• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Manajemen Sumber Daya Manusia

Manajemen sumber daya manusia (human resources management)

adalah pendayagunaan, pengembangan, penilaian, pemberian balas jasa, dan

pengelolaan individu anggota organisasi atau kelompok karyawan

(Simamora, 2004:4). Manajemen sumber daya manusia merupakan

aktivitas-aktivitas yang dilaksanakan agar sumber daya manusia di dalam organisasi

dapat digunakan secara efektif guna mencapai berbagai tujuan.

Berbagai perkembangan, perubahan, serta ancaman dari kondisi

perekonomian, persaingan, serta pertumbuhan ekonomi menuntut perusahaan

untuk memberdayakan sumber daya manusia secara lebih efektif. Peran

manajemen sumber daya manusia dalam perusahaan akan semakin penting

dalam organisasi. Praktik sumber daya manusia yang baik akan mampu

meningkatkan kemampuan dari perusahaan untuk mempertahankan orang – orang terbaik dalam lingkungannya. Praktik sumber daya manusia yang baik

juga memotivasi para karyawan untuk meningkatkan kinerjanya dalam

perusahaan, serta akan memancing komitmen serta keterlibatan mereka dalam

pekerjaan. Kemampuan untuk berkembang dalam organisasi, mengalami

dengan kinerja dapat memacu kinerja yang cemerlang dan sikap positif

terhadap perusahaan (Simamora, 2004:17).

2. Kepemimpinan

a. Pengertian Kepemimpinan

Ada beberapa definisi mengenai kepemimpinan, diantaranya adalah:

1) Kepemimpinan adalah keseluruhan aktivitas dalam rangka

mempengaruhi orang – orang agar mau bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan yang memang diinginkan bersama (Martoyo, 2000:176)

2) Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi,

menggerakkan, dan mengarahkan suatu tindakan pada diri seseorang

atau sekelompok orang, untuk mencapai tujuan tertentu pada situasi

tertentu (Sujak, 1990:1)

3) Kepemimpinan merupakan kemampuan yang dipunyai seseorang

untuk mempengaruhi orang lain agar bekerja mencapai tujuan dan

sasaran (Handoko, 2003:294)

4) Kepemimpinan adalah suatu perilaku dengan tujuan tertentu untuk

mempengaruhi aktivitas para anggota kelompok untuk mencapai

tujuan bersama yang dirancang untuk memberikan manfaat individu

dan organisasi, sehingga dalam suatu organisasi kepemimpinan

merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan pencapaian

b. Keterampilan dalam Kepemimpinan

Menurut R.E. Byrd dan Block (dalam Sujak, 1990:1) keterampilan dalam

kepemimpinan terdiri dari lima macam, yaitu:

1) Pemberian Kuasa (Empowerment)

Pemberian kuasa adalah pembagian kuasa oleh pemimpin terhadap

bawahannya. Sebagai contoh manajer melibatkan bawahannya dalam

penetapan tujuan dan pembuatan rencana.

2) Intuisi (Intuition)

Intuisi adalah keterlibatan manajer dalam menatap situasi,

mengantisipasikan perubahan, mengambil resiko, dan membangun

kejujuran.

3) Pemahaman Diri (Self Understanding)

Pemahaman diri adalah kemampuan untuk mengenali kekuatan – kekuatan atau hal-hal positif yang ada pada dirinya dan kemampuan

dalam menetapkan upaya mengatasi kelemahan yang ada pada

dirinya.

4) Pandangan (Vision)

Pandangan adalah keterlibatan dirinya dalam mengimajinasi kondisi

lingkungan yang berbeda-beda, serta dalam mengimajinasikan suatu

5) Keselarasan (Congruence Value)

Keselarasan adalah kemampuannya dalam mengetahui dan memahami

nilai-nilai yang berkembang dalam organisasinya, nilai-nilai yang

dimiliki bawahannya, serta dalam memadukan dua nilai tersebut

menuju organisasi yang efektif.

c. Gaya Kepemimpinan

Kinerja kepemimpinan sangat bergantung pada organisasi maupun gaya

kepemimpinan. Menurut Supardi dan Anwar (2002:75) gaya

kepemimpinan adalah suatu cara pemimpin untuk mempengaruhi

bawahannya. Pemilihan gaya kepemimpinan yang benar disertai dengan

motivasi eksternal yang tepat, tujuan perseorang maupun tujuan

organisasi akan lebih mudah dicapai. Tipe gaya kepemimpinan (Supardi

dan Anwar, 2002:76) :

