• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Pengertian Pemasaran

Pemasaran merupakan proses pemenuhan kebutuhan manusia dengan memahami, menciptakan, mengkomunikasikan, serta memberikan nilai dan kepuasan kepada konsumen dan memberikan keutungan bagi perusahaan. Beberapa ahli pemasaran lainnya juga mengemukakan pendapat mengenai definisi pemasaran yang memiliki berbagai argumentasi yang berbeda tetapi mengandung arti dan makna yang sama. Perbedaan itu biasanya ditinjau oleh para ahli pemasaran dari segi atau sudut padang yang berbeda-beda.

Dharmmesta & Handoko (2000:5) merumuskan bahwa manajemen pemasaran dirumuskan sebagai proses manajemen, yang meliputi penganalisaan, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasaan kegiatan pemasaran yang dilakukan oleh perusahaan. Kegiatan ini bertujuan menimbulkan pertukaran yang diinginkan, baik yang menyangkut barang dan jasa, atau benda-benda lain yang dapat memenuhi kebutuhan psikologis, sosial, dan kebudayaan. Proses pertukaran dapat ditimbulkan dengan baik oleh penjual, maupun pembeli yang menguntungkan kedua belah pihak. Penentuan produk, harga, promosi, dan tempat untuk mencapai tanggapan yang efektif disesuaikan denga sikap dari perilaku konsumen, dan sebaliknya sikap dan perilaku

konsumen dipengaruhi sedemikian rupa sehingga menjadi sesuai dengan produk-produk perusahaan.

Kotler dan Armstrong (2008:7) mendefinisikan pemasaran adalah proses sosial dan manajerial dimana pribadi dan organisasi memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan dan penukaran nilai dengan yang lain dalam konteks bisnis yang lebih sempit, pemasaran mencangkup menciptakan hubungan pertukaran muatan nilai dengan pelanggan yang menguntungkan, karena itu kita mendefinisikan pemasaran (marketing) sebagai proses dimana perusahan menciptakan nilai bagi pelanggan dan membangun hubungan-hubungan yang kuat dengan pelanggan, dengan tujuan menangkap nilai dari pelanggan sebagai imbalannya.

2. Bauran Pemasaran

Bauran pemasaran merupakan kumpulan alat pemasaran taktif terkendali yang dipadukan perusahaan untuk menghasilkan respon yang diinginkannya di pasar sasaran (Kotler & Armstrong, 2012:42). Selain itu menurut Buchari (2008:205), bauran pemasaran (marketing mix) merupakan strategi mencampur kegiatan-kegiatan marketing, agar dicari kombinasi maksimal sehingga mendatangkan hasil paling memuaskan.

3. Kualitas Pelayanan

Menurut Kotler (2002:83), pelayanan adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain,

yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Produksinya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan pada satu produk fisik. Lovelock et al. (2011:154) mengemukakan bahwa kualitas layanan adalah hasil dari suatu proses evaluasi dimana pelanggan membandingkan persepsi mereka terhadap pelayanan dan hasilnya dengan apa yang mereka harapkan.

Kualitas pelayanan merupakan tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi kebutuhan pelanggan (Parasuraman (1988) dalam Sangadji dan Sopiah, 2013:100). Sedangkan Tjiptono 2008 (dalam Sangadji dan Sopiah 2013:100) menjelaskan bahwa apabila pelayanan yang diterima atau disarankan sesuai dengan yang diharapkan, kualitas pelayanan dipersepsikan baik dan memuaskan. Pada dasarnya, kualitas pelayanan berfokus pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelangggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan. Dengan kata lain, terdapat faktor utama yang mempengaruhi kualitas pelayanan, yaitu jasa yang diharapkan dan jasa yang dipersepsikan. Dalam studinya Parasuraman menyimpulkan terdapat lima dimensi SERVQUAL (Sangadji dan Sopiah, 2013:100-101) adalah:

a. Tangibles (Bukti Langsung), yaitu meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai dan saran komunikasi.

b. Reliability (Kehandalan), yaitu kemampuan dalam memberikan pelayanan dengan segera dan memuaskan serta sesuai dengan telah dijanjikan.

c. Responsiveness (Daya Tangkap), yaitu keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan tanggap. d. Assurance (Jaminan), yaitu mencangkup kemampuan, kesopanan,

dan sifat yang dapat dipercaya yang dimiliki staff, bebas dari bahaya, resiko, ataupun keraguan.

e. Empaty (Empati), yaitu meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, dan perhatian yang tulus terhadap kebutuhan pelanggan.

