• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN …

1.5 Landasan Teori

1.5.1 Good Governance

Penerapan prinsip-prinsip good governance sangat penting dalam pelaksanaan pemerintahan untuk meningkatkan aparatur negara. Hal ini karena good governance dapat meningkatkan perubahan birokrasi agar mewujudkan pelayanan publik, meningkatkan kualitas kebijakan. Senada dengan itu, Sadjijono berpendapat good governance berarti kegiatan suatu lembaga pemerintah yang dijalankan berdasarkan kepentingan rakyat dan norma yang berlaku untuk mewujudkan cita-cita negara.16

Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 pada pasal 2 merumuskan arti good governance sebagai kepemerintahan yang mengembangkan dan menerapkan prinsip-prinsip profesionalitas, akuntabilitas, transparansi, pelayanan prima, demokrasi, efisiensi, efektivias, supremasi hukum dan dapat diterima oleh seluruh masyarakat.

Menurut Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mengatakan Good dalam governance mengandung dua pengertian yaitu (1) nilai-nilai yang menjunjung tinggi keinginan/kehendak rakyat, dan nilai-nilai-nilai-nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam mencapai tujuan nasional untuk kemandirian, pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial; (2) aspek-aspek

16Neneng Siti Maryam. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik. Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi. Volume 6 No 1 Tahun 2016. Hal 3-4. Diunduh dari https://repository.unikom.ac.id pada 26 September 2021 pada pukul 20.20

fungsional dari pemerintahan yang efesien dan ecfektif dalam pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.17 Untuk governance Mustopadidjaja mengartikannya sebagai kepemerintahan, pengelolaan pemerintahan, penyelenggaraan pemerintahan, penyelenggaraan negara, dan administrasi negara.18

Pada tahun 1997 United Natinal Development Program (UNDP) mendefenisikan governance (Kepemerintahan) sebagai pelaksanaan otoritas politik, ekonomi dan administratif untuk mengelola urusan negara di semua tingkatan.19 Selanjutnya UNDP mengemukakan setidaknya ada sembilan prinsip dasar dalam penerapan teori good governance yaitu :20

1. Partisipasi

Setiap warga negara memiliki hak suara yang sama dalam proses pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun lembaga perwakilan, sesuai dengan kepentingan dan aspirasi masing-masing.

17 Leny Nofianti. Public Sector governance Pada Pemerintah Daerah. Pekanbaru : Al-Mujtahadah Press, 2015. Hal 52

18 Arifin Tahir. Kebijakan Publik dan Transparansi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Jakarta Pusat: Pt.Pustaka Indonesia Press. 2011. Hal 150

19 ibid. Hal 50

20 Modul Materi. Good Governance dan Pelayanan Publik. Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi, 2016. Hal 6-7

2. Penegakan Hukum

Kerangka aturan hukum dan perundang-undangan haruslah berkeadilan dan dapat ditegakkan serta dipatuhi secara utuh (impartialy), terutama tentang aturan hukum dan Hak Asasi Manusia.

3. Transparansi

Transparansi harus dibangun dalam kerangka kebebasan aliran informasi berbagai proses, kelembagaan dan informasi harus dapat diakses bebas oleh masyarakat yang membutuhkannya.

4. Responsivitas

Kesesuaian antara program dan kegiatan yang diberikan organisasi publik dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat yang disiapkan dan dijalankan oleh organisasi publik, maka kinerja organisasi tersebut akan semakin baik.

Responsivitas yang rendah ditunjukkan dengan ketidak selarasan antara pelayanan dan apa yang dibutuhkan masyarakat.

5. Orientasi Konsensus

Pemerintahan yang baik akan berlaku sebagai penengah (mediator) bagi berbagai kepentingan yang berbeda untuk mencapai kesepakatan yang terbaik bagi tiap pihak yang mempunyai kepentingan.

6. Kesetaraan dan keadilan

Pemerintah yang baik pasti akan memberikan kesempatan yang sama baik terhadap laki-laki maupun perempuan dalam upaya mereka untuk meningkatkan dan memelihara kualitas hidupnya.

7. Efektifitas dan Efisien

Setiap proses kegiatan dan kelembagaan diarahkan untuk menghasilkan sesuatu yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan melalui pemanfaatan yang terbaik dari sumber daya yang ada.

8. Akuntabilitas

Para pengambil keputusan dalam organisasi sektor publik dan pelayanan masyarakat memiliki pertanggungjawaban kepada publik.

9. Visi Strategis

Para pemimpin dan warga negara memiliki paradigma yang luas dan jangka panjang tentang penyelenggaran pemerintahan yang baik dan pembangunan humanis, bersamaan dengan dirasakannya kebutuhan untuk pembangunan tersebut.

