• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka 1. Tinjauan Tentang Zakat a. Pengertian Zakat

Menurut M. Yunan Nasution (1994:5) “ Zakat terambil dari kata kerja zakka, menurut ilmu bahasa mempunyai dua makna yaitu: mensucikan, bertumbuh”. Sedangkan maksudnya menurut istilah syari’iyah “Zakat ialah nama sesuatu (harta) dikeluarkan oleh manusia dari hak milik Allah untuk kaum fakir. Dinamakan zakat karena didalamnya mengandung unsur mengharapkan karunia, mensucikan jiwa dan menumbuhkan dengan bermacam-macam kebajikan”.

( Said Sabiq: Fiqhus Sunnah, jl. II, hal. 5).

Raqhib dalam bukunya M. Yunan Nasution (1994:6) menegaskan lebih jauh, bahwa “ Zakat itu ialah harta orang kaya yang diberikan kepada orang yang miskin, supaya harta itu bertumbuh dan bersih”. Menurut Musthafa Kamal Pasha dkk (2003:172) mengemukakan bahwa: “Ditinjau dari arti bahasa atau etimologi zakat (asal kata:zakka) bermakan mensucikan, membersihkan atau berkembang”. Pengertian ini diisyaratkan dalam salah satu firman Allah SWT yang terdapat dalam surat At Taubah ayat 103: “Pungutlah zakat dari harta benda mereka, yang akan membersihkan dan mensucikan mereka”. Dalam surat Al-A’la ayat 14 Allah SWT berfirman: “Sesunguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri, dan dia ingat asma Tuhannya, kemudian ia bersembahyang”.

b. Perintah Mengeluarkan Zakat

Menurut M. Yunan Nasution (1994:9 - 10) “ Zakat itu adalah salah satu diantara rukun Islam yang lima, setingkat kedudukannya dengan shalat, puasa dan haji”. Tidak kurang pada 82 tempat dalam Al Quran perintah menunaikan zakat itu dirangkaikan dengan perintah menegakkan shalat, seperti dalam ayat-ayat:

xx

1) ….Dirikanlah shalat dan bayarlah zakat (Al-Baqarah : 43) 2) ….Dan tegakkanlah shalat dan tunaikan zakat (At-Taubah :11) Hadist Nabi:

…Islam didirikan diatas lima sendi: (1). pengakuan (syahadah) bahwa tidak ada Tuhan yang lain kecuali Allah, dan bahwa Muhammad itu Utusan Allah; (2). mendirikan shalat;(3). mengeluarkan zakat;(4). mengerjakan haji;(5). puasa pada bulan Ramadhan”.

c. Tujuan Zakat

1) Membersihkan:

a) Membersihkan jiwa orang yang memiliki kelebihan harta dari kekikiran b) Membersihkan hati fakir miskin dari sifat iri dan dengki

c) Membersihkan masyarakat dari benih perpecahan d) Membersihkan harta dari hak orang lain

2) Mengembangkan:

a) Mengembangkan kepribadian orang yang memiliki kelebihan harta dari eksistensi moralnya

b) Mengembangkan kepribadian fakir miskin

c) Mengembangkan dan melipatgandakan nilai harta d) Sarana jaminan sosial dalam Islam

e) Sarana mengurangi terjadinya kesenjangan sosial

(www.nurulyaqin.org)

Menurut Yusuf Qardhawi dalam www.laziz.uns.ac.id tujuan zakat dan dampaknya bagi pribadi dapat dipisahkan antara pribadi si pemberi dan si penerima. Beberapa tujuan dan dampak zakat bagi si pemberi adalah:

1) Zakat mensucikan jiwa dari sifat kikir 8

xxi

Zakat yang mensucikan dari sifat kikir ditentukan oleh kemurahannya dan kegembiraan ketika mengeluarkan harta semata karena Allah. Zakat yang mensucikan jiwa juga berfungsi membebaskan jiwa manusia dari ketergantungan dan ketundukan terhadap harta benda dan dari kecelakaan menyembah harta.

