• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makna dan Fungsi Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat Tionghoa di Desa Lincun Binjai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Makna dan Fungsi Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat Tionghoa di Desa Lincun Binjai"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KONSEP, TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1 Konsep

Konsep adalah istilah dan definisi yang digunakan yang digunakan secara

abstrak untuk menggambarkan kejadian, kelompok atau individu yang menjadi

pusat perhatian ( Rusliana, 2010 : 10).

Woodruff (dalam Rusliana, 2010:10) menjelaskan pengertian konsep

menjadi 3 yaitu:

1.Konsep dapat didefenisikan sebagai suatu gagasan atau ide yang relative sempurna dan bermakna.

2.Konsep merupakan suatu pengertian tentang suatu objek.

3.Konsep adalah produk subjektif yang berasal dari cara seseorang membuat pengertian terhadap objek-objek atau benda-benda tertentu melalui pengalamannya (setelah melalui persepsi terhadap objek atau benda).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995:456) konsep diartikan sebagai

rancangan ide atau pengertian yang diabstrakkan dari pengertian konkret,

gambaran mental dari objek atau apapun yang berada di luar bahasa yang

digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain.

Selain itu, konsep dapat diartikan sebagai abstrak dimana mereka

menghilangkan perbedaan dari segala sesuatu dalam eksistensi, memperlakukan

seolah-olah mereka identik. Dalam hal ini defenisi konsep bertujuan untuk

(2)

tentang apa yang akan diteliti serta menghindari salah pengertian yang dapat

mengaburkan tujuan penelitian.

2.1.1 Makna

Dalam kamus linguistik, pengertian makna dapat dijabarkan menjadi :

1. Maksud pembicara

2. Pengaruh penerapan bahasa dalam pemakaian persepsi atau perilaku manusia atau kelompok manusia.

3. Hubungan antara kesepadanan atau ketidak sepadanan antara bahasa atauantara ujaran dan semua hal yang ditunjukkan.

4. Cara menggunakan lambang- lambang bahasa

Bloomfied (dalam Stephen Ullman, 1977:40) mengemukakan bahwa makna

adalah suatu bentuk kebahasaan yang harus di analisis dalam batas-batas unsur

penting situasi dimana si penutur mengujarkannya. Terkait dengan hal tersebut,

Aminuddin (1998:50) mengemukakan bahwa makna adalah hubungan antara

bahasa luar yang disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat saling

dimengerti.

Makna adalah bagian yang tidak terpisahkan dari semantik dan selalu

melekat dari apa saja yang kita tuturkan. Pengertian dari mak na sendiri sangatlah

beragam. Pateda (2001:79) mengemukakan bahwa istilah makna merupakan

kata-kata dan istilah yang membingungkan. Makna selalu menyatu dengan tuturan kata-kata

maupun kalimat. Menurut Ullman (dalam Pateda, 2001:82) mengemukakan

bahwa makna adalah hubungan antara makna dan pengertian.Dalam penulisan

skripsi ini, yang dimaksud dengan makna adalah nilai yang terkandung dalam

jenis-jenis benda yang dipercaya sebagai simbol keberuntungan bagi masyarakat

(3)

2.1.2 Fungsi

Pengertian fungsi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995:456)

merupakan kegunaan suatu hal, daya guna serta pekerjaan yang dilakukan. Fungsi

dapat diartikan sebagai jabatan atau pekerjaan yang dilakukan. Dalam kehidupan

sehari-hari fungsi sering diartikan sebagai dampak yang dapat diberikan oleh

suatu hal atau benda. Begitu pula dalam penulisan skripsi ini, fungsi yang

dimaksud adalah kegunaan atau dampak baik, yang diperoleh oleh masyarakat

dari benda-benda yang diyakini sebagai simbol keberuntungan, bagi masyarakat

Tionghoa di desa Lincun Binjai itu sendiri.

2.1.3 Simbol Keberuntungan

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia karangan WJS Poerwadarminta

disebutkan, simbol atau lambang adalah sejenis tanda, lukisan, perkataan, lencana,

dan sebagainya, yang menyatakan sesuatu hal atau mengandung maksud tertentu.

Berbeda pula dengan tanda (sign), simbol merupakan kata atau sesuatu yang bisa

dianalogikan sebagai kata yang telah terkait dengan :

1) Penafsiran pemakai

2) Kaidah pemakaian sesuai dengan jenis wacananya

3) Kreasi pemberian makna sesuai dengan intensi pemakainya.

