• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makna dan Fungsi Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat Tionghoa di Desa Lincun Binjai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Makna dan Fungsi Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat Tionghoa di Desa Lincun Binjai"

Copied!
139
0
0

Teks penuh

(1)

MAKNA DAN FUNGSI SIMBOL KEBERUNTUNGAN BAGI

MASYARAKAT TIONGHOA DI DESA LINCUN BINJAI

印尼

LINCUN

华人家中常见吉样物分析

(Yìnní LINCUN huáren

jiāzhōng ch

ángjiàn jíxiàngwù f

ēnx

ī )

SKRIPSI

Oleh:

Paska Aprilia Bb

110710035

PROGRAM STUDI SASTRA CINA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ABSTRAK

Judul dari tulisan ini adalah “Makna dan Fungsi Simbol Keberuntungan Bagi Masyarakat Tionghoa di Desa Lincun Binjai”. Alasan penulis meneliti makna dan fungsi dari simbol keberuntungan bagi masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai dikarenakan pada umumnya masyarakat desa Lincun Binjai mengetahui banyak jenis benda-benda yangs sering dijadikan sebagai simbol keberuntungan bagi masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai, namun mereka tidak mengetahui makna dan fungsi apakah yang terkandung dalam benda-benda tersebut sehingga dijadikan sebagai simbol keberuntungan dalam hidup. Tujuan utama dari penelitian ini ialah untuk mencari tahu makna dan fungsi apakah yang terkandung dalam 15 jenis simbol keberuntungan yang paling sering dijumpai dalam kehidupan masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai. Metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini ialah deskriptif kualitatif. Data diperoleh melalui teknik observasi, wawancara dengan beberapa informan, dan dokumentasi.Teori yang digunakan dalam penelitian ini ialah Teori Semiotik Peirce dan Teori Fungsionalisme Malinowski.

(3)

ABSTRACT

The title of this article is "Meaning and Function of Chinese Society For Luck Symbols in the village Lincun Binjai". The reason the author examines the meaning and function of a symbol of good luck for the Chinese community village Lincun Binjai in general because the villagers Lincun Binjai know many types of objects which often used as a symbol of good luck for the Chinese community village Lincun Binjai, but they do not know the meaning and function of whether the contained in these objects that serve as a symbol of good luck in life. The main objective of this study was to find out the meaning and function are contained in 15 different kinds of auspicious symbols are most often encountered in the life of the Chinese community in the village Lincun Binjai. The method used by the authors in this research is descriptive qualitative. Data obtained through observation, interviews with informants, and dokumentasi.Teori used in this study is Peirce's Theory of Semiotics and Theory of functionalism Malinowski.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas berkatNya yang telah memberikan kesehatan dan kekuatan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Makna dan Fungsi Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat Tionghoa di Desa Lincun Binjai” sebagai salah satu syarat kelulusan dalam menyelesaikan studi di Program Studi Sastra Cina, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra.

Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bantuan dan bimbingan, baik secara moril maupun materil dari berbagai pihak. Atas bantuan dan dukungan yang penulis terima, pada kesempatan ini penulis terlebih dahulu mengucapkan banyak terima kasih kepada orang tua penulis Jainul Butar Butar dan Dra. Rukun Ginting, serta kedua saudara penulis Benedicktus Butar Butar dan Natra Vilova Butar Butar yang selama ini telah mendukung dan memeberikan doa, motivasi, perhatian, dan kasih sayang tanpa batas kepada penulis.

Dengan segala kerendahan hati, penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. H. Syahron Lubis, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, beserta Para wakil Dekan I, II dan III atas bantuan dan fasilitas yang penulis peroleh semasa kuliah di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dr. T. Thyrhaya Zein, M.A., selaku ketua Program Studi Sastra Cina, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara yang selalu bersedia meluangkan waktu untuk memberikan masukan dan saran dalam penyelesaian skripsi ini.

(5)

selalu bersedia meluangkan waktu untuk memberikan masukan dan saran dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Ibu Lila Pelita Hati M.si, selaku Dosen pembimbing I yang dengan sabar telah membimbing dan memberikan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dalam bahasa Indonesia.

5. Ibu Niza Ayuningtias, MTSCOL atau 温 霓 莎 老 师, selaku Dosen Pembimbing II yang dengan sabar telah membimbing dan memberikan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dalam bahasa Mandarin.

6. Bapak Poeleng, Ibu Lian Hua, Bapak Lie Kok Hwa dan juga Bapak Lo Tzupin, sebagai informan yang telah banyak memberikan bantuan berupa penjelasan mengenai data yang dikaji dalam skripsi ini.

7. Bapak/Ibu Staf pengajar dan para dosen Program Studi Sastra Cina Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, serta dosen tamu Jinan University, Guangzhou, RRT yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengajaran selama penulis mengikuti perkuliahan selama 4 tahun terakhir.

8. Sahabat seperjuangan penulis Betty Marshaulina S, Buruti R Harefa, Yuli Esterina Ginting, Alek Saputra Pinem, Marco Simamora, Sanni Tung, Hotmaria J Purba, Jernita Limbong, Emanuella Laudia dan Camelia Novella S yang telah bersedia meringankan hati untuk saling mendukung dan memberi bantuan selama ini, baik dalam suka maupun duka, serta memberikan inspirasi. Terima kasih untuk cinta yang tak terbatas kepada penulis.

9. Seluruh teman-teman Program Studi Sastra Cina angkatan 2011, serta Alumni dan Mahasiswa Sastra Cina Univeritas Sumatera Utara yang telah membantu, memberi semangat, serta meluangkan waktu untuk saling bertukar pikiran kepada penulis.

(6)

Penulis menyadari bahwasanya skripsi ini belum sempurna. Untuk itu dengan segala kerendahan hati, penulis memohon maaf sebesar-besarnya dan berharap adanya kritik dan saran yang membangun dalam penyelesaian skripsi ini. Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan peneliti berikutnya.

Medan, Agustus 2015

(7)

DAFTAR ISI

1.2 Pembatasan Masalah... 9

1.3 Rumusan masalah... 12

1.4 Tujuan Penelitian... 12

1.5 Manfaat Penelitian... 12

1.5.1 Manfaat Teoritis... 12

1.5.2 Manfaat Praktis... 13

BAB II KONSEP, TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI... 14

2.1 Konsep... 14

2.1.1 Makna... 15

2.1.2 Fungsi... 16

2.1.3 Simbol Keberuntungan... 16

2.1.4 Masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai... 18

2.2 Tinjauan Pustaka... 22

2.3 Landasan Teori... 25

BAB III METODE PENELITIAN... 30

3.1 Jenis Penelitian... 30

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian... 30

3.3 Data dan Sumber Data... 32

3.3.1 Data... ... 32

3.3.2 Sumber Data... 32

3.4 Teknik Pengumpulan Data... 33

3.4.1 Studi Kepustakaan (Library Research)... 33

3.4.2 Studi Lapangan (Field Reasearch)... 33

3.5 Teknik Analisis Data... 35

BAB IV PEMBAHASAN... 37

4.1 Makna 15 Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat Tionghoa Desa Lincun Binjai...37

1. Makna Buah Nanas Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat Tionghoa Desa Lincun Binjai...39

(8)

3. Makna Buah Jeruk Mandarin Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat Tionghoa Desa Lincun Binjai... 45 4. Makna Bunga Meihua Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat

Tionghoa Desa Lincun Binjai... 47 5. Makna Buah Delima Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat

Tionghoa Desa Lincun Binjai... 51 6. Makna Labu Botol Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat

Tionghoa Desa Lincun Binjai... 53 7. Makna Harimau Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat

Tionghoa Desa Lincun Binjai... 56 8. Makna Kuda Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat Tionghoa

Desa Lincun Binjai...59 9. Makna Naga Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat Tionghoa

Desa Lincun Binjai...61 10.Makna Ikan Mas Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat

Tionghoa Desa Lincun Binjai... 65 11.Makna Koin Tembaga Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat

Tionghoa Desa Lincun Binjai... 67 12.Makna Pohon Uang Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat

Tionghoa Desa Lincun Binjai... 68 13.Makna Mangkuk Harta Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat

Tionghoa Desa Lincun Binjai... 70 14.Makna Simpul China Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat

Tionghoa Desa Lincun Binjai... 73 15.Makna Sumpit Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat

Tionghoa Desa Lincun Binjai... 77 4.2 Fungsi 15 Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat Tionghoa Desa Lincun

Binjai...80 1. Fungsi Buah Nanas Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat

Tionghoa Desa Lincun Binjai... 82 2. Fungsi Bunga Teratai Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat

Tionghoa Desa Lincun Binjai... 84 3. Fungsi Buah Jeruk Mandarin Sebagai Simbol Keberuntungan bagi

Masyarakat Tionghoa Desa Lincun Binjai... 87 4. Fungsi Bunga Meihua Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat

Tionghoa Desa Lincun Binjai... 90 5. Fungsi Buah Delima Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat

Tionghoa Desa Lincun Binjai... 92 6. Fungsi Labu Botol Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat

Tionghoa Desa Lincun Binjai... 94 7. Fungsi Harimau Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat

Tionghoa Desa Lincun Binjai... 96 8. Fungsi Kuda Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat Tionghoa