1) Otokratis

Gaya kepemimpinan otokratis adalah kemampuan memepengaruhi

orang lain agar bersedia bekerjasama untuk mencapai tujuan yang

telah ditentukan dengan cara segala kegiatan yang akan dilakukan

semata-mata diputuskan oleh pemimpin. Pemimpin otokratik adalah

seseorang yang memerintah dan menghendaki kepatuhan. Ia

memerintah berdasarkan kemampuannya untuk memberikan hadiah

Ciri-ciri gaya kepemimpinan otokratis adalah sebagai berikut:

a) Semua penentuan kebijaksanaan dilakukan oleh pemimpin

b) Teknik-teknik dan langkah-langkah kegiatan didikte oleh atasan

setiap waktu sehingga langkah-langkah yang akan datang selalu

tidak pasti untuk tingkat yang luas.

c) Pemipin biasanya mendikte tugas kerja bagian dan kerjasama

setiap anggota.

d) Pemimpin cenderung menjadi “pribadi” dalam pujian dan kecamannya terhadap kerja setiap anggota; mengambil jarak dari

partisipasi kelompok aktif kecuali bila menunjukkan keahliannya.

2) Demokratis

Gaya kepemimpinan demokratis adalah kemampuan mempengaruhi

orang lain agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang

telah ditetapkan dengan cara berbagai kegiatan yang akan dilakukan,

ditentukan bersama antara pimpinan dan bawahan. Pemimpin

berkonsultasi dengan anak buah untuk merumuskan tindakan

keputusan bersama. Ciri-ciri gaya kepemimpinan demokratis adalah

sebagai berikut:

a) Semua kebijaksanaan terjadi pada kelompok diskusi dan

keputusan, dengan dorongan dan bantuan dari pemimpin

b) Kegiatan-kegiatan didiskusikan, langkah-langkah umum untuk

teknis pemimpin menyarankan dua atau lebih alternatif prosedur

yang dapat dipilih.

c) Para anggota bebas bekerja dengan siapa saja yang mereka pilih

dan pembagian tugas ditentukan oleh kelompok.

d) Pemimpin adalah obyek atau “fact-minded” dalam pujian dan kecamannya dan mencoba menjadi seorang anggota kelompok

biasa dalam jiwa dan semangat tanpa melakukan banyak

pekerjaan.

3) Laissez-Faire

Gaya kepemimpinan Laissez-Faire mendorong kemampuan anggota untuk mengambil inisiatif. Kurangnya interaksi dan kontrol yang

dilakukan oleh pemimpin, sehingga gaya kepemimpinan ini hanya

bisa berjalan apabila bawahan memperlihatkan tingkat kompetensi

dan keyakinan akan mengejar tujuan dan sasaran cukup tinggi. Dalam

gaya kepemimpinan ini, pemimpin sedikit sekali menggunakan

kekuasaannya atau sama sekali membiarkan anak buahnya untuk

berbuat sesuka hatinya. Ciri-ciri gaya kepemimpinan Laissez-Faire

adalah sebagai berikut:

a) Kebebasan penuh bagi keputusan kelompok atau individu, dengan

pertisipasi minimal dari pemimpin.

b) Bahan-bahan yang bermacam-macam disediakan oleh pemimpin

pada saat ditanya. Dia tidak mengambil bagian dalam diskusi

kerja.

c) Sama sekali tidak ada partisipasi dari pimpinan dalam penentuan

tugas.

d) Kadang-kadang memberikan komentar spontan terhadap kegiatan

anggota atau pertanyaan dan tidak bermaksud menilai atau

mengatur suatu kejadian-kejadian.

3. Lingkungan Kerja

a. Pengertian Lingkungan Kerja

Semangat dan kegairahan kerja karyawan dalam menjalankan tugas yang

dibebankan kepada mereka dipengaruhi banyak faktor, salah satunya

adalah faktor lingkungan kerja. Faktor ini sangat penting dan besar

pengaruhnya, sehingga perusahaan harus memperhatikan kondisi

lingkungan kerja mereka karena akan sangat berpengaruh langsung

dengan para karyawan. Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada

disekitar para pekerja dan yang dapat mempengaruhi dirinya dalam

melakukan tugas- tugas yang dibebankan (Nitisemito, 1996:109).

b. Lingkungan Kerja Fisik

Lingkungan kerja fisik merupakan hal-hal yang ada di sekitar para pekerja

yang dapat dirasakan secara fisik melalui indera dan dapat mempengaruhi

Lingkungan kerja fisik dapat dikenali dengan indera oleh para karyawan.