Simbol yang ada dalam dan berkaitan dengan ketiga butir tanda tersebut

berbentuk simbolik. Simbol atau lambang merupakan salah satu kategori tanda

(sign). Menurut Pierce (dalam Hoed, 2009 :8), tanda (sign) terdiri atas ikon (icon),

(4)

Simbol tidak selalu diungkapkan melalui bahasa verbal. Menurut Eickelman

dan Piscatori (dalam Sobur, 2004:176) simbol merupakan tanda yang menunjuk

kepada nilai-nilai, dan seringkali meskipun tidak selalu simbol ini diungkapkan

melalui bahasa.

Hartoko dan B. Rahmanto (1998:133) membagi simbol dalam tiga bagian yaitu:

1. Simbol universal yang berkaitan dengan arketipos, misalnya tidur sebagai lambang kematian.

2. Simbol kultural yang dilatarbelakangi oleh suatu kebudayaan tertentu, misalnya keris dalam budaya Jawa.

3. Simbol individual yang biasanya dapat ditafsir dalam konteks keseluruhan karya seorang pengarang.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan istilah simbol sebagai simbol

kultural, yakni suatu simbol yang dilatarbelakangi oleh suatu kebudayaan tertentu.

Simbol keberuntungan bagi masyarakat Tionghoa, membentuk harapan kuat

masyarakat Tionghoa akan suatu kehidupan yang sempurna. Di sisi lain, hal ini

juga merefleksikan ketakutan akan faktor-faktor yang tak dapat diperkirakan

dalam hidup dan mentalitas selalu berharap memperoleh keberuntungan, dan

menghindari ketidakberuntungan serta bencana-bencana yang mungkin terjadi

(Chunjiang 2012 : 1).

Dalam hal ini yang dimaksud dengan simbol keberuntungan ialah semua

benda-benda baik berupa lukisan, patung, tumbuhan, hewan dan benda lainya

yang menurut masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai dipercaya

menggambarkan keberuntungan. Benda-benda tersebut dijadikan sebagai simbol

(5)

kedengaran sama dengan makna-makna yang menggambarkan keberuntungan

tertentu. Pada akhirnya masyarakat tersebut menjadikan benda-benda tersebut

sebagai simbol keberuntungan dalam kehidupan.

2.1.4 Masyarakat Tionghoa di Desa Lincun Binjai

Masyarakat adalah sekelompok individu yang hidup bersama di suatu

daerah tertentu dan terikat oleh suatu aturan tertentu yang disepakati bersama.

August Comte (1896) mengatakan bahwa masyarakat merupakan

kelompok-kelompok mahluk hidup dengan realitas-realitas baru yang berkembang menurut

pola perkembangannya sendiri. Masyarakat dapat membentuk kepribadian yang

khas dari manusia, sehingga tanpa adanya kelompok manusia yang atau dengan

sendirinya bertalian secara golongan besar atau kecil dari beberapa manusia, yang

atau dengan sendirinya bertalian secara golongan dan mempunyai pengaruh

kebatinan.

Masyarakat tidak lepas dari sebuah kebudayaan. Pelly dan Menanti (1994)

mengatakan hakikat masyarakat sebagai sekumpulan manusia yang memiliki

buadaya sendiri dan bertempat tinggal di daerah teritorial yang tertentu. Anggota

masyarakat itu memiliki rasa persatuan dan menganggap mereka memiliki idetitas

sendiri. Ralph Linton, (dalam Abu Ahmadi, 1986;56) mengemukakan, bahwa

anggota-anggota masyarakat tersebut memiliki pengalaman hidup bersama dalam

jangka waktu yang cukup lama. Oleh sebab itu, terdapat kerja sama dan

(6)

Begitu juga halnya dengan masyarakat Tionghoa, Tionghoa (dialek Hokkien

dari kata 中华 [中華], yang berarti Bangsa Tengah; dalam bahasa mandarin ejaan

pinyin, kata ini dibaca "zhonghua") merupakan sebutan lain untuk orang-orang

dari suku atau ras Cina di Indonesia. Terdapat banyak mitologi dan cerita tentang

asal-mula kebudayaan Tionghoa serta tokoh legendarisnya seperti Kaisar Kuning

(Huang Ti) yang membuat senjata dari batu giok, istrinya memperkenalkan cara

pemeliharaan ulat sutera, dan Yu terkenal karena berhasil mengatasi banjir-banjir

besar. Hingga saat ini, persebaran masyarakat Tionghoa sudah hampir tersebar

keseluruh penjuru negeri, salah satunya adalah masyarakat Tionghoa di Indonesia

yang hampir dapat dijumpai di setiap daerah di Indonesia.