Desa Lincun Binjai...97 9. Fungsi Naga Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat Tionghoa

(9)

10. Fungsi Ikan Mas Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat

Tionghoa Desa Lincun Binjai... 102

11. Fungsi Koin Tembaga Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat Tionghoa Desa Lincun Binjai... 105

12. Fungsi Mangkuk Harta Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat Tionghoa Desa Lincun Binjai... 106

13. Fungsi Pohon Uang Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat Tionghoa Desa Lincun Binjai... 108

14. Fungsi Simpul China Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat Tionghoa Desa Lincun Binjai... 110

15. Fungsi Sumpit Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat Tionghoa Desa Lincun Binjai... 113

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 116

5.1Kesimpulan... 116

5.2 Saran... 120

DAFTAR PUSTAKA... 122

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Jumlah Vihara Menurut Kelurahan... 10

Gambar 2.1 Kediaman Masyarakat Tionghoa di Desa Lincun Binjai... 20

Gambar 4.1 Simbol Buah Nanas Sebagai Perlengkapan Sembahyang... 40

Gambar 4.2 Simbol Bunga Teratai Bersama Dewi Kuan Im... 44

Gambar 4.12 Ikan Mas Pada Kediaman Masyarakat Tionghoa... 66

Gambar 4.13 Lukisan Ikan Mas Koki... 66

Gambar 4.14 Koin Tembaga Sebagai Bandul Gelang dan Kalung... 67

Gambar 4.15 Tumbuhan Pohon Uang dan Hiasan Pohon Uang... 69

Gambar 4.16 Ukiran Mangkuk Harta... 72

Gambar 4.17 Lima Bentuk Simpul China... 75

Gambar 4.18 Simpul Pan Chang Sebagai Gantungan... 76

Gambar 4.19 Sumpit Sebagai Alat Bantu Makan... 79

Gambar 4.20 Buah dan Simbol Nanas Sebagai Persembahan... 82

Gambar 4.21 Ukiran Buah Nanas Pada Tempat... 83

Gambar 4.22 Sembahyang Lukisan Bunga Teratai dan Dewi Kuan Im... 85

Gambar 4.23 Bunga Teratai dan Ikan Mas Koki Pada Dinding Pagar... 86

Gambar 4.24 Kam Cheng Sebagai Sajian Sembahyang... 87

Gambar 4.25 Kam Cheng Sebagai Hiasan... 88

Gambar 4.26 Meihua Sebagai Hiasan Ruang Tamu... 90

Gambar 4.27 Meihua Pada Dinding Bangunan Vihara... 91

Gambar 4.28 Lukisan Delima Sebagai Hiasan Ruang Tamu... 92

(11)

Gambar 4.40 Lukisan Ikan Mas Pada Tempat Sembahyang... 106

Gambar 4.41 Lukisan Ikan Mas Pada Pagar Kediaman Masyarakat... 104

Gambar 4.42 Koin Tembaga Sebagai Bandul Aksesoris... 105

Gambar 4.43 Mangkuk Harta Sebagai Hiasan Pada Ruang Tamu... 106

Gambar 4.44 Lukisan Mangkuk Harta Pada Dinding Vihara... 107

Gambar 4.45 Pohon Uang Sebagai Hiasan... 109

Gambar 4.46 Simpul Pan Chang Sebagai Gantungan... 111

Gambar 4.47 Simpul China Sebagai jimat... 112

Gambar 4.48 JimaSumpit Sebagai Alat Makan Tradisional... 114

(12)

ABSTRAK

Judul dari tulisan ini adalah “Makna dan Fungsi Simbol Keberuntungan Bagi Masyarakat Tionghoa di Desa Lincun Binjai”. Alasan penulis meneliti makna dan fungsi dari simbol keberuntungan bagi masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai dikarenakan pada umumnya masyarakat desa Lincun Binjai mengetahui banyak jenis benda-benda yangs sering dijadikan sebagai simbol keberuntungan bagi masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai, namun mereka tidak mengetahui makna dan fungsi apakah yang terkandung dalam benda-benda tersebut sehingga dijadikan sebagai simbol keberuntungan dalam hidup. Tujuan utama dari penelitian ini ialah untuk mencari tahu makna dan fungsi apakah yang terkandung dalam 15 jenis simbol keberuntungan yang paling sering dijumpai dalam kehidupan masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai. Metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini ialah deskriptif kualitatif. Data diperoleh melalui teknik observasi, wawancara dengan beberapa informan, dan dokumentasi.Teori yang digunakan dalam penelitian ini ialah Teori Semiotik Peirce dan Teori Fungsionalisme Malinowski.

(13)

ABSTRACT

The title of this article is "Meaning and Function of Chinese Society For Luck Symbols in the village Lincun Binjai". The reason the author examines the meaning and function of a symbol of good luck for the Chinese community village Lincun Binjai in general because the villagers Lincun Binjai know many types of objects which often used as a symbol of good luck for the Chinese community village Lincun Binjai, but they do not know the meaning and function of whether the contained in these objects that serve as a symbol of good luck in life. The main objective of this study was to find out the meaning and function are contained in 15 different kinds of auspicious symbols are most often encountered in the life of the Chinese community in the village Lincun Binjai. The method used by the authors in this research is descriptive qualitative. Data obtained through observation, interviews with informants, and dokumentasi.Teori used in this study is Peirce's Theory of Semiotics and Theory of functionalism Malinowski.

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Hubungan manusia dengan hewan, tumbuhan, dan beberapa benda alam

lainnya memiliki nilai spiritual. Anggapan ini membuat hewan, tumbuhan, dan

beberapa benda alam memiliki nilai yang sangat tinggi dan sakral. Alasan yang

menjadikan benda-benda ini dipercaya memiliki nilai spiritual dan dianggap

sakral, dikarenakan berbagai jenis jasa hewan, tumbuhan, dan benda alam lainnya

yang dapat menunjang dan membantu kehidupan manusia sehari-hari dari zaman

dahulu hingga pada saat ini.

Hewan, tumbuhan, dan beberapa benda alam turut membantu kehidupan

manusia baik sebagai bahan makanan, bahan sandang, obat-obatan, hingga bahan

pewarnaan. Hewan dan tumbuhan juga digunakan sebagai pelengkap dari upacara

adat istiadat, yang merupakan elemen penunjang dasar kehidupan kebudayaan

manusia mulai awal sejarah. Karena begitu banyak manfaaat yang didapatkan

manusia dari hasil interaksi dengan benda-benda yang ada di alam, membuat

manusia memberikan penghargaan lebih terhadap benda-benda tersebut sebagai

suatu hal yang dipercaya dapat membawa hal baik, hingga pada akhirnya manusia

menjadikan benda-benda tersebut sebagai simbol pembawa keberuntungan bagi

(15)

Hingga saat ini, berbagai etnis menaruh kepercayaan kepada hewan dan

tumbuhan tertentu sebagai simbol pembawa keberuntungan bagi keberlangsungan

hidup. Selain itu, beberapa benda alam lainnya juga dianggap sebagai simbol

pembawa keberuntungan karena fungsinya yang dapat membantu kelangsungan

hidup manusia. Pada umumnya, sebagian besar benda hidup maupun benda mati

diyakini sebagai simbol pembawa keberuntungan dikarenakan nama, bentuk, dan

sifatnya yang kedengaran atau kelihatan sama dengan benda tertentu yang

menggambarkan keberuntungan.

Secara umum, simbol adalah lambang (Kamus Besar Bahasa Indonesia,

2003:1198) Pengertian lain dari simbol adalah sesuatu yang digunakan untuk

menunjuk sesuatu yang lain berdasarkan kesepakatan sekelompok orang. Simbol

meliputi kata-kata (pesan verbal), perilaku nonverbal, dan objek yang maknanya

disepakati bersama (Sobur, 2004:157). Secara etimologis, simbol berasal dari

bahasa Yunani, yaitu symballo yang berarti melemparkan bersama suatu (benda,

perbuatan) dikaitkan dengan suatu ide (Hartoko dan B. Rahmanto, 1998:133).

Pendapat Saussure (dalam Hoed, 2014:17) tentang simbol adalah jenis tanda

yang mempunyai hubungan antara penanda dan petanda seakan-akan bersifat

arbitrer (sewenang-wenang). Misalnya bunga teratai sebagai penanda yang

merupakan aspek material, yaitu benda hidup bermakna. Sedangkan petanda

adalah aspek mental yaitu gambaran mental, pikiran atau konsep dari identitas

simbol bunga teratai itu sendiri. Penanda dan petanda merupakan satu kesatuan

(16)

apa-apa, dan sebaliknya suatu petanda tidak mungkin disampaikan atau ditangkap

lepas dari penanda.

Simbol dapat dinyatakan dalam segala bentuk. Poerwadarminta (1989:490)

mengatakan bahwa simbol atau lambang adalah sejenis tanda, lukisan, patung,

perkataan, lencana dan sebagainya yang menyatakan sesuatu hal, atau

mengandung maksud tertentu. Misalnya, warna putih merupakan simbol kesucian,

dan tumbuhan bambu bagi masyarakat Tionghoa dianggap sebagai simbol yang

melambangkan umur panjang.

