• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Prostat a. Anatomi Prostat

Gambar 1. Letak Anatomis Kelenjar Prostat. (Furqan, 2003)

Prostat adalah suatu organ kelenjar yang fibromuskular, yang terletak persis di bawah kandung kemih. Kelenjar ini terdiri atas jaringan kelenjar dinding uretra yang mulai menonjol pda masa pubertas (Syamsuhidajat, 2005). Prostat pada orang dewasa normal kira-kira 20 gram, di dalamnya terdapat uretra posterior dengan panjangnya 2,5 – 3 cm. Pada bagian anterior disokong oleh ligamentum pubo-prostatika yang melekatkan prostat pada simpisis pubis. Pada bagian posterior prostat

commit to user

terdapat vesikula seminalis, vas deferen, fasia denonvilliers dan rectum. Fasia denonvilliers berasal dari fusi tonjolan dua lapisan peritoneum, fasia ini cukup keras dan biasanya dapat menahan invasi karsinoma prostat ke rectum sampai suatu stadium lanjut. Pada bagian posterior ini, prostat dimasuki oleh ductus ejakulatorius yang berjalan secara oblique dan bermuara pada veromentanum didasar uretra prostatika persis dibagian proksimal spingter eksterna. Pada permukaan superior, prostat melekat pada bladder outlet dan spingter interna sedangkan dibagian inferiornya terdapat diafragama urogenitalis yang dibentuk oleh lapisan kuat fasia pelvis, dan perineal membungkus otot levator ani yang tebal. Diafragma urogenital ini pada wanita lebih lemah oleh karena ototnya lebih sedikit dan fasia lebih sedikit. (Furqan, 2003)

b. Histologi Prostat

Menurut klasifikasi Lowsley; prostat terdiri dari lima lobus: anterior, posterior, medial, lateral kanan dan lateral kiri. Sedangkan menurut Mc Neal, prostat dibagi atas : zona perifer, zona sentral, zona transisional, segmen anterior dan zona spingter preprostat. Secara histopatologik, kelenjar prostat terdiri atas komponen kelenjar dan stroma. Komponen stroma ini terdiri atas otot polos, fibroblast, pembuluh darah, saraf, dan jaringan penyangga lain. Prostat normal terdiri dari 50 lobulus kelenjar. Duktus kelenjar-kelenjar prostat ini lebih kurang 20 buah, secara terpisah bermuara pada uretra prostatika, dibagian lateral verumontanum,

commit to user

kelenjar-kelenjar ini dilapisi oleh selapis epitel torak dan bagian basal terdapat sel-sel kuboid. (Furqan, 2003; Purnomo, 2008)

c. Fisiologi Prostat

Fungsi kelenjar prostat antara lain:

1. Mengeluarkan cairan alkalis yang menetralkan sekresi vagina yang asam, suatu fungsi penting karena sperma lebih dapat bertahan hidup dalam lingkungan yang sedikit basa. Kelenjar prostat dikelilingi oleh otot polos yang berkontraksi selama ejakulasi, mengeluarkan lebih kurang 0,5 ml cairan prostat. (Sherwood, 2001; Furqan, 2003)

2. Menghasilkan enzim-enzim pembekuan dan fibrinolisin. Enzim-enzim pembekuan prostat bekerja pada fibrinogen dari vesikula seminalis untuk menghasilkan fibrin, yang ”membekukan” semen sehingga sperma yang diejakulasikan tetap tertahan di saluran reprodksi wanita saat penis ditarik keluar. Segera setelah itu, bekuan seminal diuraikan oleh fibrinolisin, suatu enzim pengurai fibrin dari prostat, sehingga sperma motil yang dikeluarkan dapat bebas bergerak dalam saluran reproduksi wanita. (Sherwood, 2001)