Lincun merupakan suatu pemukiman masyarakat Tionghoa di kelurahan

Suka Maju Kecamatan Binjai Barat. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak

Poleng seorang shinshe yang memiliki pengetahuan lebih tentang adat dan

kebudayaan Tionghoa di desa Lincun Binjai, beliau mengatakan menurut sejarah,

nama Lincun diambil dari nama seorang hartawan Cina yang terkemuka yang

bernama Lim Chun. Sekitar tahun 1910-an Lim Chun menjabat sebagai Kapiten

untuk wilayah Binjai. Satu jabatan yang berwenang untuk memimpin etnis

Tionghoa di suatu kawasan tertentu. Dengan jabatannya ini memungkinkan

kapiten Lim Chun dekat dengan pemerintah kolonial.

Bapak Poleng mengemukakan, masyarakat Tionghoa yang menetap di

kawasan sekitar Lincun merupakan penduduk turunan sejak pembukaan

(7)

masyarakat Tionghoa dengan penduduk pribumi dimulai dari masa pembukaan

perkebunan. Istilah Lincunmulai populer sebagai sebutan suatu pemukiman

masyarakat Tionghoa di Binjai ini dimulai sejak tahun 1970.

Saat ini masyarakat Tionghoa di Desa Lincun memiliki profesi yang

beragam. Rumah makan, tambal ban, kedai kopi, dan toko kelontong merupakan

contoh usaha masyarakat Tionghoa yang paling banyak dijumpai di daerah

Lincun. Masyarakat Tionghoa di desa Lincun sedikit berbeda dengan masyarakat

Tionghoa pada umumnya yang cenderung menutup diri dan sulit berbaur dengan

penduduk pribumi. Mereka tampak lebih membuka diri dan berbaur dengan

masyarakat pribumi sekitar. Hal ini sangat terlihat dari bentuk rumah yang terbuka

bebas tanpa adanya jerjak besi yang biasanya kita jumpai pada kediaman

masyarakat Tionghoa pada umumnya.

(8)

Sumber :Dokumentasi pribadi. Desa Lincun Binjai, 20 Februari 2015

Unsur budaya Tionghoa tidak lepas dari keseharian masyarakat Tionghoa di

desa Lincun ini. Benda-benda yang erat kaitannya dengan budaya Tionghoa,

khususnya yang dipercaya dapat membawa hal baik atau keberuntungan tidak

(9)

2.2 Tinjauan Pustaka

Tinjauan adalah hasil meninjau, pandangan, pendapat (sesudah menyelidiki

atau mempelajari) (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2003:1198). Pustaka adalah

kitab-kitab; buku; buku primbon (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2003:912).

Tinjauan Pustaka beararti peninjauan kembali pustaka-pustaka yang terkait

(review of related literature). Sesuai dengan arti tersebut, suatu tinjauan pustaka

berfungsi sebagai peninjauan kembali (review) pustaka (laporan penelitian, dan

sebagainya) tentang masalah yang berkaitan, tidak selalu harus tepat identik

dengan bidang permasalahan yang dihadapi, tetapi termasuk pula yang seiring dan

berkaitan (collateral).

Penelitian yang relevan dengan judul penelitian ini, baik mengenai

simbol-simbol, makna dan fungsi, kepercayaan akan suatu benda yang dianggap

membawa keberuntungan, dan hubungan manusia dengan hewan dan tumbuhan

sudah banyak dilakukan peneliti-peneliti sebelumnya. Penelitian-penelitian

tersebut diantaranya adalah Hoed (2014) dalam bukunya yang berjudul Semiotik

& Dinamika Sosial Budaya menyatakan bahwa sistem simbolik didasari oleh

sistem konvensi sosial. Jadi, dalam sistem simbolik, makna dari semua tanda

didasari oleh konvensi sosial yang berarti harus dilihat dalam konteks kebudayaan

suatu masyarakat atau subkultur suatu komunitas. Buku ini sangat membantu

penulis untuk memahami makna simbol dalam kebudayaan.