Menurut filsuf Ernst Cassirer, dalam kehidupan sehari- hari manusia disebut

sebagai animal symbolicum, yaitu mahluk yang menggunakan media berupa

simbol kebahasaan dalam memberi arti dan mengisi kehidupan. Keberadaan

manusia sebagai makhluk berpikir, tanpa adanya simbol manusia tidak akan

mampu melangsungkan kegiatan berpikirnya. Simbol juga memungkinkan

manusia bukan hanya untuk sekedar berpikir, melainkan juga mengadakan kontak

dengan realitas kehidupan di luar diri serta mengabdikan hasil berpikir dan kontak

itu kepada dunia. Simbol sangat penting bagi kehidupan manusia. Hanya dengan

menggunakan simbol-simbol, manusia dapat mencapai potensi dan tujuan

hidupnya yang tertinggi. Dalam setiap bidang hidup manusia, ungkapan simbolis

merupakan jalan menuju kebebasan yang berdaya cipta (Cassirer 1987:10).

Disisi lain, konsep keberuntungan sendiri diartikan sebagai suatu keadaan

dimana seseorang mendapatkan berbagai hal baik sesuai dengan harapan, maupun

(17)

melakukan upaya apapun, bahkan berbagai jenis kebaikan dapat diperoleh dengan

cuma-cuma. Simbol diciptakan dalam konteks yang sangat beragam. Salah

satunya adalah simbol sebagai pembawa keberuntungan. Dalam hal ini, yang

dimaksudkan dengan simbol pembawa keberuntungan ialah segala benda yang

menurut masyarakat tertentu, dipercaya sebagai suatu hal yang dapat

mendatangkan kebaikan, sehingga dijadikan sebagai suatu simbol atau lambang

untuk menandakan suatu hal baik atau keberuntungan tertentu.

Sejarah tentang simbol pembawa keberuntungan terentang selama ribuan

tahun. Hal ini merupakan ilmu pengetahuan yang meliputi kombinasi pemikiran

multi disiplin seperti filsafat, geografi, zoologi, arsitektur, dan psikologi.

Tujuannya adalah mengamati dan memahami lingkungan alam untuk menciptakan

kondisi kehidupan yang menyenangkan dan mencapai tingkat keselarasan yang

sempurna antara alam dan manusia (Wong, dkk 2014 : 4).

Kepercayaan akan benda-benda hidup maupun benda mati yang ada

disekitar kita sebagai sebuah simbol pembawa keberuntungan, terus berkembang

dan diteruskan dari generasi ke generasi. Pada akhirnya, kepercayaan tersebut

menjadi sebuah kebudayaan bagi masyarakat yang mempercayainya. Seiring

perkembangan zaman, kebudayaan mempercayai benda-benda tetentu sebagai

simbol pembawa keberuntungan terus berkembang. Manusia yang terus

merasakan manfaat dari hasil kepercayaannya dengan benda-benda yang menurut

mereka merupakan simbol pembawa keberuntungan, mendorong mereka untuk

(18)

Simbol-simbol tersebut diaplikasikan baik berupa bentuk lukisan, patung, hingga

benda-benda hidup yang selalu disertakan dalam kegiatan hidup manusia

sehari-hari. Hal ini dilakukan karena manusia percaya, bahwa ketika mereka

memberikan penghargaan yang lebih dan terus melibatkan benda-benda tersebut

dalam kehidupan sehari-hari, maka benda-benda tersebut akan mendatangkan hal

baik atau keberuntungan bagi siapapun yang menjaga dan memelihara benda

tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Bangsa Tionghoa merupakan suatu bangsa yang memiliki kebudayaan yang

sangat tinggi. Mereka telah mengenal peradaban sejak beberapa ribu tahun

sebelum masehi. Kebudayaan, kepercayaan, dan tradisi tetap mereka pelihara. Hal

tersebut dapat dilihat pada masyarakat Tionghoa yang telah menetap di Indonesia

pada saat ini, khususnya dalam menjadikan beberapa jenis benda-benda hidup

maupun benda mati sebagai sebuah simbol pembawa keberuntungan bagi

kehidupan.

Kebudayaan masyarakat Tionghoa yang berhubungan dengan

keberuntungan sangat beragam. Dengan kreativitas dan imajinasi, ide

keberuntungan tersebut sudah diaplikasikan dalam berbagai bentuk. Beragam

hewan, tumbuhan, hingga makanan dikaitkan dengan ide keberutungan.

Benda-benda yang menggambarkan keberutungan telah menyatu dengan kehidupan

sehari-hari dan seringkali digunakan dalam kreasi-kreasi seni. Hal ini sangat

terlihat dari setiap sisi kehidupan masyarakat Tionghoa yang selalu melibatkan

(19)

Benda-benda yang menjadi simbol keberuntungan bagi masyarakat

Tionghoa sangatlah banyak. Pada dasarnya, adanya benda-benda yang dijadikan

sebagai simbol keberuntungan tersebut membentuk harapan kuat masyarakat

Tionghoa akan suatu kehidupan yang sempurna. Di sisi lain, hal ini juga

merefleksikan ketakutan akan faktor-faktor yang tidak dapat diperkirakan dalam

hidup dan mentalitas selalu berharap memperoleh keberuntungan, dan

menghindari ketidakberuntungan serta bencana-bencana yang mungkin terjadi

(Chunjiang, 2012 :1).

Bagi masyarakat Tionghoa, beberapa benda dianggap menggambarkan

keberuntungan karena bentuk, sifat, maupun namanya yang mungkin kedengaran

sama dengan makna-makna yang menggambarkan keberuntungan tertentu.

Biasanya tidak memiliki dasar ilmiah, misalnya; kelelawar yang terlihat

menyeramkan memiliki huruf sebunyi (homofon) dengan karakter China yang

berarti “Peruntungan baik”, sementara itu rusa jinak memiliki persamaan bunyi

huruf dengan karakter untuk “kekayaan”, oleh karena itu, kemudian keduanya

dianggap sebagai simbol keberuntungan dalam budaya Tionghoa. Hewan buas

seperti harimau dan singa dianggap sebagai hewan yang membawa keberuntungan

karena ketangkasan mereka melawan kejahatan. Berbagai jenis tanaman juga

digunakan sebagai simbol untuk berbagai jenis sifat manusia; bungan pohon prem

yang sedang mekar dan juga teratai, dianggap menggambarkan kemurnian dan

kebajikan. Beberapa simbol keberuntungan lainnya semata-mata berasal dari

(20)

menggambarkan harapan masyarakat Tionghoa akan “kemakmuran”.

(Chunjiang 2012 : 1).

Kepercayaan akan benda-benda yang dianggap sebagai simbol pembawa

keberuntungan tersebut juga tidak lepas dari pedoman hidup masyarakat Tionghoa

yang sering dikenal dengan sebutan “Feng Shui”. Feng Shui (風水) adalah ilmu

topografi kuno dari Tiongkok (China) yang mempercayai bagaimana manusia dan

surga (astronomi), serta bumi (geografi) dapat hidup dalam harmoni untuk

membantu memperbaiki kehidupan dengan menerima Qi positif. Qi terdapat di

alam sebagai energi yang tidak terlihat. Qi dialirkan oleh angin dan berhenti

ketika bertemu dengan air. Qi baik, disebut juga dengan istilah napas kosmik

naga. Jenis Qi ini dipercaya sebagai pembawa rejeki dan nasib baik. Namun, ada

pula Qi buruk yang disebut Sha Qi, yang dipercaya sebagai pembawa nasib buruk.

Di dalam konsep Feng Shui, masyarakat Tionghoa mempercayai adanya lima

unsur utama yang mempengaruhi kehidupan manusia sehari-hari dan

lingkungannya. Adapun unsur-unsur yang dimaksud adalah tanah, logam, kayu,

api, dan air. Praktek Feng shui mengharuskan pemahaman yang sangat mendalam

pada siklus lima unsur ini. Dengan memahami hubungan lima unsur ini

masyarakat Tionghoa meyakini bahwa banyak sekali rahasia Feng Shui yang bisa

terungkap untuk menciptakan berbagai hal baik dan keberuntungan dalam hidup

(21)

Dalam kehidupan sehari-hari, sangat sering dijumpai benda-benda yang

dijadikan sebagai simbol pembawa keberuntungan bagi masyarakat Tionghoa.

Pada saat mengunjungi kediaman masyarakat Tionghoa, menghadiri festival,

perayaan tahun baru China, atau melintasi toko masyarakat Tionghoa, pasti akan

dijumpai benda-benda yang dijadikan hiasan bahkan menjadi ikon yang sangat

khas kaitannya dengan kebudayaan masyarakat Tionghoa. Bunga teratai, bunga

mei hua, lukisan naga, dan bambu, adalah beberapa contoh benda yang hampir

selalu ada sebagai penghias atau pemanis tata dekorasi Tionghoa.

Permasalahan yang ada pada saat ini, yakni masyarakat hanya mengetahui

bentuk dan jenis benda yang menjadi simbol keberuntungan bagi masyarakat

Tionghoa tersebut, tanpa mengetahui apakah makna dan fungsi sebenarnya dibalik

benda-benda yang sering dijadikan sebagai simbol pembawa keberuntungan

dalam kebudayaan masyarakat Tionghoa. Menanggapi masalah tersebut, penulis

sangat tertarik untuk mengangkat permasalahan ini menjadi sebuah penelitian

yang berjudul, “Makna dan Fungsi Simbol Keberuntungan Bagi Masyarakat

Tionghoa di desa Lincun Binjai”.

