LAMPIRAN
Data Diri Informan Informan 1
Nama : L Poeleng
Umur : 58 tahun Pekerjaan : Sinshe
Alamat : Jln. Mayjen Sutoyo, Lincun-Binjai Barat
Informan 2
Nama : Lian Hua
Umur : 55 tahun Pekerjaan : Pedagang
Alamat : Jln. Gatot Subroto, Lincun-Binjai Baratt
Informan 3
Nama : Lie Kok Hwa Umur : 45 tahun Pekerjaan : Penjaga Vihara
Informan 4
Nama : Lo Tzupin
Umur : 40 tahun Pekerjaan : Pedagang
DAFTAR PERTANYAAN
1. Siapakan nama anda ?
2. Sudah berapa lama anda tinggal di desa Lincun Binjai?
3. Apakah anda mengetahui benda-benda yang dianggap sebagai simbol keberuntungan bagi masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai ?
4. Menurut anda apakah yang dimaksud dengan simbol keberuntungan bagi masyarakat Tionghoa di desa Lincun ini ?
5. Seberapa sering anda menjumpai benda-benda yang dianggap sebagai simbol keberuntungan bagi masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai?
6. Bisakah anda menyebutkan apa saja jenis-jenis simbol keberuntungan bagi masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai yang paling sering dijumpai ?
7. Menurut anda, makna apakah yang terkandung dalam masing-masing simbol keberuntungan tersebut bagi masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai?
8. Menurut anda, apakah fungsi dari simbol keberuntungan tersebut bagi masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai?
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku, Jurnal, dan Skripsi
Abu, Ahmadi, 1982, Psikologi Sosial, Surabaya: PT. Bina Ilmu.
Alex, Sobur. 2004. Semiotika Komunikasi. Bandung : Remaja Rosda Karya
Alwi,Hasan, dkk. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:Balai Pustaka.
Aminuddin. 2001. Semantik Pengantar Studi Tentang Makna.Bandung:Sinar Baru Algesindo.
Andreas, Mario. 2010. Cepat dan Praktis Belajar Budaya dan BahasaMandarin. Jakarta : Gagas Media.
Berger,A. Asa. 2000. Tanda-Tanda dalam Kebudayaan Kontemporer. Penerjemah M. Dwi Marianto dan Sunarto. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Cassirer, Ernst. 1987.ManusiadanKebudayaan: SebuahEseiTentangManusia. Jakarta : PT Gramedia.
陈慎. 2003. 中国转统吉祥物陈纹初探. Skripsi.福建:CNKI
Chunjiang, Fu. 2012. Origins of Chinese Aspicious Symbol. Jakarta : Elex Media Komputindo.
Damayanti, Ratih. 2013. Buah dan Daun Ajaib Tumpas Segala Penyakit. Yogyakarta : Giga Pustaka.
Emsan. 2014. Filosofi-Filosofi Warisan Tiongkok Kuno. Yogyakarta : Laksana.
Fanani, Burhan. 2013. Buku Sakti Fengshui Ruko & Rumah Tinggal Untuk Keberuntungan.Bandung : Mantra Books.
H. Hoed, Benny. Semiotik & Dinamika Sosial Budaya. Depok : Komunitas Bambu.
Ihroni, T.O. 2006. Pokok-pokok Antropologi Budaya. Jakarta : Yayasan Obor Iskandar. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta : Gaung Persada (GP
Press).
Kustedja, Sugiri, dkk. 2013. “ Makna Ikon Naga、龙、 Elemen Utama Arsitektur Bangunan Tionghoa “dalam Jurnal Sosioteknologi edisi 30. Bandung : Universitas Katolik Parahyangan.
Lauw Fu, Rita. 2013. Tiongkok Wise Stories. Jakarta : PT. Bhuana Ilmu Populer.
Leech, Geoffrey. 2003. Semantik. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Lizi, Liang. 2010. 使用词典. Jakarta : Dian Rakyat.
M.Setiadi, Eli. 2011. Pengantar Sosiologi. Jakarta : Kencana Prenada Median Grup.
Malinowski, Bronislaw. 1960. A scientific Theory Of Culture. Chaprl Hill : University Of North Carolina Press.
Pateda, Mansoer. 2001. Semantic Leksikal. Jakarta : Rineka Cipta.
Poerwadarminta, W.J.S. 1989. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Pope, Geoffrey. 1989. Antropologi Biologi. Jakarta : CV. Rajawali.
R.P, Rusliana. 2010. Tanda Dalam SimbolTato. Skripsi. Medan : Tidak dipublikasikan.
Sembiring,Elfina. 2007. Fungsi dan Makna Alam Tumbuhan Etnis Tionghoa.Skripsi. Medan : Tidak dipublikasikan.
Ullman, Stephen. 1977. Pengantar Semantik.Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Wibowo, Indiwan Seto Wahyu Wibowo. 2013. Semiotika Komunikasi. Jakarta. Wind, Ajeng.2014. Kitab Obat Tradisional Cina.Yogyakarta : Media Pressindo. Wong, Evy dkk. 2014. Chinese Aspicious Culture. Jakarta : Elex Media
Komputindo.
Zoest, Aart Van.1993. Semiotika. Penerjemah: Ani Asokawati.Jakarta: Sumber Agung
Sumber Internet
diakses pada 16 April 2015 14:15.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1Jenis Penelitian
Jenis penelitian pada skripsi ini adalah penelitian deskriptif dengan
pendekatan kualitatif. Bogdan dan Taylor mendefinisikan penelitian kualitatif
sebagai penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
hasil wawancara dari orang- orang dan perilaku yang dapat diamati (Iskandar,
2009:12).
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Dalam penelitian kualitatif tidak dikenal istilah populasi dan sampel. Istilah
yang digunakan adalah setting atau lokasi penelitian. Lokasi penelitian ini
dilakukan di desa Lincun Binjai. Waktu penelitian hingga terselesaikannya
skripsi ini dilaksanakan sejak 11 November 2014 s/d 28 September 2015.
Jenis Kegiatan Penelitian Waktu Penelitian
3.3Data dan Sumber Data 3.3.1 Data
Yang menjadi data dalam penelitian ini adalah :
1) Data Primer
Yang menjadi data primer dalam penelitian ini ialah informasi mengenai
jenis, makna dan fungsi dari 15 simbol pembawa keberuntungan pada
kehidupan masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai.
2) Data Sekunder
Yang menjadi data sekunder dalam penelitian ini adalah Informasi dari
buku-buku yang berkaitan dengan makna dan fungsi dari 15 simbol
pembawa keberuntungan bagi masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai.
3.3.2 Sumber Data
Yang dimaksud sumber data dalam penelitian adalah subyek dari mana data
diperoleh. Adapun yang dijadikan sumber data adalah :
1) Sumber Data Primer( Field Research)
Sumber data primer dalam penelitian ini adalah data yang bersumber dari
hasil wawancara informan yang meliputi wawancara dengan Bapak Poeleng
sebagai key informant dan informan tambahan yang merupakan masyarakat
Tionghoa yang memiliki pengetahuan lebih akan budaya
Tionghoa, khususnya terkait dengan kepercayaaan akan benda-benda yang
dipercaya sebagai simbol keberuntungan bagi masyarakat Tionghoa di desa
2) Sumber Data Sekunder (Library Research)
Sumber data penunjang dan pelengkap dalam penulisan skripsi ini
dipoeroleh dari jurnal dan buku yang memiliki kaitan mengenai makna dan
fungsi 15 simbol keberuntungan bagi masyarakat Tionghoa di desa Lincun
Binjai.
3.4Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan cara yang dilakukan oleh peneliti
untuk memperoleh dan mengumpulkan data yang dibutuhkan dalam penelitian.
Untuk mendapatkan kelengkapan informasi yang sesuai dengan fokus penelitian
ini, penulis melakukan studi kepustakaan dan juga studi lapangan.
3.4.1 Studi Kepustakaan (Library Research)
Penelitian kepustakaan atau Library Research merupakan penelitian yang
dilakukan dengan mengumpulkan data yang bersumber dari kepustakaan, baik
data yang bersumber dari buku, catatan, dan juga penelitian-penelitian terdahulu
antara lain skripsi dan jurnal.
3.4.2 Studi Lapangan (Field Research)
Studi lapangan atau Field Research merupakan penelitian yang dilakukan
dengan melakukan observasi, wawancara dan juga dokumentasi pada objek
dandaerah yang akan menjadi kajian dalam penelitian ini. Dalam studi lapangan,
1) Teknik Observasi (pengamatan)
Observasi adalah pengamatan yang dilakukan secara sengaja, sistematis,
mengenai fenomena sosial dengan gejala-gejala psikis untuk kemudian dilakukan
pencatatan. Teknik ini dilakukan untuk mengetahui keadaan masyarakat, dan juga
jenis, makna juga fungsi dari benda-benda yang diyakini sebagai simbol pembawa
keberuntungan bagi masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai.
