• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.1. Persediaan

Menurut Hadiguna (2009), persediaan didefinisikan sebagai sejumlah barang yang disimpan untuk menunjang kelancaran kegiatan produksi dan distribusi. Persediaan juga dapat berwujud barang yang disimpan dalam keadaan menunggu atau belum selesai dikerjakan.Persediaan bisa menjadi sumber konflik di antara bagian-bagian yang berbeda dalam perusahaan.Hal ini disebabkan masing-masing bagian mempunyai peranan yang berbeda dalam penggunaan persediaan. Pada dasarnya persediaan akan mempermudah jalannya operasi perusahaan pabrik yang harus dilakukan secara berturut-turut untuk memproduksi barang-barang dan menyampaikannya pada konsumen.

Menurut Rangkuti (2004), persediaan yang diadakan mulai dari bahan baku sampai barang jadi berguna untuk:

1. Menghilangkan resiko keterlambatan datangnya barang.

2. Menghilangkan resiko barang yang rusak.

3. Mempertahankan stabilitas operasi perusahaan.

4. Mencapai penggunaan mesin yang optimal.

5. Memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya bagi konsumen.

Menurut Ginting (2007), persediaan yang disimpan perusahaan dapat saja rusak sebelum digunakan. Selain itu perusahaan juga harus menanggung biaya-biaya yang timbul akibat adanya persediaan tersebut.Biaya yang timbul tersebut

diantaranya biaya pesan dan biaya simpan. Menurut Pujawan (2005), karena tingkat keusangan dan tingkat kesulitan penyimpanan tiap barang berbeda-beda maka biaya simpan bervariasi antara satu jenis barang dengan jenis yang lainnya.

Namun secara umum biaya simpan per tahun berkisar antara 20% - 35% per tahun dari nilai barang yang disimpan. Artinya, kalau suatu perusahaan memiliki persediaan dengan nilai rata-rata 10 milyar maka biaya simpan setahun sekitar 2 – 3.5 milyar.Angka sebesar ini sering tidak disadari karena bagian terbesar biaya simpan (yang berupa biaya modal) tidak tercatat dalam laporan akuntansi.

Persediaan merupakan salah satu unsur paling aktif dalam operasi perusahaan yang secara kontinu diperoleh, diubah, kemudian dijual kembali.

Menurut Fogarty (1991), persediaan (inventory) meliputi semua jenis barang ataupun bahan baku yang akan digunakan dalam proses produksi dan distribusi.

Bahan baku (raw material), part-part komponen, barang setengah jadi dan barang jadi adalah bagian dari persediaan, sama halnya dengan berbagai macam pemasok yang merupakan bagian dari produksi dan distribusi proses. Pengertian persediaan secara umum adalah suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha normal atau persediaan barang-barang yang masih atau belum dalam proses pengerjaan atau proses produksi. Jadi persediaan merupakan sejumlah bahan-bahan jadi atau proses yang terdapat di dalam suatu perusahaan untuk proses produksi, serta barang-barang jadi atau produk yang disediakan untuk memenuhi permintaan dari komponen atau langganan setiap waktu.

Persediaan muncul karena tidak adanya jaminan pasokan akan mampu memenuhi permintaan baik dari aspek kuantitas dan waktu. Adanya tingkat yang berbeda antara yang tersedia dengan yang dibutuhkan memunculkan persediaan.

Tersine (1994) mengemukakan empat faktor fungsi dari persediaan, yaitu:

1. Faktor Waktu, meliputi jadwal produksi, pemesanan barang, pengiriman barang dari pemasok atau waktu pengiriman, inspeksi barang, produksi dan pengiriman produk ke konsumen.

2. Faktor Diskontinuitas, menjadwalkan banyak operasi dalam tingkat kinerja yang diinginkan meliputi operasional pengeceran, distribusi, pergudangan, produksi dan pembelian.

3. Faktor Tidak Tentu, yakni fokus pada peristiwa yang tak terduga yang dapat mengubah jadwal awal yang telah direncanakan. Meliputi prakiraan permintaan, cakupan variabel produksi, peralatan rusak, menunggu pengiriman dan kondisi alam yang berubah.

4. Faktor Ekonomi, memperoleh keuntungan dari berbagai alternative pengurangan biaya (Bahauddin A, 2017).

Cara untuk menjelaskan tujuan persediaan dapat dilihat dari pengenalan klasifikasi persediaan. Berdasarkan utilitas, persediaan dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis yaitu sebagai berikut:

1. Working stock 2. Safety stock 3. Anticipation stock 4. Pipeline stock

5. Decoupling stock 6. Psychic stock

Working stock adalah persediaan yang diusahakan dan diadakan sebelum persyaratan sehingga pemesanan dapat dilakukan dalam ukuran yang banyak dan bukan berdasarkan kebutuhan. Lot sizing dilakukan untuk meminimalkan pemesanan dan menahan biaya sehingga mencapai diskon kuantitas atau memenuhi syarat untuk tarif angkut yang menguntungkan. Secara umum, jumlah rata-rata persediaan di tangan yang dihasilkan dari ukuran lot merupakan organisasi working stock.

