• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KONSEP, TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.3 Landasan Teori

Dalam penulisian skripsi ini, penulis mengawali penulisan dengan menggunakan Teori semiotik. Teori semiotik yang digunakan terfokus pada teori Semiotik Charles Sanders Peirce. Hal tersebut dikarenakan penelitian yang akan dilakukan pertama kali dalam skripsi ialah menelaah dan membedah simbol sehingga dapat menemukan makna dibalik simbol tersebut. Selanjutnya, penulis akan melanjutkan penelitian dengan menggunakan Teori Fungsional yang dikemukakan oleh Malinowski untuk mencari fungsi dari hewan, tumbuhan, dan benda lainnya yang dipercaya sebagai simbol pembawa keberuntungan bagi masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai.

Teori semiotik digunakan untuk membedah simbol-simbol yang terdapat pada jenis-jenis benda yang telah diuraikan jenisnya di dalam pembatasan masalah. Semiotik atau ada yang menyebutnyasemiotika berasal dari kata Yunani ‘semeion’ yang berarti ‘tanda’. Semiotik adalah cabang ilmu yang berurusan

dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda, seperti sistem tanda dan proses yang berlaku bagi pengguna tanda (Zoest, 1991:1).

Menurut Charles Sanders Peirce, proses pemaknaan dan penafsiran tanda dalam semiotik disebut semiosis. Istilah semiosis digambarkan sebagai suatu proses dari pencerapan sesuatu oleh indra kita yang kemudian diolah oleh kognisi kita. Tanda yang diserap oleh manusia merupakan tahap awal dari semiosis. Pada tahap awal ini hal yang diindra disebut ground atau representamen. Tahap ini diikuti dengan tahap lanjutannya, yakni pengolahannya dalam kognisi secara instan yang hasilnya disebut object (ini adalah istilah yang tidak sama artinya dengan ‘benda’). Proses semiosis selanjutnya adalah penafsiran setelah ada waktu untuk mengolah lebih lanjut object dan hasilnya disebut interpretant.

Karena tanda dimulai dari representamen yang seakan mewakili apa yang ada dalam pikiran manusia (object), teori semiotik Peirce mendefinisikan tanda sebagai “something that represant something else”, yang secara teoritis dapat diterjemahkan menjadi tanda adalah representamen yang secara spontan mewakili

object.’Mewakili’ disini berarti berkaitan secara kognitif yang secara sederhana

dapat diartikan sebagai proses pemaknaan : ada kaitan antara ”realitas” dan “ apa yang berada dalam kognisi manusia”. Pengertian ini menjadi lebih jelas apabila kita memasuki tiga kategori tanda berdasarkan sifat hubungan antara

representamen dan object menurut Peirce (Hoed 2014:10).

Kategori pertama adalah index, yakni tanda yang hubungan antara

adalah apabila kita melihat sandal sang ayah sudah tidak ditempatnya lagi (representamen), ini berarti bahwa sang ayah sudah berada di rumah (object). Artinya bahwa ada hubungan ntara ruang kosong, yakni “ ketiadaan sandal ayah ditempatnya” (representamen) dan ”ayah ada dirumah” (object) yang bersifat kausal.

Kategori kedua adalah icon. Icon adalah kategori tanda yang

representamennya memiliki keserupaan identitas dengan object yang ada dalam

kognisi manusia yang bersangkutan. Contohnya foto seseorang adalah icon dirinya. Bagi seseorang lukisan kerbau adalah icon dari kerbau yang ada dalam pikiran orang tersebut.

Kategori ketiga adalah symbol. Symbol adalah tanda yang makna

representamennya diberikan berdasarkan konvensi sosial. Jadi, bendera merah

yang ada di laut merupakan representamen yang maknanya secara sosial ‘dilarang melewati, bahaya’ (object). Berbagai sistem bahasa, verbal, nonverbal, merupakan merupakan sistem symbol karena makna dari setiap representamennya diperoleh berdasarkan konvensi sosial. Index dan icon dapat digunakan sebagai

symbol. Bau kemenyan (representamen) bisa tidak sekedar mewakili object

‘kemenyan’, tetapi dapat mempunyai makna sosial ‘ada hantu yang hadir’ (object) (Hoed 2014:11). Dari ketigajenis kategori tanda (indext, icon, symbol )yang diuraikan oleh Peirce, symbol merupakan jenis tanda yang dimaksudkan dalam penelitian ini. Setelah menggunakan teori semiotik untuk mengkaji makna yang terkandung pada 15 simbol keberuntungan bagi masyarakat Tionghoa desa Lincun

Binjai, penelitian ini akan dilanjutkan dengan menggunakan teori Fungsionalisme yang dikemukakan oleh Malinowski.

