• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.1. Budaya Hofstede

Budaya organisasi adalah nilai dan perilaku yang membentuk lingkungan yang unik secara sosial dan psikologikal dalam organisasi. Budaya organisasi adalah nilai yang dominan serta dipegang teguh oleh seluruh anggota organisasi.

Budaya diciptakan dari dalam organisasi dan disetujui oleh seluruh anggota.

Dengan kata lain, budaya organisasi adalah nilai dan perilaku dalam mengelola usaha yang dipegang teguh oleh seluruh anggota organisasi.

Budaya organisasi didefinisikan dalam berbagai teori, salah satunya adalah teori Hofstede. Teori Hofstede cultural dimension mendefinisikan budaya organisasi sebagai sekumpulan pemikiran yang membedakan anggota organisasi satu dengan yang lain. Terdapat 5 dimensi nilai budaya yang dinamakan power distance, uncertainty avoidance, individualism/collectivism, masculinity/feminity, long term/short term orientation, dan indulgence/restarint.

2.1.1. Dimensi Power Distance

Perbedaan kekuasaan (power distance), merupakan dimensi budaya yang menunjukkan adanya ketidak sejajaran (inequality) bagi anggota yang tidak mempunyai kekuatan dalam suatu institusi (keluarga, sekolah, dan masyarakat) atau organisasi (tempat bekerja). Perbedaan kekuasaan ini berbeda-beda tergantung dari tingkatan sosial, tingkat pendidikan, dan jabatan. Misalnya politisi

12

dapat menyukai status dan kekuasaan, pebisnis menyukai kesejahteraan dan kekuasaan, dan sebagainya. Ketidak sejajaran ini dapat terjadi dalam masyarakat (perbedaan dalam karakteristik mental dan phisik, status sosial, kesejahteraan, kekuasaan, aturan, hukum, dan hak), keluarga, sekolah, dan ditempat kerja/organisasi (nampak pada struktur organisasi dan hubungan antara boss-subordinate.

2.1.2. Dimensi Uncertainty Avoidance

Masyarakat dapat menerima masa depan yang tidak pasti atau berusaha untuk menghindarinya. Hakikat dari ketidakpastian ini bersifat subjektif dan dinilai dari pendapat orang lain tentang melanggar aturan organisasi dan kesediaan mereka untuk meninggalkan organisasi. Setiap masyarakat memiliki tingkat kecemasan yang dihadapi dengan menyadari masa depan yang tidak pasti, khususnya dengan tiga komponen yang berbeda dari penghindaran ketidakpastian, yaitu: orientasi aturan, stabilitas kerja, dan stress.

2.1.3. Dimensi Individualism vs Collectivism

Individualism vs collectivism merupakan dimensi kebudayaan yang menunjukkan adanya sikap yang memandang kepentingan pribadi dan keluarga sebagai kepentingan utama. Individualisme adalah kriteria yang menggambarkan kurangnya ikatan antar anggota suatu masyarakat dimana seseorang hanya memikirkan dirinya atau keluarga/kerabat dekatnya semata. Sedangkan kolektivisme lebih menekankan pada kekohesivan kelompok, menunjukkan

13

keterikatan kuat antara individu dengan masyarakatnya, dimana masyarakatnya memberikan perlindungan bagi individu tersebut dan adanya loyalitas diantara mereka dimensi ini juga dapat terjadi di masyarakat, dan organisasi. Kolektif lebih mengutamakan kepentingan bersama di dalam suatu kelompok.

2.1.4. Dimensi Masculinity vs Femininity

Maskulinitas vs femininitas merupakan dimensi kebudayaan yang menunjukkan bahwa dalam tiap masyarakat terdapat peran yang berbeda-beda tergantung perbedaan jenis para anggotanya. Lebih jauh dijelaskan bahwa masyarakat dari sudut pandang maskulinitas adalah masyarakat yang lebih menggambarkan sifat kelaki-lakian, sedangkan masyarakat femininitas lebih menggambarkan sifat kewanitaan. Jadi sudut pandangnya bukan dari sudut jenis kelamin.

2.1.5. Dimensi Short Term vs Long Term Orientation

Short term vs long term orientation, terkait kepada pilihan dari fokus untuk usaha manusia: masa depan, saat ini, atau masa lalu. STO adalah Orientasi jangka pendek, Sedangkan LTO adalah masyarakat yang memiliki orientasi ke masa depan seperti : kegigihan, pengetahuan dan kekayaan. Perbedaan ekonomi yang luas dianggap tidak diinginkan. Sedangkan LTO merepresentasikan hasil dari bagaimana individu memutuskan perilaku apa yang harus dilakukan atau tidak berdasarkan konsekuensi yang akan diterima dari perilaku tersebut.

14

Masyarakat dengan orientasi jangka panjang akan memikirkan risiko dari setiap hal yang di kerjakan atau dalam pengambilan keputusan.

2.1.6. Dimensi Indulgence vs Restraint

Indulgence vs restraint, terkait kepada gratifikasi dibandingkan kendali dari kebutuhan dasar manusia untuk menikmati hidup. Kesenangan (indulgence) mengarah kepada lingkungan sosial yang mengijinkan gratifikasi sebagai nafsu manusiawi yang alamiah terkait dengan menikmati hidup. Restraint dapat juga diartikan dengan masyarakat yang tidak dapat merasa bebas untuk menikmati hidup mereka, karena terikat dengan aturan-aturan seperti adat, agama dan aturan pekerjaan.

2.2. Kinerja Karyawan

Istilah kinerja berasal dari Job Performance atau Actual Performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang). Kinerja karyawan dapat dikatakan kinerja individu yang merupakan hasil kerja yang dicapai oleh karyawani/aparatur dalam suatu organisasi menurut ukuran profesionalisme dalam bekerja serta wewenang dan tanggung jawab yang diberikan organisasi dalam upaya mencapai visi, misi, dan tujuan organisasi bersangkutan.

15

2.2.1. Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja adalah suatu sistim formal penilaian berkala (per tahun atau per semester) terhadap kinerja individu atau kelompok. Pada akhirnya kurun waktu periode yang ditetapkan tibalah waktunya untuk melakukan penilaian yaitu membandingkan antara hasil yang sebenarnya diperoleh dengan yang direncanakan. Tujuan pokok dari penelitian kinerja adalah untuk menghasilkan informasi yang akurat tentang prilaku dan kinerja anggota organisasi, dimana tujuannya dapat dibagi atas dua yaitu :evaluasi dan pengembangan.

Hal – hal berikut ini perlu diperhatikan dalam untuk mengukur prestasi kerja karyawan pada suatu instansi atau perusahaan: Disiplin, Menyelesaikan pekerjaan tepat waktu, Memiliki kualitas kerja yang tinggi (Ketelitian yang tinggi), Pendekatan yang digunakan untuk penilaian kinerja. Unsur-unsur yang harus dinilai dalam memberikan penilaian terhadap kinerja karyawan, yaitu : kesetiaan, prestasi kerja, tanggung jawab, ketaatan, kejujuran, kerjasama, prakarsa, kepemimpinan.

2.3. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual adalah suatu hubungan yang akan menghubungkan secara teoritis antara variabel-variabel penelitian yaitu, antara variabel independen dengan variabel dependen yang akan di amati atau di ukur melalui penelitian yang akan di laksanakan. Dalam melaksanakan sebuah penelitian, dibutuhkan kerangka konseptual yang baik sehingga dapat dilihat langkah-langkah penelitian yang dilakukan lebih jelas dan sistematis.

BAB III

Dokumen terkait