Menurut Nitisemito (1996:184), faktor-faktor fisik yang termasuk dalam

lingkungan kerja meliputi:

1) Kebersihan

Kondisi lingkungan yang bersih akan memberikan kesenangan

tersendiri bagi para karyawan. Mereka tidak akan merasa malas dalam

bekerja karena lingkungan yang bersih secara tidak langsung akan

berpengaruh terhadap semangat kerja karyawan.

2) Penerangan

Penerangan dalam lingkungan kerja sangat penting untuk

diperhatikan. Perusahaan harus memberikan penerangan yang cukup

agar tidak mengganggu proses kerja para karyawan. Dengan

penerangan yang baik, hasil yang diperoleh dalam bekerja akan

semakin optimal.

3) Pertukaran Udara

Pertukaran udara di dalam ruangan hendaknya diperhatikan agar

suasana bekerja lebih terjaga dan tidak terganggu kesehatannya.

Perusahaan harus mengusahakan udara bisa masuk dan keluar dengan

lancar, dengan pembuatan ventilasi yang cukup mendukung.

4) Keamanan

Perusahaan harus bisa memberikan rasa aman dan perlindungan

kerja, karyawan akan lebih rajin bekerja dan mereka tidak akan

merasa takut apabila sesuatu hal menimpa mereka.

5) Peralatan Kerja

Peralatan kerja yang dibutuhkan para karyawan harus disediakan

perusahaan agar mereka bisa menyelesaikan pekerjaan dengan mudah.

Dengan tersedianya peralatan yang dibutuhkan, karyawan akan

merasa diberi fasilitas oleh perusahaan demi kelancaran tugas mereka.

c. Lingkungan Kerja Non Fisik

Lingkungan kerja non fisik adalah sesuatu yang ada disekitar pekerja

yang hanya dapat dirasakan secara psikologis, tidak dengan indera dan

dapat mempengaruhi pekerja dalam menjalankan tugas-tugas yang

dibebankan. Faktor-faktor psikis yang tercakup dalam lingkungan kerja

meliputi (Nitisemito, 1996:186):

1) Hubungan dengan Atasan

Hubungan yang baik antara karyawan dengan atasan dapat

menciptakan kepuasan kerja bagi para karyawan. Kerjasama yang

baik antar keduanya juga diperlukan untuk menyelesaikan tugas-tugas

perusahaan. Pemimpin perusahaan tidak boleh membedakan antara

karyawan yang satu dengan yang lain, semua karyawan harus dihargai

dan dihormati sebagaimana mereka menghormati para atasan.

Karyawan akan meningkatkan kinerja mereka dan merasa puas dalam

2) Hubungan dengan Rekan Kerja

Hubungan dengan rekan kerja juga akan mempengaruhi kinerja

karyawan dalam perusahaan. Karyawan akan merasa nyaman dalam

pekerjaannya apabila mereka dapat bekerjasama dengan rekan

kerjanya. Selain itu karyawan juga akan merasa puas karena mereka

dapat bekerja dengan tenang, dan pekerjaan akan terasa ringan dengan

adanya suasana yang saling mendukung dengan rekan kerja.

4. Komitmen

Komitmen organisasional merupakan suatu perpaduan antara sikap

dan perilaku. Menurut Robbins dan Judge (2008:100) komitmen

organisasional didefinisikan sebagai keadaan di mana seseorang karyawan

memihak organisasi tertentu serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk

mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut.

Komitmen organisasional menyangkut tiga sikap yaitu rasa

mengidentifikasikan dengan tujuan organisasi, rasa keterlibatan dengan tugas

organisasi, dan rasa kesetiaan kepada organisasi (Trisnaningsih, 2003:200).