2) Teknik Wawancara (interview)
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu
dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan
pertanyaan dan terwawancara yang memberikan jawaban atas pertanyaan
itu.Teknik ini dilakukan pada key informant dan juga beberapa masyarakat
Tionghoa di desa Lincun Binjai untuk mengetahui apakah jenis, makna, dan
fungsi sebenarnya dari benda-benda yang dipercayai sebagai simbol
keberuntungan bagi masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai.
3) Teknik Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa
berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang.
Dokumen yang ditunjukkan dalam hal ini adalah segala dokumen yang
berhubungan dengan jenis, makna dan fungsi benda-benda yang sering dijadikan
sebagai simbol keberuntungan dalam kediaman masyarakat Tiongho di desa
Lincun Binjai. Hasil dari dokumentasi dalam penelitian ini berupa foto, rekaman,
3.5Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data
yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan
cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit,
melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan
yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh
diri sendiri dan orang lain.
Model analisis data dalam penelitian ini mengikuti konsep yang diberikan
Miles and Huberman. Miles and Hubermen (dalam Iskandar, 2009 : 139)
mengungkapkan bahwa aktifitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara
interaktif dan berlangsung secara terus-menerus pada setiap tahapan penelitian
sehingga sampai tuntas.
Adapun proses yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1) Reduksi data
Data yang diperoleh dari laporan jumlahnya cukup banyak, untuk itu maka
perlu dicatat secara teliti dan rinci. Mereduksi data berarti merangkum,
memilih hal-hal pokok, dan memfokuskan pada hal-hal yang sesuai dengan
objek kajian. Data yang sudah diperoleh kemudian dianalisis menggunakan
Teori Semiotik Peirce mengenai Symbol untuk menemukan makna dari 15
simbol keberuntungan (representamen) yang diberikan berdasarkan
konvensi sosial. Kemudian dilanjutkan dengan menganalisis data
biologis, instrumental, dan juga integratif untuk menemukan fungsi dari 15
simbol kebruntungan bagi masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai.
2) Penyajian Data
Penyajian data penelitian kualitatif bisa dilakukan dalam bentuk uraian
singkat, bagan, hubungan antar kategori, dan sejenisnya. Dalam hal ini data
tentang makna dan fungsi 15 simbol keberuntungan bagi masyarakat
Tionghoa desa Lincun Binjai akan disajikan dalam bentuk uraian yang
dilengkapi oleh gambar sebagai penjelas .
3) Penyimpulan
Penyimpulan dilakukan dengan menarik kesimpulan dari hasil akhir
penelitian tentang makna dan fungsi dari 15 simbol kebruntungan bagi
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Makna 15 Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat Tionghoa Desa Lincun Binjai
Mengejar nasib baik sambil menghindari hal-hal buruk sudah menjadi sifat
dasar manusia. Kebudayaan masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai dalam
mempercayai dan melibatkan benda-benda tertentu yang dipercaya sebagai simbol
keberuntungan dalam kehidupan sehari-hari, juga merupakan salah satu bukti
nyata usaha mengejar nasib baik dan menghindari hal buruk dalam kehidupan.
Masyarakat desa Lincun Binjai sangat mudah menyebutkan jenis dan bentuk
benda-benda yang sering dijadikan sebagai simbol keberuntungan bagi
masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai. Permasalahan yang ada pada saat ini,
meskipun mereka mengetahui bentuk dan jenis benda-benda yang sering dijadikan
sebagai simbol keberuntungan bagi masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai,
namun sebagian besar masyarakat tidak mengetahui makna apakah yang
terkandung dalam benda-benda tersebut, sehingga dijadikan sebagai simbol
pembawa keberuntungan bagi kehidupan.
Pada umumnya, proses pemaknaan benda-benda yang dijadikan sebagai
simbol keberuntungan dalam kehidupan masyarakat Tionghoa di desa Lincun
Binjai, tidak lepas dari sejarah pemikiran leluhur masyarakat Tionghoa yang
biasa menghubungkan aktivitas alam, juga keadaan perilaku hewan atau
Mereka menghubungkan nama, bentuk, sifat, dan perilaku benda-benda tersebut
dengan makna keberuntungan tertentu (Wong, 2014 : 6).
Seperti yang telah dijelaskan di latar belakang masalah pada penelitian ini,
ada 15 jenis benda sebagai simbol keberuntungan yang paling sering dijumpai
dikediaman masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai yang akan dikaji
maknanya. 15 jenis benda yang sering dijadikan sebagai simbol keberuntungan
dan akan dikaji maknanya tersebut tersebut terdiri dari 6 jenis benda yang berupa
tumbuhan (buah nanas, bunga teratai, buah jeruk mandarin, bunga meihua, buah
delima, dan labu botol), 4 jenis benda yang menyerupai hewan (harimau, kuda,
naga dan ikan mas), dan 5 benda lainnya (koin tembaga, mangkuk harta, pohon
1) Makna Buah Nanas Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai
Nanas atau 菠 萝(bouluo) yang memiliki nama latin Ananas Comosus
merupakan jenis tanaman tropis dan sub tropis. Bentuk buahnya bulat
memanjang, kulitnya bersusun sisik, berbiji mata banyak, daunnya berserat dan
berduri pada kedua belah sisinya, daging buahnya berwarna kuning atau putih
kekuning-kuningan, mengandung banyak cairan, rasanya ada yang manis dan
asam.
Bentuk buah nanas yang unik menjadikan buah ini dikaitkan dengan banyak
makna keberuntungan dalam kehidupan masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai.
Menurut bapak Poeleng, dalam simbol buah nanas tersirat makna kejayaan. Sesuai
dengan bentuknya, leluhur masyarakat Tionghoa mempercayai bahwasanya
dengan melibatkan buah nanas dalam kehidupan sehari-hari, keluarga akan
tumbuh berkembang dan mendapatkan kedudukan seperti daun diujung buah yang
berbentuk mahkota. Buah nanas juga menggambarkan makna kewaspadaan
terhadap keadaan di sekelilingnya, seperti biji mata yang lekat mengitari daging
buah nanas.
Buah nanas juga merupakan sebuah simbol keberuntungan bagi masyarakat
Tionghoa desa Lincun Binjai yang memiliki makna kemakmuran. Menurut ibu
Lian Hua, makna kemakmuran yang terkandung dalam buah nanas berasal dari
nama buah nanas dalam bahasa Hokkian. Dalam bahasa Hokkian, buah nanas
tersebut membuat masyarakat Tionghoa mempercayai bahwa dengan melibatkan
buah nanas dalam kehidupan sehari-hari, maka berkat kemakmuran yang dimiliki
seorang raja akan mengalir dalam keluarga mereka.
Dalam kehidupannya sehari-hari, masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai
melibatkan simbol buah nanas dalam berbagai bentuk. Simbol buah nanas yang
sering dilibatkan dalam kehidupan sehari-haribiasanya berupa ukiran, replika
buah nanas, dan yang paling sering ditemukan ialahbuah nanas yang digunakan
sebagai perlengkapan sembahyang.
Gambar 4.1 Simbol buah nanas sebagai perlengkapan sembahyang
Sumber : Dokumentasi pribadi. Desa Lincun Binjai, 12 Agustus 2015.
Dalam kehidupan masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai, buah nanas juga
sering dijadikan sebagai sesajen pada upacara duka. Kulit buah nanas dikupas
tanpa membuang biji mata yang lekat pada dagingnya serta daun yang berada di
ujung buah. Hal tersebut dilakukan agar buah nanas tampak seperti kepala
manusia yang bermahkota. Dari bentuk tersebut keluarga yang masih hidup
mengharapkan bahwa arwah keluarga yang telah meninggal dapat memiliki
2) Makna Bunga Teratai Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat Tionghoa Desa Lincun Binjai
Bunga teratai yang merupakan tumbuhan yang memiliki nama latin
Nymphae. Dalam bahasa Mandarin bunga teratai dikenal dengan nama 莲花(lian hua). Warna bunga teratai berwarna-warni (merah, putih, biru), bunga ini tumbuh dalam lumpur dan mekar diatas air. Secara keseluruhan fisiologis, tanaman air ini
tak jauh berbeda dengan tumbuhan lainnya. Bunga teratai mempunyai aroma
harum, dan tumbuh luruh di permukaan air dengan daun yang melebar sejajar
dengan air. Bunga teratai masuk ke Tiongkok dan dikenal oleh masyarakat
Tionghoa melalui pengaruh ajaran Buddha yang menyebar dari India sejak masa
Dinasti Qin (221-206 SM). Ajaran Buddha semakin berkembang pada masa
Dinasti Tang (618-907M) dan semakin terkenal dengan munculnya kisah
Perjalanan ke Barat (Fu, 2013 :32 ).
Bapak Poeleng mengatakan, bunga teratai adalah satu tanaman yang
dipercaya sebagai simbol pembawa keberuntungan bagi masyarakat Tionghoa di
desa Lincun Binjai yang mengandung makna kesucian, kejujuran dan kehormatan.
Dalam arti lain, mereka meyakini dengan meletakkan segala sesuatu yang
bersimbolkan bunga teratai, maka sang penghuni rumah tersebut akan
memperoleh kesucian, hormatan dan selalu dekat dengan kejujuran.