Malinowski dalam (T.O. Ihroni 2006), mengajukan sebuah orientasi teori yang dinamakan fungsionalisme, yang beranggapan atau berasumsi bahwa semua unsur kebudayaan bermanfaat bagi masyarakat dimana unsur itu terdapat. Dengan kata lain, pandangan fungsionalisme terhadap kebudayaan mempertahankan bahwa setiap pola kelakuan yang sudah menjadi kebiasaan, setiap kepercayaan dan sikap yang merupakan bagian dari kebudayaan dalam suatu masyarakat, memenuhi beberapa fungsi mendasar dalam kebudayaan yang bersangkutan.

Teori fungsionalisme dapat diterapkan dalam analisa mekanisme- mekanisme kebudayaan secara tersendiri, namun teori ini tidak mengemukakan dalil-dalil sendiri untuk menerangkan mengapa kebudayaan yang berbeda-beda memiliki unsur-unsur budaya yang berbeda dan mengapa terjadi perubahan dalam kebudayaan. Secara garis besar Malinowski merintis bentuk kerangka teori untuik menganalisis fungsi dari kebudayaan manusia, yang disebutnya suatu teori fungsional tentang kebudayaan atau “a functional theory of culture”. Menurut Malinowski (1984:216) :

“Pada dasarnya kebutuhan manusia sama, baik itu kebutuhan yang bersifat biologis maupun yang bersifat psikologis dan kebudayaan pada pokoknya memenuhi kebutuhan tersebut. Kondisi pemenuhan kebutuhan tidak terlepas dari sebuah proses dinamika perubahan kea rah konstruksi niali-nilai yang disepakati bersama dalam sebuah masyarakat (dan bahkan proses yang dimaksud akan terus bereproduksi) dan dampak dari nilai tersebut pada akhirnya membentuk tindakan tindakan yang terlembagakan dan dimaknai sendiri oleh masyarakat bersangkutan yang pada akhirnya melahirkan tradisi upacara perkawinan, tata cara dan lain sebagainya yang terlembaga untuk memenuhi kebutuhan biologis manusia tersebut”.

Hal inilah yang kemudian menguatkan tesis dari Malinowski yang sangat menekankan konsep fungsi dalam melihat kebudayaan . Ada tiga tingkatan oleh Malinowski yang harus terekayasa dalam kebudayaan yakni :

“ (1) Kebudayaan harus memenuhi kebutuhan biologis, seperti kebutuhan pangan dan prokreasi, (2) Kebudayaan harus memenuhi kebutuhan instrumental, seperti kebutuhan hokum dan pendidikan, (3) Kebudayaan harus memenuhi kebutuhan integratif, seperti kebutuhan agama dan kesenian”.

Melalui tingkatan abstraksinya tersebut Malinowski kemudian mempertegas inti dari teorinya dengan mengasumsikan bahwa segala kegiatan / aktivitas manusia dalam unsur-unsur kebudayaan itu sebenarnya bermaksud memuaskan suatu rangkaian dari sejumlah kebutuhan naluri mahluk manusia yang berhubungan dengan seluruh kehidupannya.

Sesuai dengan teori fungsionalisme yang dikemukan oleh Bronislaw Malinowski bahwa kebudayaan harus memenuhi kebutuhan biologis, instrumental dan integrative, maka 15 simbol keberuntungan pada masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai juga memiliki fungsi biologis sebagai lambang harapan masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai akan suatu keberuntungan tertentu. Instrumental sebagai sarana pendidikan bagi masyarakat dan juga sebagai lambang kebudayaan. Integratif yang memenuhi kebutuhan agama atau religi masyarakat. Teori Fungsionalisme Malinowski juga mengemukakan bahwa fungsi mengalami perubahan ke arah nilai-nilai dan dampak dari nilai tersebut akhirnya berubah menjadi makna yang disepakati bersama oleh masyarakat.

Dokumen terkait