4. Harga

Menurut Kotler & Armstrong (2003:430) harga merupakan sejumlah uang yang dibayarkan atas barang dan jasa, atau jumlah nilai yang konsumen tukarkan dalam rangka mendapatkan manfaat dari memiliki atau menggunakan barang dan jasa.

Harga adalah determinan utama permintaan. Berdasarkan hukum permintaan (the law of demand), besar kecilnya harga mempengaruhi kualitas produk yang dibeli konsumen. Semakin mahal harga, semakin sedikit jumlah permintaan atas produk bersangkutan dan sebaliknya. Meskipun demikian, itu tidak selalu berlaku pada semua situasi.

Dalam hal ini harga merupakan persepsi masyarakat atau konsumen terhadap harga yang ditawarkan pada suatu toko atau perusahaan. Harga

seringkali digunakan sebagai indikator nilai bilamana harga tersebut dihubungkan dengan manfaat yang dirasakan atas satu barang atau jasa. Dengan kata lain, pada tingkat harga tertentu yang telah dikeluarkan, konsumen dapat merasakan manfaat yang mereka dapatkan sebanding atau bahkan lebih tinggi dari nominal uang yang mereka keluarkan.

Sedangkan menurut Tjiptono (2008:267), harga diartikan sebagai nilai suatu ukuran produk atau jasa yang dinyatakan dalam rupiah. Nilai merupakan rasio atau perbandingan antara persepsi terhadap manfaat dengan biaya-biaya yang di keluarkan untuk mendapatkan produk atau jasa. Manfaat atau nilai pelanggan total meliputi, nilai produk, nilai layanan, dan nilai citra. Istilah good value tidak berarti produk yang harganya murah, tetapi lebih mencerminkan produk tertentu yang tipe dan jumlah manfaat potensial (seperti kualitas, citra, dan kenyamanan) yang diharapkan konsumen pada tingkat tertentu.

Tjiptono(2011:291)menjelaskan bahwa harga berperan penting bagi perekonomian mikro (konsumen dan perusahaan) sebagai berikut :

a. Bagi perekonomian. Harga produk mempengaruhi tingkat upah, sewa bunga, laba. Harga merupakan regulator dasar dalam sistem perekonomian, karena harga berpengaruh terhadap alokasi faktor-faktor produksi seperti tenaga kerja, tanah, modal, dan kewirausahaan. Tingkat upah yang tinggi menarik tenaga kerja, tingkat bunga yang tinggi menarik investasi modal, dan seterusnya. Sebagai alokator sumberdaya, harga menetukan apa yang yang

akan di produksi (penawaran) dan siapa yang akan membeli barang dan jasa yang dihasilkan (permintaan).

b. Bagi konsumen. Dalam penjualan ritel, ada segmen pembeli yang sangat sensitif terhadap faktor harga (menjadikan harga sebagai satu-satunya pertimbangan membeli produk) dan ada pula yang tidak. Mayoritas konsumen agak sensitif terhadap harga, namun juga mempertimbangkan faktor lain (seperti citra merek, lokasi toko, layanan, nilai (value) dan kualitas. Selain itu persepsi konsumen terhadap kualitas produk sering kali dipengaruhi oleh harga. Dalam beberapa kasus, harga yang mahal dianggap mencerminkan kualitas tinggi, terutama dalam ketagori specialty products.

c. Bagi perusahaan. Dibandingkan dengan bauran pemasaran lainnya (produk, distribusi, dan promosi) yang membutuhkan pengeluaran dana dalam jumlah besar, harga merupakan satu-satunya elemen bauran pemasaran yang mendatangkan pendapatan. Harga produk adalah determinan utama bagi permintaan pasar atas produk bersangkutan. Harga mempengaruhi posisi bersaing dan pangsa pasar perusahaan. Dampaknya, harga berpengaruh pada pendapatan dan laba bersih perusahaan. Perusahaan mendapatkan uang melalui harga yang dibebankan atas produk atau jasa yang dijual.