Dari hasil wawancara dengan beberapa masyarakat Tionghoa desa Licun
Binjai, makna kesucian, kejujuran dan kehormatan dibalik simbol bunga teratai
berkembang, akan tetapi ia tidak akan tenggelam ke dalamnya. Bunga ini hidup di
atas air yang tenang dan kotor, dimana banyak serangga dan sumber penyakit
hidup.
Dengan kondisi sedemikian kotornya, orang akan menganggap bunga teratai
sebagai bunga yang tidak berharga dan kotor, yang tidak pantas untuk diraih
karena demikian kotornya tempat ia hidup. Akan tetapi, bertolak belakang dengan
kenyataannya, bunga teratai tetap tampil dengan keanggunan bunganya yang
sangat menawan bagi yang melihatnya. Dia hidup penuh keindahan dan
kebersihan tanpa dipengaruhi oleh lingkungannya yang kotor. Betapapun
kotornya tempat dia hidup, tapi keindahannya tetap terjaga dengan baik bahkan
menambah keindahan pula bagi lingkungan di sekitarnya.
Begitu juga kehidupan manusia, manusia dilahirkan sebagai makhluk
dengan keindahan dan kesempurnaan yang memerlukan keinginan atau hasrat
untuk berkembang kearah lebih maju, untuk mencapai atau demi pencapaian
sebuah tujuan. Namun dalam perjalanan hidup, manusia tidak selalu dikelilingi
dengan kebaikan dan kebahagian, manusia akan selalu menemukan banyak
hambatan dan orang-orang yang tidak baik disekitarnya, seperti diibaratkan
lumpur disekeliling bunga teratai. Dari keadaan tersebut, bukan lantas kita
tenggelam dan larut dalam ketidak baikan sekeliling, namun tetaplah menjadi
suci, baik dan cantik seperti bunga teratai. Di saat disekeliling kehidupan banyak
sekali kebohongan, tetaplah menjunjung kejujuran, sehingga dapat dihormati.
Sehingga pada akhirnya kehidupan manusia tersebut akan memberikan suatu
Kepercayaan akan makna kesucian, kejujuran dan kehormatan yang
terkandung pada simbol bunga teratai juga didasari akan kepercayaan masyarakat
Tionghoa desa Lincun Binjai terhadap cerita legenda Tionghoa yang menceritakan
kisah cinta seorang pujangga pada Dinasti Jin bernama Zhou Dunyi terhadap
bunga teratai. Konon, ada banyak jenis bunga yang tumbuh baik di darat maupun
di air. Sejak Dinasti Tang, bunga peony adalah salah satu bunga yang disukai oleh
hampir seluruh bangsawan. Pada Dinasti Jin, Tao Yuanming sangat menyukai
bunga Krisan. Namun sepanjang kedua Dinasti tersebut, Zhou Duanyi lebih
menyukai bunga teratai dibandingkan bunga Krisan dan Peony. Hal tersebut
dikarenakan alasan yang sama,yakni bunga teratai tetap bersih meski tumbuh di
lumpur, tegak dan bersih. Wangi bunga teratai menyebar sampai jauh. Zhou
Duanyi mengibaratkan bunga teratai tersebut sebagai orang yang terhormat.
(Chunjiang, 2012 :73)
Hingga saat ini, masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai masih
mempercayai dan meneruskan kebudayaan yang menjadikan bunga teratai sebagai
simbol pembawa keberuntungan yang bermaknakan kesucian, kejujuran dan
kehormatan. Mereka meletakkan bunga teratai atau segala benda yang memiliki
lambang atau bentuk menyerupai teratai dalam rumah mereka. Lukisan yang
menggambarkan bentuk indah bunga teratai, lukisan dewi Kuan Im yang berdiri
diatas bunga teratai, dan patung buddha yang beralaskan bunga teratai merupakan
refleksi simbol teratai yang paling sering dijumpai di kediaman masyarakat
Gambar 4.2 Simbol bunga teratai bersama dewi Kuan Im dalam bentuk lukisan pada kediaman masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai
3) Makna Buah Jeruk Mandarin Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai
Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai, sering kali
dijumpai buah jeruk yang erat kaitannya dengan kebudayaan masyarakat Tionghoa. Buah
jeruk yang berwarna orange, tidak terlalu besar, dan memiliki rasa manis merupakan
buah jeruk yang paling digemari dikalangan masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai.
Mereka menyebut buah jeruk tersebut dalam bahasa Hokkien dengan sebutan Kam
Cheng. Kam Cheng dalam bahasa Mandarin disebut 橙 子 (cheng zi) ( Liang,2010:44 ).
Bagi masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai, KamCheng merupakan salah satu
benda yang dijadikan sebagai simbol keberuntungan bagi kehidupan. Menurut Ibu Lian
Hua, Kam Cheng merupakan sebuah simbol keberuntungan yang memiliki makna
pembawa suka cita dalam kehidupan. Makna suka cita tersebut berasal dari perpaduan
arti kata Kam dalam kata Kam Cheng yang berarti ‘Perasaan’, dengan rasa Kam Cheng
yang manis. Masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai mempercayai ketika mereka
melibatkan Kam Cheng dalam kehidupan mereka sehari-hari, maka suka cita akan
memenuhi keluarga tersebut.
Selain bermakna suka cita, Kam Cheng juga memiliki makna rezeki yang
berlimpah. Dalam dialek Kanton, Kam Cheng柑(gan)kedengaran sama dengan 金(
jin)yang berarti emas. Warna orange Kam Cheng juga dianggap sebagai lambang emas
Lincun Binjai beranggapan bahwa Kam Cheng merupakan simbol keberuntungan yang
memiliki makna rezeki yang berlimpah
Dalam kehidupan masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai, Kam Cheng biasanya
disajikan dalam bentuk buah sungguhan, juga dalam bentuk lukisan. Kam Cheng
digunakan sebagai salah satu sesajen dalam sembahyang. Kam Cheng juga merupakan
buah yang paling sering disajikan pada saat perayaan Imlek.
Gambar 4.3 Kam Cheng sebagai sesajen sembahyang masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai
Sumber : Dokumentasi pribadi. Desa Lincun Binjai, Agustus 2015
Ibu Lian Hua mengatakan, ada filosofi hidup yang dapat di ambil dari Kam Cheng.
Kam Cheng memiliki rasa yang beragam, ada yang asam dan ada yang manis. Sama seperti hidup, tidak semua hal yang dikerjakan dalam kehidupan akan berbuah manis,
namun pasti ada hal manis yang bisa dibagikan. Sama halnya dengan membagikan Kam
4) Makna Bunga Meihua Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai
Bunga meihua 梅 花 (mei hua)merupakan bunga nasional Tiongkok. Nama
bunga meihua berasal dari bahasa Mandarin, 梅 (mei) artinya cantik dan花 (hua) artinya
bunga, sehingga meihua memiliki arti sebagai bunga yang cantik.
(Liang,2010:207).
Warna bunga meihua sangat anggun, yaitu merah muda dengan sedikit
keputih-putihan. Namun dalam penyajiannya, bunga meihua bukan hanya
berwarna merah muda, ada juga replika bunga meihuayang berwarna merah.
Replika meihua biasanya dihiasi dengan angpau, lampion kecil, dan aksesoris
berwarna emas yang digantung di ranting bunga Meihua. Karena kecantikannya
yang begitu menawan, dewasa ini bunga Meihua juga sering digunakan sebagai
pemanis tata dekorasi ruangan masyarakat secara umum.
Gambar 4.4 Bunga meihua pada kediaman masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai.
Bagi masyarakat Tionghoa, bunga meihua merupakan salah satu simbol
pembawa keberuntungan bagi kehidupan. Hal tersebut juga berlaku pada
kehidupan masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai. Bunga meihuamerupakan
salah satu simbol keberuntungan yang paling sering dijumpai dikediaman
masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai sehari-hari. Bagi mereka, bunga meihua
merupakan sebuah simbol keberuntungan yang melambangkan kesetiaan,
kemuliaan dan kesejahteraan.
Makna kemuliaan dan kesejahteraan yang terkandung dalam simbol bunga
meihua tidak lepas dari kepercayaan masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai
terhadap legenda leluhur mereka. Konon, kepercayaan terhadap bunga meihua
sebagai simbol keberuntungan dalam hidup dimulai dari kisah kakak beradik Da
Jui (mulut besar) dan Da Shou (tangan besar) yang memiliki sifat bertolak
belakang. Da Jui berusaha untuk menguasai harta sang adik dengan
cara mengusirnya. Saat diusir dari rumah, Da Jui yang pemalas dan serakah
memberikan sang adik sedikit harta, 3 rumah sederhana, 10 hektar sawah tandus,
seekor anjing dan kambing.
Hari demi hari berlalu, karena kemalasannya harta Da Jui menipis hingga
menjual keledai dan kudanya untuk membeli makanan. Berbeda dengan Da Shou
yang terus bekerja keras dengan dibantu anjing dan kambingnya mengerjakan
sawah dengan tekun. Hasilnya, Da Shou memiliki hasil yang berlimpah dan cukup
cadangan makanan untuk melewati musim dingin. Melihat kesuksesan adiknya
menaburkan racun ke dalam makanannya. Mendapati kambing dan anjingnya
mati, Da Shou kemudian berduka dan menguburkan kedua hewan itu di halaman
belakang rumahnya.