Dari sekian banyak jenis benda hidup, maupun benda mati yang dipercaya

sebagai simbol pembawa keberuntungan bagi masyarakat Tionghoa di desa

Lincun Binjai, penulis akan membahas 15 jenis benda yang terdiri dari 6 jenis

benda yang berupa tumbuhan (buah nanas, bunga teratai, buah jeruk mandarin,

bunga meihua, buah delima, dan labu botol), 4 jenis benda yang menyerupai

(22)

mangkuk harta, pohon uang, simpul china dan sumpit). 15 jenis benda tersebut

berdasarkan observasi, merupakan benda-benda yang paling sering dijumpai di

setiap kediaman masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai. Hal ini juga

dikarenakan benda-benda ini dipercaya memiliki nilai dan makna filosofis yang

baik dalam kehidupan masyarakat Tionghoa. Oleh karena alasan tersebut, maka

penulis ingin melakukan penelitian terhadap 15 jenis benda tersebut dengan

maksud ingin memperjelas dan mencari informasi, apakah makna dan fungsi

sebenarnya dari benda-benda yang sering dijadikan simbol keberuntungan bagi

masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai ini.

1.2Pembatasan Masalah

Penulis akan membatasi penulisan hanya pada makna dan fungsi dari 15

jenis benda yang sering dijadikan sebagai simbol keberuntungan pada kehidupan

masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai. 15 jenis benda yang akan dibahas

tersebut terdiri dari 6 jenis benda yang berupa tumbuhan (buah nanas, bunga

teratai, buah jeruk mandarin, bunga meihua, buah delima, dan labu botol), 4 jenis

benda yang menyerupai hewan (harimau, kuda, naga dan ikan mas), dan 5 benda

lainnya (koin tembaga, mangkuk harta, pohon uang, simpul china dan sumpit).

Penelitian ini akan dilakukan di desa Lincun Binjai.

Dalam penelitian ini, penulis memilih desa Lincun Binjai sebagai lokasi

penelitian. Ada 3 alasan yang paling mendasar penulis memilih desa Lincun

Binjai sebagai daerah penelitian. Alasan pertama penulis memilih desa Lincun

(23)

sangat unik dan khas dengan kebudayaan Tionghoa. Nama daerah ini sangat

berbeda dengan kebanyakan nama daerah pemukiman masyarakat Tionghoa pada

umumnya, yang sebagian besar nama daerahnya menggunakan bahasa Indonesia.

Alasan kedua pemilihan desa Lincun sebagai lokasi penelitian, dikarenakan

berdasarkan survey dan observasi data dari Badan Pusat Statistik Kota Binjai,

desa Lincun yang terletak di kelurahan Suka Maju merupakan daerah kedua di

Binjai Barat yang memiliki jumlah Vihara terbanyak setelah Kelurahan Bandar

Sinembah.

Gambar 1.1 Jumlah Vihara Menurut Kelurahan di Kecamatan Binjai Barat

(24)

Desa Lincun memiliki 5 bangunan Vihara dari 6 bangunan Vihara yang ada

di kelurahan Suka Maju.Vihara yang ada sangat menampakkan dan menjunjung

tinggi kebudayaan akan simbol keberuntungan bagi masyarakat Tionghoa. Dari

jumlah dan keadaan Vihara yang ada dapat diketahui bahwa masyarakat Tionghoa

desa Lincun Binjai merupakan masyarakat Tionghoa yang masih menjunjung

tinggi kebudayaan Tionghoa. Bapak Poeleng juga menjelaskan bahwa desa

Lincun merupakan desa yang paling dikenal oleh masyarakat Binjai sebagai

pemukiman masyarakat Tionghoa yang masih sangat menjunjung tinggi

kebudayaan Tionghoa, khususnya kebudayaan mempercayai benda tertentu

sebagai simbol keberuntungan dalam hidup. Hampir seluruh masyarakat Tionghoa

desa Lincun Binjai masih melibatkan benda-benda yang dipercaya sebagai simbol

keberuntungan dalam kediaman mereka.

Alasan terakhir yang membuat penulis memilih desa Lincun Binjai sebagai

lokasi penelitian dikarenakan di desa Lincun masyarakat Tionghoa yang ada

sangatlah terbuka dan berbaur dengan masyarakat pribumi sekitar. Salah satu

bukti keterbukaan masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai terhadap

masyarakat sekitar, terlihat dari bentuk rumah yang sebagian besar dibuat tanpa

gerbang atau jerjak yang seringkali dijumpai pada kediaman masyarakat

Tionghoa pada umumnya. Selain keterbukaan dalam bersosialisasi dengan

masyarakat sekitar, hampir disetiap kediaman masyarakat Tionghoa desa Lincun

tersebut dilengkapi dengan benda-benda yang dianggap sebagai simbol pembawa

keberuntungan. Simbol keberuntungan tersebut diletakkan di dalam maupun di

(25)

1.3Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah :

1) Apakah makna yang terkandung dalam 15 jenis simbol keberuntungan bagi

masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai?

2) Apakah fungsi dari 15 jenis simbol keberuntungan bagi masyarakat

Tionghoa di desa Lincun Binjai?

1.4Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang ada, maka tujuan yang ingin dicapai

dari penelitian ini adalah :

1) Untuk mengetahui makna yang terkandung pada 15 jenis simbol

keberuntungan pada masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai.

2) Untuk mengetahui fungsi dari 15 jenis simbol keberuntungan pada

masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai.

1.5Manfaat Penelitian

Dengan dilakukannya penelitian ini, penulis berharap penelitian ini dapat

memberikan manfaat berupa :

1.5.1 Manfaat Teoritis

Secara teoritis, diharapkan penelitian ini dapat memberi wawasan baru

kepada para pembaca untuk mengetahui makna dan fungsi dari jenis-jenis benda

yang sering dijadikan sebagai simbol keberuntungan bagi masyarakat Tionghoa,

terutama mengenai simbol keberuntungan yang paling sering dijumpai

(26)

dimaksudkan agar masyarakat dapat lebih menghargai dan memaknai benda

tersebut sebagai suatu warisan budaya yang harus dijaga kelestariannya. Serta

penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk turut memberikan kontribusi

dalam melestarikan kebudayaan masyarakat Tionghoa yang ada di desa Lincun

Binjai. Melalui penelitian ini juga diharapkan agar pembaca dapat lebih

memahami teori Semiotik dan Fungsionalisme yang sering digunakan sebagai

pisau dalam mengkaji makna dan fungsi dari suatu kebudayaan teretentu.

1.5.2 Manfaat Praktis

1) Penelitian ini diharapkan bisa bermanfaat untuk menjadi bahan referensi

bagi penelitian-penelitian yang berkaitan selanjutnya.

2) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan bagi masyarakat

yang selama ini hanya mengetahui jenis dan bentuk dari benda yang

dijadikan sebagai simbol pembawa keberuntungan saja, sehingga dapat

mengerti apakah makna dan fungsi sebenarnya yang terkandung dalam

benda-benda yang selama ini dijadikan simbol keberuntungan bagi

masyarakat Tionghoa.

3) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan bagi masyarakat

Tionghoa desa Lincun Binjai yang selama ini hanya mengetahui jenis dan

bentuk dari benda-benda yang dianggap sebagai simbol pembawa

keberuntungan saja, sehingga dapat mengerti apakah makna dan fungsi

sebenarnya yang terkandung dalam benda yang selama ini dijadikan

sebagai simbol pembawa keberuntungan bagi masyarakat Tionghoadi desa

(27)

BAB II

KONSEP, TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1 Konsep

Konsep adalah istilah dan definisi yang digunakan yang digunakan secara

abstrak untuk menggambarkan kejadian, kelompok atau individu yang menjadi

pusat perhatian ( Rusliana, 2010 : 10).

Woodruff (dalam Rusliana, 2010:10) menjelaskan pengertian konsep

menjadi 3 yaitu:

1.Konsep dapat didefenisikan sebagai suatu gagasan atau ide yang relative sempurna dan bermakna.

2.Konsep merupakan suatu pengertian tentang suatu objek.

3.Konsep adalah produk subjektif yang berasal dari cara seseorang membuat pengertian terhadap objek-objek atau benda-benda tertentu melalui pengalamannya (setelah melalui persepsi terhadap objek atau benda).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995:456) konsep diartikan sebagai

rancangan ide atau pengertian yang diabstrakkan dari pengertian konkret,

gambaran mental dari objek atau apapun yang berada di luar bahasa yang

digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain.

Selain itu, konsep dapat diartikan sebagai abstrak dimana mereka

menghilangkan perbedaan dari segala sesuatu dalam eksistensi, memperlakukan

seolah-olah mereka identik. Dalam hal ini defenisi konsep bertujuan untuk

(28)

tentang apa yang akan diteliti serta menghindari salah pengertian yang dapat

mengaburkan tujuan penelitian.