2) Zakat mendidik berinfak dan memberi

Berinfak dan memberi adalah suatu akhlaq yang sangat dipuji dalam Al Quran, yang selalu dikaitkan dengan keimanan dan ketaqwaan. Orang yang terdidik untuk siap meninfaqkan harta sebagai bukti kasih sayang kepada saudaranya dalam rangka kemaslahatan ummat, tentunya akan sangat jauh sekali dari keinginan mengambil harta orang lain dengan merampas dan mencuri (juga korupsi).

3) Berakhlak dengan Allah

Apabila manusia telah suci dari kikir dan bakhil, dan sudah siap memberi dan berinfaq, maka ia telah mendekatkan akhlaqnya dengan akhlaq Allah yang Maha Pengasih, Maha Penyayang dan Maha Pemberi.

4) Zakat merupakan menifestasi syukur atas nikmat Allah 5) Zakat mengobati hati dari cinta dunia

6) Zakat mengembangkan kekayaan batin

Pengamalan zakat mendorong manusia untuk menghilangkan egoisme, menghilangkan kelemahan jiwanya, sebaliknya menimbulkan jiwa besar dan menyuburkan perasaan optimisme.

7) Zakat menarik rasa simpati/cinta

Zakat akan menimbulkan rasa cinta kasih orang-orang yang lemah dan miskin kepada orang yang kaya. Zakat melunturkan rasa iri dengki pada si miskin yang dapat mengancam si kaya dengan munculnya rasa simpati dan doa ikhlas si miskin atas si kaya.

8) Zakat mensucikan harta dari bercampurnya dengan hak orang lain. 9) Zakat mengembangkan dan memberkahkan harta

xxii Adapun tujuan dan dampak zakat bagi si penerima:

1) Zakat akan membebaskan si penerima dari kebutuhan, sehingga dapat merasa hidup tentram dan dapat meningkatkan khusyu ibadat kepada Tuhannya. 2) Zakat menghilangkan sifat dengki dan benci.

d. Peran Zakat

Dalam tinjauan Islam, zakat mempunyai banyak peran diantaranya: 1) Ia adalah sarana pembersih jiwa;

Menurut bahasa zakat adalah suci, maka seseorang yang berzakat pada hakikatnya untuk mensucikan diri (QS.9:103): Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

2) Ia merupakan realisasi kepedulian sosial

Zakat merupakan wujud dari kepedulian masyarakat Islam terhadap sesama muslim yaitu “takaful dan tadhomun” (rasa sepenanggungan). QS. 9: 71: Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahamat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

3) Sebagai sarana untuk meraih pertolongan Allah SWT

Allah SWT hanya akan memberikan pertolongan-Nya kepada hamba-Nya yang mematuhi ajaran-hamba-Nya, dan diantara ajaran Allah SWT adalah berzakat . (QS. 22 : 39 – 40): Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dizalimi. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu,

xxiii

(yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampong halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: “Tuhan kami hanyalah Allah”. Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa.

4) Ia adalah merupakan ungkapan rasa syukur kepada Allah atas nikmat harta Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.

5) Ia adalah salah satu aksioma dalam Islam.

Zakat adalah salah satu rukun Islam yang harus ditunaikan, sebagaimana rukun Islam yang lainnya.

2. Tinjauan Tentang Zakat Profesi (Penghasilan) a. Pengertian Zakat Profesi

Menurut Drs. Muhammad M.Ag yang dikutip oleh Putut Sutarman dalam dalam MSI (Magister Studi Islam)–UII.net “Zakat profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari hasil usaha yang halal yang dapat mendatangkan hasil (uang) yang relative banyak dengan cara mudah, melalui suatu keahlian tertentu”. Pendapat lainnya “Zakat profesi (penghasilan) adalah zakat yang dikeluarkan dari hasil profesi bila telah mencapai nisab. Profesi dimaksud mencakup profesi pegawai negeriatau swasta, konsultan, dokter, notaries, akuntan,artis, wiraswasta dan lain-lain”.

xxiv

Sedangkan menurut Musthafa Kamal Pasha dkk (2003:189) “Zakat profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari hasil usaha yang halal dan dapat mendatangkan hasil (yang relative banyak) dengan berbagai cara melalui suatu keahlian tertentu”.

b. Landasan Kewajiban Zakat Profesi

1) Firman Allah SWT

a) QS. Al-Baqarah (2):219

“Dan mereka bertanya kepada apa yang mereka nafkahkan: “yang lebih dari keperluan ……”

b) QS. Al-Baqarah (2):267

“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah sebagian dari usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu …….”

c) QS. At-Taubah (9):103

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka dengan zakat itu, kamu membersihkan dan mensucikan mereka ……….”

d) QS. Adz-Dzariyat (51):19

“Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian”

2) Hadist Nabi SAW

a) “Bila zakat bercampur dengan harta lainnya maka ia akan merusak harta itu”. (H.R Al Bazar dan Baihaqi)

b) “Sedekah hayalah dikeluarkan dari kelebihan/kebutuhan. Tangan atas lebih baik dari pada tangan bawah. Mulailah (dalam membelanjakan harta) dengan orang yang menjadi tanggung jawabmu”. (H.R Ahmad) c) “Tangan atas lebih baik dari pada tangan bawah. Mulailah (dalam

membelanjakan harta) dengan orang yang menjadi tanggung jawabmu. Sedekah paling baik adalah yang dikeluarkan dari kelebihan kebutuhan. Barang siapa berusaha menjaga diri (dari keburukan), Allah akan

xxv

menjaganya. Barang siapa berusaha mencukupi diri, Allah akan memberikan kecukupan”. (H.R Bukhari)

3) Pendapat Sahabat dan Tabi’in tentang harta penghasilan

Para ulama salaf memberikan istilah bagi harta pendapatan rutin /gaji seseorang dengan nama "A'thoyat", sedangkan untuk profesi adalah "Al Maal Mustafad", sebagaimana disebutkan dalam beberapa riwayat, diantaranya Ibnu Mas'ud, Mu'awiyah dan Umar bin Abdul Aziz.

Abu 'Ubaid meriwayatkan dari Ibnu Abbas tentang seorang laki-laki yang memperoleh penghasilan "Ia mengeluarkan zakatnya pada hari ia memperolehnya." Abu Ubaid juga meriwayatkan bahwa Umar bin Abdul Aziz memberi upah kepada pekerjanya dan mengambil zakatnya.

4) Keputusan Fatwa Majelis Ulama Indonesia

Dalam Keputusan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 3 Tahun 2003 Tentang Zakat Penghasilan, menetapkan bahwa semua bentuk penghasilan halal wajib di keluarkan zakatnya dengan syarat telah mencapai nishab dalam satu tahun, yakni senilai 85 gram.

c. Hasil Profesi

Zakat profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari hasil usaha yang halal yang dapat mendatangkan hasil (uang) yang relatif banyak dengan cara mudah, melalui suatu keahlian tertentu. Zakat Profesi (Penghasilan) adalah zakat yang dikeluarkan dari hasil profesi seseorang, baik dokter, aristek, notaris, ulama/da'i, karyawan guru dan lain-lain.

Dari definisi diatas ada point-point yang perlu digaris bawahi berkaitan dengan profesi yang dimaksud, yaitu:

1) Jenis usahanya halal;

2) Menghasilkan uang relatif banyak; 3) Diperoleh dengan cara yang mudah; 4) Melalui suatu keahlian tertentu.

xxvi

Dari kriteria tersebut dapat diuraikan jenis-jenis usaha yang berhubungan dengan profesi seseorang. Apabila ditinjau dari bentuknya, usaha profesi tersebut bisa berupa:

1) Usaha fisik, seperti pegawai dan artis

2) Usaha pikiran, seperti konsultan, desainer dan dokter 3) Usaha kedudukan, seperti komisi dan tunjangan jabatan 4) Usaha modal, seperti investasi

Sedangkan apabila ditinjau dari hasil usahanya profesi bisa berupa:

1) Hasil yang teratur dan pasti, baik setiap bulan, minggu atau hari; seperti upah pekerja dan gaji pegawai.

2) Hasil yang tidak tetap dan tidak dapat diperkirakan secara pasti; seperti kontraktor, pengacara, royalty pengarang, konsultan dan artis.

Dalam Keputusan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 3 Tahun 2003 yang dimaksud dengan penghasilan adalah setiap pendapatan seperti gaji, honorarium, upah, jasa dan lain-lain yang diperoleh dengan cara halal, baik rutin seperti pejabat negara, pegawai atau karyawan, maupun tidak rutin seperti dokter, pengacara, konsultan, dan sejenisnya, serta pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan bebas lainnya.

d. Nishab dan Kadar Zakat Profesi

Agama Islam tidak mewajbkan zakat atas seluruh harta benda, sedikit atau banyak, tetapi mewajibkan zakat atas harta benda yang mencapai nisab, hal ini untuk menentukan siapa yang wajib zakat, karena zakat hanya dipungut dari orang-orang kaya.

Dan hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 219 yang artinya, "mereka bertanya kepadamu tentang apa yang mereka nafkahkan, katakanlah, "yang lebih dari keperluan."

Dengan demikian, penghasilan yang mencapai nisab seperti gaji yang tinggi dan honorarium yang besar para pegawai dan karyawan, serta

pembayaran-xxvii

pembayaran yang besar kepada golongan profesi, wajib dikenakan zakat, sedangkan yang tidak mencapainya tidak wajib. Alasan ini dibenarkan, karena membebaskan orang-orang yang mempunyai gaji kecil dari kewajiban zakat dan membatasi kewajiban zakat hanya atas pegawai-pegawai tinggi, sehingga dengan adanya batasan ini, telah mendekati pada kesamaan dan keadilan.

Ada beberapa pendapat yang muncul mengenai nishab dan kadar zakat profesi, yaitu:

1) Menganalogikan zakat profesi kepada hasil pertanian, baik nishab maupun kadar zakatnya. Dengan demikian nishab zakat profesi adalah 520 kg beras dan kadarnya 5 % atau 10% (tergantung kadar keletihan yang bersangkutan) dan dikeluarkan setiap menerima tidak perlu menunggu batas waktu setahun. 2) Menganalogikan dengan zakat perdagangan atau emas. Nishabnya 85 gram

emas, dan kadanya 2,5% dan dikeluarkankan setiap menerima, kemudian penghitungannya diakumulasikan atau dibayar di akhir tahun

3) Menganalogikan nishab zakat penghasilan dengan hasil pertanian. Nishabnya senilai 520 kg beras, sedangkan kadarnya dianalogikan dengan emas yaitu 2,5 %. Hal tersebut berdasarkan qiyas atas kemiripan (syabbah) terhadap karakteristik harta zakat yang telah ada.

Menurut Mustahfa Kamal Pasha dkk (2003:190) dalam masalah zakat profesi majelis Tarjih Muhammadiyah dalam Musyawarah Nasional tarjih XXV di Jakarta tahun 2000 melalui ijtihad jama’I memutuskan bahwa nisab zakat profesi setara 85 gram emas 24 karat, baik berdasarkan perhitungan zakat tijarah (perdagangan), maupun berdasarkan perhitungan zakat emas. Kadar zakat profesi sebesar 2,50%, baik dengan maupun tanpa dikurangi kebutuhan pokok secara ma’ruf (patut). Zakat profesi dihitung berdasarkan haul atau tidak berdasarkan haul. Jika perhitungan didasarkan haul, maka yang dikenai zakat adalah akumulasi penghasilan selama satu tahun. Jika perhitungan tanpa berdasarkan haul, maka kewajiban zakat dilaksanakan ketika penghasilan mencapai nishab.

xxviii

Majelis Ulama Indonesia telah memutuskan bahwa nishab penghasilan halal adalah senilai emas 85 gram. Kadar zakat penghasilan adalah 2,5 %. Untuk waktu pengeluaran zakat penghasilan dilaksanakan pada saat menerima jika sudah cukup nishab. Jika tidak mencapai nishab, maka semua penghasilan dikumpulkan selama satu tahun, kemudian zakat dikeluarkan jika penghasilan bersihnya sudah cukup nishab.

3. Tinjauan Tentang Pajak Penghasilan a. Pengertian Pajak

Menurut Prof. Dr. P.J.A Adriani seperti yang dikutip oleh Waluyo dan Wirawan (2000:2) mengemukakan bahwa:

Pajak ialah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditujuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.

Sedangkan Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH dalam bukunya Siti Resmi (2007:1) mengemukakan bahwa: “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-udang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”. Pengertian tersebut kemudian disempurnakan menjadi: “Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk

xxix

membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai publicinvestment”.

Dalam Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang dimaksud dengan pajak adalah “Kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak medapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

b. Pengertian Pajak Penghasilan

Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam suatu tahun pajak. Dalam Undang-undang PPh pasal 4 ayat (1), “ Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun”. Pengertian penghasilan ini mempunyai arti bahwa pajak dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari manapun yang dapat digunakan untuk menambah konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak tersebut.

Siti Resmi (2007:65) mengemukakan bahwa dilihat dari mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada Wajib Pajak, penghasilan dapat dikelompokkan menjadi:

1) Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktik dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara dan sebagainya.

2) Penghasilan dari usaha dan kegiatan

3) Penghasilan dari modal atau penggunaan harta seperti bunga, deviden, royalty, sewa, keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak digunakan untuk usaha, dan sebagainya.

xxx

4) Penghasilan lain-lain, yaitu penghasilan yang tidak dapat dikelompokkan kedalam tiga kelompok sebelumnya, seperti keuntungan karena pembebasan utang, hadiah undian, keuntungan karena selisih kurs valuta asing, keuntungan dari selisih lebih penilaian kembali aktiva, dan sebagainya.

c. Subjek Pajak Penghasilan

Pajak penghasilan dikenakan terhadap subyek pajak atas penghasilan yang diperolehnya dalam tahun pajak. Dalam UU No.36 Tahun 2008 Pasal 2 ayat (1) Subjek Pajak dapat dekelompokkan sebagai berikut:

1) Subjek Pajak orang pribadi

Orang pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia.

2) Subjek Pajak warisan yang terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.

Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan Subjek Pajak pengganti, menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris. Penunjukan warisan yang belum terbagi sebagai Subjek Pajak Pengganti dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap dapat dilaksanakan.

3) Subjek Pajak badan

Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas (PT), perseroan komanditer (CV), perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun, kongsi, koperasi, dana pension, persekutuan, perkumpulkan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya termasuk reksa dana.

xxxi

Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang digunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.

d. Pengecualian Subyek Pajak

Pasal 3 UU No. 36 Tahun 2008 menyebutkan beberapa pihak yang tidak termasuk dalam subyek pajak penghasilan yaitu:

1) Kantor perwakilan negara asing

2) Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik, konsulat, dan pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat bukan warga negara Indonesia, dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaan tersebut, serta negara yang bersangkutan memeberikan perlakuan timbal balik.

3) Organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan, dengan syarat:

a) Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut

b) Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota.

4) Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.

xxxii

Obyek pajak dapat diartikan sebagai sasaran pengenaan pajak dan sebagai dasar untuk menghitung pajak terutang. Yang menjadi obyek pajak menurut Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan bentuk apapun. Di sini yang menjadi obyek pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri adalah penghasilan baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia. Sedang obyek pajak bagi Wajib Pajak luar negeri hanyalah penghasilan yang berasal dari Indonesia saja.

Pasal 4 ayat (1) UU No.36 tahun 2008 tentang PPh menyebutkan yang menjadi obyek pajak adalah sebagai berikut:

a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini;

b. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan; c. laba usaha;

d. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:

1. keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal; 2. keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu,

atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;

3. keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun;

xxxiii

4. keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; dan

5. keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan;

e. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak;

f. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;

g. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari

Dokumen terkait