Saat memasuki musim semi tahun kedua, di atas makam tersebut tumbuh
dua batang pohon kecil, yang pada saat ini dikenal sebagai pohon bunga meihua.
Salah satu pohon tersebut menghasilkan emas, sedangkan yang lain menghasilkan
perak. Sejak saat itu Da Shou menjadi makmur. Dari legenda itu masyarakat
Tionghoa berupaya meneladaninya dengan menjadikan bunga meihua sebagai
sebuah simbol keberuntungan yang memiliki makna sebagai pembawa rezeki
pada kehidupan (Fu, 2013 : 36).
Makna kesetiaan, kemuliaan, dan kesejahteraan yang terkandung dalam
bunga meihua juga dikarenakan sejak zaman dahulu, bunga meihua dikenal juga
sebagai bunga penanda datangnya musim semi. Hal tersebut dikarenakan bunga
meihua berbunga saat musim berganti, yakni dari musim semi ke musim dingin.
Bunga meihua sangat tahan dingin, bahkan pada saat bunga lain sudah rontok,
bunga meihua tetap mekar. Sifat bunga meihua yang unik tersebut membuat
bunga meihua dipuji dan sangat digemari dikalangan bangsawan sebagai bunga
yang melambangkan kesetiaan.
Masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai juga mempercayai bahwa ada
berkat ditiap kelopak bunga meihua yang sedang mekar. Bunga Meihua yang pada
umumnya terdiri dari 5 kelopak, masing kelopak memiliki berkat tersendiri, yakni
ketika semua berkat itu menjadi satu, maka terciptalah sebuah kemuliaan. Hal
tersebut yang membuat masyarakat Tionghoa terus melibatkan bunga meihua
dalam kehidupan mereka sehari-hari sebagai sebuah simbol keberuntungan bagi
kehidupan. Ibu Lian Hua mengibaratkan ketika bunga meihua mekar, harapan
kehidupan yang mulia dan sejahtera akan muncul.
Dalam kehidupan sehari-hari, baik dikediaman masyarakat Tionghoa
maupun ditempat usaha mereka, masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai biasa
meletakkan replika bunga meihua tepat didepan pintu, diruang tamu, atau secara
umum di bagian depan rumah. Hal tersebut dilakukan dengan harapan apapun
yang terjadi dan datang masuk kekediaman masyarakat tersebut, semua
merupakan berkat yang dapat mendatangkan kesetiaan, kemuliaan, dan
kesejahteraan bagi sang empunya rumah. Bunga meihua juga merupakan salah
satu simbol keberuntungan yang wajib ada pada perayaan Imlek.
Gambar 4.5 Replika Bunga Meihua yang diletakkan di ruang tamu kediaman masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai
5) Makna Buah Delima Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai
Buah delima dalam bahasa Mandarin disebut juga 石榴 (shi liu). Buah ini
berbentuk bulat merah dan merupakan jenis buah-buahan yang memiliki banyak
biji didalamnya. Buah delima yang secara umum memiliki banyak sekali biji, bagi
Masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai buah ini merupakan simbol
keberuntungan yang memiliki makna sebuah harapan memiliki banyak keturunan.
Disamping itu, masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai ini juga mempercayai
buah delima sebagai sebuah simbol keberuntungan yang bermaknakan sebuah
kebahagiaan dan kemakmuran. Hal tersebut juga dikarenakan warna bunga dari
buah delima yang tampak sangat merah dan cerah yang melambangkan suatu
kebahagiaan dan kemakmuran.
Dari hasil wawancara diperoleh keterangan bahwa, kepercayaan masyarakat
Tionghoa desa Lincun Binjai terhadap buah delima sebagai sebuah simbol
keberuntungan yang memiliki makna harapan memiliki banyak keturunan, juga
tidak lepas dari kepercayaan masyarakat Tionghoa pada umumnya pada kisah
leluhur mereka yang diturunkan hingga saat ini. Masyarakat Tioghoa desa Lincun
Binjai mempercayai bahwa dulunya Kaisar Wenxuan (Gao Yang) dari Dinasti Qi
Utara menyanyangi keponakannya Gao Yanzong dan memberikannya gelar
Pangeran Ande. Dia juga memerintahkan anak angkatnya Li Zu untuk menjadi
selir Yanzong. Setelah Yanzong dan Li Zu menikah, Kaisar Wenxuan tiba
Ibu mempelai perempuan, nyonya Song memberikan Kaisar Wenxuan dua
buah Delima besar. Kaisar bertanya kepada nyonya Song apakah maksud
pemberian dua buah delima besar tersebut, lalu nyonya Song megatakan bahwa
pemberian buah delima tersebut dikarenakan buah delima yang memiliki banyak
biji didalamnya melambangkan keturunan yang banyak sehingga baik untuk
digunakan sebagai pelengkap doa untuk pengantin yang baru saja menikah, agar
segera dikaruniakan banyak keturunan (Chunjiang, 2012 : 87).
Meskipun simbol buah delima secara umum bermaknakan harapan memiliki
banyak keturunan, namun simbol ini tidak hanya ada pada hari pernikahan saja,
namun dalam kehidupan sehari-hari simbol ini juga dilibatkan sebagai pelengkap
kebudayaan masayarakat Tionghoa desa Lincun terkait kepercayaan mereka
terhadap benda-benda yang dianggap sebagai simbol pembawa keberuntungan
bagi kehidupan. Pada saat ini, simbol buah delima yang masih sering dilibatkan
dalam kehidupan sehari-hari ialah simbol buah delima dalam bentuk lukisan.
Gambar 4.6 Simbol buah delima dalam bentuk lukisan
6) Makna Labu botol Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai
Buah labu botol secara umum merupakan tanaman labu yang sama dengan
buah labu pada umumnya, hanya saja secara bentuk, buah labu botol merupakan
buah labu yang berbentuk botol. Menurut Mitologi China, labu botol pada zaman
dahulu sering digunakan sebagai wadah arak oleh Zhang Gualou yakni satu dari
delapan Dewa (Wong, 2014 : 91).
Bagi masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai, labu botol bukanlah buah
labu biasa. Masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai mempercayai bahwa labu
botol merupakan salah satu simbol keberuntungan yang memiliki makna sebagai
pembawa kemakmuran dan pemgusir roh jahat.
Makna kemakmuran yang terkandung pada labu botol dikarenakan sulur
pohon labu yang memanjang dan melingkar-lingkar, ditambah biji labu yang
banyak dan besar, melambangkan rezeki yang berlimpah, juga keturunan yang
banyak. Makna kemakmuran juga dipercaya tersirat pada labu botol dikarenakan
pelafalan labu dalam bahasa mandarin “labu” 葫芦(hulu) sama dengan pelafalan
“berkat dan kemakmuran” 福禄 (fu lu) (Chunjiang, 2012 : 95).
Disamping itu, makna sebagai pengusir roh jahat yang terkandung dalam
labu botol juga dipercaya oleh masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai berasal
dari kepercayaan leluhur mereka yang menghubungkan fengshui pada zaman
dahulu. Mereka mempercayai bahwa labu botol merupakan salah satu dari sekian
hantu. Leluhur mereka juga biasa menggunakan labu botol untuk menolak roh
jahat yang akan datang.
Masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai mempercayai bahwa dengan
meletakkan benda yang bentuknya menyerupai labu botol (replika labu botol)
didalam rumah, maka sang penghuni rumah akan memperoleh kemakmuran baik
dalam hal rezeki maupun keturunan.
Gambar 4.7 Replika labu botol pada kediaman masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai sebagai simbol kemakmuran
Sumber : Dokumen pribadi. Desa Lincun Binjai, 20 Februari 2015
Simbol keberuntungan berbentuk labu botol juga dijumpai digantungkan
diatas pintu bagian depan rumah masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai. Hal
tersebut dilakukan dengan maksud menolak segala roh jahat yang akan
Gambar 4.8 Labu botol digantungkan di atas pintu bagian depan rumah untuk mengusir roh jahat
7) Makna Harimau Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai
Harimau atau 老虎(laohu)merupakan salah satu hewan buas yang ada di
dunia. Ketangkasan dan kekuatannya ditakuti oleh hewan lainnya bahkan
manusia. Karena ketangkasan dan kekuatannya membuat harimau dipercaya
sebagai salah satu simbol keberuntungan bagi masyarakata Tionghoa.
Sama seperti masyarakat Tionghoa pada umumnya, bagi masyarakat
Tionghoa desa Lincun Binjai harimau juga merupakan salah satu simbol pembawa
keberuntungan bagi kehidupan mereka. Menurut masyarakat Tionghoa desa
Lincun Binjai, harimau merupakan ‘Raja Binatang’ yang tangkas dan kuat.
Mereka mempercayai tidak hanya manusia dan hewan lainnya yang takut akan
harimau, bahkan iblis dan roh jahat pun tahkluk kepada harimau. Hal ini membuat
harimau dipercaya sebagai simbol keberuntungan yang memiliki makna sebagai
pengusir roh jahat dalam kehidupan mereka.