Safety stock adalah persediaan yang disimpan sebagai cadangan untuk melindungi dari ketidakpastian pasokan dan permintaan. keselamatan rata-rata persediaan terhadap jumlah stok yang disimpan selama siklus pengisian ulang sebagai perlindungan terhadap kehabisan stok.

Anticipation stock adalah persediaan yang dibangun untuk mengatasi permintaan musiman puncak, persyaratan yang tidak menentu atau kekurangan dalam kapasitas produksi. Itu disediakan atau diproduksi di muka persyaratan dan habis selama periode permintaan puncak untuk menjaga tingkat tingkat produksi dan menstabilkan tenaga kerja.

Pipeline stock adalah persediaan yang dimasukkan dalam transit untuk memungkinkan waktu yang diperlukan untuk menerima material pada ujung input, mengirim material melalui proses produksi dan mengirim barang pada akhir output. Secara eksternal, pipeline stock adalah persediaan pada truk, kapal

dan kereta api atau dalam pipa literal. Secara internal, pipeline stock digunakan pada saat sedang diproses, menunggu untuk diproses atau dipindahkan.

Decoupling stock adalah persediaan yang diakumulasikan antara aktivitas atau tahapan yang bergantung untuk mengurangi kebutuhan untuk operasi yang sepenuhnya disinkronkan. Itu mengisolasi satu bagian dari sistem dari yang berikutnya untuk memungkinkan masing-masing untuk beroperasi lebih mandiri.

Dengan demikian, bertindak sebagai pelumasan untuk sistem distribusi produksi pasokan yang melindunginya terhadap gesekan yang berlebihan

Psychic stock adalah persediaan tampilan ritel yang dibawa untuk merangsang permintaan dan bertindak sebagai penjual diam. itu akan mengurangi item yang dilihat dan dipertimbangkan untuk dibeli. Rak penuh meningkatkan penjualan dengan memamerkan pelanggan sebanyak mungkin dan memungkinkan menciptakan visibilitas produk yang lebih besar. Stockout dapat menyebabkan hilangnya penjualan dan kehilangan pelanggan. sementara kategori saham lain mendukung operasi biaya rendah, persediaan psikis adalah kategori yang menghasilkan pendapatan. Ini berkaitan dengan penciptaan pendapatan melalui penciptaan permintaan yang minimisasi biaya yang berorientasi pasokan (Tersine R J, 1994).

3.2. Model Persediaan Economic Order Quantity

Economic Order Quantity (EOQ) merupakan salah satu model klasik yang pertama kali diperkenalkan oleh FW Harris pada tahun 1915, tetapi lebih dikenal dengan metode Wilson dikarenakan pada tahun 1934. Metode EOQ

dikembangkan oleh Wilson (Sofyan, 2013). Kuantitas pesanan ekonomis atau EOQ adalah jumlah persediaan yang dipesan pada suatu waktu yang menimbulkan biaya persediaan tahunan. (Carter, 2012). Jumlah pesanan ekonomis merupakan metode yang akan membantu manajemen dalam mengambil keputusan agar pengadaan investasi dalam perusahaan tidak berlebihan dan tidak akan terjadi kekurangan dengan jumlah yang optimal.

Terdapat beberapa asumsi dalam metode EOQ menurut Heizer dan Render (2011), yaitu:

1. Jumlah pembelian tetap.

2. Lead time konstan.

3. Barang yang dipesan selalu tersedia.

4. Tidak ada diskon.

5. Biaya melakukan pemesanan dan biaya menyimpan persediaan merupakan biaya variabel dalam waktu tertentu.

6. Pemesanan dilakukan pada waktu yang tepat untuk menghindari stock out Unsur metode EOQ menurut Arman Hakim Nasution (1995) adalah biaya pemesanan, biaya penyimpanan, jumlah kebutuhan bahan per tahun, dan jumlah kuantitas bahan setiap kali pemesanan. Rumus pemesanan secara optimal (EOQ) adalah sebagai berikut (Nasution A H, 1995):

Q = ……….(1)

Dimana:

Q = Jumlah persediaan optimal D = Total kebutuhan bahan k = Biaya pemesanan h = Biaya penyimpanan

3.3. Pengaturan Persediaan Agregat

Persediaan agregat harus dilihat dari kontribusi strategisnya terhadap tujuan organisasi. Legitimasi berasal dari seberapa efektifnya melayani tujuan organisasi dalam mendukung strategi organisasi ke tingkat yang lebih tinggi.

Dalam konteks ini, persediaan adalah persyaratan fungsional dikarenakan dua alasan. Yaitu persediaan adalah aset lancar dan aset jangka pendek dalam mengejar tujuannya.

Hasil persediaan membentuk kebijakan dan prosedur manajemen berkenaan dengan operasi suatu organisasi. Kebijakan dan prosedur ini berasal dari ekspektasi eksternal tentang permintaan produk dan pasokan material serta membentuk kendala internal seperti kapabilitas yang tersedia, kapasitansi dan sumber daya keuangan. Hubungan dalam rantai logistik tidak independen sehingga perubahan satu dapat menyebabkan perubahan pada yang lain. Efisiensi berdasarkan pengoptimalan lokal yang dapat menghasilkan efisiensi pulau terisolasi yang tidak efisien secara global untuk seluruh rantai logistik. Jumlah efisiensi lokal tidak perlu diterjemahkan ke dalam efisiensi agregat untuk sistem

total. Optimasi hanya terjadi pada hasil dalam optimasi global dari keseluruhan rantai logistik.