2. Pembesaran Prostat Jinak (PPJ) atau Benign Prostate Hyperplasia (BPH) Bila mengalami pembesaran, prostat akan menyebabkan buntunya uretra pars prostatika dan menghambat aliran urin keluar dari kandung kemih. Salah satu keadaan yang dapat menyebabkan hal itu adalah Benign Prostate Hyperplasia (BPH) atau Pembesaran Prostat Jinak (PPJ). Pembesaran ukuran

commit to user

prostat ini akibat adanya hyperplasia stroma dan sel epitelial mulai dari zona periurethra. Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional, sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer. (Purnomo, 2008; Birowo, 2000; Leveillee, 2006; Kim, 2006)

a. Etiologi

Faktor risiko untuk PPJ antara lain, umur, riwayat keluarga, konsumsi makanan kurang serat, dan merokok. Akan tetapi, hingga sekarang, penyebab PPJ masih belum dapat diketahui secara pasti, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa PPJ erat kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan. Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat: (Purnomo, 2008; Amalia, 2007)

1) Teori dihidrotestosteron

Pertumbuhan kelenjar prostat sangat tergantung pada hormone testosteron. Pada kelenjar prostat, hormon ini akan dirubah menjadi metabolit aktif dihidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim 5 α – reduktase. DHT inilah yang secara langsung memicu m-RNA di dalam sel-sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein

growth factor yang memacu pertumbuhan kelenjar prostat.

commit to user

NADPH NADP

Testosterone Dihidrotestosteron 5 α - Reduktase

Gambar 2. Perubahan Testosteron menjadi Dihidrotesteron oleh Enzim 5 α – Reduktase (Purnomo, 2008)

Pada berbagai penelitian, aktivitas enzim 5 α – reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada PPJ. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat menjadi lebih sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal.(Purnomo, 2008)

2) Ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron

Pada usia yang makin tua, kadar testosteron makin menurun, sedangkan kadar estrogen relatif tetap, sehingga perbandingan estrogen : testosteron relatif meningkat. Estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitivitas sel-sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat (apoptosis). Akibatnya, dengan testosteron yang menurun merangsang terbentuknya sel-sel baru, tetapi sel-sel prostat yang telah adaptasi mempunyai umur yang

commit to user

lebih panjang sehingga massa prostat menjadi lebih besar. (Purnomo, 2008)

3) Interaksi stroma-epitel

Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel - sel epitel prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator (growth factor). Setelah sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel stroma itu sendiri, yang menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun stroma.(Purnomo, 2008)

4) Berkurangnya kematian sel prostat

Apoptosis sel pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik homeostatis kelenjar prostat. Pada jaringan nomal, terdapat keseimbangan antara laju proliferasi sel dengan kematian sel. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan makin meningkat sehingga mengakibatkan pertambahan massa prostat. Diduga hormon androgen berperan dalam menghambat proses kematian sel karena setelah dilakukan kastrasi, terjadi peningkatan aktivitas kematian sel kelenjar prostat.(Purnomo, 2008)

5) Teori sel stem

Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis, selalu dibentuk sel-sel baru. Dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel

commit to user

stem, yaitu sel yang mempunyai kemampuan berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini bergantung pada hormon androgen, di mana jika kadarnya menurun (misalnya pada kastrasi), menyebabkan terjadinya apoptosis. Sehingga terjadinya proliferasi sel-sel pada PPJ diduga sebagai ketidaktepatan aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi yang berlebihan sel stroma maupun sel epitel. (Purnomo, 2008)

b. Patofisiologi Pembesaran Prostat Jinak

Pembesaran prostat menyebabkan terjadinya penyempitan lumen uretra pars prostatika dan menghambat aliran urin sehingga menyebabkan tingginya tekanan intravesika. Untuk dapat mengeluarkan urin, kandung kemih harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan, menyebabkan terjadinya perubahan anatomik kandung kemih, yakni: hipertropi otot destrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel kandung kemih. Perubahan struktur pada kandung kemih tersebut dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih bagian bawah atau Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS). Keluhan yang ada dibagi menjadi gejala dan tanda obstruksi dan iritasi. (Purnomo, 2008; Syamsuhidajat, 2005)