Kepercayaan masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai akan makna simbol
harimau sebagai pengusir roh jahat didasari dari kepercayaan akan legenda leluhur
yang mengisahkan Baosheng Dadi yang merupakan Dewa yang dipuja oleh
masyarakat Tionghoa pada zaman dahulu sebagai Dewa Obat yang mengobati
seekor harimau sakit. Baosheng Dadi biasa ditemani seekor harimau yang dulunya
harimau ini sangatlah ganas dan suka mencelakai orang. Hingga pada suatau hari
harimau ini memakan seorang wanita kaya raya, namun jepit emas wanita kaya
kesakitan, akhirnya harimau tersebut menjumpai Dewa Obat dan meminta
bantuan agar disembuhkan. harimau tersebut berjanji jika dirinya biasa sembuh, ia
akan berhenti memakan dan mencelakain manusia. Tanpa memandang
kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan oleh harimau tersebut, Dewa Obat langsung
mengobati harimau tersebut dengan mencabut jepit yang ada di tenggorokannya.
Sejak saat itu harimau tersebut menjadi pengikut setia Dewa Obat.
Masyarakat pada akhirnya menyebut harimau tersebut sebagai Dewa Harimau, hal
tersebut dikarenakan sejak saat dia disembuhkan oleh dewa obat, harimau tersebut
selalu muncul dalam pemujaan Dewa Obat sebagai pelindung Dewa Obat. Sejak
saat itulah Harimau dipercaya sebagai pelindung dan pengusir roh jahat
(Chunjiang, 2012 : 22).
Hampir seluruh masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai yang mempercayai
harimau sebagai simbol keberuntungan yang memiliki makna sebagai pengusir
roh jahat, meletakkan lukisan maupun benda yang berbentuk harimau pada pintu
rumah mereka. Beberapa masyarakat juga meletakkan lukisan harimau pada
Gambar 4.9 Simbol harimau dalam bentuk lukisan dipintu dan didepan kediaman masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai
Sumber :Dokumen pribadi. Desa Lincun, 12 Februari 2015
Hal tersebut dilakukan dengan tujuan rumah akan terlindung dari kesialan
dan juga roh-roh jahat yang akan masuk kedalam rumah tersebut. Gambar
harimau yang biasa diletakkan dibagian depan rumah masyarakat Tionghoa desa
Lincun Binjai, biasanya memiliki aksara 王 (wang)tepat dikening harimau
8) Makna Kuda Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai
Kebudayaan Masyarakat Tionghoa kaya akan simbolisme. Setiap aspek
kehidupan memiliki sederet simbol.Seperti hewan lainnya, kuda atau马(ma)
dalam kajian seni rupa Tionghoa mewakili simbol keberuntungan tertentu.
Bapak Poeleng mengatakan bahwa ada pepatah China yang berbunyi
龙 马 精 神 (long ma jing shen), yang artinya kuatlah seperti kuda dan naga.
Pepatah ini menjadi salah satu alasan masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai
menjadikan kuda sebagai sebuah simbol keberuntungan yang memiliki makna
ketangkasan dan kekuatan dalam hidup.
Makna ketangkasan dan kekuatan yang terkandung pada hewan kuda juga
dipertegas oleh legenda masyarakat Tionghoa yang menceritakan bahwa dulu kala
kuda sangat berperan penting di medan perang. Kaisar Taizong dari Dinasti Tang
dulu memiliki enam kuda bagus yang sangat menyokong kariernya dan
membantunya dalam peperangan. Kaisar sangat menyayangi kudanya hingga pada
akhirnya ketika Kaisar Taizong meninggal dunia, patung keenam kuda
kesayangannya dibangun disebelah makamnya (Chunjiang, 2012 : 28).
Dalam kediaman masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai, sangat sering
dijumpai simbol keberuntungan berupa lukisan kuda yang menjadi simbol
keberuntungan yang bermaknakan kekuatan dan ketangkasan. Lukisan kuda yang
paling sering dijumpai ialah ‘Lukisan Delapan Kuda’. Lukisan delapan
kekuatan delapan kuda yang dinaiki oleh Kaisar Mu pada Dinasti Zhou untuk
mengelilingi negri. Kekuatan dan tenaga kedelapan Kuda tersebut menjadi
lambang orang yang kuat berjuang dan pekerja keras untuk memperoleh
kesuksesan ( Chunjiang, 2012 : 29).
Masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai pada umunya meletakkan Lukisan
Delapan kuda di ruang tamu mereka. Bahkan pada saat ini, bukan hanya
masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai yang meletakkan Lukisan Delapan Kuda
pada ruang tamu, banyak juga masyarakat pribumi yang juga meletakkan Lukisan
Delapan Kuda pada ruang tamu mereka, walaupun pada dasarnya, mereka hanya
melihat keindahan lukisan tersebut dari sisi seni dan tidak mengerti makna apakah
yang terkandung pada Lukisan Delapan Kuda tersebut.
Gambar 4.10 Lukisan Keberuntungan 8 Kuda yang dijadikan simbol kekuatan dan ketangkasan pada kediaman masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai.
9) Makna Naga Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai
Bagi masyarakat Tionghoa, terlebih masyarakat Tionghoa di desa Lincun
Binjai, nagaatau 龙 (long) merupakan mahluk yang sangat dihormati. Hal inilah
yang menyebabkan naga dijadikan sebagai lambang dari kebudayaan Tionghoa.
Bapak Poeleng mengatakan bahwa naga mempunyai kekuatan yang besar dan
gaib untuk menampakkan atau menyembunyikan diri, mengubah ukuran dan
panjang tubuhnya, serta menggerakkan kekuatan alam. Gambaran unik naga
diyakini merupakan kombinasi sifat dari banyak binatang yang dikreasikan oleh
masyarakat Tionghoa. Gambaran naga terbentuk dari tubuh ular, moncong buaya,
sisik ikan, cakar elang, dan juga memiliki tanduk.
Naga merupakan sebuah simbol keberuntungan bagi kehidupan masyarakat
Tionghoa desa Lincun Binjai yang sangat mudah dijumpai. Begitu banyak
makna-makna baik yang terkandung dalam simbol naga. Bapak Poeleng mengatakan,
secara umum dalam sebuah simbol naga tersirat makna yang bersifat agung,
diposisikan tinggi, dan mampu berbuat apa pun.
Makna keagungan, diposisikan tinggi, dan mampu berbuat apapun dalam
simbol naga juga diperkuat oleh legenda masyarakat Tionghoa. Pada awalnya
China merupakan negara agraris sehingga hasil panen sangat tergantung oleh
curah hujan. Pada saat itu, leluhur masyarakat Tionghoa mempercayai naga
Menurut legenda masyarakat Tionghoa, naga memiliki 9 putra yang tidak mirip
sang naga. Masing-masing anak memiliki bentuk dan kekuatan yang berbeda.
Anak ke-1, qiu niu hewan berkepala naga dan bertubuh ular, menyukai
musik. Bentuknya sering diukirkan pada alat musik. Anak ke-2, ya zi berkepala
serigala dengan tubuh naga. Beradat buruk kerap bertengkar dan berkelahi.
Merupakan dewa perang diantara putra naga. Sering terlihat diukirkan pada hulu
pegangan pedang. Anak ke-3, chao feng senang menempuh bahaya. Kerap kali
dimunculkan pada tepi jurai atap bangunan tradisional. Chao feng diyakini dapat
mengusir roh jahat dan menolak bencana.
Anak ke-4, pu lao digambarkan berupa naga yang bergerak-gerak
bergelinjang. Sering mengaum dan melolong. Sering muncul sebagai ornamen
pada genta logam tradisional. Berhubungan dengan kepercayaan ini pemukul
genta lonceng sering diberi bentuk sebagai ikan paus, yang menurut cerita
merupakan musuh besarnya. Ketika pu lao bertemu ikan paus ia akan berteriak
sekeras- kerasnya. Dibayangkan suara yang dihasilkan ketika lonceng dipukul
akan manjadi keras maksimal. Anak ke-5, suan ni mirip hewan singa menyenangi
ketenangan, api dan asap. Bentuknya sering muncul di pedupaan, tempat abu
leluhur. Juga ditampilkan pada tempat duduk Buddha, Anak ke-6, ba xia hewan
naga mirip kura- kura mahir berenang, bentuknya sering muncul pada bangunan
yang berhubungan dengan air, balok dan pilar jembatan, dan juga diceritakan
Anak ke-7, bi an hewan mirip macan, dapat memahami keadilan serta
membedakan benar dan salah. Putra naga ini mampu mendengarkan dan
menerima pengaduan, bersifat sangat bengis. Dulunya, gambaran akan anak ke-7
ini sering ditampilkan pada pintu gerbang penjara tradisional.Anak k-8, fu xi
berbentuk tubuh mirip naga, dan berkepala harimau. Menyukai menulis dan
menggambar kaligrafi. Anak ke-9, chi wen hewan berkepala naga bertubuh mirip
dengan ikan. Menurut legenda chi wen diceritakan memiliki kebiasaan buruk dan
senang menelan benda-benda, serta mampu memadamkan kebakaran. Hewan ini
ukiran- nya sering diletakkan pada genteng atau atap bangunan tradisional
Tionghoa. Hal ini dipercaya dapat menghindarkan bangunan dari bahaya
kebakaran (Kustedja, 2013 : 533).