Selain itu Tjiptono (2015:291) menjabarkan peranan harga secara garis besar sebagai berikut :

a. Harga yang dipilih berpengaruh langsung terhadap tingkat permintaan dan menentukan tingkat aktivitas. Harga yang terlampau mahal atau sebaliknya terlalu murah berpotensi mengahambat perkembangan produk. Oleh sebab itu pengukuran sensitivitas harga amat penting dilakukan.

b. Harga jual secara langsung menentukan profitabilitas operasi. c. Harga yang ditetapkan oleh perusahaan mempengaruhi persepsi

umum terhadap produk atau merek dan berkontribusi pada evoked set konsumen potensial. Konsumen acap kali menjadikan harga sebagai indikator kualitas, khususnya dalam pasar produk konsumen.

d. Harga merupakan alat atau wahana langsung untuk melakukan perbandingan antar produk atau merek yang saling bersaing. Dengan kata lain harga adalah “forced point of contact between competitors”. e. Strategi penetapan harga harus selaras dengan komponen bauran pemasaran lainnya. Harga harus dapat menutup biaya pengembangan, promosi, dan distribusi produk.

f. Akselerasi perkembangan teknologi dan semakin singkatnya siklus hidup produk menuntut penetapan harga yang akurat sejak awal.

g. Proliferasi merek dan produk seringkali tanpa dibarengi differensiasi memadai berimplikasi pada pentingnya positioning harga yang tepat.

h. Peraturan pemerintah, etika dan pertimbangan sosial (seperti pengendalian harga, penetapan margin laba maksimum, otoritas kenaikan harga, dan seterusnya) membatasi otonomi dan fleksibilitas perusahaan dalam menetapkan harga.

i. Berkurangnya daya beli di sejumlah kawasan dunia berdampak pada semakin tingginya sensitivitas harga, yang pada gilirannya memperkuat peranan harga sebagai instrument pendorong penjualan dan pangsa pasar.

Tujuan penetapan harga menurut Tjiptono (2015:291-293) adalah sebagai berikut :

a. Tujuan berorientasi pada laba

Target laba adalah tingkat laba yang sesuai atau yang diharapkan sebagai sasaran laba. Ada dua jenis target laba yang biasa digunakan, yaitu target marjin dan target ROI (Return On Investment). Target marjin merupakan target laba sebuat produk yang dinyatakan sebagai persentase yang mencerminkan rasio laba terhadap penjualan. Sedangkan target ROI merupakan target laba suatu produk yang dinyatakan sebagai rasio laba terhadap investasi total yang dilakukan perusahaan dalam fasilitas produksi dan asset yang mendukung produk tersebut.

b. Tujuan berorientasi pada volume

Harga ditentukan sedemikian rupa agar dapat mencapai target volume penjualan (dalam ton, kg, unit, m3, dan lain-lain), nilai penjualan (Rp) atau pangsa pasar.

c. Tujuan berorientasi pada citra

Perusahaan dapat menetapkan harga mahal untuk membentuk atau mempertahankan citra prestisius. Sementara itu, harga murah dapat digunakan untuk membentuk citra nilai tertentu (image of value), misalnya dengan memberikan jaminan bahwa harganya merupakan harga terendah di suatu wilayah tertentu. Pada hakikatnya, baik penetapan harga mahal maupun murah bertujuan untuk meningkatkan persepsi konsumen terhadap suatu keseluruhan bauran produk yang ditawarkan.

d. Tujuan stabilitas harga

Penetapan harga untuk stabilisasi harga dilakukan dengan jalan menetapkan harga untuk mempertahankan hubungan yang stabil antara harga sebuah perusahaan dan harga pemimpin industri. e. Tujuan-tujuan lainnya

Harga dapat pula ditetapkan dengan tujuan mencegah masuknya pesaing, mempertahan loyalitas pelanggan, mendukung penjualang ulang, memdapatkan aliran kas secepatnya atau menghindari campur tangan pemerintah.

