agama Islam dan budi pekerti.

25

Dokumen terkait