Dari ke-9 putra-putra naga ini kemudian berkembanglah makna-makna yang
tersirat dalam sebuah simbol naga. Makna yang tersirat dalam simbol naga
tergantung dari sifat dan ciri-ciri naga itu sendiri. Jenis naga yang paling sering
dijumpai di dalam kehidupan masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai ialah chao
Gambar 4.11 Naga Chao Feng dan Suan Ni pada atap bangunan vihara dan tempat abu leluhur masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai
Sumber :Dokumen pribadi Desa Lincun Binjai, 20 februari 2015
Dalam kehidupan sehari-hari, simbol naga disajikan sebagai pelengkap
warisan budaya. Semua itu dilakukan juga dengan keyakinan bahwa simbol naga
tersebut akan membawa hal-hal baik sesuai dengan sifat dan keahlian naga itu
10) Makna Ikan mas Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai
Ikan sudah lama menjadi sebuah simbol keberuntungan bagai masyarakat
Tionghoa di desa Lincun Binjai. Mereka mempercayai konon saat putra Confusius
lahir, Bangsawan Zhao dari Lu memberikan ikan sebagai ucapan selamat. Hal
tersebut termasuk dari beberapa alasan yang membuat ikan menjadi salah satu
hewan yang dipercaya sebagai simbol keberutungan dalam kehidupan masyarakat
Tionghoa desa Lincun Binjai.
Bagi masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai, ikan merupakan simbol
keberuntungan yang memiliki makna kelimpahan. Bapak Poeleng menjelaskan
bahwa pengucapan ikan鱼 (yu) kedengaran sama dengan pengucapan huruf 余
(yu) yang berarti ‘kelimpahan’. Makna kelimpahan yang terdapat pada simbol
ikan juga dikarenakan dalam masyarakat Tionghoa secara umum terdapata istilah
yang berbunyi 年 年 有 余 (nian nian you yu), yang artinya mendapatkan
kelimpahan di setiap tahun. Ungkapan ini sering digunakan sebagai salam pada
perayaan Tahun Baru Imlek.
Ikan mas dan ikan mas koki merupakan jenis ikan yang paling sering
dijumpai dikediaman masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai. Mereka biasa
meletakkan akuarium yang berisi ikan mas atau ikan mas koki di ruang tamu
Gambar 4.12 Ikan mas dikediaman masyarakat Tionghoa
Sumber : Dokumentasi pribadi. Desa Lincun Binjai, 20 februari 2015
Selain meletakkan akuarium berisi ikan mas pada kediaman mereka, ada
juga masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai yang meletakkan lukisan ikan mas
atau ikan mas koki dikediaman mereka. Menurut mereka, ikan mas koki yang
anggun sering disebut sebagai ‘bunga Peony Air’. Selain bentuknya yang enak
dipandang, ikan mas koki 金鱼 (jin yu) juga dianggap sebagai simbol pembawa
keberuntungan karena pengucapannya yang mirip dengan ‘emas dan giok ” 金玉
(jinyu).
Gambar 4.13 Lukisan Ikan mas Koki
11) Makna Koin Tembaga Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai
Masyarakat Tionghoa pada umumnya sangat sering menggunakan koin
tembaga yang diuntai sebagai benda keberuntungan. Hal tersebut juga terjadi pada
kehidupan masyarakat Tionghoa desa. Menurut mereka, koin tembaga merupakan
simbol keberuntungan yang memiliki makna sebagai pengusir kekuatan jahat.
Makna sebagai pengusir roh jahat yang terkandung pada koin tembaga, dapat
telihat dari bentuk koin tembaga yang dilengkapai dengan ukiran pedang pengusir
setan, cermin yang dipercaya bisa menampakkan hantu, juga ukiran huruf-huruf
yang merupakan mantra pengusir kekuatan jahat.
Dalam kesehariannya, masyarakat Tionghoa desa Lincun biasanya
menggunakan koin tembaga yang diuntai sebagai saebuah simbol keberuntungan.
Untaian koin tersebut dibuat berupa kalung, gelang, maupun hiasan lainnya
dengan tujuan melindungi diri dan keluarga dari pengaruh jahat.
Gambar 4.14 Koin tembaga sebagai bandul gelang dan kalung masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai
12) Makna Pohon Uang Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai
Pohon uang merupakan salah satu simbol keberuntungan dalam legenda
masyarakat Tionghoa yang bersifat imajiner. Pohon uang berbentuk seperti
miniatur sebuah pohon dengan uang koin tiruan yang beruntaian disetiap
cabangnya. Masyarakat Tionghoa mempercayai bahwa konon, uang tumbuh
dicabang-cabang pohon dan akan berjatuhan jika pohon itu digoyangkan. Pohon
itu akan terus berbuah uang dan tak akan pernah layu.
Masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai juga mempercayai pohon
uangsebagai sebuah simbol keberuntungan bagi kehidupan. Hanya saja, tidak
semua masyarakat Tionghoa desa Licun Binjai menganggap pohon uang yang
berbentuk replika pohon dengan koin bergantungan merupakan pohon uang.
Sebagian masyarakat Tionghoa desa Lincun mempercayai sebuah tumbuhan tanpa
bunga, yang hanya terdiri dari daun bulat dan tebalah yang merupakan pohon
uang. Namun bagi mereka, meskipun bentuk penyajian berbeda, pohon uang tetap
merupakan sebuah simbol keberuntungan yang memiliki makna kekayaan yang
berlimpah. Bapak Poeleng mengatakan, jika sebuah keluarga yang melibatkan
pohon uang dalam kehidupan sehari-hari, maka rezeki yang berlimpah akan
diperoleh oleh keluarga tersebut.
Makna kekayaan berlimpah yang terkandung dalam pohon uang,
jugaberasal dari legenda masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai. Pada zaman
bertanya-tanya dalam hatinya uang siapakah itu. Kemudian dalam perjalannnya,
pria tersebut menemukan sebuah pohon dan menggantungkan uang yang
ditemukannya di pohon tersebut.
Setelah kejadian tersebut, setiap orang yang melalui pohon tersebut ikut
mengantungkan sekerenceng uang koin, dengan anggapan bahwa pohon itu akan
memberikan kekayaan bagi siapapun yang menggantungkan uang pada pohon
tersebut. Sejak saat itulah dikenal istilah pohon uang (Chunjiang, 2012 : 106).
Masyarakat Tionghoa mulai merefleksikan bentuk pohon uang tersebut dalam
bentuk yang lebih sederhana dan nyata, kemudian menjadikan pohon uang
tersebut sebagai sebuah simbol keberutungan yang memiliki makna sebagai
simbol kekayaan atau pemberi rezeki bagi kehidupan.
Dalam kesehariannya, masyarakat Tionghoa yang mempercayai pohon uang
sebagai simbol pembawa rezeki bagi kehidupan, meletakkan pohon uang di ruang
tamuatau di bagian depan kediaman mereka. Hal tersebut dilakukan dengan
harapan setiap harinya akan datang rezeki yang berlimpah.
Gambar 4.15 Tumbuhan Pohon uang dan pohon uang dalam bentuk hiasan yang menjadi simbol kekayaan yang berlimpah
13) Makna Mangkuk Harta Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai
Mangkuk harta merupakan benda baik dan berharga yang dituliskan dalam
legenda masyarakat Tionghoa. Bentuk mangkuk harta menyerupai sebuah
mangkuk dengan hiasan uang dan perhiasan yang memenuhi permukaan
mangkuk. Biasanya mangkuk ini dijadikan hiasan dan pemanis tata dekorasi
ruangan.
Bagi masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai, mangkuk harta merupakan
sebuah simbol keberuntungan yang mengandung sebuah makna kekayaan. Bapak
Poeleng menjelaskan bahwa makna kekayaan yang terkandung dalam simbol
mangkuk harta berasal dari kepercayaan masyarakat Tionghoa terhadap legenda
leluhur yang mempercayai bahwa mangkuk harta merupakan mangkuk yang
dulunya bisa menggandakan benda apapun yang ditaruh kedalamnya.
Dalam legenda masyarakat Tionghoa diceritakan ada seorang miliuner di
Jiangnan yang bernana Shen Wansan. Konon, Shen Wansan memperoleh seluruh
kekayaannya dari Mangkuk Harta. Dulunya Shen Wansan adalah seorang petani
miskin. Di suatu malam, Shen Wansan bermimpi didatangi oleh anak laki-laki
berbaju hijau yang meminta tolong kepadanya. Di keesokan harinya, Shen
Wansan bertemu dengan seorang nelayan yang akan membunuh katak-katak yang
baru ditangkap. Shen Wansan berpikir kalau katak-katak itu mungkin anak-anak
melepaskannya kekolam didepan rumahnya dengan maksud menyelamatkan
katak-katak tersebut.