2.1.1 Makna

Dalam kamus linguistik, pengertian makna dapat dijabarkan menjadi :

1. Maksud pembicara

2. Pengaruh penerapan bahasa dalam pemakaian persepsi atau perilaku manusia atau kelompok manusia.

3. Hubungan antara kesepadanan atau ketidak sepadanan antara bahasa atauantara ujaran dan semua hal yang ditunjukkan.

4. Cara menggunakan lambang- lambang bahasa

Bloomfied (dalam Stephen Ullman, 1977:40) mengemukakan bahwa makna

adalah suatu bentuk kebahasaan yang harus di analisis dalam batas-batas unsur

penting situasi dimana si penutur mengujarkannya. Terkait dengan hal tersebut,

Aminuddin (1998:50) mengemukakan bahwa makna adalah hubungan antara

bahasa luar yang disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat saling

dimengerti.

Makna adalah bagian yang tidak terpisahkan dari semantik dan selalu

melekat dari apa saja yang kita tuturkan. Pengertian dari mak na sendiri sangatlah

beragam. Pateda (2001:79) mengemukakan bahwa istilah makna merupakan

kata-kata dan istilah yang membingungkan. Makna selalu menyatu dengan tuturan kata-kata

maupun kalimat. Menurut Ullman (dalam Pateda, 2001:82) mengemukakan

bahwa makna adalah hubungan antara makna dan pengertian.Dalam penulisan

skripsi ini, yang dimaksud dengan makna adalah nilai yang terkandung dalam

jenis-jenis benda yang dipercaya sebagai simbol keberuntungan bagi masyarakat

(29)

2.1.2 Fungsi

Pengertian fungsi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995:456)

merupakan kegunaan suatu hal, daya guna serta pekerjaan yang dilakukan. Fungsi

dapat diartikan sebagai jabatan atau pekerjaan yang dilakukan. Dalam kehidupan

sehari-hari fungsi sering diartikan sebagai dampak yang dapat diberikan oleh

suatu hal atau benda. Begitu pula dalam penulisan skripsi ini, fungsi yang

dimaksud adalah kegunaan atau dampak baik, yang diperoleh oleh masyarakat

dari benda-benda yang diyakini sebagai simbol keberuntungan, bagi masyarakat

Tionghoa di desa Lincun Binjai itu sendiri.

2.1.3 Simbol Keberuntungan

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia karangan WJS Poerwadarminta

disebutkan, simbol atau lambang adalah sejenis tanda, lukisan, perkataan, lencana,

dan sebagainya, yang menyatakan sesuatu hal atau mengandung maksud tertentu.

Berbeda pula dengan tanda (sign), simbol merupakan kata atau sesuatu yang bisa

dianalogikan sebagai kata yang telah terkait dengan :

1) Penafsiran pemakai

2) Kaidah pemakaian sesuai dengan jenis wacananya

3) Kreasi pemberian makna sesuai dengan intensi pemakainya.

Simbol yang ada dalam dan berkaitan dengan ketiga butir tanda tersebut

berbentuk simbolik. Simbol atau lambang merupakan salah satu kategori tanda

(sign). Menurut Pierce (dalam Hoed, 2009 :8), tanda (sign) terdiri atas ikon (icon),

(30)

Simbol tidak selalu diungkapkan melalui bahasa verbal. Menurut Eickelman

dan Piscatori (dalam Sobur, 2004:176) simbol merupakan tanda yang menunjuk

kepada nilai-nilai, dan seringkali meskipun tidak selalu simbol ini diungkapkan

melalui bahasa.

Hartoko dan B. Rahmanto (1998:133) membagi simbol dalam tiga bagian yaitu:

1. Simbol universal yang berkaitan dengan arketipos, misalnya tidur sebagai lambang kematian.

2. Simbol kultural yang dilatarbelakangi oleh suatu kebudayaan tertentu, misalnya keris dalam budaya Jawa.

3. Simbol individual yang biasanya dapat ditafsir dalam konteks keseluruhan karya seorang pengarang.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan istilah simbol sebagai simbol

kultural, yakni suatu simbol yang dilatarbelakangi oleh suatu kebudayaan tertentu.

Simbol keberuntungan bagi masyarakat Tionghoa, membentuk harapan kuat

masyarakat Tionghoa akan suatu kehidupan yang sempurna. Di sisi lain, hal ini

juga merefleksikan ketakutan akan faktor-faktor yang tak dapat diperkirakan

dalam hidup dan mentalitas selalu berharap memperoleh keberuntungan, dan

menghindari ketidakberuntungan serta bencana-bencana yang mungkin terjadi

(Chunjiang 2012 : 1).

Dalam hal ini yang dimaksud dengan simbol keberuntungan ialah semua

benda-benda baik berupa lukisan, patung, tumbuhan, hewan dan benda lainya

yang menurut masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai dipercaya

menggambarkan keberuntungan. Benda-benda tersebut dijadikan sebagai simbol

(31)

kedengaran sama dengan makna-makna yang menggambarkan keberuntungan

tertentu. Pada akhirnya masyarakat tersebut menjadikan benda-benda tersebut

sebagai simbol keberuntungan dalam kehidupan.

2.1.4 Masyarakat Tionghoa di Desa Lincun Binjai

Masyarakat adalah sekelompok individu yang hidup bersama di suatu

daerah tertentu dan terikat oleh suatu aturan tertentu yang disepakati bersama.

August Comte (1896) mengatakan bahwa masyarakat merupakan

kelompok-kelompok mahluk hidup dengan realitas-realitas baru yang berkembang menurut

pola perkembangannya sendiri. Masyarakat dapat membentuk kepribadian yang

khas dari manusia, sehingga tanpa adanya kelompok manusia yang atau dengan

sendirinya bertalian secara golongan besar atau kecil dari beberapa manusia, yang

atau dengan sendirinya bertalian secara golongan dan mempunyai pengaruh

kebatinan.

Masyarakat tidak lepas dari sebuah kebudayaan. Pelly dan Menanti (1994)

mengatakan hakikat masyarakat sebagai sekumpulan manusia yang memiliki

buadaya sendiri dan bertempat tinggal di daerah teritorial yang tertentu. Anggota

masyarakat itu memiliki rasa persatuan dan menganggap mereka memiliki idetitas

sendiri. Ralph Linton, (dalam Abu Ahmadi, 1986;56) mengemukakan, bahwa

anggota-anggota masyarakat tersebut memiliki pengalaman hidup bersama dalam

jangka waktu yang cukup lama. Oleh sebab itu, terdapat kerja sama dan

(32)

Begitu juga halnya dengan masyarakat Tionghoa, Tionghoa (dialek Hokkien

dari kata 中华 [中華], yang berarti Bangsa Tengah; dalam bahasa mandarin ejaan

pinyin, kata ini dibaca "zhonghua") merupakan sebutan lain untuk orang-orang

dari suku atau ras Cina di Indonesia. Terdapat banyak mitologi dan cerita tentang

asal-mula kebudayaan Tionghoa serta tokoh legendarisnya seperti Kaisar Kuning

(Huang Ti) yang membuat senjata dari batu giok, istrinya memperkenalkan cara

pemeliharaan ulat sutera, dan Yu terkenal karena berhasil mengatasi banjir-banjir

besar. Hingga saat ini, persebaran masyarakat Tionghoa sudah hampir tersebar

keseluruh penjuru negeri, salah satunya adalah masyarakat Tionghoa di Indonesia

yang hampir dapat dijumpai di setiap daerah di Indonesia.

Lincun merupakan suatu pemukiman masyarakat Tionghoa di kelurahan

Suka Maju Kecamatan Binjai Barat. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak

Poleng seorang shinshe yang memiliki pengetahuan lebih tentang adat dan

kebudayaan Tionghoa di desa Lincun Binjai, beliau mengatakan menurut sejarah,

nama Lincun diambil dari nama seorang hartawan Cina yang terkemuka yang

bernama Lim Chun. Sekitar tahun 1910-an Lim Chun menjabat sebagai Kapiten

untuk wilayah Binjai. Satu jabatan yang berwenang untuk memimpin etnis

Tionghoa di suatu kawasan tertentu. Dengan jabatannya ini memungkinkan

kapiten Lim Chun dekat dengan pemerintah kolonial.

Bapak Poleng mengemukakan, masyarakat Tionghoa yang menetap di

kawasan sekitar Lincun merupakan penduduk turunan sejak pembukaan

(33)

masyarakat Tionghoa dengan penduduk pribumi dimulai dari masa pembukaan

perkebunan. Istilah Lincunmulai populer sebagai sebutan suatu pemukiman

masyarakat Tionghoa di Binjai ini dimulai sejak tahun 1970.

Saat ini masyarakat Tionghoa di Desa Lincun memiliki profesi yang

beragam. Rumah makan, tambal ban, kedai kopi, dan toko kelontong merupakan

contoh usaha masyarakat Tionghoa yang paling banyak dijumpai di daerah

Lincun. Masyarakat Tionghoa di desa Lincun sedikit berbeda dengan masyarakat

Tionghoa pada umumnya yang cenderung menutup diri dan sulit berbaur dengan

penduduk pribumi. Mereka tampak lebih membuka diri dan berbaur dengan

masyarakat pribumi sekitar. Hal ini sangat terlihat dari bentuk rumah yang terbuka

bebas tanpa adanya jerjak besi yang biasanya kita jumpai pada kediaman

masyarakat Tionghoa pada umumnya.

