• Tidak ada hasil yang ditemukan

15 nilai religius apa saja yang ditanamkan melalui program keagamaan, strategi yang digunakan serta implikasinya terhadap perilaku siswa sehari-hari. 9

Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan tersebut, dapat peneliti simpulkan bahwa penelitian-penelitian di atas difokuskan pada teknik/ strategi dalam menginternalisasikan nilai-nilai. Sedangkan penelitian yang peneliti lakukan ialah menganggap bahwa madrasah terkait telah melakukan banyak strategi untuk menginternalisasikan nilai-nilai akhlak, kemudian peneliti eksplor strategi apa saja yang telah dilakukan madrasah dan peneliti akan menganalisis letak kekurangannya, mengapa masih terjadi penyimpangan-penyimpangan akhlak. Analisis ini berdasar pada berbagai aspek sudut pandang, yakni aspek implementasi kurikulum, sosiologis serta aspek psikologi siswa. Dengan harapan penelitian ini berkontribusi besar dalam pembenahan akhlak siswa. Atas dasar inilah penelitian ini dirasa penting untuk dilanjutkan.

E. Landasan Teori 1. Teori Nilai

a. Konsep Nilai dalam Islam

Pengertian Nilai Nilai dalam bahasa lnggris ―value‖, dalam bahasa latin ―velere‖, atau bahasa Prancis kuno ―valoir‖ atau nilai dapat diartikan berguna, mampu

9

Laila Nur Hamidah, Strategi Internalisasi Nilai-Nilai Religius Siswa

melalui Program Kegiatan Keagamaan (Studi Multi Kasus di SMAN 1 Malang dan MAN 1 Malang), Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

16 akan, berdaya, berlaku, bermanfaat dan paling benar menurut keyakinan seseorang atau sekelompok orang‖.10

Dalam kamus besar bahasa Indonesia nilai diartikan sebagai sifat-sifat (hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan atau sesuatu yang menyempurnaka manusia.11 Sehingga nilai merupakan kualitas suatu hal yang menjadikan hal yang disukai, diinginkan, dikejar, dihargai, berguna dan suatu yang terpenting atau berharga bagi manusia sekaligus inti dari kehidupan. Sejalan dengan pendapat Raths dan Kelven, sebagaimana yang dikutip oleh Sutarjo Adisusilo sebagai berikut:

―values play a key role in guiding action, resolving

conflicts, giving direction and coherence to live.12 Artiannya nilai mempunyai peranan yang begitu penting dan banyak di dalam hidup manusia, sebab nilai dapat menjadi pegangan hidup, pedoman penyelesaian konflik, memotivasi dan mengarahkan pandangan hidup.

Menurut Milton Rokeach dan James Bank

mengungkapkan sebagaimana yang dikutip dalam bukunya M. Chabib Thoha bahwa nilai: Nilai adalah suatu tipe kepercayaan yang berada dalam ruang lingkup sistem kepercayaan, dimana seseorang harus bertindak

10

Sutarjo Adisusilo, JR. Pembelajaran Nilai Karakter, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2012), hlm.56.

11

Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), hlm. 963.

12

17 atau menghindari suatu tindakan mengenai sesuatu yang pantas atau tidak pantas untuk dikerjakan‖.13

Dengan demikian nilai dapat diartikan sebagai suatu tipe kepercayaan yang menjadi dasar bagi seseorang maupun sekelompok masyarakat, dijadikan pijakan dalam tindakannya, dan sudah melekat pada suatu sistem kepercayaan yang berhubungan dengan manusia yang meyakininnya. Nilai merupakan sesuatu realitas yang abstrak, nilai mungkin dapat dirasakan dalam diri seseorang masing-masing sebagai daya pendorong atau prinsip- prinsip yang menjadi pedoman dalam kehidupan. Nilai juga dapat terwujud keluar dalam pola-pola tingkah laku, sikap dan pola pikir. Nilai dalam diri seseorang dapat ditanamkan melalui suatu proses sosialisasi, serta melalui sumber dan metode yang berbeda-beda, misalkan melalui keluarga, lingkungan, pendidikan, dan agama. Jika dikaitkan dengan pendidikan disuatu lembaga pendidikan nilai yang dimaksudkan disini adalah nilai yang bermanfaat serta berharga dalam praktek kehidupan sehari-hari menurut tinjauan keagamaan atau dengan kata lain sejalan dengan pandangan ajaran agama Islam.