Sejumlah besar unit fisik persediaan mensyaratkan bahwa persediaan dikalsifikasi menjadi kategori yang lebih sedikit dengan relatif homogen untuk tujuan control. Kompleksitas dan keragaman persediaan dibuat lebih mudah dikelola dengan menerapkan prosedur yang serupa untuk setiap kategori. Setiap jenis sistem kontrol persediaan yang dipilih akan berdampak pada semua kegiatan organisasi lainnya (Tersine R J, 1994).

3.4. Persediaan Tidak Tahan Lama (Perishable)

Model persediaan produk yang tidak tahan lama merupakan model persediaan dimana perhitungan persediaannya tidak hanya berkurang karena permintaan saja tetapi juga karena kerusakan. Model yang digunakan ini mengacu pada model economic order quantity (EOQ) dimana kondisi dari sistemnya memiliki permintaan yang konstan dan produk mengalami kerusakan secara eksponensial. Beberapa bentuk kerusakan produk tersebut antara lain direct spoilage (membusuk), physical depletion (habis secara fisik) untuk cairan yang mudah menguap, atau deterioration (kemunduran) untuk komponen elektronik.

Pada beberapa penelitian deteriorating inventory memfokuskan pada material ”yang secara kontinyu kehilangan massanya atau utilisasinya pada saat disimpan”, misalnya seperti cairan yang mudah menguap (bensin, alkohol, dll), zat radioaktif, bank darah, bahan makanan, dan komponen elektronik. Beberapa penelitian berpendapat bahwa semua item dengan segera akan memburuk dengan

nilai konstan yang sama pada semua item dan kemudian mempunyai ciri-ciri seperti variasi waktu eksponensial demand atau mempertimbangkan inflasi dan nilai waktu dari uang pada fungsi tujuan total biaya.

Deteriorating disebut sebagai material yang menyusut pada penyimpanan yang mengarah pada kerusakan secara fisik seperti membusuk atau menguap. Penelitian yang lain menggunakan definisi deterioration yang sama dan meneliti performansi dari kebijaksanaan inventory (Q,r) pada inventory yang mengalami kerusakan secara kontinyu eksponensial, mempunyai demand yang acak, dan mempunyai lead time pemesanan yang positif.

Setelah mendapatkan Q optimal maka selanjutnya didapatkan ukuran lot pengiriman dan total biaya minimum yang dapat dikeluarkan oleh suatu perusahaan (Rau H, 2003).

Interval waktu (t) = ………(2)

Ukuran lot pengiriman (qB) = …………...(3) Total pengiriman produk jadi (QB) = qB x n………..(4) Dimana:

T = siklus perencanaan n = frekuensi pengiriman

D = permintaan produk selama sebulan

=laju kerusakan produk jadi pada konsumen

3.5. Total Cost

Dalam menentukan total cost terdapat beberapa variabel- variabel yaitu sebagai berikut (Rau H, 2003) :

Total biaya konsumen = biaya pemesanan + biaya penerimaan produk jadi + biaya penyimpanan produk jadi pada konsumen + biaya kadaluarsa pada konsumen

= + FB x + x HB X +

[ – D x t] x PB x ………(5) Total biaya produsen = biaya setup + biaya pengiriman produk jadi +

biaya penyimpanan produk jadi pada produsen + biaya kadaluarsa pada produsen

= + x n + x x ((P x t x np)- nqB)

x ………(6)

Total cost = total biaya konsumen + total biaya produsen Dimana:

A = biaya pemesanan

FB = biaya penerimaan produk jadi HB = biaya penyimpanan produk jadi

PB = biaya kadaluarsa produk jadi pada konsumen SP = biaya setup pada produsen

FP = biaya pengiriman pada produsen

PP = biaya kadaluarsa produk jadi pada produsen

= laju kerusakan produk jadi pada produsen D = jumlah kebutuhan produk

3.6. Disagregasi

Pada perencanaan produksi tidak dibahas produk yang diproduksi secara rinci melainkan dalam bentuk agregat, yaitu suatu satuan yang mempresentasikan kumpulan beberapa produk. Agar rencana tersebut dapat di implementasikan hal yang perlu dilakukan disagregasi dalam jumlah produksi masing-masing produk item.

Proses disaagregasi dengan menggunakan metode cut and fit ini relatif lebih sederhana dibandingkan dengan menggunakan metode lainnya. Rumus yang digunakan dalam disagregasi dengan metode cut and fit adalah sebagai berikut (Saptadi S,2010):

y =

% Item = x 100%

Dimana :

y = Hasil peramalan disagregasi item

% Item = Presentasi kebutuhan masing-masing item

Demand Agregat = Agregat plan hasil pengolahan data rencana produksi

BAB IV

Dokumen terkait