Gejala dan tanda obstruksi jalan kemih berarti penderita harus menunggu pada permulaan miksi, miksi terputus, menetes pada akhir miksi. Sulit memulai miksi (hesitancy) menunjukan adanya pemanjangan periode laten, sebelum kandung kemih dapat

commit to user

menghasilkan tekanan intra-vesika yang cukup tinggi karena otot detrusor lambat berkontraksi dengan cukup kuat untuk melawan tahanan akibat pembesaran prostat. Selain itu, pancaran miksi menjadi lemah oleh karena lumen urethra mengecil dan tahanan di dalam urethra meningkat. Waktu miksi juga bertambah panjang akibat aliran urin yang terhambat. Otot detrusor yang terus menerus berusaha untuk menghasilkan tekanan yang lebih tinggi utnuk mengeluarkan urin akibat obstruksi jalan kemih akhirnya pun akan melemah akibat ‘kelelahan’. Pada PPJ, otot detrusor gagal berkontraksi cukup lama untuk menghasilkan tekanan intra vesica yang cukup sehingga kontraksi terputus-putus dan akibatnya miksi pun terputus. Terputusnya aliran urin menyebabkan adanya sisa urin di dalam vesica urianaria sehingga pasien biasanya merasa belum puas sehabis miksi. Jika keadaan ini berlanjut pada suatu saat akan terjadi kemacatan total, sehingga penderita tidak mampu lagi miksi. Karena produksi urin terus terjadi maka pada suatu saat vesika tidak mampu lagi menampung urin sehingga tekanan intra vesika terus meningkat. Apabila tekanan vesika menjadi lebih tinggi dari pada tekanan spingter dan obstruksi, akan terjadi inkontinensia paradoks. (Syamsuhidajat, 2005; Furqan, 2003)

Gejala iritasi disebabkan karena hipersensitivitas otot detrusor. Pengosongan yang tidak sempurna pada saat miksi atau pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada kandung kemih, sehingga vesika sering berkontraksi meskipun belum penuh. Akibat dari hal

commit to user

tersebut antara lain bertambahnya frekwensi miksi, nokturia, miksi sulit ditahan, dan disuria. Gejala dan tanda ini diberi skor untuk menentukan berat keluhan klinik. (Syamsuhidajat, 2005)

Tekanan intravesika yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian kandung kemih tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini menimbulkan aliran balik dari kandung kemih ke ureter atau terjadinya refluks vesikoureter. Jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis bahkan jatuh ke dalam gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi. (Purnomo, 2008; Syamsuhidajat, 2005)

Pada waktu miksi penderita harus selalu mengedan sehingga lama kelamaan menyebabkan hernia atau hemorroid. Infeksi yang menyertai residual urine akan memperberat gejala, karena akan menambah obstruksi akibat inflamasi sekunder dan oedem. (Purnomo, 2008; Syamsuhidajat ,2005; Furqan, 2003)

c. Diagnosis Pembesaran Prostat Jinak

Pada PPJ, terjadi kenaikan volume kelenjar prostat. Voume kelenjar prostat yang normal adalah < 20 cc. Cara mengukur volume prostat dengan menggunakan USG yaitu dengan rumus: (Beckman, 2005)

commit to user

0,52 ×æ1 ×æ2 ×æ3ð2

d1 = diameter transversal d2 = diameter longitudinal d3 = diameter sagital

Akan tetapi, PPJ pada dasarnya merupakan hasil diagnosis secara histologi. PPJ berasal dari bertambahnya jumlah sel di zona transisi kelenjar prostat. Evaluasi mikroskopik membuktikan bahwa bentuk pertumbuhan noduler yang terjadi terdiri dari jumlah yang bervariasi dari sel-sel pada stroma dan epitel. Pada stroma terdapat jumlah yang bervariasi juga dari kolagen dan otot polos. Perbedaan predominan komponen histologi dari PPJ ini dapat membantu untuk mengetahui terapi obat yang dapat terespon secara maksimal. Terapi Alpha-blocker dapat terespon secara maksimal pada pasien PPJ dengan komponen predominan otot polos, sedangkan pada PPJ dengan predominan komponen epitel merespon dengan lebih baik apabila menggunakan 5-alpha-reductase inhibitor. Pasien dengan komponen predominan kolagen, sebaiknya menggunakan terapi prstatektomi. Pada prostat normal, perbandingan epitel dengan stroma pada pemeriksaan histologi adalah 21,6% - 50% : 60% - 78%, atau apabila dirata-rata sekitar 1:2. Pada PPJ simtomatik, perbandingan tersebut dapat berubah hingga menjadi 1:4 atau 1:5. Hal inilah yang kemudian menyebabkan tersumbatnya uretra. (Bairy, 2009)

