• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI

2.1 Variabel

Variabel di dalam suatu penelitian merupakan atribut dari sekelompok objek yang diteliti, mempunyai variasi antara satu dengan yang lainnya dalam kelompok tersebut, misalnya: tinggi badan dan berat badan yang merupakan atribut dari seseorang yang dalam hal ini objek penelitiannya (Ridwan, 2002).

Variabel memiliki bermacam-macam bentuk menurut hubungan antara satu variabel dan variabel lainnya. Yaitu:

a. Variabel independent, yaitu: variabel yang menjadi sebab terjadinya atau terpengaruhnya variabel dependen.

b. Variabel dependen, yaitu: variabel yang nilainya dipengaruhi variabel independen.

c. Variabel moderator, yaitu: variabel yang memperkuatdan memperlemah hubungan antaravariabel dependen dan independen.

d. Variabel intervining, yaitu: variabel moderator, tetepi nilainya tidak dapat diukur, seperti: kecewa, gembira, sakit hati.

e. Variabel kontrol, yaitu: variabel yang dikendalikan peneliti.

f. Variabel dummy, yaitu: variabel yang isinya berupa kode-kode yang berfungsi untuk membedakan data yang berada pada variabel-variabel tertentu pada kelompok-kelompoknya.

2.2 Data

Data adalah suatu bahan mentah yang jika diolah denga baik melalui berbagai analisis dapat melahirkan berbagai informasi, dimana dengan informasi tersebut kita dapat mengambil kesimpulan.

2.2.1 Data menurut sifatnya

Menurut sifatnya data dibagi menjadi 2 bagian, yaitu: a. Data kuantitatif

Data kuantitatif adalah serangkaian observasi atau pengukuran yang dapat dinyatakan dalam angka-angka. Contoh: data hasil pengukuran kemampuan Matematika siswa yang berwujud skor hasil tes kemampuan. Data itu akan berupa angka seperti: 80, 75, 60, 70 dan sebagainya.

b. Data kualitatif

Data kualitatif adalah serangkaian observasi dimana tiap observasi ysng terdapat dalam sampel (atau populasi) tergolong dalam salah satu kelas-kelas yang saling lepas dan tidak dinyatakan dalam angka-angka. Contoh: hasil penelitian tentang pendapat mahasiswa terhadap cara mengajar dosen Matematika di Universitas mereka.

2.2.2 Data menurut sumbernya

Menurut sumbernya data dibagi atas 2 bagian, yaitu: a. Data Intern

Data intern adalah data yang dibutuhkan oleh seseorang pemimpin perusahaan guna dipakai sebagai landasan pengambilan keputusan yang diperoleh dari catatan-catatan intern perusahaan itu sendiri.

b. Data Ekstern

Data ekstern adalah data yang hanya diperolehri sumber-sumber dari luar perusahaan atau instansi. Data ekstern dibagi menjadi 2, yaitu:

1. Data Primer

Data primer adalah data yang langsung dikumpulkan oleh orang yang berkepentingan atau yang memakai data tersebut.data yang diperoleh,seperti hasil wawancara atau hasil penelitian kuisioner. Dalam metode pengumpulan data primer, peneliti atau observer melakukan sendiri observasi di lapangan atau di laboratorium. Pelaksanaanya dapat berupa survei atau percobaan (eksperimen).

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diterbitkan oleh organisasi yang bukan merupakan pengolahannya atau data yang tidak secara langsung dikumpulkan oleh orang yang berkepentingan dengan data tersebut. Data sekunder umumnya disajikan dalam bentuk tabel atau diagram.

2.3 Skala Pengukuran Data

Skala merupakan suatu prosedur pemberian angka atau simbol lain dari suatu objek agar dapat menyatakan karakteristik angka pada ciri tersebut. Skala pengukuran oleh S.S Steven (1976) dibagi atas 4 bagian:

a. Skala nominal (klasifikasi)

Skala pengukuran nominal digunakan untuk mengklasifikasikan obyek, individual atau kelompok; sebagai contoh mengklasifikasi jenis kelamin, agama, pekerjaan, dan area geografis. Dalam mengidentifikasi hal-hal di atas digunakan angka-angka sebagai symbol. Apabila kita menggunakan skala pengukuran nominal, maka statistik non-parametrik digunakan untuk menganalisa datanya. Hasil analisa dipresentasikan dalam bentuk persentase. Sebagai contoh kita mengklaisfikasi variable jenis kelamin menjadi sebagai berikut: laki-laki kita beri simbol angka 1 dan wanita angka 2. Kita tidak dapat melakukan operasi arimatika dengan angka tersebut, karena

angka-angka tersebut hanya menunjukkan keberadaan atau ketidakadanya karaktersitik tertentu.

b. Skala ordinal.