(34)

Sumber :Dokumentasi pribadi. Desa Lincun Binjai, 20 Februari 2015

Unsur budaya Tionghoa tidak lepas dari keseharian masyarakat Tionghoa di

desa Lincun ini. Benda-benda yang erat kaitannya dengan budaya Tionghoa,

khususnya yang dipercaya dapat membawa hal baik atau keberuntungan tidak

(35)

2.2 Tinjauan Pustaka

Tinjauan adalah hasil meninjau, pandangan, pendapat (sesudah menyelidiki

atau mempelajari) (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2003:1198). Pustaka adalah

kitab-kitab; buku; buku primbon (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2003:912).

Tinjauan Pustaka beararti peninjauan kembali pustaka-pustaka yang terkait

(review of related literature). Sesuai dengan arti tersebut, suatu tinjauan pustaka

berfungsi sebagai peninjauan kembali (review) pustaka (laporan penelitian, dan

sebagainya) tentang masalah yang berkaitan, tidak selalu harus tepat identik

dengan bidang permasalahan yang dihadapi, tetapi termasuk pula yang seiring dan

berkaitan (collateral).

Penelitian yang relevan dengan judul penelitian ini, baik mengenai

simbol-simbol, makna dan fungsi, kepercayaan akan suatu benda yang dianggap

membawa keberuntungan, dan hubungan manusia dengan hewan dan tumbuhan

sudah banyak dilakukan peneliti-peneliti sebelumnya. Penelitian-penelitian

tersebut diantaranya adalah Hoed (2014) dalam bukunya yang berjudul Semiotik

& Dinamika Sosial Budaya menyatakan bahwa sistem simbolik didasari oleh

sistem konvensi sosial. Jadi, dalam sistem simbolik, makna dari semua tanda

didasari oleh konvensi sosial yang berarti harus dilihat dalam konteks kebudayaan

suatu masyarakat atau subkultur suatu komunitas. Buku ini sangat membantu

penulis untuk memahami makna simbol dalam kebudayaan.

陈 慎 (Chén shèn) (2003) dalam jurnal China National Knowledge

(36)

zhuǎn tǒng jíxiáng wù chén wén chūtàn), jurnal ini mengkaji sejarah pembetukan

sebuah simbol keberuntungan pada masayarakat Tionghoa. Dengan menggunakan

metode pembelajaran dasar sejarah, jurnal ini mengkaji lima fase pembentukan

sebuah simbol keberuntungan pada masyarakat Tionghoa. Lima tahap

pembentukan tersebut terdiri dari tahap embrio, tahap pembentukan, tahap

pertumbuhan, tahap perkembangan, dan periode puncak. Jurnal ini memberikan

kontribusi penting dalam penulisan penelitian ini, yakni berupa pemahaman

sejarah awal mula terbentuknya simbol pembawa keberuntungan bagi masyarakat

Tionghoa. Jurnal ini terfokus membahas sejarah pembentukan hingga periode

puncak keberadaan benda-benda yang dijadikan simbol keberuntungan bagi

masyarakat Tionghoa, namun tidak membahas makna dan fungsi dari simbol

pembawa keberuntungan itu sendiri.

Kustedja (2013) dalam Jurnal Sosioteknologi Edisi 30 Tahun 12 yang

berjudul Makna Ikon Naga, Long, 龙, Elemen Utama Arsitektur Tradisional

Tionghoa, sangat membantu penulis untuk memahami makna keberuntungan yang tersirat dalam simbol naga khususnya simbol naga dalam arsitektur bangunan

Tionghoa. Penulis jurnal menyimpulkan bahwa naga sebagai ikon dan simbol

terbukti dapat bertahan dari zaman purba hingga sekarang, gambaran ini tetap

hidup dan terpakai dalam segala segi budaya Tionghoa. Daya tahan keberadaan

yang demikian kuatnya karena didukung konsep naga yang selalu dapat

memberikan keberuntungan dan kejayaan, harapan ini selalu dimiliki oleh setiap

manusia selama ia hidup. Perbedaan penelitian dalam jurnal ini dengan penelitian

(37)

pada makna hewan naga sebagai simbol keberuntungan dalam arsitektur

Tionghoa.

Rusliana R.P (2010) dalam skripsinya yang berjudul Interpretasi Tanda

Dalam Simbol Tato, dalam skripsinya penulis memaparkan bahwa Tato yang

umum digunakan pemakai tato adalah tato berbentuk elang, salib, tengkorak,

naga, dan bunga. Interpretasi makna dari simbol tato meliputi,makna sekuler,

makna estetis, makna tato sebagai ekspresi diri, makna tato sebagai filosofis, dan

makna tato sebagai makna konotasi. Tujuan utama peneliti skripsi ini mengkaji

makna yang terkandung dalam sebuah simbol tato. Perbedaan skripsi ini dengan

penelitian yang dilakukan penulis terletak pada objek kajiannya. Penelitian dan

skripsi ini menggunakan teori semiotika. Penelitian ini memberikan kontribusi

berupa pemahaman penggunaan teori semiotika. Skripsi ini juga sangat mebantu

penulis dalam memaparkan makna simbol dalam kehidupan sehari-hari.

Sembiring (2011) dalam skripsinya yang berjudul Makna dan Fungsi Alam

Hewan dan Tumbuhan Dalam Kehidupan Etnis Tionghoa, penulis dalam

skripsinya mengatakan bahwa etnis Tionghoa mempercayai banyak jenis

tumbuhan yang memiliki nilai filosofi, makna dan fungsi, yang menurut

kepercayaan mereka, dapat membawa keberuntungan atau hal baik. Etnis

Tionghoa menjadikan tumbuhan sebagai simbol dalam kebudayaan mereka.

Penulis dalam skripsi ini membahas enam jenis tumbuhan, yaitu bambu, pinus,

bunga meihua, bunga lotus, angrek dan krisan. Penelitian dalam skripsi ini

(38)

penulis, hanya saja dalam penelitian yang akan dilakukan penulis, objek yang

akan dikaji lebih luas bukan hanya terfokus pada makna yang terkandung dalam

tumbuhan sebagai simbol keberuntungan, namun juga membahas hewan, dan

benda-benda lainnya yang sering dijadikan simbol keberuntungan bagi

masyarakat Tionghoa, khususnya masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai.

Skripsi ini juga sangat membantu penulis untuk memahami makna dan fungsi dari

beberapa jenis tumbuhan yang dianggap sebagai sebuah simbol keberuntungan.

2.3 Landasan Teori

Dalam penulisian skripsi ini, penulis mengawali penulisan dengan

menggunakan Teori semiotik. Teori semiotik yang digunakan terfokus pada teori

Semiotik Charles Sanders Peirce. Hal tersebut dikarenakan penelitian yang akan

dilakukan pertama kali dalam skripsi ialah menelaah dan membedah simbol

sehingga dapat menemukan makna dibalik simbol tersebut. Selanjutnya, penulis

akan melanjutkan penelitian dengan menggunakan Teori Fungsional yang

dikemukakan oleh Malinowski untuk mencari fungsi dari hewan, tumbuhan, dan

benda lainnya yang dipercaya sebagai simbol pembawa keberuntungan bagi

masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai.

Teori semiotik digunakan untuk membedah simbol-simbol yang terdapat

pada jenis-jenis benda yang telah diuraikan jenisnya di dalam pembatasan

masalah. Semiotik atau ada yang menyebutnyasemiotika berasal dari kata Yunani

(39)

dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda,

seperti sistem tanda dan proses yang berlaku bagi pengguna tanda (Zoest, 1991:1).

Menurut Charles Sanders Peirce, proses pemaknaan dan penafsiran tanda

dalam semiotik disebut semiosis. Istilah semiosis digambarkan sebagai suatu

proses dari pencerapan sesuatu oleh indra kita yang kemudian diolah oleh kognisi

kita. Tanda yang diserap oleh manusia merupakan tahap awal dari semiosis. Pada

tahap awal ini hal yang diindra disebut ground atau representamen. Tahap ini

diikuti dengan tahap lanjutannya, yakni pengolahannya dalam kognisi secara

instan yang hasilnya disebut object (ini adalah istilah yang tidak sama artinya

dengan ‘benda’). Proses semiosis selanjutnya adalah penafsiran setelah ada waktu

untuk mengolah lebih lanjut object dan hasilnya disebut interpretant.

Karena tanda dimulai dari representamen yang seakan mewakili apa yang

ada dalam pikiran manusia (object), teori semiotik Peirce mendefinisikan tanda

sebagai “something that represant something else”, yang secara teoritis dapat

diterjemahkan menjadi tanda adalah representamen yang secara spontan mewakili

object.’Mewakili’ disini berarti berkaitan secara kognitif yang secara sederhana

dapat diartikan sebagai proses pemaknaan : ada kaitan antara ”realitas” dan “ apa

yang berada dalam kognisi manusia”. Pengertian ini menjadi lebih jelas apabila

kita memasuki tiga kategori tanda berdasarkan sifat hubungan antara

representamen dan object menurut Peirce (Hoed 2014:10).