陈 慎 (Chén shèn) (2003) dalam jurnal China National Knowledge

(10)

zhuǎn tǒng jíxiáng wù chén wén chūtàn), jurnal ini mengkaji sejarah pembetukan

sebuah simbol keberuntungan pada masayarakat Tionghoa. Dengan menggunakan

metode pembelajaran dasar sejarah, jurnal ini mengkaji lima fase pembentukan

sebuah simbol keberuntungan pada masyarakat Tionghoa. Lima tahap

pembentukan tersebut terdiri dari tahap embrio, tahap pembentukan, tahap

pertumbuhan, tahap perkembangan, dan periode puncak. Jurnal ini memberikan

kontribusi penting dalam penulisan penelitian ini, yakni berupa pemahaman

sejarah awal mula terbentuknya simbol pembawa keberuntungan bagi masyarakat

Tionghoa. Jurnal ini terfokus membahas sejarah pembentukan hingga periode

puncak keberadaan benda-benda yang dijadikan simbol keberuntungan bagi

masyarakat Tionghoa, namun tidak membahas makna dan fungsi dari simbol

pembawa keberuntungan itu sendiri.

Kustedja (2013) dalam Jurnal Sosioteknologi Edisi 30 Tahun 12 yang

berjudul Makna Ikon Naga, Long, 龙, Elemen Utama Arsitektur Tradisional

Tionghoa, sangat membantu penulis untuk memahami makna keberuntungan yang

tersirat dalam simbol naga khususnya simbol naga dalam arsitektur bangunan

Tionghoa. Penulis jurnal menyimpulkan bahwa naga sebagai ikon dan simbol

terbukti dapat bertahan dari zaman purba hingga sekarang, gambaran ini tetap

hidup dan terpakai dalam segala segi budaya Tionghoa. Daya tahan keberadaan

yang demikian kuatnya karena didukung konsep naga yang selalu dapat

memberikan keberuntungan dan kejayaan, harapan ini selalu dimiliki oleh setiap

manusia selama ia hidup. Perbedaan penelitian dalam jurnal ini dengan penelitian

(11)

pada makna hewan naga sebagai simbol keberuntungan dalam arsitektur

Tionghoa.

Rusliana R.P (2010) dalam skripsinya yang berjudul Interpretasi Tanda

Dalam Simbol Tato, dalam skripsinya penulis memaparkan bahwa Tato yang

umum digunakan pemakai tato adalah tato berbentuk elang, salib, tengkorak,

naga, dan bunga. Interpretasi makna dari simbol tato meliputi,makna sekuler,

makna estetis, makna tato sebagai ekspresi diri, makna tato sebagai filosofis, dan

makna tato sebagai makna konotasi. Tujuan utama peneliti skripsi ini mengkaji

makna yang terkandung dalam sebuah simbol tato. Perbedaan skripsi ini dengan

penelitian yang dilakukan penulis terletak pada objek kajiannya. Penelitian dan

skripsi ini menggunakan teori semiotika. Penelitian ini memberikan kontribusi

berupa pemahaman penggunaan teori semiotika. Skripsi ini juga sangat mebantu

penulis dalam memaparkan makna simbol dalam kehidupan sehari-hari.

Sembiring (2011) dalam skripsinya yang berjudul Makna dan Fungsi Alam

Hewan dan Tumbuhan Dalam Kehidupan Etnis Tionghoa, penulis dalam

skripsinya mengatakan bahwa etnis Tionghoa mempercayai banyak jenis

tumbuhan yang memiliki nilai filosofi, makna dan fungsi, yang menurut

kepercayaan mereka, dapat membawa keberuntungan atau hal baik. Etnis

Tionghoa menjadikan tumbuhan sebagai simbol dalam kebudayaan mereka.

Penulis dalam skripsi ini membahas enam jenis tumbuhan, yaitu bambu, pinus,

bunga meihua, bunga lotus, angrek dan krisan. Penelitian dalam skripsi ini

(12)

penulis, hanya saja dalam penelitian yang akan dilakukan penulis, objek yang

akan dikaji lebih luas bukan hanya terfokus pada makna yang terkandung dalam

tumbuhan sebagai simbol keberuntungan, namun juga membahas hewan, dan

benda-benda lainnya yang sering dijadikan simbol keberuntungan bagi

masyarakat Tionghoa, khususnya masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai.

Skripsi ini juga sangat membantu penulis untuk memahami makna dan fungsi dari

beberapa jenis tumbuhan yang dianggap sebagai sebuah simbol keberuntungan.