Skala pengukuran ordinal memberikan informasi tentang jumlah relatif karakteristik berbeda yang dimiliki oleh obyek atau individu tertentu. Tingkat pengukuran ini mempunyai informasi skala nominal ditambah dengan sarana peringkat relatif tertentu yang memberikan informasi apakah suatu obyek memiliki karakteristik yang lebih atau kurang tetapi bukan berapa banyak kekurangan dan kelebihannya.

Contoh:

Jawaban pertanyaan berupa peringkat misalnya: sangat tidak setuju, tidak setuju, netral, setuju dan sangat setuju dapat diberi symbol angka 1, 2,3,4 dan 5. Angka-angka ini hanya merupakan simbol peringkat, tidak mengekspresikan jumlah.

c. Skala interval

Skala interval mempunyai karakteristik seperti yang dimiliki oleh skala nominal dan ordinal dengan ditambah karakteristik lain, yaitu berupa adanya interval yang tetap. Dengan demikian peneliti dapat melihat besarnya perbedaan karaktersitik antara satu individu atau obyek dengan lainnya. Skala pengukuran interval benar-benar merupakan angka. Angka-angka yang digunakan dapat dipergunakan dapat dilakukan operasi aritmatika, misalnya dijumlahkan atau dikalikan. Untuk melakukan analisa, skala pengukuran ini menggunakan statistik parametric.

Contoh:

Jawaban pertanyaan menyangkut frekuensi dalam pertanyaan, misalnya: Berapa kali Anda melakukan kunjungan ke Jakarta dalam satu bulan? Jawaban: 1 kali, 3 kali, dan 5 kali. Maka angka-angka 1, 3, dan 5 merupakan angka sebenarnya dengan menggunakan interval 2.

d. Skala rasio

Skala pengukuran ratio mempunyai semua karakteristik yang dipunyai oleh skala nominal, ordinal dan interval dengan kelebihan skala ini mempunyai

nilai 0 (nol) empiris absolut. Nilai absoult nol tersebut terjadi pada saat ketidakhadirannya suatu karakteristik yang sedang diukur. Pengukuran ratio biasanya dalam bentuk perbandingan antara satu individu atau obyek tertentu dengan lainnya.

Contoh:

Berat Sari 35 Kg sedang berat Maya 70 Kg. Maka berat Sari dibanding dengan berat Maya sama dengan 1 dibanding 2.

2.4 Skala Untuk Instrumen (Model Skala Sikap)

Bentuk-bentuk model skala sikap yang sering digunakan dalam penelitian ada 5 macam yaitu:

a. Skala Likert b. Skala Guttman

c. Skala Diferensial Semantik d. Skala Rating (Rating Sca le) e. Skala Thurstone

a. Skala Likert

Skala likert digunakan untuk mengatur sikap, pendapatan, dan persepsi seseorang atau sekelompok tentang kejadian atau gejala sosial. Dengan menggunaka skala likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi subvariabel. Kemudian subvariabel dijabarkan lagi menjadi beberappa indikator dan indikator-indikator yang terukur ini dijadikan titik tolak untuk membuat item instrumen yang berupa pertanyaan-pertanyaan atau pernyataan yang perlu dijawab responden. Setiap jawaban diungkapkan dengan kata-kata.

Misalnya:

SS (Sangat Setuju) = 5

S (Setuju) = 4

N (Netral) = 3

TS (Tidak Setuju) = 2 STS (Sangat Tidak Setuju) = 1

b. Skala Guttman

Skala Guttman mengukur suatu dimensi saja dari suatu variabel multidimensi. Skala Guttman adalah skala yang digunakan untuk jawaban yang bersifat jelas (tegas) dan konsisten.