Berdasarkan sembilan prinsip good governance yang telah dijelaskan diatas, maka peneliti memfokuskan kepada satu prinsip yang akan diteliti tentang pengelolaan dana desa di Desa Kasang Lopak Alai yakni akuntabilitas.

1.5.2 Akuntabilitas

Akuntabilitas dapat didefenisikan sebagai kewajiban pertanggungjawaban seorang pemimpin dalam menjalankan tugas, fungsi dan kewajibannya. Deklarasi Tokyo mengenai petunjuk akuntabilitas publik pada tahun 1985 memberikan defenisi bahwa akuntabilitas merupakan kewajiban-kewajiban dari individu-individu atau penguasa yang dipercayakan untuk mengelola sumber daya publik

dan yang bersangkutan dengannya untuk dapat menjawab hal-hal yang menyangkut pertanggungjawaban fiskal, manajerial, dan program.21 Bovens berpendapat akuntabilitas publik memiliki tiga fungsi utama yaitu pertama, untuk menyediakan kontrol demokratis (peran demokrasi); Kedua, untuk mencegah korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan (peran konstitusional); Ketiga, untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas (peran belajar).22

Akuntabilitas adalah kemampuan memberi jawaban kepada otoritas yang lebih tinggi atas tindakan seseorang/ sekelompok orang terhadap masyarakat luas dalam suatu organisasi. Menurut UNDP, akuntabilitas adalah evaluasi terhadap proses pelaksanaan kegiatan/kinerja organisasi untuk dapat dipertanggungjawabkan serta sebagai umpan balik bagi pimpinan organisasi untuk dapat lebih meningkatkan kinerja organisasi pada masa yang akan datang.

Intinya akuntabilitas menurut Starling ialah kesediaan untuk menjawab pertanyaan publik.23 Apabila pemerintah mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan publik, atau dengan kata lain mampu memenuhi tuntutan masyarakat, maka berarti secara tidak langsung pemerintah akan mampu meningkatkan kualitas pelayanan publik. Dengan demikian, perwujudan akuntabilitas merupakan prasyarat bagi peningkatan kualitas pelayanan publik.24

21 Musropadidjaja. Akuntabilitas dan Good Governance. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara.

2000. Hal 22

22 Bevaola Kusumasari, dkk. Akuntabilitas, Modul Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan Golongan III. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara. 2015. Hal 10

23 Wahyu Kumorotomo. Akuntabilitas Biokrasi Publik: Sketsa Pada Masa Transisi. Jakarta : Magister Administrasi Publik (MAP) UGM dengan Pustaka Pelajar. 2013. Hal 4

24 Ibid. Hal 5

Menurut Armstrong, akuntabilitas dalam administrasi publik dapat dikatakan sebagai mengacu pada kewajiban pejabat publik untuk melaporkan penggunaan sumber daya publik dan dapat menjawab tujuan dari pemerintah.25 Sedangkan Mayne, menjelaskan bahwa akuntabilitas digunakan secara luas dalam literatur administrasi publik. Akuntabilitas adalah suatu hubungan yang didasarkan pada kewajiban untuk menunjukkan tanggung jawab atas kinerja dari harapan yang telah disepakati.26 Jadi akuntabilitas yang dimaksudkan Mayne adalah tanggungjawab yang harus ditunjukkan oleh pemerintah terhadap kinerja yang telah dilaksanakan sebagai perwujudan dari ketentuan-ketentuan (aturan-aturan) yang telah dibuat.

Menurut Elwood, mengelompokan dimensi akuntabilitas ada lima, yaitu: 27 1. Akuntabilitas hukum dan kejujuran

Akuntabilitas hukum terkait dengan dilakukannya kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang disyaratkan dalam organisasi, sedangkan akuntabilitas kejujuran terkait dengan penghindaran penyalahgunaan jabatan, korupsi dan kolusi. Akuntabilitas hukum menjamin ditegakkannya supremasi hukum, sedangkan akuntabilitas kejujuran menjamin adanya praktik organisasi yang sehat. Akuntabilitas kejujuran terkait dengan penghindaran penyalahgunaan

25 Ulber Silalahi dan Wiman Syafri. Desentralisasi Dan Demokrasi Pelayanan Publik. Jatinangor:

IPDN Press. 2015. Hal 155

26 Ibid.156

27 H.A.Rusdiana, Nasihudin. Akuntabilitas Kinerja Penelitian. Bandung: Pusat Penelitian dan Penerbitan UIN SGD Bandung. 2018. Hal 23-24

jabatan, sedangkan akuntabilitas hukum terkait dengan jaminan kepatuhan terhadap hukum.

2. Akuntabilitas manajerial

Akuntabilitas manajerial yang dapat juga diartikan sebagai akuntabilitas kinerja (performance accountability) adalah pertanggungjawaban untuk melakukan pengelolaan organisasi secara efektif dan efisien.

3. Akuntabilitas program

Akuntabilitas program juga berarti bahwa programprogram organisasi hendaknya merupakan program yang bermutu dan mendukung strategi dalam pencapaian visi, misi dan tujuan organisasi. Lembaga publikharus mempertanggung jawabkan program yang telah dibuat sampai pada pelaksanaan program. Akuntabilitas program terkait dengan pertimbangan apakah tujua yang akan ditetapkan dapat dicapai atau tidak. Alternatif program yang memberikan hasil yang maksimal dengan biaya yang minimal.

4. Akuntabilitas kebijakan

Lembaga-lembaga public hendaknya dapat mempertanggung jawabkan kebijakan yang telah ditetapkan dengan mempertimbangkan dampak dimasa depan. Dalam membuat kebijakan harus dipertimbangkan apa tujuan kebijakan tersebut, mengapa kebijakan itu dilakukan. Akuntabilitas kebijakan terkait dengan pertanggung-jawaban pemerintah atas kebijakan yang telah diambil.

5. Akuntabilitas financial

Akuntabilitas ini merupakan pertanggungjawaban lembagalembaga publik untuk menggunakan dana publik (public money) secara ekonomis, efisien dan efektif, tidak ada pemborosan dan kebocoran dana, serta korupsi. Akuntabilitas financial ini sangat penting karena menjadi sorotan utama masyarakat.

Akuntabilitas ini mengharuskan lembaga-lembaga publikuntuk membuat laporan keuangan untuk menggambar kan kinerja financial organisasi kepada pihak luar.

Haniah Hanafie, dkk, membagi akuntabilitas menjadi 4 jenis, yaitu 28: 1. Akuntabilitas Vertikal

Akuntabilitas Vertikal adalah pertanggungjawaban yang diberikan kepada pimpinan atau atasan, seperti pelaporan.

2. Akuntabilitas horizontal

Akuntabilitas horizontal adalah pertanggungjawaban yang diberikan oleh lembaga/badan/organisasi yang setara yang memiliki kewenangan. Misalnya pengawasan yang diberikan oleh Badan Permusyawaratan Daerah.

3. Akuntabilitas Lokal

Akuntabilitas Lokal yaitu pertanggungjawaban yang dilakukan secara internal dalam wilayah/daerah tertentu, misalnya dalam hal ini dilakukan oleh Pemerintah Desa bersama–sama dengan BPD dalam melakukan perencanaan dan evaluasi dalam pembangunan di Desa.

4. Akuntabilitas Sosial

28 Haniah Hanafie, Agus Nugraha dan Masrul Huda. Akuntabilitas Pengelolaan Dana Desa Dalam Mewujudkan Pembangunan dan Kesejahteraan di Kecamatan Masalembu. Jakarta: Puslitpen UIN Jakarta. 2017. Hal 9

Akuntabilitas Sosial yaitu pertanggungjawaban yang harus diberikan kepada masyarakat, misalnya melibatkan masyarakat dalam perencanaan, pengawasan, dan audit sosial dalam pembangunan Desa, khususnya dalam pengelolaan Dana Desa (keuangan).

Indikator akuntabilitas yang digunakan peneliti adalah menurut Dadang solihin yaitu29:

1) Adanya kesesuaian antara pelaksanaan dengan standar prosedur pelaksanaan.

Anggaran dana desa dilaksanakan melalui tahap perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban. Pelaporan realisasi penggunaan dana desa dilaksanakan dengan tepat waktu. Kemudian setiap hasil realisasi anggaran harus sesuai dengan perencanaan yang sudah disepakati.

2) Adanya sanksi yang ditetapkan atas kesalahan atau kelalaian dalam pelaksanaan kegiatan.

Sanksi diberikan atas tindakan kesalahan dalam pengelolaan anggaran dana desa. Pemberian sanksi dapat dilakukan oleh kepala desa dan BPD.

3) Adanya output dan outcome yang terukur.

29 Dadang solihin. Indikator Governance dan Penerapannya dalam Mewujudkan Demokratisasi di Indonesia. Bandung: Bapedda. 2007. Hal 20. Di unduh dari

https://www.slideshare.net/DadangSolihin/indikator-governance-dan-penerapannya-dalam-mewujudkan-demokratisasi-di-indonesia pada 2 November 2021 pukul 22.39

Output dari dana desa merupakan program yang telah dicapai dalam pemberdayaan ataupun infrastruktur. Sedangkan outcome dapat diukur dengan melihat pencapaian sasaran dan tujuan. Dana desa juga harus memberikan dampak bagi kesejahteraan masyarakat.

Dari teori akuntabilitas yang dijelaskan di atas, maka teori yang dikemukakan Dadang Solihin yang dijadikan sebagai kerangka pembahasan dalam melihat akuntabilitas Dana Desa di Desa Kasang Lopak Alai, karena menurut hemat penulis tiga indikator yang dikemukakan Dadang Solihin tepat untuk menggambarkan pelaksanaan Akuntabilitas Dana Desa di Desa Kasang Lopak Alai.

1.5.3 Konsep Desa

Kata desa berasal dari bahasa sansekerta, deca yang berarti tanah air, tanah asal, atau tanah kelahiran. Dari segi istilah, desa sendiri merupakan sebutan bagi masyarakat hukum yang ada di jawa, bali dan nusa tenggara barat. Untuk daerah lainnya mempunyai sebutan sendiri-sendiri seperti Huta dan Huria (diTapanuli), Nagari (Sumatera Barat), Marga (Sumatera Selatan), Benua (Kalimantan), Kampung (Sulawesi), Negeri (Maluku), dan lain-lain30

Berdasarkan UU No 6 Tahun 2014 Tentang Desa, Desa memiliki kewenangan meliputi:

30 Mashuri Maschab, Op.cit. Hal 2

1). Kewenangan berdasarkan hak asal usul;

2). Kewenangan lokal berskala Desa;

3). Kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; dan

4). Kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pemerintah desa bertugas menyelenggarakan Pemerintahan Desa, melaksanakan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat. Yang dimaksud dengan pemerintah desa dapat dilihat dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 84 Tahun 2015 Tentang Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Pemerintah Desa, yakni :

1) Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dibantu oleh Perangkat Desa.

2) Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas :

a. Sekretariat Desa;

b. Pelaksana Kewilayahan;dan

c. Pelaksana Teknis.

3) Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berkedudukan sebagai unsur pembantu Kepala Desa.

UU No 6 Tahun 2014 Tentang Desa pada pasal 24 mengatakan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa berdasarkan asas: kepastian hukum, tertib penyelenggaraan pemerintahan, tertib kepentingan umum, keterbukaan, proporsionalitas, profesionalitas, akuntabilitas, efektivitas dan efisiensi, kearifan lokal, keberagaman dan partisipatif.

1.5.4 Pengertian Dana Desa dan Pengelolaannya

Dana Desa (DD) adalah dana yang bersumber dari APBN yang ditransfer melalui APBD kabupaten dan kota untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat. Sesuai dengan UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, desa diberi kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sesuai dengan kebutuhan dan prioritas desa.

Mekanisme penyaluran dana desa terbagi menjadi 2 (dua) tahap yakni mekanisme transfer Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dari Rekening Kas Umum Negara (RKUN) ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) dan tahap mekanisme transfer APBD dari RKUD ke kas desa.

Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014, tujuan dana desa adalah sebagai berikut:

1) Meningkatkan pelayanan publik di desa 2) Mengentaskan kemiskinan

3) Memajukan perekonomian desa

4) Mengatasi kesenjangan perekonomian antar desa

5) Memperkuat masyarakat desa sebagai subjek dari pembangunan

Pengertian keuangan desa menurut UU Desa adalah semua hak dan kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa. Hak dan kewajiban tersebut menimbulkan pendapatan, belanja, pembiayaan yang perlu diatur dalam pengelolaan keuangan desa yang baik. Dalam permendagri Nomor 113 Tahun 2014, pengelolaan keuangan desa merupakan keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban keuangan desa.

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2018 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa, bahwa :

1) Keuangan Desa dikelola berdasarkan asas transparan, akuntabel, partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran.

2) APB Desa merupakan dasar pengelolaan keuangan Desa dalam masa 1 (satu) tahun anggaran mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.

a. Perencanaan

Rencana pembangunan desa melibatkan masyarakat desa melalui usulan rencana pembangunan desa. Perencanaan dan pembangunan desa tertuang dalam Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) yang berlaku 6 (enam) tahun, Rencana Pembangunan Tahunan Desa atau yang disebut dengan Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) yang berlaku 1 (satu) tahun. RKPDes merupakan rencana program kegiatan desa yang dijadikan sebagai acuan dalam menyusun APBDes. RKPDes disusun dan ditetapkan pemerintah desa melalui musyawarah yang dihadiri oleh masyarakat dan unsur-unsur desa pada saat mendekati akhir dari tahun anggaran berjalan. