• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI A. Kajian Teoritik

1. Pengertian Efektivitas

Efektivitas berasal dari kata dasar efektif. Menurut KBBI (1990;219), kata efektif mempunyai arti efek, pengaruh, akibat atau dapat membawa hasil. Efektivitas dapat diartikan sebagai efek, pengaruh atau akibat dari suatu kegiatan atau tindakan yang dapat membawa hasil sesuai tujuan.

Keefektifan pembelajaran adalah hasil guna yang diperoleh setelah pelaksanaan proses belajar mengajar (Sadiman,1987 dalam Trianto,2009:20). Keefektivan proses pembelajaran berkenaan dengan jalan, upaya, teknik dan strategi yang digunakan dalam mencapai tujuan secara optimal, tepat dan cepat (Nana Sudjana,1990:50). Untuk mengetahui keefektivan mengajar bisa dilakukan dengan memberi tes, sebab hasil tes dapat dipakai untuk mengevaluasi berbagai aspek proses pengajaran (Trianto,2009).

Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa efektivitas dalam pembelajaran merupakan ketepatan pemilihan cara pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Keefektifan pembelajaran dapat dilihat dari keaktivan siswa, tanggapan siswa dengan model yang digunakan, dan hasil belajar dari siswa. Model pembelajaran yang digunakan juga sangat berpengaruh untuk meningkatkan hasil belajar siswa.

2. Belajar

Belajar sudah menjadi suatu istilah yang tidak asing dan banyak orang mengartikan istilah belajar. Beberapa ahli mendefinisikan belajar sebagai berikut:

a. Lee J. Cronbach (Educational Psychology;1977;92)

“The term learning is ususally reserved for a relatively permanent change in behavior, interpretation, or emotional response as a result of experience”. (Istilah pembelajaran ditujukan untuk perubahan yang relatif permanen dalam perilaku, interpretasi, atau reaksi emosional sebagai hasil dari pengalaman).

b. WS. Winkel (Psikologi Pengajaran; 2007; 59)

Belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis, yang berlangsung dalam interakasi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan sejumlah perubahan dalam pengetahuan–pemahaman, keterampilan, dan nilai-sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif konstan dan berbekas.

c. Reber (Kamus Psikologi; 2010;521)

“Learning is the process of acquiring knowledge”. Belajar adalah proses mendapatkan pengetahuan.

d. Prof. Dr Oemar Hamalik (2013;29)

Belajar bukan suatu tujuan tetapi merupakan suatu proses untuk mencapai tujuan. Jadi, merupakan langkah-langkah atau prosedur yang ditempuh.

Selanjutnya Agus Suprijono (2013; 4) mengemukakan prinsip-prinsip belajar yaitu:

Pertama, prinsip belajar adalah perubahan perilaku. Perubahan perilaku sebagai hasil belajar memiliki ciri-ciri:

1. Sebagai hasil tindakan rasional instrumental yaitu perubahan yang disadari

2. Kontinu atau berkesinambungan dengan perilaku lainnya 3. Fungsional atau bermanfaat sebagai bekal hidup

4. Positif atau berakumulasi

5. Aktif atau sebagai usaha yang direncanakan dan dilakukan

6. Permanen atau tetap, sebagaimana dikatakan oleh Wittig, belajar sebagai “any relatively permanent change in an organism’s behavioral reperiore that occurs as a result of experience”.

7. Bertujuan dan terarah

8. Mencakup keseluruhan potensi kemanusiaan.

Kedua, belajar merupakan proses. Belajar terjadi karena didorong kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai. Belajar adalah proses sistemik yang dinamis, konstruktif, dan organik. Belajar merupakan kesatuan fungsional dari berbagai komponen belajar.

Ketiga, belajar merupakan bentuk pengalaman. Pengalaman pada dasarnya adalah hasil dari interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya. William Burton dalam Hamalik (2001;28) mengemukakan bahwa “A good

learning situation consist of a rich and varied series of learning experiences unified around a vigorous purpose and carried on in interaction with a rich varied and propocative environtment”.

Menurut Agus Suprijono (2013;5), tujuan belajar sebenarnya sangat banyak dan bervariasi. Tujuan belajar yang eksplisit diusahakan untuk dicapai dengan tindakan instruktusional, lazim dinamakan instructional effects, yang biasa berbentuk pengetahuan dan keterampilan, sementara tujuan belajar sebagai hasil yang menyertai tujuan belajar instruksional lazim disebut nurturant effects, bentuknya berupa kemampuan berpikir kritis dan kreatif, sikap terbuka dan demokratis, menerima orang lain, dan sebagainya. Tujuan ini merupakan konsekuensi logis dari peserta didik “menghidupi” (live in) suatu sistem lingkungan belajar tertentu.

3. Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang dirancang berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di kelas. Model pembelajaran dapat diartikan pula sebagai pola yang digunakan untuk penyusunan kurikulum, mengatur materi, dan memberi petunjuk kepada guru dikelas (Agus Suprijono;2013;45).

Terdapat banyak sekali model pembelajaran tetapi pada masa sekarang ini model pembelajaran yang sering digunakan adalah model pembelajaran kooperatif. Beberapa istilah pembelajaran berbasis sosial menurut Agus

Suprijono (2013;54) yaitu pembelajaran kooperatif (cooperative learning) dan pembelajaran kolaboratif.

Menurut Anita Lie (Cooperative Learning;2010;29) model pembelajaran cooperative learning tidak sama dengan sekadar belajar dalam kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran cooperative learning yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan prosedur model cooperative learning dengan benar akan memungkinkan pendidik mengelola kelas dengan lebih efektif.

Selanjutnya Robert E. Slavin (Cooperative Learning;2015;10) mengatakan bahwa semua model pembelajaran kooperatif menyumbangkan ide bahwa siswa yang bekerja sama dalam belajar dan bertanggungjawab terhadap teman satu timnya mampu membuat diri mereka belajar sama baiknya.

Berikut dijelaskan beberapa elemen-elemen dasar pembelajaran kooperatif yaitu (Miftakul Huda;2014;46):

a. Interpretasi positif (positive interpedence) b. Interaksi promotif (promotive interaction)

c. Akuntabilitas individu (individual accountability)

d. Keterampilan interpersonal dan kelompok kecil (interpersonal and small-group skill)

Dibawah ini dijelaskan sintak atau hubungan model pembelajaran kooperatif yang terdiri dari 6 (enam) fase (Agus Suprijono;2013;65).

Tabel 2.1 Sintak model pembelajaran kooperatif

FASE-FASE PERILAKU GURU

Fase 1 : Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan peserta didik (Present goals and set)

Menjelaskan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan peserta didik siap belajar

Fase 2 : Menyajikan informasi (Present information)

Mempresentasikan informasi kepada peserta didik secara verbal

Fase 3 : Mengorganisir peserta didik ke dalm tim-tim belajar (Organize students into learning team)

Memeberikan penjelasan kepada peserta didik tentang tata cara pembentukan tim belajar dan membantu kelompok melakukan transisi yang efisien

Fase 4 : Membantu kerja tim dan belajar (Assist team work and study)

Membantu tim-tim belajar selama peserta didik mengerjakan tugasnya Fase 5 : Mengevaluasi (Test on the

materials)

Menguji pengetahuan peserta didik mengenai berbagai materi

pembelajaran atau kelompok-kelompok mempresentasikan hasil kerjanya

Fase 6 : Memberikan pengakuan atau penghargaan (Provide recognition)

Mempersiapkan cara untuk mengakui usaha dan prestasi individu maupun kelompok

Dalam suatu pembelajaran, lingkungan belajar dan sistem pengelolaan pembelajaran kooperatif harus sesuai dengan berikut ini (Agus Suprijono;2013;66):

a. Memberikan kesempatan terjadinya belajar berdemokrasi

b. Meningkatkan penghargaan peserta didik pada pembelajaran akademik dan mengubah norma-norma yang terkait dengan prestasi.

c. Mempersiapkan peserta didik belajar mengenai kolaborasi dan keterampilan sosial melalui peran aktif peserta didik dalam kelompok-kelompok kecil.

d. Memberikan peluang terjadinya proses partisipasi aktif peserta didik dalam belajar dan terjadinya dialog interaktif.

e. Menciptakan iklim sosio emosional yang positif f. Memfasilitasi terjadinya learning to live together. g. Menumbuhkan produktivitas dalam kelompok.

h. Mengubah peran guru dari center stage performance menjadi koreografer kegiatan kelompok

i. Menumbuhkan kesadaran pada peserta didik arti penting aspek sosial dalam individunya. Secara sosiologis pembelajaran kooperatif dapat menumbuhkan kesadaran altruisme (kebalikan dari egois atau lebih mementingkan kepentingan orang lain) dalam diri peserta didik. Kehidupan sosial adalah sisi penting dari kehidupan individual.

4. Model Pembelajaran NHT (Numbered Heads Together)

Model pembelajaran kooperatif memiliki banyak sekali variasi, salah satunya adalah model NHT (Numbered Heads Together). Menurut Miftakul Huda (2014;138), NHT (Numbered Heads Together) dikembangkan oleh Russ Frank seorang guru pada Chaparral Middle School di Diamond Bar, California. Model ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk sharing atau berbagi ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat dan meningkatkan semangat kerja sama siswa.

Model pembelajaran NHT (Numbered Heads Together) merupakan variasi dari pembelajaran kelompok. Pembelajaran dengan menggunakan model Numbered Heads Together diawali dengan numbering. Guru membagi

kelas menjadi kelompok-kelompok kecil. Jumlah kelompok sebaiknya mempertimbangkan jumlah konsep yang dipelajari. Misalkan jika jumlah peserta didik dalam satu kelas terdiri dari 40 orang dan terbagi menjadi 5 kelompok sehingga setiap kelompok terdiri dari 8 orang. Setiap orang dalam tiap-tiap kelompok diberi nomor 1-8. Setelah kelompok terbentuk guru mengajukan beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh tiap-tiap kelompok. Berikan kesempatan kepada tiap-tiap kelompok menemukan jawaban. Pada kesempatan ini tiap-tiap kelompok menyatukan kepalanya atau menyatukan pemikiran mereka “Heads Together” berdiskusi memikirkan jawaban atas pertanyaan dari guru. Langkah berikutnya adalah guru memanggil peserta didik yang memiliki nomor yang sama dari tiap-tiap kelompok. Mereka diberi kesempatan memberi jawaban atas pertanyaan yang telah diterima dari guru. Hal itu dilakukan terus hingga semua peserta didik dengan nomor yang sama dari masing-masing kelompok mendapat giliran memaparkan jawaban atas pertanyaan guru. Berdasarkan jawaban-jawaban itu guru dapat mengembangkan diskusi lebih mendalam, sehingga peserta didik dapat menemukan jawaban pertanyaan itu sebagai pengetahuan yang utuh (Agus Suprijono;2013;92).

Selanjutnya Anita Lie (2010;59) menyebut NHT dengan istilah “kepala bernomor”. Anita Lie menjelaskan teknik belajar mengajar kepala bernomor (Numbered Heads) yang dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992). Teknik ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk membagikan ide-ide dan

mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu, teknik ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama mereka.

Robert E. Slavin (2015;255) menyebut NHT dengan “menomori orang bersama”, dengan penjelasan bahwa setiap siswa dalam sebuah kelompok mendapat satu nomor dan para siswa tersebut tahu bahwa hanya satu siswa yang akan dipanggil untuk mewakili kelompoknya. Suara dengungan atau penyampaian ide yang semarak dari diskusi adalah usaha pada siswa untuk saling berbagi informasi supaya semua orang tahu jawabannya. Dengan cara itu mereka akan menerima sebuah poin, tidak peduli nomor mana yang dipanggil. Memberi penomoran dalam setiap kelompok pada dasarnya adalah sebuah varian atau macam dari group discussion; perbedaannya yaitu pada hanya ada satu siswa yang mewakili kelompoknya tetapi sebelumnya tidak diberi tahu siapa yang akan menjadi wakil kelompok tersebut. Pembelajaran dengan model tersebut memastikan keterlibatan total dari semua siswa. Model Russ Frank ini adalah cara yang sangat baik untuk menambahkan tanggungjawab individual kepada diskusi kelompok.

Penelitian ini tidak hanya menggunakan model NHT (Numbered Heads Together) saja tetapi mengakomodasikan dengan tugas proyek yang akan dikerjakan dalam setiap kelompok NHT. Penugasan proyek berguna sebagai salah satu alat bantu siswa dalam memperjelas materi pembelajaran.

5. Penugasan Proyek

Penugasan proyek adalah penugasan yang mendukung hasil kerja dari suatu materi yang dipilih. Melalui penugasan proyek peserta diminta untuk membuat suatu barang atau benda berdasarkan hasil pemahaman dan kreativitas dari setiap siswa yang dilakukan dalam setiap kelompok. Penilaian proyek merupakan kegiatan penilaian terhadap suatu tugas yang meliputi: pengumpulan, pengorganisasian, pengevaluasian, dan penyajian data yang harus diselesaikan peserta didik (individu/kelompok) dalam waktu atau periode tertentu (Kunandar;2014;286).

Tugas proyek bisa berupa investigasi atau penelitian sederhana tentang suatu masalah yang berkaitan dengan materi (KD) tertentu mulai dari perencanaan, pengumpulan data atau informasi, pengolahan data, penyajian data dan menyusun laporan. Penilaian proyek dimaksudkan untuk mengetahui pemahaman, kemampuan mengaplikasikan, kemampuan penyelidikan, dan kemampuan menginformasikan dari peserta didik secara jelas (Kunandar;2014;286).

Menurut Kunandar (2014;286), dalam penilaian proyek setidaknya ada tiga hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu:

a. Kemampuan pengelolaan, yaitu kemampuan peserta didik dalam memilih topik, mencari informasi, mengelola waktu pengumpulan data dan penulisan laporan.

b. Relevansi, yaitu tugas atau proyek yang diberikan pada peserta didik harus sesuai dengan karakteristik materi, lingkungan sekolah dan karakteristik peserta didik.

c. Keaslian, yaitu tugas atau proyek yang dikerjakan peserta didik benar-benar hasil pekerjaan peserta didik dengan bimbingan guru.

Dalam penilaian tugas proyek tentunya terdapat kelemahan dan kelebihan. Terdapat tujuh kelebihan dari penilaian proyek yaitu (Kunandar;2014;287):

a. Peserta didik lebih bebas mengeluarkan ide b. Banyak kesempatan untuk berekreasi

c. Mendidik peserta didik lebih mandiri dan bertanggungjawab d. Meringankan guru dalam pemberian materi pelajaran

e. Dapat meningkatkan kreativitas peserta didik

f. Ada rasa tanggung jawab peserta didik terhadap tugas-tugas yang diberikan, dan

g. Guru dan peserta didik lebih kreatif

Selanjutnya dijelaskan delapan kelemahan dari penilaian proyek yaitu (Kunandar;2014;287):

a. Untuk kelompok peserta didik yang kurang bertanggung jawab hanya titip nama (tidak terpantau)

b. Didominasi oleh peserta didik yang mampu bekerja (pandai) c. Tidak dapat terpantau oleh guru

d. Hasil yang dicapai kurang maksimal (karena sering menunda-nunda pekerjaan)

e. Hasilnya kurang obyektif

f. Dalam proses belajar mengajar (PMB) akan banyak menghabiskan waktu

g. Tugas yang dibuat belum tentu hasil pekerjaan peserta didik, dan h. Berat (bagi peserta didik) apabila semua guru memberi tugas (harus ada

kolaborasi)

Dalam penilaian proyek tentunya terdapat langkah-langkah yang digunakan. Berikut tujuh langkah yang harus dilakukan dalam penilaian proyek yaitu (Kunandar;2014;289):

a. Identifikasi dan pemetaan materi (kompetensi dasar) yang mau dijadikan proyek oleh peserta didik

b. Membuat rambu-rambu atau perintah untuk proyek atau penugasan tersebut, seperti nama proyeknya, waktu penyelesaian, aspek yang dinilai, sistematika laporannya dan hal-hal lain yang relevan dengan proyek tersebut.

c. Menyusun lembar atau rubrik penilaian yang berisi aspek-aspek apa saja akan dinilai dari proyek tersebut. Aspek-aspek yang mau diukur harus jelas, operasional dan dapat diukur.

d. Melakukan penilaian terhadap laporan proyek atau penugasan peserta didik dengan mengacu pada rubrik penskoran yang telah disusun.

f. Melakukan analisis hasil penilaian proyek dengan memetakan persentase ketuntasan peserta didik (berapa persen yang sudah tuntas dan berapa persen yang belum tuntas).

g. Memasukan nilai laporan proyek peserta didik ke buku nilai.

Dalam suatu pembelajaran tentunya perlu dilakukan penilaian untuk menentukan pencapaian hasil belajar siswa. Berikut dijelaskan beberapa langkah yang harus dipenuhi dalam merencanakan penilaian proyek yaitu (Kunandar;2014;289):

a. Menentukan kompetensi yang sesuai untuk dinilai melalui proyek. b. Penilaian proyek mencakup perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan

proyek.

c. Menyusun indikator proses dan hasil belajar berdasarkan kompetensi. d. Menentukan kriteria yang menunjukan capaian indikator pada setiap

tahapan pengerjaan proyek.

e. Merencanakan apakah tugas bersifat kelompok atau individual

f. Merencanakan teknik-teknik dalam penilaian individual untuk tugas yang dikerjakan secara kelompok.

g. Menyusun tugas sesuai dengan rubrik penilaian

Setelah merencanakan penilaian proyek selanjutnya dijelaskan beberapa langkah yang harus dipenuhi dalam melaksanakan penilaian proyek yaitu (Kunandar;2014;289):

a. Menyampaikan rubrik penilaian sebelum pelaksanaan penilaian kepada peserta didik

b. Memberikan pemahaman kepada peserta didik tentang kriteria penilaian c. Menyampaikan tugas disampaikan kepada peserta didik

d. Memberikan pemahaman yang sama kepada peserta didik tentang tugas yang harus dikerjakan

e. Melakukan penilaian selama perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan proyek

f. Memonitor pengerjaan proyek peserta didik dan memberikan umpan balik pada setiap tahapan pengerjaan proyek

g. Membandingkan kinerja peserta didik dengan rubrik penliaian

h. Memetakan kemampuan peserta didik terhadap pencapaian kompetensi minimal

i. Mencatat hasil penilaian

j. Memberikan umpan balik terhadap laporan yang disusun peserta didik

Selain itu dalam penilaian proyek tentunya terdapat tugas. Tugas-tugas untuk penilaian proyek harus memenuhi beberapa acuan kualitas berikut (Kunandar;2014;290):

a. Tugas harus mengarah pada pencapaian indikator hasil belajar b. Tugas dapat dikerjakan oleh peserta didik

c. Tugas dapat dikerjakan selama proses pembelajaran atau merupakan bagian dari pembelajaran mandiri

e. Materi penugasan sesuai dengan cakupan kurikulum

f. Tugas bersifat adil (tidak bias gender dan latar belakang sosial ekonomi) g. Tugas mencantumkan tentang waktu pengerjaan tugas

Untuk mempermudah dalam penilaian dijelaskan rubrik-rubrik untuk penilaian proyek yang harus memenuhi beberapa kriteria berikut (Kunandar;2014;291):

a. Rubrik dapat mengukur target kemampuan yang akan diukur (valid) b. Rubrik sesuai dengan tujuan pembelajaran

c. Indikator menunjukkan kemampuan yang dapat diamati (observasi) d. Indikator menunjukkan kemampuan yang dapat diukur

e. Rubrik dapat memetakan kemampuan peserta didik

f. Rubrik menilai aspek-aspek penting pada proyek peserta didik

Poin berikutnya akan dijelaskan materi yang digunakan pada penelitian ini yaitu bangun ruang sisi datar tetapi diambil pada sub materi luas permukaan prisma dan limas.

6. Bangun Ruang Sisi Datar

Bangun ruang sisi datar yang digunakan dalam penelitian ini adalah unsur-unsur beserta luas permukaan prisma dan limas.

a. Unsur-unsur Prisma dan Limas

Prisma adalah bangun ruang yang dibatasi oleh dua bidang berhadapan yang sama dan sebangun (kongruen) dan saling sejajar, serta

bidang-bidang lain yang berpotongan menurut rusuk-rusuk yang sejajar (Dewi Nuraini dan Tri Wahyuni;2008;224). Pengertian lain prisma adalah benda yang dibatasi oleh dua bidang yang sejajar dan beberapa bidang lain yang dipotong memotong menurut garis-garis yang sejajar (Husein Tampomas;2007;124). Sedangkan pengertian lain prisma merupakan polihedron (bidang banyak) dengan dua sisi yang saling berhadapan dan merupakan poligon yang identik (Arita Marini;2013;48).

Gambar 2.1 Prisma tegak dan prisma miring

Prisma tegak adalah prisma yang rusuk-rusuk tegaknya lurus pada bidang atas dan bidang alas. Prisma miring atau prisma condong adalah prisma yang rusuk-rusuk tegaknya tidak tegak lurus pada bidang alas atau bidang atas (Dewi Nuraini dan Tri Wahyuni;2008;224).

Menurut Husein Tampomas (2007;125) suatu prisma dinamakan prisma tegak jika rusuk tegaknya tegak lurus pada bidang alas. Jika tidak demikian, maka prisma itu dimanakan prisma miring atau prisma condong atau prisma saja. Suatu prisma dinamakan beraturan jika memenuhi dua syarat berikut:

1) Prisma itu tegak.

2) Bidang alasnya segi banyak beraturan.

Selanjutnya, nama prisma bergantung pada bentuk bidang alas dan tegak atau tidaknya rusuk terhadap bidang alas.

Gambar 2.2 Prisma segi enam

Unsur-unsur prisma segienam adalah (Nuniek Avianti Agus;2007;200): 1) Sisi/bidang : sisi alas (ABCDEF), sisi atas (GHIJKL), dan sisi

tegak (ABHG, BCIJ, CDJI, DEKJ, EFLK, FSGL).

2) Rusuk : rusuk alas (AB, BC, CD, DE, EF, FA), rusuk tegak (AG, BH, CI, DJ, EK, FL), dan rusuk atas (AG, GH, HI, IJ, JK, KL, LG).

3) Titik sudut : A, B, C, D, E, F, G, H, I, J, K, L.

4) Diagonal bidang : garis yang menghubungkan dua titik sudut yang berhadapan (tidak terletak pada satu rusuk) dari satu bidang prisma. Diagonal alas (AC, AD, AE, BF, BE, BD, CF, CE, DF), diagonal atap (GI, GJ, GK, HL, HK, HJ, IL, IK, JL), dan diagonal sisi tegak (GB, AH, HC, BI, ID, JC, KD, EJ, LE, FK, AL, FG) 5) Diagonal ruang : garis yang menghubungkan dua titik sudut,

masing-masing titik sudut bidang alas dan tidak satu bidang. Contohnya: GD, HE, IF, dll.

A B C D E F G H I J K L

6) Bidang diagonal : bidang yang memuat diagonal bidang alas dan diagonal bidang atas serta keduanya sejajar, seperti: LHBF, LHCE, GJCA, GJFD, dll.

Pada penjelasan diatas dijelaskan jika prisma dengan alas segi enam. Tetapi bagaimana jika prisma memiliki alas dengan segi yang lebih dari enam atau kurang dari enam. Dalam prisma segi-n (n adalah bentuk bidang alasnya) berlaku hal-hal sebagai berikut (Husein Tampomas; 2007;125).

1) Banyak sisinya = + buah

2) Banyak bidang diagonalnya = − buah 3) Banyak diagonal ruangnya = − buah 4) Banyak diagonal sisi alasnya = − buah

Selanjutnya dijelaskan sifat-sifat dari prisma tegak (Nuniek Avianti Agus;2007;200):

1) Prisma memiliki bentuk alas dan atap yang kongruen

2) Setiap sisi bagian samping prisma berbentuk persegi panjang 3) Prisma memiliki rusuk tegak dengan panjang yang sama

4) Setiap diagonal bidang pada sisi yang sama memiliki ukuran yang sama

Tambahan sifat-sifat prisma (Husein Tampomas; 2007;125) bentuk bidang diagonalnya adalah persegi panjang

Jaring-jaring prisma diperoleh dengan cara mengiris beberapa rusuk prisma tersebut sedemikian sehingga seluruh permukaan prisma terlihat (Nuniek Avianti Agus;2007;202).

Gambar 2.3 Jaring-jaring prisma

Menurut Steve Slavin dan Ginny Crisonino, limas adalah bangun ruang sisi datar yang memiliki satu bidang segi banyak dan bidang lainnya berbentuk segitiga yang bertemu pada satu titik. Limas adalah bangun ruang yang alasnya berbentuk segi banyak (segitiga, segiempat, atau segilima) dan bidang sisi tegaknya berbentuk segitiga yang berpotongan pada satu titik puncak limas (Dewi Nuraini dan Tri Wahyuni;2008;225). Definisi lain dari limas atau piramida adalah suatu bangun ruang yang dibatasi oleh sebuah segi banyak atau segi-n dan segitiga-segitiga yang mempunyai titik puncak persekutuan di luar bidang segi banyak itu, sedangkan sisi-sisi segi banyak itu merupakan alas-alas segitiga-segitiga itu. Bagian bidang yang membatasi limas dinamakan bidang batas (Husein Tampomas;2007; 144). Selain itu limas merupakan polihedron yang dibentuk daru poligon sebagai alas dan titik yang tidak terletak pada sisi alas, yang disebut titik puncak, antara setiap titik sudut pada alas dan titik

(a) (b) (c)

puncak dihubungkan oleh segmen garis-segmen garis (Arita Marini;2013;48).

Gambar 2.4 Bentuk-bentuk Limas

Limas diberi nama berdasarkan bentuk bidang alasnya (Dewi Nuraini dan Tri Wahyuni;2008;225). Sehingga jika alas berbentuk segitiga maka disebut dengan limas tegak segitiga, sedangkan jika alas berbentuk segi delapan maka limas disebut dengan limas tegak segi delapan.

Gambar 2.5 Limas Tegak Segi enam

Berikut dijabarkan unsur-unsur limas segi enam dengan melihat gambar bentuk-bentuk limas (c) (Nuniek Avianti Agus;2007;208).

1) Sisi/bidang : sisi alas (ABCDEF) dan sisi tegak (ABG, BCG, CDG, DEG, EFG, FAG)

2) Rusuk : rusuk alas (AB, BC, CD, DE, EF) dan rusuk tegak (AG, BG, CG, DG, EG, FG) C D E F B A G (a) (b) (c)

3) Titik sudut : titik sudut alas (A, B, C, D, E) dan titik puncak (T)

Gambar 2.6 Limas Tegak Segi Enam dan Garis Tingginya Tambahan unsur-unsur limas (Husein Tampomas;2007;144).

1) Tinggi limas

Jika GG’ tegak lurus bidang alas ABCDEF (G’ pada bidang alas), maka GG’ dinamakan garis tinggi limas. G’ adalah titik kaki garis tinggi. Panjang ruas garis GG’ yang juga merupakan jarak antara puncak dan bidang alas limas dinamakan tinggi limas.

2) Bidang diagonal limas

Bidang yang melalui sebuah diagonal alas dan rusuk tegak yang memotongnya dinamakan bidang diagonal. Dengan demikian, bidang GAD, GFC, GEB, GAC, GAE, GBF, GBD, GCE, dan GDF dinamakan bidang-bidang diagonal limas segi-6 G.ABCDEF

Pada limas segi-n (n adalah bentuk bidang alasnya) berlaku hal berikut (Husein Tampomas;2007;145)

1) Banyak sisinya = + buah

2) Banyak bidang diagonalnya = − buah 3) Banyak diagonal sisi alasnya = − buah

C D E F B A G G’

Selanjutnya dijelaskan beberapa sifat-sifat limas menurut gambar jenis-jenis limas (Nuniek Avianti Agus;2007;209).

Gambar 2.7 Jenis-jenis Limas

Gambar limas (a) menunjukan sebuah limas segitiga D.ABC. Pada limas

Dokumen terkait