Kategori pertama adalah index, yakni tanda yang hubungan antara

(40)

adalah apabila kita melihat sandal sang ayah sudah tidak ditempatnya lagi

(representamen), ini berarti bahwa sang ayah sudah berada di rumah (object).

Artinya bahwa ada hubungan ntara ruang kosong, yakni “ ketiadaan sandal ayah

ditempatnya” (representamen) dan ”ayah ada dirumah” (object) yang bersifat

kausal.

Kategori kedua adalah icon. Icon adalah kategori tanda yang

representamennya memiliki keserupaan identitas dengan object yang ada dalam

kognisi manusia yang bersangkutan. Contohnya foto seseorang adalah icon

dirinya. Bagi seseorang lukisan kerbau adalah icon dari kerbau yang ada dalam

pikiran orang tersebut.

Kategori ketiga adalah symbol. Symbol adalah tanda yang makna

representamennya diberikan berdasarkan konvensi sosial. Jadi, bendera merah

yang ada di laut merupakan representamen yang maknanya secara sosial

‘dilarang melewati, bahaya’ (object). Berbagai sistem bahasa, verbal, nonverbal,

merupakan merupakan sistem symbol karena makna dari setiap representamennya

diperoleh berdasarkan konvensi sosial. Index dan icon dapat digunakan sebagai

symbol. Bau kemenyan (representamen) bisa tidak sekedar mewakili object

‘kemenyan’, tetapi dapat mempunyai makna sosial ‘ada hantu yang hadir’ (object)

(Hoed 2014:11). Dari ketigajenis kategori tanda (indext, icon, symbol )yang

diuraikan oleh Peirce, symbol merupakan jenis tanda yang dimaksudkan dalam

penelitian ini. Setelah menggunakan teori semiotik untuk mengkaji makna yang

(41)

Binjai, penelitian ini akan dilanjutkan dengan menggunakan teori Fungsionalisme

yang dikemukakan oleh Malinowski.

Malinowski dalam (T.O. Ihroni 2006), mengajukan sebuah orientasi teori

yang dinamakan fungsionalisme, yang beranggapan atau berasumsi bahwa semua

unsur kebudayaan bermanfaat bagi masyarakat dimana unsur itu terdapat. Dengan

kata lain, pandangan fungsionalisme terhadap kebudayaan mempertahankan

bahwa setiap pola kelakuan yang sudah menjadi kebiasaan, setiap kepercayaan

dan sikap yang merupakan bagian dari kebudayaan dalam suatu masyarakat,

memenuhi beberapa fungsi mendasar dalam kebudayaan yang bersangkutan.

Teori fungsionalisme dapat diterapkan dalam analisa

mekanisme-mekanisme kebudayaan secara tersendiri, namun teori ini tidak mengemukakan

dalil-dalil sendiri untuk menerangkan mengapa kebudayaan yang berbeda-beda

memiliki unsur-unsur budaya yang berbeda dan mengapa terjadi perubahan dalam

kebudayaan. Secara garis besar Malinowski merintis bentuk kerangka teori untuik

menganalisis fungsi dari kebudayaan manusia, yang disebutnya suatu teori

fungsional tentang kebudayaan atau “a functional theory of culture”. Menurut

Malinowski (1984:216) :

(42)

Hal inilah yang kemudian menguatkan tesis dari Malinowski yang sangat

menekankan konsep fungsi dalam melihat kebudayaan . Ada tiga tingkatan oleh

Malinowski yang harus terekayasa dalam kebudayaan yakni :

“ (1) Kebudayaan harus memenuhi kebutuhan biologis, seperti kebutuhan pangan dan prokreasi, (2) Kebudayaan harus memenuhi kebutuhan instrumental, seperti kebutuhan hokum dan pendidikan, (3) Kebudayaan harus memenuhi kebutuhan integratif, seperti kebutuhan agama dan kesenian”.

Melalui tingkatan abstraksinya tersebut Malinowski kemudian mempertegas

inti dari teorinya dengan mengasumsikan bahwa segala kegiatan / aktivitas

manusia dalam unsur-unsur kebudayaan itu sebenarnya bermaksud memuaskan

suatu rangkaian dari sejumlah kebutuhan naluri mahluk manusia yang

berhubungan dengan seluruh kehidupannya.

Sesuai dengan teori fungsionalisme yang dikemukan oleh Bronislaw

Malinowski bahwa kebudayaan harus memenuhi kebutuhan biologis, instrumental

dan integrative, maka 15 simbol keberuntungan pada masyarakat Tionghoa desa

Lincun Binjai juga memiliki fungsi biologis sebagai lambang harapan masyarakat

Tionghoa desa Lincun Binjai akan suatu keberuntungan tertentu. Instrumental

sebagai sarana pendidikan bagi masyarakat dan juga sebagai lambang

kebudayaan. Integratif yang memenuhi kebutuhan agama atau religi masyarakat.

Teori Fungsionalisme Malinowski juga mengemukakan bahwa fungsi mengalami

perubahan ke arah nilai-nilai dan dampak dari nilai tersebut akhirnya berubah

(43)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Jenis Penelitian

Jenis penelitian pada skripsi ini adalah penelitian deskriptif dengan

pendekatan kualitatif. Bogdan dan Taylor mendefinisikan penelitian kualitatif

sebagai penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau

hasil wawancara dari orang- orang dan perilaku yang dapat diamati (Iskandar,

2009:12).

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Dalam penelitian kualitatif tidak dikenal istilah populasi dan sampel. Istilah

yang digunakan adalah setting atau lokasi penelitian. Lokasi penelitian ini

dilakukan di desa Lincun Binjai. Waktu penelitian hingga terselesaikannya

skripsi ini dilaksanakan sejak 11 November 2014 s/d 28 September 2015.

Jenis Kegiatan Penelitian Waktu Penelitian

(44)
(45)

3.3Data dan Sumber Data

3.3.1 Data

Yang menjadi data dalam penelitian ini adalah :

1) Data Primer

Yang menjadi data primer dalam penelitian ini ialah informasi mengenai

jenis, makna dan fungsi dari 15 simbol pembawa keberuntungan pada

kehidupan masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai.

2) Data Sekunder

Yang menjadi data sekunder dalam penelitian ini adalah Informasi dari

buku-buku yang berkaitan dengan makna dan fungsi dari 15 simbol

pembawa keberuntungan bagi masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai.

3.3.2 Sumber Data

Yang dimaksud sumber data dalam penelitian adalah subyek dari mana data

diperoleh. Adapun yang dijadikan sumber data adalah :

1) Sumber Data Primer( Field Research)

Sumber data primer dalam penelitian ini adalah data yang bersumber dari

hasil wawancara informan yang meliputi wawancara dengan Bapak Poeleng

sebagai key informant dan informan tambahan yang merupakan masyarakat

Tionghoa yang memiliki pengetahuan lebih akan budaya

Tionghoa, khususnya terkait dengan kepercayaaan akan benda-benda yang

dipercaya sebagai simbol keberuntungan bagi masyarakat Tionghoa di desa

(46)

2) Sumber Data Sekunder (Library Research)

Sumber data penunjang dan pelengkap dalam penulisan skripsi ini

dipoeroleh dari jurnal dan buku yang memiliki kaitan mengenai makna dan

fungsi 15 simbol keberuntungan bagi masyarakat Tionghoa di desa Lincun

Binjai.

3.4Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan cara yang dilakukan oleh peneliti

untuk memperoleh dan mengumpulkan data yang dibutuhkan dalam penelitian.

Untuk mendapatkan kelengkapan informasi yang sesuai dengan fokus penelitian

ini, penulis melakukan studi kepustakaan dan juga studi lapangan.

3.4.1 Studi Kepustakaan (Library Research)

Penelitian kepustakaan atau Library Research merupakan penelitian yang

dilakukan dengan mengumpulkan data yang bersumber dari kepustakaan, baik

data yang bersumber dari buku, catatan, dan juga penelitian-penelitian terdahulu

antara lain skripsi dan jurnal.

3.4.2 Studi Lapangan (Field Research)

Studi lapangan atau Field Research merupakan penelitian yang dilakukan

dengan melakukan observasi, wawancara dan juga dokumentasi pada objek

dandaerah yang akan menjadi kajian dalam penelitian ini. Dalam studi lapangan,

(47)

1) Teknik Observasi (pengamatan)

Observasi adalah pengamatan yang dilakukan secara sengaja, sistematis,

mengenai fenomena sosial dengan gejala-gejala psikis untuk kemudian dilakukan

pencatatan. Teknik ini dilakukan untuk mengetahui keadaan masyarakat, dan juga

jenis, makna juga fungsi dari benda-benda yang diyakini sebagai simbol pembawa

keberuntungan bagi masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai.

2) Teknik Wawancara (interview)

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu

dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan

pertanyaan dan terwawancara yang memberikan jawaban atas pertanyaan

itu.Teknik ini dilakukan pada key informant dan juga beberapa masyarakat

Tionghoa di desa Lincun Binjai untuk mengetahui apakah jenis, makna, dan

fungsi sebenarnya dari benda-benda yang dipercayai sebagai simbol

keberuntungan bagi masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai.

3) Teknik Dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa

berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang.