2.3 Landasan Teori

Dalam penulisian skripsi ini, penulis mengawali penulisan dengan

menggunakan Teori semiotik. Teori semiotik yang digunakan terfokus pada teori

Semiotik Charles Sanders Peirce. Hal tersebut dikarenakan penelitian yang akan

dilakukan pertama kali dalam skripsi ialah menelaah dan membedah simbol

sehingga dapat menemukan makna dibalik simbol tersebut. Selanjutnya, penulis

akan melanjutkan penelitian dengan menggunakan Teori Fungsional yang

dikemukakan oleh Malinowski untuk mencari fungsi dari hewan, tumbuhan, dan

benda lainnya yang dipercaya sebagai simbol pembawa keberuntungan bagi

masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai.

Teori semiotik digunakan untuk membedah simbol-simbol yang terdapat

pada jenis-jenis benda yang telah diuraikan jenisnya di dalam pembatasan

masalah. Semiotik atau ada yang menyebutnyasemiotika berasal dari kata Yunani

(13)

dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda,

seperti sistem tanda dan proses yang berlaku bagi pengguna tanda (Zoest, 1991:1).

Menurut Charles Sanders Peirce, proses pemaknaan dan penafsiran tanda

dalam semiotik disebut semiosis. Istilah semiosis digambarkan sebagai suatu

proses dari pencerapan sesuatu oleh indra kita yang kemudian diolah oleh kognisi

kita. Tanda yang diserap oleh manusia merupakan tahap awal dari semiosis. Pada

tahap awal ini hal yang diindra disebut ground atau representamen. Tahap ini

diikuti dengan tahap lanjutannya, yakni pengolahannya dalam kognisi secara

instan yang hasilnya disebut object (ini adalah istilah yang tidak sama artinya

dengan ‘benda’). Proses semiosis selanjutnya adalah penafsiran setelah ada waktu

untuk mengolah lebih lanjut object dan hasilnya disebut interpretant.

Karena tanda dimulai dari representamen yang seakan mewakili apa yang

ada dalam pikiran manusia (object), teori semiotik Peirce mendefinisikan tanda

sebagai “something that represant something else”, yang secara teoritis dapat

diterjemahkan menjadi tanda adalah representamen yang secara spontan mewakili

object.’Mewakili’ disini berarti berkaitan secara kognitif yang secara sederhana

dapat diartikan sebagai proses pemaknaan : ada kaitan antara ”realitas” dan “ apa

yang berada dalam kognisi manusia”. Pengertian ini menjadi lebih jelas apabila

kita memasuki tiga kategori tanda berdasarkan sifat hubungan antara

representamen dan object menurut Peirce (Hoed 2014:10).

Kategori pertama adalah index, yakni tanda yang hubungan antara

(14)

adalah apabila kita melihat sandal sang ayah sudah tidak ditempatnya lagi

(representamen), ini berarti bahwa sang ayah sudah berada di rumah (object).

Artinya bahwa ada hubungan ntara ruang kosong, yakni “ ketiadaan sandal ayah

ditempatnya” (representamen) dan ”ayah ada dirumah” (object) yang bersifat

kausal.

Kategori kedua adalah icon. Icon adalah kategori tanda yang

representamennya memiliki keserupaan identitas dengan object yang ada dalam

kognisi manusia yang bersangkutan. Contohnya foto seseorang adalah icon

dirinya. Bagi seseorang lukisan kerbau adalah icon dari kerbau yang ada dalam

pikiran orang tersebut.

Kategori ketiga adalah symbol. Symbol adalah tanda yang makna

representamennya diberikan berdasarkan konvensi sosial. Jadi, bendera merah

yang ada di laut merupakan representamen yang maknanya secara sosial

‘dilarang melewati, bahaya’ (object). Berbagai sistem bahasa, verbal, nonverbal,

merupakan merupakan sistem symbol karena makna dari setiap representamennya

diperoleh berdasarkan konvensi sosial. Index dan icon dapat digunakan sebagai

symbol. Bau kemenyan (representamen) bisa tidak sekedar mewakili object

‘kemenyan’, tetapi dapat mempunyai makna sosial ‘ada hantu yang hadir’ (object)

(Hoed 2014:11). Dari ketigajenis kategori tanda (indext, icon, symbol )yang

diuraikan oleh Peirce, symbol merupakan jenis tanda yang dimaksudkan dalam

penelitian ini. Setelah menggunakan teori semiotik untuk mengkaji makna yang

(15)

Binjai, penelitian ini akan dilanjutkan dengan menggunakan teori Fungsionalisme

yang dikemukakan oleh Malinowski.