Misalnya:

Yakin-Tidak yakin, benar-salah, setuju-tidak setuju, dan sebagainya.

c. Skala Diferensial Semantik

Skala diferensial smantik atau skala perbedaan semantik berisikan serangkaian bipolar (dua kutub). Responden diminta untuk menilai suatu objek atau konsep pada suatu skala yang mempunyai 2 ejektif yang bertentangan.

Misalnya:

Panas-dingin. Populer-tidak populer, bagus-beruk, dan sebagainya.

d. Skala Rating (Rating Scale)

Rating scale yaitu data mentah yang dapat berupa angka kemudian ditafsirkan dalam pengertian kualitatif.

Misalnya:

Ketat-longgar, lemah-kuat, positif-negatif, Responden tidak akan menjawab salah satu dari jawaban kuantitatif yang telah disediakan.

e. Skala Thurstone

Skala Thurtone meminta responden untuk memilih pertanyaan yang ia setujui dari beberapa pertanyaan yang menyajikan pandangan yang berbeda-beda. Pada umumnya setiap item mempunyai asosiasi nilai antara 1 sampai 10 tetapi nilai-nilainya tidak diketahui responden.

2.5Faktor-faktor yang mempengaruhi kanker seviks

2.5.1 Pendidikan

Penelitian Harahap 1983 di RSCM antara tingkat pendidikan dengan kanker serviks terdapat hubungan yang kuat, dimana kanker serviks cenderung lebih banyak terjadi pada wanita yang berpendidikan rendah dibandingkan wanita

yan berpendidikan tinggi (88,9 persen). Tinggi rendahnya pendidikan berkaitan dengan tingkat sosial ekonomi, kehidupan seks, dan kebersihan. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh surbakti E (2004) pendidikan mempunyai hubungan yang bermakna dengan kanker serviks OR= 2,012 dengan kata lain penderita kanker serviks yang berpendidikan rendah merupakan faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya kanker serviks.

2.5.2 Pekerjaan

Menurut Teheru (1998) dan Hidayat (1999) terdapat hubungan antara kanker serviks dengan pekerjaan, dimana wanita pekerja kasar, seperti buruh, petani memperlihatkan 4 kali lebih mungkin terkena kanker serviks dibandingkan wanita pekerja ringan atau bekerja dikantor. Dua kejadian yang terpisah memperlihatkan adanya hubungan antara kanker serviks dengan pekerjaan. para istri pekerja kasar 4 kali lebih mungkin terkena kanker serviks dibandingkan para istri pekerja kantor atau pekerja ringan, kebanyakan dari kekin standart ekonomi yang tidak baik pada umumnya kelompok pertama ini dapat diklasifikasikan kedalam kelompok sosial ekonomi rendah, mungkin standart kebersihan yang tidak baik pada umumnya faktor sosial rendah memulai aktifitas seksual pada usia lebih muda.

Wanita dengan sosial ekonomi yang lebih tinggi dengan wanita dari masyarakat urban sebagai kelompok resiko rendah, dan wanita dengan status sosial ekonomi yang rendah dengan wanitadari masyarakat rural sebagia wanita beresiko tinggi terhadap terjadinya kanker serviks, biasanya dikaitkan dengan hygiene, sanitasi dan pemeliharaan kesehatan masih kurang. Pendidikan rendah, kawin usia muda, jumlah anak yang tinggi, pekerjaan dan penghasilan tidak tetap, serta faktor gizi yang kurang akanmemudahkan terjadinya infeksi yang menyebabkan daya imunitas tubuh menurun sehingga menimbulkan resiko terjadinya kanker serviks (Taheru, 1998. Hidayat, 1999). Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Hibridawati (2001) ditemukan proporsi terbesar penderita kanker serviks adlah ibu rumah tangga sebesar 73,7 persen.

2.5.3 Paritas

Kanker serviks dijumpai pada wanita yang sering partus atau melahirkan. Kategori partus sering belum ada keseragaman akan tetapi menurut beberapa pakar berkisar 3 – 5 kali melahirkan (Tambunan, 1996). Bila persalinan banyak maka kanker serviks cenderung akan timbul.