13 M. Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka pelajar, 1996), hlm. 60.

18 b. Sumber Nilai

1) Nilai Ilahi

Nilai Ilahi adalah nilai yang difitrathkan Tuhan melalui para rasul-Nya yang berbentuk iman, takwa, adil, yang diabadikan dalam wahyu Illahi.14

Nilai Illahi ini merupakan sumber utama bagi para penganutnnya. Dari agama, mereka menyebarkan nilai-nilai kebajikan untuk diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Seperti yang dijelaskan dalam Q.S. al-An‘am/6: 115              

“Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (Al-Quran) sebagai kalimat yang benar dan adil. tidak ada yang dapat merobah robah kalimat-kalimat-Nya dan Dia lah yang Maha Mendenyar lagi Maha mengetahui”

(Q.S. al-An‘am/6: 115).15

Nilai-nilai Illahi selamanya tidak akan mengalami perubahan. Nilai-nilai Illahi yang fundamental mengandung kemutlakan bagi kehidupan manusia selaku sebagai pribadi maupun anggota masyarakat, serta tidak berkecenderungan untuk berubah

14

Muhaimain dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung: Trigenda Karya, 1993), hlm. 111.

15 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan dan Terjemahnya (Jakarta: Bumi Aksara, 2009) hlm. 142.

19 mengikuti selera hawa nafsu manusia. Pada nilai Illahi ini, tugas dari manusia adalah menginterpretasikan serta mengplikasikan nilai-nilai itu dalam kehidupannya. Dengan interpretasi itu manusia akan mengetahui dan melaksanakan ajaran agama yang dianutnya.

2) Nilai Insani

Nilai insani ialah nilai yang tumbuh atas dasar kesepakatan manusia serta hidup dan berkembang dari peradaban manusia, nilai ini bersifat dinamis. Seperti dalam firman Allah dalam Q.S. Al-Anfal/8:53                    

“Yang demikian itu karena sesungguhnya Allah tidak akan mengubah sesuatu nikmat yang telah diberikan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu meubah apa yang ada pada diri mereka sendiri dan Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui” (Q.S. Al-Anfal/8:53).16

Nilai-nilai insani yang kemudian melembaga menjadi tradisi-tradisi yang diwariskan turun-temurun dan mengikat anggota masyarakat yang

16

20 mendukungnya.17 Nilai Illahi mempunyai relasi dengan nilai insani. Namun nilai Illahi (hidup etis religius) memiliki kedudukan vertikal yang lebih tinggi daripada nilai hidup lainya. Di samping hirarkinya lebih tinggi, nilai keagamaan mempunyai konsekuensi pada nilai lainya, dan sebaliknya nilai lainnya itu memerlukan nilai pijakan yang berupa nilai etis religius.

c. Fungsi Nilai

Nilai mempunyai fungsi sebagai standar dan dasar pembentukan konflik dan pembuat keputusan, motivasi dasar penyesuaian diri dan dasar perwujudan diri. Nilai sebagai sesuatu yang abstrak yang mempunyai sejumlah fungsi yang dapat kita cermati, antara lain:

1) Nilai memberi tujuan atau arah (goals of

purpose) kemana kehidupan harus menuju, harus

dikembangkan atau harus diarahkan.

2) Nilai memeberi aspirasi (aspirations) atau inspirasi kepada seseorang untuk hal yang berguna, baik, dan positif bagi kehidupan. 3) Nilai mengarahkan seseorang untuk bertingkah

laku (attitudes), atau bersikap sesuai dengan moralitas masyarakat, jadi nilai itu memberi acuan atau pedoman bagaimana seharusnya seseorang harus bertingkah laku.

17 Muhaimain dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam,....,hlm.112

21 4) Nilai itu menarik (interests), memikat hati 5) seseorang untuk dipikirkan, direnungkan,

dimiliki, diperjuangkan, dan diahayati.

6) Nilai itu mengusik perasaan (feelings), hati nurani seseorang ketika sedang mengalami berbagai perasaan, atau suasana hati, seperti senang, sedih, tertekan, bergembira, bersemangat, dll.

7) Nilai terkait dengan keyakinan atau kepercayaan (beliefs and convictions) seseorang, terkait dengan nilai-nilai tertentu.

8) Suatu nilai menuntut adanya aktivitas (activities) perbuatan atau tingkah laku tertentu sesuai dengan nilai tersebut, jadi nilai tidak berhenti pada pemikiran, tetapi mendorong atau menimbulkan niat untuk melakukan sesuatu sesuai dengan nilai tersebut.

9) Nilai biasanya muncul dalam kesadaran, hati nurani atau pikiran seseorang ketika yang bersangkutan dalam situasi kebingungan, mengalami dilema atau mengahadapi berbagai persoalan hidup (worries, problems, obstacles).18 Dengan mengetahui sumber, fungsi dan sarana dan prasarana menanamkan nilai-nilai, orang dapat memahami kekuatan nilai-nilai tersebut bertahan pada seorang pribadi dan juga cara-cara yang

18

22 kiranya dapat direncanakan untuk mengubah nilai yang kurang baik kearah nilai yang baik. Nilai-nilai adalah dasar atau landasan bagi perubahan.19 Oleh karena itu fungsi nilai berperan penting dalam proses perubahan sosial, karena nilai berperan sebagai daya pendorong dalam hidup untuk mengubah diri sendiri atau masyarakat sekitarnya. Lebih lanjut Hill dalam Sutarjo Adisusilo berpendapat bahwa nilai berfungsi sebagai acuan tingkah laku dalam kehidupan, yang mempunyai tiga tahapan, yaitu:

1) Values Thinking, yaitu nilai-nilai pada tahapan dipikirkan atau values cognitive;

2) Values affective, yaitu nilai-nilai yang menjadi keyakinan atau niat pada diri seseorang untuk melakukan sesuatu.

3) Values actions, yaitu tahap dimana nilai yang menjadi keyakinan dan menjadi niat (komitmen kuat) diwujudkan menjadi suatu tindakan nyata atau perbuatan kongkret.20

Dalam pandangan Hill seseorang hanya berhenti pada tahap pertama, yaitu tahap tahu atau paham tentang nilai-nilai kehidupan, tetapi tidak sampai pada perwujudan tingkah laku. Secara kognitif sesorang memang sudah mengetahui banyak tentang

19

M. Sastrapratedja, Pendidikan Nilai Memasuki Tahun 2000, (Jakarta: PT. Grasindo, 1993), hlm. 25.

20

23 nilai, tetapi tidak sampai melangkah pada values

affective, apalagi sampai values action. 2. Nilai-Nilai Akhlak

Abdullah Darraz, membagi nilai-nilai akhlak kepada lima jenis, yaitu: nilai-nilai akhlak perseorangan, nilai-nilai

akhlak dalam keluarga, nilai-nilai akhlak sosial, nilai-nilai akhlak dalam negara, dan nilai-nilai akhlak agama.21

a. Nilai-nilai akhlak perseorangan

Nilai-nilai akhlak perseorangan meliputi seperti: kesucian jiwa (QS. 91: 9; 10; QS. 26: 87-89), menjaga diri (QS. 24: 30-31; QS.24: 33), menguasai nafsu, menjaga nafsu makan dan seks, menahan rasa marah, benar, lemah lembut dan rendah hati, berhati-hati mengambil keputusan, menjauhi buruk sangka,tetap dan sabar, teladan yang baik, sederhana, beramal shaleh, berlomba-lomba dalam kebaikan, pintar mendengar dan mengikut, berhati ikhlas. Nilai-nilai ini semua adalah nilai perseorangan yang disuruh untuk diamalkan. Sedangkan nilai-nilai perseorangan yang dilarang untuk diamalkan adalah seperti: bunuh diri, berbohong, nifak, menipu, mubazir, menjiplak karya orang, sombong,dan lain-lain. b. Nilai-nilai akhlak dalam keluarga

Nilai-nilai akhlak dalam keluarga meliputi; pertama, kewajiban-kewajiban kepada ibu bapak dan anak-anak seperti: berbuat baik dan menghormati ibu bapak (QS. 4: 36; QS. 18:23-24; dan QS. 31:14-15), memelihara

21 Hasan Langgulung , Asas-Asas Pendidikan Islam, (Jakarta Pustaka Al Husna, 1993), hlm. 360-365

24 kehidupan anak-anak (QS. 4: 151; QS. 17: 31; QS. 81: 8,9,14), memberi pendidikan akhlak pada anak-anak dan keluarga pada umumnya (QS. 33: 59; QS. 66: 6). Kedua, kewajiban suami istri, di antaranya adalah seperti: peraturan mengenal perkawinan seperti hubungan-hubungan yang terlarang, dihalalkan, disunatkan, dan kehidupan rumah tangga seperti hubungan yang suci dan terhormat, dan juga tentang thalaq. Ketiga, kewajiban-kewajiban terhadap kaum kerabat (QS. 30: 38), wasiat (QS. 2:180). Keempat, warisan yang meliputi hak-hak ahli waris (QS. 4: 7, 12, 32, 117).

c. Nilai-nilai akhlak sosial yang meliputi:

Pertama, yang terlarang yang meliputi: membunuh

manusia, mencuri, menipu, memberi utang dengan bunga, penipuan, hak milik yang tidak halal, memakan harta anak yatim, mengkhianati amanah, kerjasama untuk kejahatan, membela pengkhianat, saksi palsu, dan lain-lain. Kedua, yang diperintahkan meliputi: memenuhi amanah, mengatur perjanjian untuk menyelesaikan yang meragukan, menepati janji, memberi kesaksian yang betul, memaafkan, kasih sayang timbal balik, berbuat baik terutama kepada fakir miskin, menyebarkan ilmu pengetahuan, persaudaraan dan sifat pemurah, dan lain-lain. Ketiga, tata tertib kesopanan yang meliputi: minta izin sebelum masuk ke rumah orang lain, merendahkan suara, memberi salam ketika masuk, membalas salam

25 dengan baik, membicarakan hal-hal yang baik, meminta izin sewaktu hendak pulang, dan lain-lain.

d. Nilai-nilai akhlak dalam negara

Nilai-nilai akhlak dalam negara, meliputi; pertama, hubungan antara kepala negara dan rakyat yang meliputi: kewajiban kepala negara: bermusyawarah dengan rakyat (QS. 3: 159), menandatangani keputusan terakhir sesuai dengan prinsip keadilan,menjaga ketenteraman, menjaga harta benda orang awam, tidak membatasi kegunaan harta bagi orang-orang kaya saja, menjaga golongan minoritas.

e. Nilai akhlak agama

Nilai-nilai akhlak agama adalah yang berhubungan antara hamba dengan Tuhannya yang meliputi: beriman kepada-Nya, ketaatan yang mutlak, memikir ayat-ayat-Nya, memikirkan makhluk-ayat-ayat-Nya, mensyukuri nikmatnya, bertawakkal kepada-Nya, tidak putus asa atas rahmat-Nya, memenuhi janji-rahmat-Nya, dan lain-lain.

Dari kelima jenis nilai di atas, yang paling berat untuk diinternalisasikan adalah nilai-nilai perseorangan dan nilai-nilai agama, sedangkan nilai-nilai yang lain, nilai-nilai keluarga, sosial, dan negara adalah tidak seberat itu. Internalisasi nilai keluarga misalnya internalisasi nilai-nilai kejujuran pada peserta didik, orang tua atau wali boleh memainkan perannya untuk menanamkan kejujuran kepada mereka selama orang tua atau wali konsisten dan menjaga

26 dirinya sebagai pribadi yang dikagumi oleh peserta didik karena mereka menjadi panutan bagi anak-anaknya.

Karena sulitnya internalisasi nilai-nilai individu dan agama, maka metode yang tepat untuk kedua jenis akhlak ini adalah dengan tazkiyah al-Nafs (pemurnian jiwa QS.91: 9). Tazkiyah itu sendiri terdiri dari tiga komponen, yaitu:

tazkiyah nafs, aql, dan jism. Tazkiyah itu bertujuan untuk

membentuk tingkah laku baru yang dapat menyeimbangkan roh, akal, dan badan seseorang sekaligus. Tazkiyah dalam pengertian bahasa berarti pembersihan, pertumbuhan, dan perbaikan. Jadi, pada akhirnya tazkiyah berarti kebersihan dan perlakuan yang memiliki metode dan tekniknya. Metode dan teknik tersebut adalah sebagai berikut: shalat, puasa, zakat, haji, membaca al-qur‘an, zikir, bertafakur pada makhluk Allah, mengingat-ngingat maut, muraqabah, muhasabah, mujahadah, dan muatabah, jihad, amar makruf dan nahi mungkar, khidmat dan tawadhu‘, mengetahui jalan masuk syaitan ke dalam jiwa dan menghalanginya, mengetahui penyakit hati dan menghindarinya.22 Dengan metode ini diharapkan proses internalisasi tersebut dapat menjadi lebih efektif dan bermakna.

3. Teori Internalisasi

Pengertian internalisasi dalam kamus besar Bahasa Indonesia adalah penghayatan terhadap suatu doktrin atau nilai, sehingga merupakan keyakinan dan kesadaran akan kebenaran doktrin atau nilai yang diwujudkan dalam sikap

22

27 dan perilaku.23 Dalam sebuah jurnal internasional, internalisasi adalah usaha untuk menilai dan mendalami nilai, bahwa nilai itu semua tertanam dalam diri manusia.24 Sedangkan menurut Prof. Mulyasa internalisasi yaitu upaya menghayati dan mendalami nilai, agar tertanam dalam diri setiap manusia.25 Sementara itu menurut Johnson; internalisasi adalah ―proses dengan mana orientasi nilai

budaya dan harapan peran benar-benar disatukan dengan sistem kepribadian‖.26 Menurut Hornsby mengungkapkan internalisasi merupakan : “Something to make attitudes,

feeling, beliefs, etc fully part of one‟s personality by absorbing them throught repeated experience of or exposure to them‖. Artinya : ―sesuatu untuk membuat sikap, perasaan,

keyakinan, dan lain-lain sepenuhnya bagian dari kepribadian seseorang akan menyerap pikiran mereka dengan pengalaman berulang atau dengan yang mereka ucapkan‖.27

Internalisasi juga dapat didefinisikan sebagai suatu proses pembelajaran yang mana suatu kegiatan berasal atau berubah lewat reaksi dan situasi yang dihadapi, dengan keadaan bahwa karakteristik-karakteristik dan perubahan-perubahan aktivitas tersebut tidak dapat dijelaskan dengan

23

Tim Penyusun Pusat pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus

Bahasa Indonesia, (Jakarta: Depdikbud, 2002), hlm 439

24

Muhamad Nurdin, International Journal of Scientific and Technology Research vol 2 2013, hlm. 30

25

Enco Mulyasa, Manajemen Pendidikan Karakter ( Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), hl m. 147

26

Johnson, Doyle P. 1986. Teori sosiologi Klasik dan Modern. Jilid 1 dan 2. Diterjemahkan oleh Robert M. Z. Lawang. Jakarta; Gramedia. Hlm. 87

27 Hornsby, Oxford Advanced Learner‟s Dictionary Of Current English.

28 dasar kecenderungan-kecenderungan reaksi, kematangan, atau perubahan-perubahan sementara.

Dari definisi ini dapat dipahami bahwa pembelajaran atau internalisasi terjadi ketika manusia berubah karena suatu kejadian dan perubahan yang terjadi bukan karena perubahan secara alami atau karena menjadi dewasa yang dapat terjadi dengan sendirinya atau karena perubahannya sementara saja, tetapi lebih dari itu karena reaksi dan situasi yang dihadapi.

Internalisasi adalah penghayatan, pendalaman, penguasaan secara mendalam melalui suatu pembinaan, bimbingan dan sebagainya. Artinya, internalisasi merupakan proses yang mendalam untuk menghayati nilai-nilai yang didapatkan oleh peserta didik dipadukan dengan nilai-nilai pendidikan secara utuh yang sasarannya supaya menyatu dalam kepribadian peserta didik itu sendiri, sehingga menjadi satu karakter atau watak bagi peserta didik. Internalisasi juga merupakan sentral perubahan kepribadian yang merupakan dimensi kritis terhadap diri manusia yang di dalamnya memiliki makna kepribadian terhadap respons yang terjadi dalam proses pembentukan watak manusia.

Jadi internalisasi merupakan proses yang mendalam untuk menghayati nilai-nilai agama yang dipadukan dengan nilai-nilai pendidikan secara utuh yang sasarannya menyatu dalam kepribadian peserta didik, sehingga menjadi satu karakter atau watak peserta didik.

29 Internalisasi yang baik mempunyai sasaran-sasaran yang seharusnya berfokus pada hal-hal berikut: 1) Meningkatkan kualitas berpikir (qualities of mind) yaitu berpikir dengan efisien, konstruktif, mampu melakukan judmen (judgment) dan mempunyai suatu kearifan (wisdom). Wisdom dapat diperoleh dari pengalaman-pengalaman guru, teman diskusi atau manajer-manajer yang

sudah berpengalaman. Pendidikan yang baik

menggandengkan pengalaman-pengalaman masa lalu dengan pengalaman- pengalaman sekarang yang akan digunakan bersama-sama untuk mengantisipasi keadaan masa depan. 2) Meningkatkan attitude of mind, yaitu menekankan pada rasa keingintahuan (curiosity), aspirasi-aspirasi dan penemuanpenemuan. Pembelajaran juga merupakan suatu kegiatan ―seni‖ mendorong orang untuk menemukan sesuatu (discovery process). 3) Meningkatkan kualitas personal (qualities of person) yaitu memiliki karakter (character) yang baik, sensitivitas (sensitivity), integritas (integrity), dan memiliki rasa tanggungjawab (responsibility). 4) Meningkatkan kemampuan untuk menerapkan konsepkonsep dan pengetahuan-pengetahuan pada situasi spesifik.28

Di samping itu, ada beberapa prinsip yang tidak luput dalam pembentukan karakter peserta didik, yaitu: kepribadian di satu sisi adalah dibentuk oleh tindakan dan kebiasaan-kebiasaannya. Di sisi yang lain dibentuk oleh

28 Jagiyanto, Filosofi Pendekatan dan Penerapan Pembelajaran Metode

30 anggota sosialnya. Kebiasaan-kebiasaan bisa secara rutin, mekanistik, dan dekat dengan pengalaman baru atau intelegensi, licik, terbuka untuk direvisi. Pilihan, aktivitas kepribadian yang sangat berkarakteristik, yang mengungkapkan dan membentuk kepribadian sekarang dan masa yang akan datang. Selanjutnya, karakter yang mengkristal tersebut juga harus jelas tujuan moral dan hukum yang dapat mengembangkan kepribadian, kriteria esensi moral merupakan jenis kepribadian yang bagaimana yang akan dibentuk. Maka keputusan moral memerlukan semua pribadi dapat memperbesar moral secara bersama seperti prinsip-prinsip penanaman, kebersamaan, keadilan atau kemaslahatan umum. Kepribadian yang murni adalah dibentuk atau dibuat oleh kebiasaan-kebiasaan kecerdasan sosial. Sains menyediakan metode kecerdasan sosial dan alat pendidikan moral. Hanya satu cara untuk mendidik moralitas adalah mempekerjakan kecerdasan dalam kehidupan sosial.

Beberapa prinsip-prinsip karakter di atas perlu dimiliki peserta didik dalam rangka membangun karakter bagi setiap peserta didik. Jenis karakter inilah yang membuat seseorang atau peserta didik menuju kepribadian yang hakiki, yaitu jasmani dan rohani serta memiliki kebebasan internal dan eksternal, yang kemudian dapat menentukan format seorang pribadi dalam segala bentuk tindakannya.29

29

Saifullah Idris, Demokrasi dan Filsafat Pendidikan (Akar Filosofis

dan Implikasinya dalam Pengembangan Filsafat Pendidikan). (Surabaya:

31 Berdasarkan pandangan di atas, nilai-nilai luhur, seperti nilai kebebasan berpikir, persamaan, keadilan, dan persaudaraan harus di implementasi dalam semua aspek kehidupan manusia pada umumnya dan peserta didik pada khususnya. Di samping berkarakter, peserta didik juga harus berkepridian, karena kepribadian tersebut merupakan kualitas keseluruhan dari seseorang. Kualitas itu tampak dalam cara-cara berpikir, mengeluarkan pendapat, bersikapnya, minatnya, falsafah hidupnya, keyakinannya. Oleh karena itu, kepribadian itu mencakup kejasmanian, kejiwaan, dan kerohanian. Kejasmanian, seperti caranya bertindak, berbicara, dan sebagainya. Kejiwaan, seperti cara berpikir, sikap, dan minat. Kerohanian, seperti falsafah hidup dan kepercayaan. Ini juga memiliki sistem nilai-nilai yang telah meresap di dalam kepribadiannya, yang telah menjadi bagian dan mendarah daging dalam kepribadian itu yang mengarahkan dan memberi corak seluruh kehidupan individu atau peserta didik tersebut.30

Nilai sangat menentukan dalam pembentukan dan pengembangan karakter dan kepribadian peserta didik. Ada beberapa komponen yang perhatian serius dalam pembelajaran nilai sebagai dasar, tujuan dan materi ajar dari karakter itu sendiri. Ada tiga komponen karakter yang baik. Komponen-komponen tersebut di antaranya adalah: moral

knowing (pengetahuan tentang moral), moral feeling

(perasaan tentang moral), dan moral action (perbuatan

30 Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat . Pengantar Filsafat

32 bermoral). Moral knowing, ada enam hal yang menjadi tujuan dari diajarkannya moral knowing tersebut, yaitu:

moral awereness, knowing moral values, perspective taking, moral reasoning, decision making, dan self-knowledge.

Moral feeling, juga ada enam hal yang merupakan aspek dari emosi yang harus mampu dirasakan oleh seseorang untuk menjadi manusia berkarakter, yaitu: conscience, self-esteem,

empathy, loving the good, self-control, dan humanity.

Sedangkan moral action, perbuatan atau tindakan moral merupakan hasil (outcome) dari dua komponen karakter lainnya. untuk memahami apa yang mendorong seseorang dalam melakukan perbuatan yang baik, maka harus dilihat kepada tiga aspek lain dari karakter, yaitu: kompetensi (competence), keinginan (will), dan kebiasaan (habit). Maka, untuk mengembangkan dan membentuk peserta didik yang berkarakter harus memiliki nilai moral sebagai basis pendidikan nilai. Dengan ketiga model ini, sehingga peserta didik dapat memahami, merasakan, dan mengerjakan sekaligus nilai-nilai kebaikan.31

Persoalan yang penting lainnya dalam membentuk karakter peserta didik adalah bahwa dasar-dasar budi pekerti itu tidak terpisah dari kehidupan masyarakat di mana pun

Dokumen terkait