Dimalam harinya, Shen Wansan tidak dapat tidur karena mendengar suara
berisik katak-katak. Shen Wansan melihat keluar dan mendapati sebuah mangkuk
yang dikelilingi oleh katak-katak. Shen Wansan yang kebingungan dari mana
mangkuk tersebut berasal, akhirnya memberikan mangkuk tersebut kepada
istrinya. Tanpa sengaja, pada saat istri Shen Wansan hendak memasak
menggunakan mangkuk tersebut, gelangnya jatuh kedalam mangkuk tersebut dan
kemudian muncul banyak gelang-gelang serupa dari dalam mangkuk tersebut.
Sejak saat itulah Shen Wansan memasukkan benda-benda berharga kedalam
mangkuk tersebut dan hartanya semakin melimpah. Karena kekayaannya yang
berlimpah, membuat Shen Wansan dikenal sebagai donatur pembangunan
sepertiga Tembok Besar China pada masa pemerintahan Zhu Yuanzhang pendiri
Dinasti Ming (Chunjiang, 2012 : 104).
Masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai biasa meletakkan mangkuk harta
dengan bentuk yang bervariasi di ruang tamu mereka sebagai pemanis tata
dekorasi. Mangkuk harta juga dapat ditemui dalam bentuk ukiran pada gantungan
replika bunga meihua dan juga lukisan pada dinding bangunan vihara. Mereka
yang melibatkan simbol mangkuk harta dalam kehidupan sehari-hari memiliki
Gambar 4.16 Ukiran mangkuk harta pada gantungan replika bunga meihua dan dinding vihara yang bermaknakan kekayaan.
14) Makna Simpul China Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai
Pada masa awal peradaban dan kebudayaan Tiongkok, konon masyarakat
Tionghoa juga memandang magis pada tali. Hal tersebut dikarenakan aksara tali
绳 (sheng) di dalam bahasa mandarin pengucapannya mirip kata 神 Shen yang
berarti ketuhanan. Selain itu, aksara tali juga memiliki sebuah makna tersendiri
dalam bidang pemujaan bagi orang Tionghoa. Masyarakat Tionghoa sering
menyebut diri mereka sebagai rakyat sang naga, karena aksara tali menyerupai
seekor naga yang sedang meliuk bergerak
中 国 结 (zhongguo jie) merupakan kata lain dari seni simpul china yang
terbuat dari anyaman tali. Simpul china biasanya berwarna merah. Simpul china
merupakan kesenian pada kebudayaan masyarakat Tionghoa yang diturunkan
secara turun menurun. Pada saat dinasti Tang dan Song, simpul menyimpul tali ini
berkembang menjadi suatu karya seni dan mencapai masa jaya pada dinasti Ming
dan Qing. Masyarakat Tionghoa mempercayai, kebudayaan Tionghoa membahas
perihal结绳记事 (Jie Shen Ji Shi) yang berarti tali ditarik menjadi simpul dengan
tujuan untuk memberi tanda pada suatu hal. 大 事 大 结 其 绳 (da shi da jie qi
sheng)、小事小结其绳 (xiao shi xiao jie qi sheng) yang berarti untuk kejadian
besar dibuatkan simpul besar dan untuk kejadian kecil dibuatkan simpul kecil
( Emsan, 2014 : 24).
Menurut bapak Poeleng, simpul china merupakan salah satu simbol
makna kemakmuran. Makna kemakmuran yang terkandung dalam simpul China
berasal dari sejarah pembentukan Aksara 结 (jie ) yang berarti simpul, dalam
aksara 中国结 (zhongguojie), aksara tersebut terdiri dari 丝 (si) dan 吉(ji), dimana
丝 (si) bermakna sutera atau tali, dan 吉(ji) bermakna makmur, berstatus sosial
tinggi, panjang usia, kebahagiaan, kekayaan, kesehatan dan keamanan. Aksara 结
(jie) juga melambangkan sebuah makna kekuatan, harmoni dan keterikatan perasaan kemanusiaan.
Ibu Lian Hua mengatakan bahwa yang menarik pada simpul China ialah
bentuknya dibuat dengan metode tertentu yang sangat rumit, sehingga tidak
mudah terlepas dan menghasilkan bentuk yang beragam dan unik. Bukan hanya
sebagai salah satu kesenian dalam kebudayaan masyarakar Tionghoa, namun
simpul China juga merupakan salah satu simbol keberuntungan yang sangat
dikenal pada kehidupan masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai.
Secara umum ada 5 jenis Simpul China, yakni simpul keberuntungan,
Gambar 4.17 Lima bentuk Simpul China berdasarkan maknanya
Sumber : Di akses pada tanggal 20 juli 2015.
Masing-masing simpul memiliki makna tersendiri. Simpul keberuntungan
melambangkan keberuntungan dan nasib baik. Simpul Ruyi melambangkan
harapan akan kesuksesan dan kemudahan dalam hidup. Simpul tetap sehati
melambangkan kesatuan abadi. Simpul kupu-kupu melambangkan berkat yang
berlimpah, dikarenakan pelafalan bahasa Mandarin kupu-kupu 蝴(hu) sama
dengan 福 (fu) yang berarti berkat. Simpul Panchang melambangkan harapan
sering dijumpai di kehidupan masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai adalah
simpul keberuntungan, dan simpul Panchang.
Gambar 4.18 Simpul panchang sebagai gantungan mobil masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai
i
15) Makna Sumpit Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai
Sumpit merupakan penemuan besar bangsa Tionghoa. Sumpit menjadi
bagian penting dalam budaya makanan masyarakat Tionghoa. Namun, bukan
hanya sebagai bagian dari kebudayaan pada makanan Tionghoa, sumpit juga
merupakan sebuah simbol pembawa keberuntungan bagi masyarakat Tioghoa
yang memiliki banyak makna baik. Di desa Lincun Binjai, hampir seluruh
masyarakat Tionghoa memiliki sumpit di dalam rumah mereka.
Bagi masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai, Sumpit merupakan sebuah
simbol keberuntungan yang memiliki banyak makna baik, yakni sebagai lambang
kebahagiaan, kekayaan, dan banyak keturunan. Menurut bapak Poeleng,
menambahkan sepasang sumpit berarti menambah satu orang kedalam rumah
tangga. Makna memperoleh banyak keturunan juga diyakini masyarakat Tionghoa
desa Lincun Binjai karena pelafalan sumpit 筷子(kuai zi) yang kedengaran sama
dengan frasa Tionghoa快子(kuai zi), yang bearti ‘segera punya anak’.
Alasan pelafalan akasara tersebut yang menjadikan sumpit dianggap sebagai
simbol keberuntungan dalam pernikahan tradisional masyarakat Tionghoa.
Masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai meyakini, pada zaman dahulu leluhur
mereka kerap kali melemparkan sumpit pada ranjang pengantin yang baru saja
menikah, dengan harapan segera mendapatkan keturunan.
Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai
sumpit harus sesuai dengan aturan untuk menghindari kesialan. Sumpit harus
dipegang dengan posisi yang benar. Dari posisi memegang sumpit, orang bisa
meramalkan apakah pasangan hidup seseorang itu jauh atau dekat. Bila orang
memegang sumpit terlalu tinggi, maka pasangannya adalah seseorang yang
tinggalnya jauh, dan sebaliknya.
Bapak Poelong mengatakan, makan hanya dengan menggunakan satu
sumpit juga merupakan hal yang sangat tabu untuk dilakukan. Leluhur masyarakat
Tionghoa mempercayai bahwa hal tersebut sama halnya dengan hantu yang
makan hanya dengan satu sumpit. Meletakkan satu sumpit disetiap sisi mangkuk
pada saat hendak makan juga merupakan hal yang tidak baik untuk dilakukan,
karena hal tersebut menandakan makna sebuah perpisahan. Sangat tidak baik
memukul mangkuk yang kosong sebelum makan. Hal ini dianggap sebagai
tindakan pengemis dan bermakna kemiskinan.
Secara umum, ada 8 pantangan dalam menggunakan sumpit. Menjilat
sumpit, menggetarkan sumpit, memakan makanan secara terus-menerus
menggunakan sumpit tanpa makan nasi, mengambil makanan menggunkan sumpit
yang sudah ada makanannya, menancapkan sumpit pada nasi, mendahului orang
lain pada saat ia sedang mengambil makanannya, memain-mainkan makanan dan
mencungkil gigi dengan menggunakan sumpit ( Wong, 2014 : 64). Namun, dalam
kesehariannya tidak semua pantangan itu dapat dihindari. Bapak Poeleng
mengatakan hanya sekitar 4 pantangan yang dapat dihindari, selebihnya sangat
pada nasi, mendahului orang lain pada saat ia sedang mengambil makanannya,
memain-mainkan makanan dan mencungkil gigi dengan menggunakan sumpit
merupakan 4 Pantangan dalam menggunakan sumpit yang masih bisa dihindari
dalam kehidupan masyarakat Tionghoa desa Lincun.