2.5.4 Usia pertama kali kawin/melakukan hubungan seks

Kawin di usia muda berpengaruh terhadap terjadinya kanker serviks. Penelitian Sandra Van Loon (1996), wanita penderita kanker serviks kawin pertama kali usia 15 – 19 tahun. Usia pertama kali melakukan hubungan seks merupakan salah satu faktor yang cukup penting. Dimana makin muda seorang perempuan melakukan hubungan seksual semakin besar resiko harus ditanggungnya, karena terjadinya kanker serviks dengan masa laten kanker serviks memerlukan waktu 30 tahun sejak melakukan hubungan seksual pertama, sehingga hubungan seksual pertama awal dari mula proses munculnya kanker serviks pada wanita (Yakub, 1993).

Menurut Riono (1999), Edward (2001), Aziz (2002) wanita yang menikah dibawah 16 tahun biasanya 10 – 12 kali lebih besar kemungkinan terjadinya kanker serviks daripada mereka yang menikah setelah usia 20 tahun. Pada usia tersebut kondisi rahim seorang remaja putri sangat sensitif. Serviks remaja lebih rentan terhadap stimulus karsinogenik karena terdapat proses metaplasia skuamosa yang aktif, yang terjadi didalam zona transformasi selama periode perkembangan.

2.5.5 Papsmear

Metode papsmear merupakan cara seorang dokter dengan menggunakan pengerik atau sikat untuk mengambil sedikt sampel sel-sel serviks atau leher rahim. Kemudian sel-sel tersebut akan dianalisis di laboratorium. Tes ini akan menunjukkan apakah ada infeksi, radang, atau sel-sel abnormal. Dengan melakukan tes papsmear secara teratur telah mengurangi jumlah kematian akibat kanker serviks (Aziz, 2001).

2.5.6 Ganti Pasangan

Berbagai penelitian epidemiologi kanker serviks berhubungan kuat dengan perilaku seksual seperti multiple mitra seks, dan usia saat melakuka hubungan seks yang pertama. Resiko meningkat lebih dari 10 kali bila bermitra seks 3 atau lebih. Juga resiko meningkat bila berhubungan dengan pria yang melakukan hubungan seks dengan multiple mitra seks atau yang mengidap kodiloma akuminatum (Aziz, 2001).

2.5.7 Infeksi

Penyebab utama kanker serviks adalah infeksi virus Human Papiloma Virus (HPV) lebih dari 90 kanker serviks jenis skuamosa mengandung DNA virus HPV dan 50 persen kanker serviks berhubungan dengan HPV tipe 16. Infeksi virus HPV lebih terbukti menjadi penyebab sesi pra kanker, kondiloma akuminatum, dan kanker. Terdapat lebih dari 200 tipe virus HPV dari tipe tersebut tipe 16 dan 18 mempunyai peranan penting melalui sekuensi gen E6 dan E7 dengan mengkode pembentukan protein-protein yang penting dengan replikasi virus. Tipe virus resiko tinggi menghasilkan protein yang dikenal dengan protein E6 dan E7yang mampu berikatan dan menonaktifkan protein p53 dan p Rb sel yang bermutasi akibat infeksi HPV dapat meneruskan siklus tanpa harus memperbaiki kelainan DNA nya, ikatan E6 dan E7 serta adnya mutasi DNA merupakan dasar utama terjadinya kanker, dengan mengkode pembentukan protein-protein yang penting dalam replikasi virus, virus Hpv ini menginfeksi membran basalis pada daerah metaplasia dan zona transformasi serviks, setelah menginfeksi sel epitel sebagai upaya untuk berkembang biak, virus ini akan meninggalkan sekuensi genonnya pada sel inang. Genon HPV dijumpai pada CIN dan berintegrasi dengan DNA inang pada kanker infasif dimana infeksi terjadi melalui kontak lansung (Edianto, 2006).