Stanton 1998 (dalam Yusup, 2011:27) indikator yang mencirikan harga yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu :

a. Keterjangkauan harga, yaitu penetapan harga yang dilakukan oleh perusahaan sesuai dengan kemampuan daya beli konsumen. Konsumen dapat menjangkau harga yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Dalam satu merek terdapat beberapa jenis produk mulai dari harga yang termahal hingga termurah. Dengan harga yang ditetapkan terjangkau konsumen dapat membeli produk sesuai dengan kebutuhannya.

b. Kesesuaian harga dengan kualitas produk, yaitu penetapan harga yang dilakukan perusahaan yang disesuaikan dengan kualitas produk yang dapat diperoleh konsumen.

c. Daya saing harga, yaitu penawaran harga yang dilakukan oleh perusahaan berbeda dan bersaing dengan yang diberikan oleh perusahaan lain pada jenis produk yang sama. Dalam hal ini perbandingan mahal atau murahnya suatu produk sangat dipertimbangkan oleh konsumen saat akan melakukan pembelian.

d. Kesesuaian harga dengan manfaat, yaitu penetapan harga yang dilakukan oleh perusahaan yang sesuai dengan manfaat yang dapat diperoleh konsumen dari produk yang dikonsumsi. Jika manfaat yang dirasakan besar atau sama dengan jumlah uang yang dikeluarkan untuk mendapatkannya. Jika manfaat yang dirasakan konsumen kecil dari jumlah uang yang dikeluarkanya, maka konsumen akan berpikir dua kali untuk melakukan pembelian ulang.

5. Kualitas Produk

American Society for Quality dalam Kotler dan Keller (2009:143), kualitas adalah totalitas fitur dan karakteristik produk dan jasa yang bergantung pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat. Semakin tinggi tingkat kepuasan pelanggan dihasilkan, yang mendukung harga yang lebih tinggi dan (sering kali) biaya yang lebih rendah. Sedangkan kualitas produk menurut Kotler dan Keller (2008:272) merupakan karakteristik produk atau jasa yang bergantung pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan pelanggan yang dinyatakan atau diimplementasikan.

Sedangkan Gaspersz dalam Umar Husain (2003:233) untuk menentukan kualitas produk, dapat dimasukkan ke dalam 8 (delapan) dimensi, yaitu:

a. Performance (kinerja produk), hal ini berkaitan dengan aspek fungsional suatu barang dan merupakan karakteristik utama yang dipertimbangkan pelanggan dalam membeli barang tersebut.

b. Aesthetics (estetika/keindahan produk), merupakan karakteristik yang bersifat subyektif mengenai nilai-nilai estetika yang berkaitan dengan pertimbangan pribadi dan refleksi dari preferensi individual. c. Special features (fitur khusus), yaitu aspek performansi yang berguna untuk menambah fungsi dasar, berkaitan dengan pilihan-pilihan produk dan pengembangannya.

d. Conformance (kesesuaian produk), hal ini berkaitan dengan tingkat kesesuaian terhadap spesifikasi yang ditetapkan sebelumnya berdasarkan keinginan pelanggan.

e. Reliability (kehandalan produk), hal ini yang berkaitan dengan probabilitas atau kemungkinan suatu barang berhasil menjalankan fungsinya setiap kali digunakan dalam periode waktu tertentu dan dalam kondisi tertentu pula.

f. Durability (daya tahan), yaitu suatu refleksi umur ekonomis berupa ukuran daya tahan atau masa pakai barang.

g. Perceived Quality (persepsi kualitas), berkaitan dengan perasaan pelanggan mengenai keberadaan produk tersebut sebagai produk yang berkualitas.

h. Service ability (kemampuan pelayanan), berkaitan dengan penanganan pelayanan purna jual, seperti penanganan keluhan yang ditujukan oleh pelanggan.