Gambar 4.19 Sumpit sebagai alat bantu makan sekaligus simbol banyak keturunan dan rezeki
4.2 Fungsi 15 Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat Tionghoa DesaLincun Binjai
Untuk menganalisis fungsi dari 15 simbol keberuntungan bagi masyarakat
Tionghoa desa Lincun Binjai, digunakan teori fungsional yang dikemukakan oleh
Malinowski. Malinowski (2006:6) mengatakan, “...semua unsur kebudayaan
bermanfaat bagi masyarakat di mana unsur itu terdapat”. Berdasarkan pernyataan
Malinowski, diuraikan bahwa setiap unsur kebudayaan memiliki fungsi yang
berhubungan dengan kebudayaan tersebut. Begitu juga mengenai benda-benda
yang sering dijadikan sebagai simbol keberuntungan pada masyarakat Tionghoa
desa Lincun Binjai memiliki fungsi yang berkaitan dengan kebudayaan tersebut.
Pada dasarnya, fungsi umum dari kebudayaan menerapkan benda-benda
yang dianggap sebagai simbol pembawa keberuntungan dalam kehidupan
sehari-hari ialah keinginan untuk melindungi kesehatan seseorang. Hal ini
mengungkapkan pola pikir masyarakat Tionghoa yang menghargai pencarian
nasib baik dan mengghindari bencana, juga menggambarkan aspirasi masyarakat
Tionghoa untuk kebahagiaan dan keamanan sosial (Wong, dkk 2014 : 18).
Pada pembahasan ini penulis akan membahas fungsi dari 15 simbol
keberuntungan yang paling sering dijumpai dikediaman masyarakat Tionghoa
desa Lincun Binjai. 15 simbol keberuntungan yang akan dicari fungsinya dalam
pembahasan ini terdiri dari 6 jenis benda yang berupa tumbuhan (buah nanas,
bunga teratai, buah jeruk mandarin, bunga meihua, buah delima, dan labu botol),
benda lainnya (koin tembaga, mangkuk harta, pohon uang, simpul china dan
1) Fungsi Buah Nanas Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai
Buah nanas merupakan salah satu benda yang sering dijadikan sebagai
simbol keberuntungan oleh masyarakat Tionghoa di desa Lincun Binjai. Secara
umum, buah nanas memiliki fungsi sebagai sebuah simbol keberuntungan bagi
masyarakat Tionghoa desa Lincun binjai yang bermaknakan kejayaan dan
kemakmuran dalam hidup. Disamping itu, buah dan simbol nanas juga berfungsi
sebagai salah satu persembahan pada saat sembahyang dan upacara-upacara adat
kebudayaan masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai. Dalam perayaan Tahun
Baru Imlek, buah nanas juga berfungsi sebagai buah yang wajib disajikan terkait
dengan makna kejayaan yang terkandung didalamnya.
Gambar 4.20 Buah dan simbol nanas sebagai persembahan pada tempat sembahyang
Selain fungsinya sebagai ornamen pelengkap pada upacara adat. Buah nanas
juga berfungsi sebagai hiasan pada arsitektur furnitur masyarakat Tionghoa desa
Lincun Binjai. Tidak sedikit benda-benda yang menggunakan ukiran buah nanas
sebagai pemanisnya.
Gambar 4.21 Ukiran buah nanas pada tempat sembahyang
2) Fungsi Bunga Teratai Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai
Bunga teratai yang dijadikan sebagai salah satu simbol keberuntungan bagi
masyarakat Tionghoa desa Licun Binjai memiliki fungsi yang beragam. Selain
berfungsi sebagai sebuah simbol keberuntungan bagi kebudayaan masyarakat
Tionghoa, bunga teratai juga berfungsi sebagai lambang 8 prinsip dari jalan
Buddhis, salah satu ajaran tertinggi Sang Buddha.
Ibu Lian Hua mengatakan, pemeluk agama Buddha menganggap bunga
terataiyang mengangkat dirinya sendiri ke atas air berlumpur merupakan lambang
mencapai pencerahan spiritual. Meskipun akarnya di dalam lumpur, bunga teratai
tumbuh ke atas, dan naik menuju cahaya. Dengan kata lain, pemeluk agama
Buddha meyakini bahwa hal itu merupakan perjalanan dari kegelapan ke arah
terang yang penuh pengetahuan atau kebijaksanaan.
Fungsi lain dari simbol bunga teratai bagi masyarakat Tionghoa desa Lincun
Binjai ialah sebagai hiasan. Lukisan bunga teratai berfungsi sebagai hiasan
pemanis ruangan dan halaman. Lukisan bunga teratai yang paling sering dijumpai
di kediaman masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai ialah lukisan bunga teratai
Gambar 4.22 Lukisan bunga teratai dan lukisan Dewi Kuan Im bersama bunga teratai pada kediaman masyarakat tionghoa desa Lincun Binjai
Sumber :Dokumen pribadi. Desa Lincun Binjai, 20 Februari 2015
Fungsi bunga Teratai sebagai hiasan juga tampak pada sisi arsitektur
bangunan. Simbol bunga teratai biasa dilukiskan pada dinding bangunan. Lukisan
bunga teratai bersama ikan mas koki adalah lukisan yang sering dijumpai sebagai
Gambar 4.23 Lukisan bunga teratai dan ikan mas koki pada dinding bangunan vihara desa Lincun Binjai
Sumber :Dokumen pribadi. Desa Lincun Binjai, 20 februari 2015
Tumbuhan teratai juga memiliki banyak fungsi pada seluruh bagian
tumbuhan itu. Bapak Poeleng mengatakan, masyarakat Tionghoa desa Lincun
sering mengkonsumsi buahnya sebagai bahan makanan. Selain bunganya yang
dapat digunakan sebagai sesajen dalam doa dan sembahyang, serbuk bunga teratai
yang dikeringkan juga dapat diolah menjadi bahan kosmetik. Biji bunga teratai
sering digunakan sebagai bahan obat herbal, biji lunaknya juga sering dikonsumsi
sebagai bahan untuk membuat sup (Wind, 2014 :176)
Bapak Poeleng mengatakan, bunga terataijuga berfungsi sebagai
perumpamaan pada karya-karya sastra pujangga Tionghoa. Bunga teratai banyak
menjadi sumber inspirasi bagi banyak seniman Tionghoa. Bunga teratai sering
3) Fungsi Buah Jeruk Mandarin Sebagai Simbol Keberuntungan bagi Masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai
Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai, buah
Jeruk mandarin lebih dikenal dengan sebutan Kam Cheng. Selain fungsinya
sebagai sebuah simbol keberuntungan yang bermaknakan suka cita dan rezeki
yang berlimpah, Kam Cheng juga berfungsi sebagai sajian pada saat sembahyang.
Gambar 4.24 Kam Cheng sebagai sajian pada tempat sembahyang masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai
Sumber :Dokumen pribadi. Desa Lincun Binjai, 20 februari 2015
Lukisan keberuntungan Kam Cheng juga berfungsi sebagai hiasan tata
dekorasi ruangandan dinding bangunan tempat ibadah masyarakat Tionghoa desa
Gambar 4.25 Kam Cheng sebagai hiasan pemanis ruang tamu dan hiasan dinding vihara masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai
Sumber :Dokumen pribadi. Desa Lincun Binjai, 20 februari 2015
Ibu Lian Hua mengatakan, pada saat perayaan Imlek Kam Cheng berfungsi
sebagai buah yang wajib dibagikan kepada sanak saudara. Hal tersebut dilakukan
terkait dengan makna membagikan Kam Cheng yang sama dengan membagikan
rezeki dan suka cita.
Dalam sisi kesehatan, Kam Cheng juga memiliki fungsi yang sangat
beragam. Bapak Poeleng mengatakan Kam Cheng diketahui sebagai sumber
vitamin A yang baik. Vitamin A dalam Kam Cheng adalah vitamin yang larut
dalam lemak dan berfungsi untuk meningkatkan kesehatan mata, membantu
pertumbuhan pada anak-anak, membantu fungsi sistem kekebalan tubuh, dan
ekspresi gen. Secara umum, kebutuhan harian vitamin A untuk orang dewasa
adalah sekitar 2.333 IU (wanita) dan 3.000 IU (pria). Satu porsi Kam Chengdapat
Seperti semua varietas buah jeruk yang lain, Kam Cheng juga berfungsi
sebagai sumber vitamin C yang sangat hebat. Satu buah Kam Cheng diketahui
dapat mengandung vitamin C hingga 52,1 mg. Dalam tubuh, vitamin ini berfungsi
sebagai antioksidan. Sangat diperlukan dalam proses sintesis kolagen yang
membantu memberikan struktur pada ligamen, tendon, kulit, dan pembuluh darah.
Kebutuhan harian vitamin C pada orang dewasa adalah sekitar 75 mg (wanita) dan
90 mg (pria) (Damayanti, 2013 :53).
Selain memiliki fungsi dalam hal kebudayaan dan kesehatan, bagi sebagian
masyarakat Tionghoa desa Lincun Binjai kulit Kam Cheng juga memiliki
beberapa fungsi lain. Kulit Kam Cheng berfungsi sebagai pengghilang bau badan,
dan pengusir kucing. Mereka meyakini dengan meletakkan kulit Kam Cheng
disekitar pagar, hal tersebut dapat mencegah kucing masuk kedalam pekarangan