commit to user

Untuk menentukan derajat obstruksi pada pasien dengan Lower Urinary Track Symptom (LUTS) sebaiknya menggunakan pemeriksaan pressure flow. Hal ini dikarenakan, besarnya volume prostat dan volume residu urin tidak selalu berhubungan dengan ada tidaknya obstruksi maupun dengan beratnya LUTS. Menurut Soetojo, kecepatan aliran urin puncak yang normal apabila > 15 ml/dtk. Apabila kecepatannya antara 10-15 ml/dtk, maka telah terjadi obstruksi ringan. Pasien dapat dinilai telah mengalami obstruksi apabila kecepatan aliran urin puncak < 10 ml/dtk. (Prasetyawan, 2003; As’ari, 2009; Soetojo, 2008)

Pemeriksaan USG prostat pada PPJ bertujuan untuk menentukan volume Benigna Prostat Hyperplasia, menentukan derajat disfungsi kandung kemih, menilai bentuk dan besar prostat, menentukan volume residual urine dan menilai pembesaran prostat jinak/ganas. Apabila terlihat konsistensi hipoekoik maka dapat dicurigai adanya keganasan. Pemeriksaan ultrasonografi prostat tidak direkomendasikan sebagai pemeriksaan rutin, kecuali hendak menjalani terapi: (a) inhibitor 5-α reduktase, (b) termoterapi, (c) pemasangan stent, (d) TUIP atau (e) prostatektomi terbuka. Menilai bentuk dan ukuran kelenjar prostat dapat dilakukan melalui pemeriksaan transabdominal (TAUS) ataupun transrektal (TRUS). Jika terdapat peningkatan kadar PSA, pemeriksaan USG melalui transrektal (TRUS) sangat dibutuhkan guna menilai kemungkinan

commit to user

adanya karsinoma prostat. (AUA, 2003; Rosette, 2001; Arisandi, 2008)

Gambar 3. Gambaran PPJ pada Pemeriksaan USG Trans Abdominal (Sutton, 2003)

Pada pemeriksaan uretrositografi untuk pasien PPJ, tampak adanya kalsifikasi prostat, atau bayangan jaringan lunak, filling defect di dasar vesica urinaria, bentuk bulat, jumlah single, batas tegas, tepi reguler, ukuran kurang lebih 5 cm. Terdapat juga penyempitan lumen uretra pars prostatica, gambaran fish hooking (J Shape) pada ujung bawah ureter, pembentukan divertikulum pada Kandung kemih. Selain itu, pada pemeriksaan, kemungkinan didapatkan juga gambaran striktur uretra. Striktur Uretra yaitu penyempitan lumen uretra disertai dengan menurunnya elastisitas aringan uretra. Sering terjadi di pars

commit to user

Tingkat keparahan penderita PPJ dapat diukur dengan skor IPSS (Internasional Prostate Symptom Score) diklasifikasi dengan skore 0-7 penderita ringan, 8-19 penderita sedang dan 20-35 penderita berat (Furqan, 2003). Ada juga yang membagi berdasarkan derajat penderita hiperplasi prostat berdasarkan gambaran klinis: (Syamsuhidajat, 2005; Arisandi, 2008)

1) Derajat I : Colok dubur : penonjolan prostat ± 1 – 2 cm, batas atas mudah diraba, sisa volume urin <50 ml, berat + 20 gram, pancaran lemah, dan necturia.

2) Derajat II : Colok dubur: penonjolan prostat jelas, batas atas dapat dicapai, sisa volume urin 50-100 ml, beratnya + 20 – 40 gram, keluhan miksi terasa panas, sakit, disuria, nucturia bertambah berat, panas badan tinggi (menggigil), nyeri daerah pinggang. 3) Derajat III: Colok dubur; batas atas prostat tidak dapat diraba, sisa

volume urin>100 ml, penonjolan prostat ± 3 – 4 cm, dan beratnya 40 gram.