Menurut Kotler dan Keller (2007:4) ada lima tingkat produk yaitu antara lain :

a. Manfaat inti (Core Benefit); layanan atau manfaat mendasar yang sesungguhnya dibeli pelanggan.

b. Produk dasar (Basic Product); tingkat kedua, pemasar harus mengubah manfaat inti menjadi produk dasar.

c. Produk yang diharapkan (Expected Product); beberapa atribut dan kondisi yang biasanya diharapkan pembeli ketika mereka membeli produk.

d. Produk yang ditingkatkan (Augmented Product); pada tingkat ini produk melampaui harapan pelanggan.

e. Calon produk (Potential Product); yang meliputi segala kemungkinan peningkatan dan perubahan yang mungkin akan dialami produk atau tawaran tersebut pada masa mendatang. Menurut Kotler (2002:451), Produk dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok, yaitu:

a. Berdasarkan wujudnya

1) Barang; produk yang terwujud fisik, sehingga bisa dilihat, diraba, atau disentuh, dirasa, dipegang, disimpan, dipindahkan, dan perlakuan fisik lainnya.

2) Jasa; setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain, yang dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Produknya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan dengan suatu produk fisik.

1) Barang tidak tahan lama (nondurable goods); barang berwujud yang biasanya habis dikonsumsi dalam satu atau beberapa kali pemakaian,.

2) Barang tahan lama (durable goods); barang berwujud yang biasanya bisa tahan lama dengan banyak pemakaiannya (umur ekonomisnya untuk pemakaian normal adalah satu tahun).

6. Promosi

Promosi adalah tindakan menginformasikan atau mengingatkan konsumen tentang spesifikasi produk atau merek. Promosi juga dapat mengingatkan konsumen bahwa produk tersedia. Terlebih, dalam mengingatkan konsumen tentang kualitas produk dan keuntungan yang ditawarkan melebihi produk pesaing (Madura, 2001:157).

Tujuan dari kegiatan promosi menurut Morissan (2010:35) berdasarkan riset antara lain :

a. Tujuan promosi untuk memperkenalkan perusahaan kepada masyarakat luas, dalam hasil riset menunjukan bahwa sebagian besar konsumen masih belum mengetahui keberadaan perusahaan.

b. Tujuan promosi untuk mendidik para pengguna atau konsumen agar mereka lebih efektif dan mengerti dalam memanfaatkan produk-produk perusahaan jika hasil riset menunjukan sebagian besar khalayak penggunaan atau konsumen belum memahami manfaat produk yang dihasilkan perusahaan.

c. Tujuan promosi untuk mengubah citra perusahaan dimata khalayak karena adanya produk atau kegiatan baru jika hasil riset menunjukan khalayak belum mengetahui bahwa perusahaan telah menghasilkan produk baru atau kegiatan baru.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi promosi menurut Hasan (2013:611-613) yaitu sebagai berikut :

a. Menentukan Tujuan: tujuan promosi yang dibuat secara berjenjangan (skala prioritas) menjadi sangat penting karena menjadi panduan dalam perencanaan program promosi dan pelaksanaan kegiatan promosi.

b. Anggaran Promosi: jumlah dana tersedia merupakan faktor penting dalam mempengaruhi penggunaan bauran promosi.

c. Target Pasar: mengidentifikasi segmen pasar yang ingin dicapai dalam kampanye promosi harus dibatasi secara terpisah menurut faktor tertentu.

d. Persaingan: dalam rencana pemasaran, salah satu unsur paling penting adalah analisis tentang pesaing dan situasi persaingan pasar.

Bauran promosi menurut Madura (2001:157) adalah kombinasi metode promosi yang digunakan perusahaan untuk meningkatkan penerimaan produk-produknya. Menurut Kotler dan Armstrong (2012:432) bauran promosi terdiri atas 5 (lima) alat-alat promosi, yaitu: a. Advertising (periklanan)

Semua bentuk presentasi dan promosi nonpersonal yang dibayar oleh sponsor untuk mempresentasikan gagasan, barang atau jasa. Periklanan dianggap sebagai manajemen citra yang bertujuan menciptakan dan memelihara cipta dan makna dalam benak konsumen. Bentuk promosi yang digunakan mencakup broadcast, print, internet, outdoor, dan bentuk lainnya.

b. Sales promotion (promosi penjualan)

Insentif-insentif jangka pendek untuk mendorong pembelian atau penjualan suatu produk atau jasa. Bentuk promosi yang digunakan mencakup discounts, coupons, displays, demonstrations, contests, sweepstakes, dan events.

c. Personal selling (penjualan perseorangan)

Presentasi personal oleh tenaga penjualan dengan tujuan menghasilkan penjualan dan membangun hubungan dengan konsumen. Bentuk promosi yang digunakan mencakup presentations, trade shows, dan incentive programs.

d. Public relations (hubungan masyarakat)

Membangun hubungan yang baik dengan berbagai publik perusahaan supaya memperoleh publisitas yang menguntungkan, membangun citra perusahaan yang bagus, dan menangani atau meluruskan rumor, cerita, serta event yang tidak menguntungkan. Bentuk promosi yang digunakan mencakup press releases, sponsorships, special events, dan web pages.

e. Direct marketing (penjualan langsung)

Hubungan langsung dengan sasaran konsumen dengan tujuan untuk memperoleh tanggapan segera dan membina hubungan yang abadi dengan konsumen. Bentuk promosi yang digunakan mencakup catalogs, telephone marketing, kiosks, internet, mobile marketing, dan lainnya.

7. Kepuasan Konsumen

Menurut Kotler dan Keller (2009:138) menyatakan bahwa kepuasan adalah perasaan senang dan kecewa seseorang yang timbul karena membandingkan kinerja yang dipersepsikan produk atau jasa terhadap ekspekstasi mereka.

Ujang Sumarwan (2011:387) mendefinisikan kepuasan atau tidakpuasan konsumen merupakan dampak dari perbandingan antara harapan konsumen sebelum pembelian dengan yang sesungguhnya diperoleh konsumen dari produk yang dibeli tersebut atau dari jasa yang dinikmati.

Menurut Fornell 1992 (dalam Liu 2016:31-32) membagi dimensi kepuasaan konsumen menjadi tiga dimensi yaitu :

Penentu utama kepuasan konsumen yaitu kualitas kinerja, kualitas adalah sangat mendasar bagi seluruh kegiatan ekonomi karena dapat menggambarkan dua buah komponen secara keseluruhan sebuah pengalaman konsumsi.

b. Nilai yang dirasakan

Nilai adalah manfaat yang dirasakan oleh konsumen terhadap harga yang dibayarkan olehnya. Konsumen akan membandingkan nilai yang dirasakan setalah melakukan transaksi dengan penawaran yang diberikan oleh perusahaan baik berupa barang atau jasa.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan konsumen menurut Irawan (2008: 37), yaitu :

a. Kualitas produk adalah driver kepuasan pelanggan yang multi dimensi. Pelanggan akan puas dengan produk yang dibeli jika produk tersebut berkualitas baik.

b. Harga, pelanggan yang sensitif terhadap harga murah adalah sumber kepuasan yang penting karena mereka mendapatkan nilai yang tinggi.

c. Service quality (kualitas pelayanan) adalah konsep pelayanan yang terdiri dari tangibles, responsiveness, reliability, assurance dan empathy.

d. Emotional factor (faktor emosional) adalah faktor yang berhubungan dengan gaya hidup seseorang.

e. Biaya dan kemudahan adalah pelanggan akan semakin puas dengan relatif mudah, nyaman dan efisien dalam mendapatkan produk atau pelayanan.

Dokumen terkait