2.5.8 Pemakaian alat kontrasepsi

Pemakaian kontrasepsi oral dalam waktu lebih dari 4 atau 5 tahun dapat meningkatkan resiko terkena kanker serviks sebesar 1,5 – 2,5 kali. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kontrasepsi oral menyebabkan wanita sensitif terhadap HPV yang dapat menyebabkan adanya peradangan pada genitalia

sehingga beresiko untuk terjadinya kanker serviks (Hidayati, 2001). Pil kontrasepsi oral akan menyebabkan defisiasi asam folat yang mengurangi metabolisme nitrogen sedangkan estrogen kemungkinan menjadi salah satu kofaktor yang membuat replikasi DNA HPV.

2.5.9 Merokok

Tembakau mengandung bahan-bahan karsinogen baik yang dihisap sebagai rokok atau yang dikunyah. Wanita perokok konsentrasi nikotin pada getah serviks 56 persen lebih tinggi dibandingkan didalam serum. Efek langsung bahan tersebut pada leher rahim akan menurunkan status immin lokal sehingga dapat menjadi kokarsinogen. Hasil penelitian bila merokok 40 batang setiap hari, resiko untuk terkena kanker serviks adalah 14 kali dibanding yang tidak perokok. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa semakin banyak dan lama wanita mrokok maka semakin tinggi resiko untuk terkena kanker serviks (Hidayati, 2001. Evemett, 2003)

2.6Uji Validitas

Suharsimi Arikunto (1996) memberikan pengertian validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen. Untuk menguji tingkat validitas data, dalam penelitian ini menggunakan uji validitas konstruk (construct validity) dengan teknik korelasi “product

moment” yang rumusnya adalah :

r =

2 2



2 2

) Y ( Y N ) X ( X N ) Y )( X ( XY N           N = jumlah responden X = skor total tiap-tiap item

Y = skor total (Singarimbun dan Effendi, 1989)

Bila probabilitas hasil korelasi lebih kecil dari 0.05 (5%) maka dinyatakan valid dan jika sebaliknya dinyatakan tidak valid.

Singarimbun dan Effendi (1989) memberikan pengertian reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Dalam penelitian ini uji reliabilitas data menggunakan pendekatan alpha cronbach dengan rumus :

r11 =                2 t 2 b 1 1 k k r11 = reliabilitas instrumen

k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal b2 = jumlah varians butir

t2 = varians total (Arikunto 1996) 2.8Analisis Faktor

Analisis faktor adalah alat statistik yang digunakan untuk mereduksi faktor-faktor yang mempengaruhi suatu varibel menjadi beberapa set indikator saja, tanpa kehilangan informasi yang berarti. Analisis faktor digunakan untuk penelitian awal dimana faktor-faktor yang mempengaruhi suatu variabel belum diidentifikasi secara baik. Analisis faktor sedikit berbeda dengan analisis regresi, yaitu lebih memfokuskan analisisnya kepada teknik interdependensi (Supranto, 2004).

Menurut Jhonson dan Wicher (1992), analisis faktor pada dasarnya bertujuan untuk mendapatkan sejumlah kecil faktor atau komponen utama yang memiliki sifat:

- Mampu menerangkan semaksimal mungkin keragaman data - Terdapat kebebasan antar faktor

- Setiap faktor dapat diinterpretasikan sejelas-jelasnya Analisis faktor digunakan dalam hal-hal berikut:

a. Untuk mengidentifikasi dimensi atau faktor yang dapat menjelaskan korelasi diantara sekelompok variabel.

b. Untuk mengidentifikasi sebuah variabel yang lebih sedikit dan tidak saling berkolerasi untuk menggantikan sekelompok variabel asli atau awal yang berkolerasi; untik kemudian dianalisis lebih lanjut dengan analisis multivariat lainnya.

c. Untuk mengidentifikasi sekelompok variabel relevan dari sekelompok variabel yang lebih besar yang akan digunakan untuk analisis multivariat lanjutannya.