Menurut Bateman dan Strasser, 1984 (dalam Trisnaningsih, 2003:201)

beberapa penelitian terdahulu menyatakan bahwa komitmen organisasi

berpengaruh langsung terhadap kepuasan kerja. Komitmen karyawan pada

organisasi dapat dijadikan salah satu jaminan untuk menjaga kelangsungan

Tiga dimensi terpisah komitmen organisasional menurut Robbins dan

Judge (2008:101) :

a. Komitmen afektif (affective commitment) yaitu perasaan emosional untuk organisasi dan keyakinan dalam nilai-nilainya. Seorang karyawan ingin

terus bekerja dalam organisasi karena pertimbangan adanya kesesuaian

atau kecocokan tujuan-tujuan dan nilai-nilai organisasi dengan dirinya.

b. Komitmen berkelanjutan (continuance commitment) yaitu nilai ekonomi yang dirasa dari bertahan dalam suatu organisasi bila dibandingkan

dengan meninggalkan organisasi tersebut. Karyawan tetap bekerja untuk

organisasi karena adanya kebutuhan dan keinginan pada dirinya, dan

tidak akan melakukan usaha-usaha untuk keluar dari organisasi tersebut.

Seorang karyawan mungkin berkomitmen kepada seorang pemberi kerja

karena ia dibayar tinggi dan merasa bahwa pengunduran diri dari

perusahaan akan menghancurkan keluarganya.

c. Komitmen normatif (normative commitment) yaitu kewajiban untuk bertahan dalam organisasi untuk alasan-alasan moral atau etis. Keinginan

seorang karyawan untuk terus bekerja dalam organisasi karena mereka

merasa ada kewajiban untuk tetap berada dalam organisasi, tidak

5. Kepuasan Kerja

Pada hakikatnya kepuasan kerja bersifat berbeda sesuai dengan sistem

nilai yang berlaku pada masing-masing individu yang bersangkutan.

Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya dan

segala sesuatu yang terjadi dalam lingkungan kerjanya. Kepuasan kerja (job satisfaction) dapat didefinisikan sebagai suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi

karakteristiknya (Robbins dan Judge, 2008:99). Menurut Handoko

(2008:193), kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan

atau tidak menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan

mereka. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi memiliki

perasaan positif tentang pekerjaannya, sementara seseorang yang tidak puas

akan memiliki perasaan yang negatif pada pekerjaannya.

Aspek-aspek yang mempengaruhi kepuasan kerja menurut Luthans

(1995:114) adalah sebagai berikut:

a. Kepuasan pada pekerjaan itu sendiri

Pekerjaan yang dilakukan oleh seorang karyawan dapat menghasilkan

kepuasan kerja, motivasi intern, prestasi kerja yang tinggi, tingkat

kemangkiran yang rendah, dan tingkat labour turn over yang rendah. Seorang karyawan akan merasa puas dengan apabila dalam pekerjaannya

dituntut kemampuan untuk menyelesaikan pekerjaannya dari awal hingga

b. Kepuasan pada pembayaran

Kepuasan pada pembayaran merupakan hal yang bersifat

multidimensional. Hal ini berarti bahwa kepuasan kerja bukan hanya

terletak pada gaji atau upah semata, namun karyawan lebih melihat hal itu

sebagai suatu refleksi dari pihak perusahaan atas kontribusi yang mereka

berikan. Kepuasan terhadap pembayaran dapat dipengaruhi oleh kebijakan

perusahaan, khususnya tentang sistem pembayaran yang ditetapkan.

c. Kepuasan terhadap promosi

Kesempatan untuk dipromosikan merupakan bentuk imbalan yang

bentuknya berbeda dengan imbalan lain, yang dapat dilakukan

berdasarkan senioritas maupun berdasarkan kinerja. Luthans (1995:121)

menambahkan bahwa keinginan untuk dipromosikan sangat terkait

dengan keinginan untuk meningkatkan status sosial dan menambah

pendapatan.

d. Kepuasan pada supervisi

Supervisi merupakan hal yang sangat penting sebagai sumber kepuasan

kerja. Kepuasan terhadap supervisi berkaitan dengan gaya kepemimpinan

supervisi. Gaya kepemimpinan supervisi yang mempengaruhi kepuasan

kerja yaitu supervisior yang berorientasi pada karyawan dan supervisior

yang mengutamakan partisipasi karyawan.

e. Kepuasan pada rekan kerja

Rekan kerja bisa menjadi sumber kepuasan yang paling kuat jika

perasaan dari suatu kelompok kerja berkaitan erat dengan kepuasan kerja.

Rekan kerja akan menjadi sumber kepuasan kerja karyawan bila antar

karyawan diberi kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain.

Dokumen terkait