4) Derajat IV : Terjadi retensi urin total, inkontinensia, prostat lebih menonjol dari 4 cm, dan ada penyulit keginjal seperti gagal ginjal, hydroneprosis.

commit to user

3. Endapan urin

Menurut Dorland, endapan urin adalah suspensi partikel padat atau semi padat dalam cairan yang dapat atau tidak dapat menjadi cairan kental sejati. Endapan urin adalah hasil pengendapan pada residu urin. Konsistensi seperti kapur atau pasir halus dan berwarna abu-abu putih. Endapan urin dapat terbentuk di dalam ginjal atau ureter, tetapi sebagian besar endapan terlihat dalam kandung kemih. Pada pemeriksaan USG, endapan ini terlihat hiperechoic bila dibandingkan dengan urin sendiri yang terlihat gelap. (Brown, 2006; Dorland, 2002)

A. B.

Gambar 4. A. Hasil USG VU Normal B. USG VU dengan Endapan Urin (Sutton, 2003)

Untuk memeriksa unsur-unsur pada endapan urin ini diperlukan pemeriksaan sedimen urin. Pemeriksaan tersebut merupakan salah satu dari tiga jenis pemeriksaan rutin urin yaitu pemeriksaan makroskopis, pemeriksaan mikroskopis (pemeriksaan sedimen) dan pemeriksaan kimia urin. Pada pemeriksaan makroskopik yang diperiksa adalah volume. warna, kejernihan, berat jenis, bau dan pH urin. Pemeriksaan kimia urin dipakai

commit to user

untuk pemeriksaan pH, protein, glukosa, keton, bilirubin, darah, urobilinogen dan nitrit. (Wirawan, 2003)

Yang dimaksud dengan pemeriksaan mikroskopik urin yaitu pemeriksaan sedimen urin. Ini penting untuk mengetahui adanya kelainan pada ginjal dan saluran kemih serta berat ringannya penyakit. Lazimnya unsur sedimen dibagi atas dua golongan yaitu unsur organik dan non-organik. Unsur organik berasal dari sesuatu organ atau jaringan antara lain epitel, eritrosit, leukosit, silinder, potongan jaringan, sperma, bakteri, parasit dan yang non-organik tidak berasal dari sesuatu organ atau jaringan seperti urat amorf dan Kristal. Eritrosit atau leukosit didalam sedimen urin mungkin terdapat dalam urin wanita yang haid atau berasal dari saluran kernih. Dalam keadaan normal tidak dijumpai eritrosit dalam sedimen urin, sedangkan leukosit hanya terdapat 0 — 5/LPK dan pada wanita dapat pula karena kontaminasi dari genitalia. Silinder adalah endapan protein yang terbentuk di dalam tubulus ginjal, mempunyai matrix berupa glikoprotein (protein Tamm Horsfall) dan kadang-kadang dipermukaannya terdapat leukosit, eritrosit dan epitel. Dikenal bermacam-macam silinder yang berhubungan dengan berat ringannya penyakit ginjal. Banyak peneliti setuju bahwa dalam keadaan normal bisa didapatkan sedikit eritrosit, lekosit dan silinder hialin. Silinder hyaline normal terdapat pada urin dengan jumlah 5-10 per LPK. Kristal dalam urin tidak ada hubungan langsung dengan batu di dalam saluran kemih. Kristal asam urat, kalsium oksalat, triple fosfat dan bahan amorf merupakan kristal yang sering ditemukan dalam sedimen dan tidak mempunyai arti,

commit to user

karena kristal-kristal itu merupakan hasil metabolisme yang normal. Terdapatnya unsur tersebut tergantung dari jenis makanan, banyak makanan, kecepatan metabolisme dan kepekatan urin. Epitel merupakan unsur sedimen organik yang dalam keadaan normal didapatkan dalam sedimen urin. (Wirawan, 2003)