2.8.1 Model Analisis Faktor

Secara matematis analisis faktor agak mirip dengan analisis regresi, yaitu dalam bentuk fungsi linier artinya setiap variabel dinyatakan sebagai suatu kombinasi linier dari faktor yang mendasari. Jumlah varians yang dikontribusi dari sebuah variabel dengan seluruh variabel lainnya lebih dikelompokkan sebagai komunalitas (communality). Kovarians diantara variabel dijelaskan terbatas dalam sejumlah kecil faktor umum (common factor) ditambah sebuah faktor unik (unique fa ctor) untuk setiap variabel. Faktor-faktor tersebut tidak secara eksplisit diamati. Jika variabel distandarisasi, model analisis faktor dapat di tulis sebagai berikut:

X1 - µ1 = L11F1 + L12F2 + ... + L1m+ ε1 X2 - µ2 = L21F2 + L22F2 + ... + L2m 2 : : : : Xp - µp = Lp1F1 + Lp2F2 + ... + Lpm + εp Dimana

µi = rata-rata dari peubah ke-i Fj = faktor umum ke-j

εj = faktor unik ke-j

Lij = loading dari peubah ke-i pada faktor ke-j

Atau dalam notasi matriks:

Xpx1px1 = LpxmFmx1+ εpx1

Dengan asumsi:

E(F) = 0 E(ε) = 0

Cov(F) = E(FF) = 1 cov(ε) = E(εε) = Y

F dan ε saling bebas, sehingga cov(ε, F) = E(εF) = 0 Model X-µ = LF + ε adalah linier dalam faktor bersama.

Bagian dari var (Xi) yang dapat diterangkan oleh m faktor bersama disebut

2 2 2 2 1 1 2 ... 1 i li li lim i h i          2 1 1 2 1 ... m m i h       

Dimungkinkan untuk memilih bobot atau skor koefisien faktor sehingga faktor pertama menjelaskan porsi terbesar dari total varians. Kemudian, kelompok kedua dari bobot dapat dipilih, sehingga faktor kedua tersebut merupakan varians sisa yang terbesar dengan tetap mempertimbangkan bahwa faktor kedua ini tidak berkolerasi dengan faktor pertama. Prinsip yang sama dapat diaplikasikan untuk penambahan bobot skor faktornya yang tidak berkolerasi (tidak seperti nilai dari variabel aslinya). Lebih jauh lagi, faktor pertama diperhitungkan sebagai varians tertinggi dari data, faktor kedua sebagai varians tertinggi berikutnya, dan seterusnya.

2.8.2 Statistik yang Berkaitan dengan Analisis Faktor

Statistik penting yang berkaitan dengan analisis faktor adalah:

a. Barlett’s test of spericity, adalah uji statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis yang menyatakan bahwa variabel-variabel tersebut tidak berkolerasi dalam populasinya. Denaga kata lain, matrik korelasi populasi adalah sebuah matrik identitas (identity matrik), setiap variabel berkolerasi sempurna dengan variabel itu sendiri (r = 1), tetapi tidak berkolerasi dengan variabel lainnya (r = 0).

b. Correlation Matrix, adalah matrik segitiga (triangel matrix) yang lebih rendah yang menunjukkan korelasi sederhana r, antara seluruh kemungkinan pasangan variabel yang dilibatkan dalam analisis. Jumlah kuadrat dari loading untuk variabel ke-j disebut communality ke-i dan varians dari specific factor

disebut specific variance Ψ. Jika communality ditandai dengan hi 2

, maka dari ฀= L L’ + Ψ didapat:

Var (Xi) = li12+ ...+ lim2i2 atau hi2 = li12+ ...+ lim2

σi i = hi2 + Ψi2

Seluruh elemen diagonal = 1, biasanya diabaikan. Dalam hal ini bentuk matriks korelasi misalnya untuk jumlah variabel n = 3.

X1 X2 X3

X1

X2 r21

X3 r31 r32

Tabel 2.2 Matrik Korelasi Untuk Jumlah variabel n = 4

X1 X2 X3 X4

X1

X2 r21

X3 r31 r32

X4 r41 r42 r43

c. Communality, adalah jumlah varians yang dikotribusi dari sebuah variabel dengan seluruh variabel lainnya yang dipertimbangkan. Ini juga merupakan proporsi dari varians yang diterangkan oleh common factor. Nilai communality

(h2) diperoleh dengan menghitung jumlah kuadrat loading faktor setiap variabel asal. 2 2 1 m j ij i h W

dimana 2 j

h = komunalitas variabel ke-j 2

ij

W = loading faktor di faktor ke-i untuk variabel ke-j

d. Eigen Value, merepresentasikan total varians yang dijelaskan oleh setiap faktor dari matriks identitas. Persamaan nilai eigen dan vektor eigen sebagaimana kita ketahui adalah :