Malinowski dalam (T.O. Ihroni 2006), mengajukan sebuah orientasi teori

yang dinamakan fungsionalisme, yang beranggapan atau berasumsi bahwa semua

unsur kebudayaan bermanfaat bagi masyarakat dimana unsur itu terdapat. Dengan

kata lain, pandangan fungsionalisme terhadap kebudayaan mempertahankan

bahwa setiap pola kelakuan yang sudah menjadi kebiasaan, setiap kepercayaan

dan sikap yang merupakan bagian dari kebudayaan dalam suatu masyarakat,

memenuhi beberapa fungsi mendasar dalam kebudayaan yang bersangkutan.

Teori fungsionalisme dapat diterapkan dalam analisa

mekanisme-mekanisme kebudayaan secara tersendiri, namun teori ini tidak mengemukakan

dalil-dalil sendiri untuk menerangkan mengapa kebudayaan yang berbeda-beda

memiliki unsur-unsur budaya yang berbeda dan mengapa terjadi perubahan dalam

kebudayaan. Secara garis besar Malinowski merintis bentuk kerangka teori untuik

menganalisis fungsi dari kebudayaan manusia, yang disebutnya suatu teori

fungsional tentang kebudayaan atau “a functional theory of culture”. Menurut

Malinowski (1984:216) :

(16)

Hal inilah yang kemudian menguatkan tesis dari Malinowski yang sangat

menekankan konsep fungsi dalam melihat kebudayaan . Ada tiga tingkatan oleh

Malinowski yang harus terekayasa dalam kebudayaan yakni :

“ (1) Kebudayaan harus memenuhi kebutuhan biologis, seperti kebutuhan pangan dan prokreasi, (2) Kebudayaan harus memenuhi kebutuhan instrumental, seperti kebutuhan hokum dan pendidikan, (3) Kebudayaan harus memenuhi kebutuhan integratif, seperti kebutuhan agama dan kesenian”.

Melalui tingkatan abstraksinya tersebut Malinowski kemudian mempertegas

inti dari teorinya dengan mengasumsikan bahwa segala kegiatan / aktivitas

manusia dalam unsur-unsur kebudayaan itu sebenarnya bermaksud memuaskan

suatu rangkaian dari sejumlah kebutuhan naluri mahluk manusia yang

berhubungan dengan seluruh kehidupannya.

Sesuai dengan teori fungsionalisme yang dikemukan oleh Bronislaw

Malinowski bahwa kebudayaan harus memenuhi kebutuhan biologis, instrumental

dan integrative, maka 15 simbol keberuntungan pada masyarakat Tionghoa desa

Lincun Binjai juga memiliki fungsi biologis sebagai lambang harapan masyarakat

Tionghoa desa Lincun Binjai akan suatu keberuntungan tertentu. Instrumental

sebagai sarana pendidikan bagi masyarakat dan juga sebagai lambang

kebudayaan. Integratif yang memenuhi kebutuhan agama atau religi masyarakat.

Teori Fungsionalisme Malinowski juga mengemukakan bahwa fungsi mengalami

perubahan ke arah nilai-nilai dan dampak dari nilai tersebut akhirnya berubah

Gambar

Gambar 2.1 keadaan kediaman masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai.

Referensi

Dokumen terkait

A problem with most blur detection methods is the presumption that the image is blurred and that these methods are developed using mathematically blurred images without any

Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2OO5 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun.. 2012 Nomor

PEJABAT PENGADAAN BARANG/ JASA BIDANG BINA M ARGA. DINAS PEKERJAAN UM UM KABUPATEN KLATEN

14/PSE/VIII/PBJ-DCT/2012 tanggal 8 Agustus 2012 untuk Seleksi Sederhana Pekerjaan Jasa Konsultansi Penyusunan Study Ecotourism Kabupaten Kendal, bersama ini disampaikan nama-nama

PEJABAT PENGADAAN BARANG/ JASA BIDANG BINA M ARGA.. DINAS PEKERJAAN UM UM KABUPATEN KLATEN

Bersama ini kami sampaikan dengan hormat bahwa sehubungan dengan pelelangan ulang pekerjaan Interpretasi Citra Satelit dan Digitasi Hutan Rakyat dan Lahan Kritis pada APBD

Apabila peser ta lelang kegiatan ter sebut diatas keber atan atas hasil pelelangan ini, diber ikan kesempatan untuk mengajukan sanggahan secar a ter tulis ditujukan kepada

Dinas Peker jaan Umum Kabupaten Klaten Tahun 2013, untuk Peker jaan :. Perbaikan