Pada PPJ sendiri, unsur sedimen yang paling banyak terdapat antara lain adalah eritrosit, leukosit, dan bakteri. Keberadaan dari endapan urin ini mengiritasi dan dapat menyebabkan luka pada dinding Kandung kemih sehingga menyebabkan terjadinya perdarahan mukosa. Hal ini lebih lanjut terlihat pada terjadinya hematuria makros (darah pada urin). Terkumpulnya endapan urin yang lebih banyak dapat menyebabkan obstruksi aliran kemih sehingga lama kelaman menjadi tidak dapat mengeluarkan urin sama sekali. (Praag, 2003; Dwi, 2010)

4. USG

Ultrasonografi merupakan penggunaan gelombang suara frekuensi sangat tinggi/ultrasonik (3,5 – 5 MHz) yang dihasilkan oleh kristal piezo-elektrik pada transducer untuk membantu diagnosis. Yang digunakan dalam bidang kedokteran antara 1-10 MHz. (Malueka, 2007)

Gelombang tersebut berjalan melewati tubuh dan dipantulkan kembali secara bervariasi, tergantung pada jenis jaringan yang terkena gelombang. Dengan transducer yang sama, selain mengirimkan suara, juga menerima suara yang dipantulkan dan mengubah sinyal menjadi arus listrik, yang

commit to user

kemudian diproses menjadi gambar skala abu-abu. Citra yang bergerak didapatkan saat transducer digerakkan pada tubuh. Potongan-potongan dapat diperoleh pada setiap bidang dan kemudian ditampilkan pada monitor. Tulang dan udara merupakan konduktor suara yang buruk, sehingga tidak dapat divisualisasikan dengan baik, sedangkan cairan memiliki kemampuan menghantarkan suara dengan sangat baik. (Malueka, 2007)

Kandung kemih pada USG memperlihatkan bentuk teardrop anechoic pada penampakan longitudinal. Sedangkan pada penampakan transversal, kandung kemih terlihat rektangular. Ketebalan dinding kandung kemih tergantung pada pengisian kandung kemih. Akibat pembesaran prostat, pada kandung kemih biasanya terjadi divertikulum. Divertikulum pada gambaran USG diperlihatkan dengan pelebaran dinding tipis anechoic dari lumen kandung kemih. Bentuk divertikulum dapat bervariasi dari teardrop sampai semisirkuler, tergantung lebar leher divertikulum. Urin pada kandung kemih terlihat anechoic pada pemeriksaan USG. Sedangkan endapan urin terlihat hyperechoic. (Peterson, 2008)

Pada pemeriksaan USG kelenjar prostat, zona sentral dan perifer prostat terlihat abu-abu muda sampai gelap homogen. Sedangkan zona transisional yang terletak lebih anterior terlihat hipoekogenik heterogen. Keheterogenan dan kehipoekogenikan tergantung dari variasi jumlah sel stromal dan epitelial kelenjar. (Peterson, 2008)

Zona transisional biasanya merupakan 5% bagian pada prostat laki-laki muda normal. Akan tetapi dapat menjadi 90% bagian prostat pada pasien

commit to user

PPJ. Dengan meningkatnya ukuran zona transisional, zona perifer dan sentral prostat menjadi tertekan ke belakang. Selain itu, zona transisional yang membesar juga melebar ke arah distal sehingga menyebabkan overhanging apex zona perifer. Hal tersebut dapat dilihat melalui TRUS. Selain itu, melalui TAUS, dapat dilihat terdapat pembesaran lobus median prostat ke arah intra-vesikal (protrusi) dan gambaran residu urin dalam jumlah banyak (> 40 cc). (Peterson, 2008)

commit to user

B. Kerangka Pemikiran

Gambar 5. Skema Kerangka Pemikiran

C. Hipotesis

Ada hubungan antara Pembesaran Prostat Jinak dengan gambaran endapan urin di kandung kemih pada pemeriksaan ultrasonografi.

Uretra menyempit

Aliran urin terhambat

Pembesaran Prostat Jinak (PPJ) Menekan uretra pars prostatika Pembesaran kelenjar prostat Retensi urin Residu urin Endapan urin Protrusi Prostat

commit to user

Dokumen terkait