A x = λ x

x = vektor eigen dalam bentuk matriks

λ = nilai eigen dalam bentuk skalar

Untuk mencari nilai eigen (nilai λ) dari sebuah matriks A yang berukuran n x n

maka kita lakukan langkah berikut :A x = λ x Agar kedua sisi berbentuk vektor, maka sisi kanan dikali dengan matriks identitas I, sehingga A x = λ I

x

λ I x - A x = 0

x . ( λ I - A ) = 0 sehingga det ( λ I - A ) = 0

e. F actor Loadings, adalah korelsi sederhana antara variabel dengan faktor.

1 1... p p

L ee dimana

λ = eigenvalue

e = eigenvector

f. F actor Loading Plot, adalah sebuah plot dari variabel asli menggunakan faktor loading sebagai koordinat.

g. F actor Matrix, mengandung factor loadings dari seluruh variabel dalam seluruh variabel yang dikembangkan.

h. F actor Scores, adalah skor komposit yang diestimasi untuk setiap responden pada faktor yang diderivasi. Factor score merupakan taksiran dari nilai vector F1, F2, ..., Fm. fˆjadalah taksiran fj yang dicapai oleh Fj, untuk j = 1, 2, 3, ..., m.

Selanjutnya untuk mencari factor score adalah

 

' 1 '

 

j j

fLL  L XX

i. Keiser Meyer-Oikin (KMO) Measure of Sampling Adequacy (MSA), adalah indeks yang digunakan untuk menguji kesesuaian analisis faktor. Nilai yang tinggi (antara 0.50 sampai 1.00) mengindikasikan analisis faktor yang sesuai. Nilai dibawah 0,50 menunjukkan bahwa analisis faktor tidak sesuai untuk diapliksikan.

j. Percentage of Variance, adalah persentase total varians yang menjadi tribut kepada setiap faktor.

k. Residuals, adalah selisih antara korelasi observasi, seperti yang diberikan dalam matrik korelasi input, dengan korelasi yang direproduksi, seperti yang diestimasi dari matrik faktor.

l. Scree Plot, adalah sebuah plot dari eigenvalue dan banyaknya faktor yang dapat dikembangkan.

2.8.3 Pelaksanaan Analisis Faktor

a. Merumuskan masalah dan identifikasi variabel.

Merumuskan masalah akan melibatkan banyak kegiatan. Pertama, tujuan dari analisis faktor harus diidentifikasi. Variabel yang dilibatkan harus dispesifikasi berdasarkan kepada penelitian terdahulu, teori dan keinginan peneliti. Ukuran variabel yang sesuai adalah interval atau rasio. Menentukan banyaknya sampel, sedikitnya empat kali atau lima kali dari banyaknya variabel. Proses analisis berbasis pada matrik korelasi antar variabel. Agar analisis faktor sesuai, variabel-variabel harus berkolerasi. Dalam praktek, persoalan yang sering timbul adalah jika korelasi antar variabel itu kecil, maka analisis faktor tidak sesuai untuk diaplikasi. Harapannya, selain antar variabel itu berkolerasi, juga berkolerasi tinggi dengan sebuah faktor yang sama atau faktor-faktor lain.

b. Statistik untuk menguji kesesuaian model adalah Barlett’s test of spericity Yaitu menguji Ho yang menyatakan bahwa variabel-variabel tersebut tidak berkolerasi, atau dengan kata lain bahwa matrik korelasinya adalah matrik identitas. Test of spericity berbasis transformasi χ2

, nilai determinan dari matrik korelasi. Nilai statistik tinggi diharapkan untuk menolak Ho, jika tidak maka kesesuaian penggunaaan analisis faktor patut dipertanyakan.

Untuk hasil uji Barlett’s test of spericity nilai signifikan harus < 0,05 untuk menunjukkan bahwa antar variabel terjadi korelasi. Sedangkan untuk

Tes of spericity berbasis transformasi χ2

, nilai determinan harus mendekati nol

Dokumen terkait