Dokumen yang ditunjukkan dalam hal ini adalah segala dokumen yang

berhubungan dengan jenis, makna dan fungsi benda-benda yang sering dijadikan

sebagai simbol keberuntungan dalam kediaman masyarakat Tiongho di desa

Lincun Binjai. Hasil dari dokumentasi dalam penelitian ini berupa foto, rekaman,

(48)

3.5Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data

yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan

cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit,

melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan

yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh

diri sendiri dan orang lain.

Model analisis data dalam penelitian ini mengikuti konsep yang diberikan

Miles and Huberman. Miles and Hubermen (dalam Iskandar, 2009 : 139)

mengungkapkan bahwa aktifitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara

interaktif dan berlangsung secara terus-menerus pada setiap tahapan penelitian

sehingga sampai tuntas.

Adapun proses yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1) Reduksi data

Data yang diperoleh dari laporan jumlahnya cukup banyak, untuk itu maka

perlu dicatat secara teliti dan rinci. Mereduksi data berarti merangkum,

memilih hal-hal pokok, dan memfokuskan pada hal-hal yang sesuai dengan

objek kajian. Data yang sudah diperoleh kemudian dianalisis menggunakan

Teori Semiotik Peirce mengenai Symbol untuk menemukan makna dari 15

simbol keberuntungan (representamen) yang diberikan berdasarkan

konvensi sosial. Kemudian dilanjutkan dengan menganalisis data

(49)

biologis, instrumental, dan juga integratif untuk menemukan fungsi dari 15

simbol kebruntungan bagi masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai.

2) Penyajian Data

Penyajian data penelitian kualitatif bisa dilakukan dalam bentuk uraian

singkat, bagan, hubungan antar kategori, dan sejenisnya. Dalam hal ini data

tentang makna dan fungsi 15 simbol keberuntungan bagi masyarakat

Tionghoa desa Lincun Binjai akan disajikan dalam bentuk uraian yang

dilengkapi oleh gambar sebagai penjelas .

3) Penyimpulan

Penyimpulan dilakukan dengan menarik kesimpulan dari hasil akhir

penelitian tentang makna dan fungsi dari 15 simbol kebruntungan bagi

(50)

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Makna 15 Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat Tionghoa Desa Lincun Binjai

Mengejar nasib baik sambil menghindari hal-hal buruk sudah menjadi sifat

dasar manusia. Kebudayaan masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai dalam

mempercayai dan melibatkan benda-benda tertentu yang dipercaya sebagai simbol

keberuntungan dalam kehidupan sehari-hari, juga merupakan salah satu bukti

nyata usaha mengejar nasib baik dan menghindari hal buruk dalam kehidupan.

Masyarakat desa Lincun Binjai sangat mudah menyebutkan jenis dan bentuk

benda-benda yang sering dijadikan sebagai simbol keberuntungan bagi

masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai. Permasalahan yang ada pada saat ini,

meskipun mereka mengetahui bentuk dan jenis benda-benda yang sering dijadikan

sebagai simbol keberuntungan bagi masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai,

namun sebagian besar masyarakat tidak mengetahui makna apakah yang

terkandung dalam benda-benda tersebut, sehingga dijadikan sebagai simbol

pembawa keberuntungan bagi kehidupan.

Pada umumnya, proses pemaknaan benda-benda yang dijadikan sebagai

simbol keberuntungan dalam kehidupan masyarakat Tionghoa di desa Lincun

Binjai, tidak lepas dari sejarah pemikiran leluhur masyarakat Tionghoa yang

biasa menghubungkan aktivitas alam, juga keadaan perilaku hewan atau

(51)

Mereka menghubungkan nama, bentuk, sifat, dan perilaku benda-benda tersebut

dengan makna keberuntungan tertentu (Wong, 2014 : 6).

Seperti yang telah dijelaskan di latar belakang masalah pada penelitian ini,

ada 15 jenis benda sebagai simbol keberuntungan yang paling sering dijumpai

dikediaman masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai yang akan dikaji

maknanya. 15 jenis benda yang sering dijadikan sebagai simbol keberuntungan

dan akan dikaji maknanya tersebut tersebut terdiri dari 6 jenis benda yang berupa

tumbuhan (buah nanas, bunga teratai, buah jeruk mandarin, bunga meihua, buah

delima, dan labu botol), 4 jenis benda yang menyerupai hewan (harimau, kuda,

naga dan ikan mas), dan 5 benda lainnya (koin tembaga, mangkuk harta, pohon

(52)

1) Makna Buah Nanas Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai

Nanas atau 菠 萝(bouluo) yang memiliki nama latin Ananas Comosus

merupakan jenis tanaman tropis dan sub tropis. Bentuk buahnya bulat

memanjang, kulitnya bersusun sisik, berbiji mata banyak, daunnya berserat dan

berduri pada kedua belah sisinya, daging buahnya berwarna kuning atau putih

kekuning-kuningan, mengandung banyak cairan, rasanya ada yang manis dan

asam.

Bentuk buah nanas yang unik menjadikan buah ini dikaitkan dengan banyak

makna keberuntungan dalam kehidupan masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai.

Menurut bapak Poeleng, dalam simbol buah nanas tersirat makna kejayaan. Sesuai

dengan bentuknya, leluhur masyarakat Tionghoa mempercayai bahwasanya

dengan melibatkan buah nanas dalam kehidupan sehari-hari, keluarga akan

tumbuh berkembang dan mendapatkan kedudukan seperti daun diujung buah yang

berbentuk mahkota. Buah nanas juga menggambarkan makna kewaspadaan

terhadap keadaan di sekelilingnya, seperti biji mata yang lekat mengitari daging

buah nanas.

Buah nanas juga merupakan sebuah simbol keberuntungan bagi masyarakat

Tionghoa desa Lincun Binjai yang memiliki makna kemakmuran. Menurut ibu

Lian Hua, makna kemakmuran yang terkandung dalam buah nanas berasal dari

nama buah nanas dalam bahasa Hokkian. Dalam bahasa Hokkian, buah nanas

(53)

tersebut membuat masyarakat Tionghoa mempercayai bahwa dengan melibatkan

buah nanas dalam kehidupan sehari-hari, maka berkat kemakmuran yang dimiliki

seorang raja akan mengalir dalam keluarga mereka.

Dalam kehidupannya sehari-hari, masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai

melibatkan simbol buah nanas dalam berbagai bentuk. Simbol buah nanas yang

sering dilibatkan dalam kehidupan sehari-haribiasanya berupa ukiran, replika

buah nanas, dan yang paling sering ditemukan ialahbuah nanas yang digunakan

sebagai perlengkapan sembahyang.

Gambar 4.1 Simbol buah nanas sebagai perlengkapan sembahyang

Sumber : Dokumentasi pribadi. Desa Lincun Binjai, 12 Agustus 2015.

Dalam kehidupan masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai, buah nanas juga

sering dijadikan sebagai sesajen pada upacara duka. Kulit buah nanas dikupas

tanpa membuang biji mata yang lekat pada dagingnya serta daun yang berada di

ujung buah. Hal tersebut dilakukan agar buah nanas tampak seperti kepala

manusia yang bermahkota. Dari bentuk tersebut keluarga yang masih hidup

mengharapkan bahwa arwah keluarga yang telah meninggal dapat memiliki

Gambar

Gambar 2.1 keadaan kediaman masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai.
Gambar 4.1 Simbol buah nanas sebagai perlengkapan sembahyang
Gambar 4.2 Simbol bunga teratai bersama dewi Kuan Im dalam bentuk lukisan       pada kediaman masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai
Gambar 4.3 Kam Cheng sebagai sesajen sembahyang masyarakat Tionghoa desa  Lincun Binjai
+7

Referensi

Dokumen terkait

Alasan peneliti mengambil judul ini karena perayaan perahu naga bukan hanya sekedar perayaan tahunan saja tetapi juga mempunyai makna dan arti yang khusus bagi masyarakat

Topik tulisan ini adalah fungsi dan makna sumpit bagi masyarakat Tionghoa yang terdiri dari sejarah atau awal munculnya sumpit, bentuk dan ukuran sumpit, cara pemakaian sumpit,

Masyarakat Tionghoa di Kota Medan yang juga memiliki fungsi bagi mereka,. salaha satunya yaitu sebagai landasan dalam menentukan hidup ke arah

Secara Teoritis, manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian terhadap fungsi dan makna perayaan sembahyang arwah pada upacara penghormatan leluhur masyarakat Tionghoa

Kajian Fungsi dan Makna Tradisi Penghormatan Leluhur dalam Sistem Kepercayaan Masyarakat Tionghoa di Medan. Medan: Universitas

Judul penelitian ini adalah “Fungsi dan Makna Simbolis Bangunan Vihara Sanatha Maitreya di Desa Lincun Kota Binjai: Kajian Tipologi”. Rumusan masalah penelitian ini adalah 1 )

fungsi dan makna Yin Yang pada masyarakat Tionghoa di Kota Medan, serta. menjadi sumber pengetahuan bagi penulis di dalam

Bentuk, Makna, dan Fungsi Ornamen yang Digunakan Pada Perayaan Tahun Baru Imlek Masyarakat Tionghoa di Kota Medan. Medan: Universitas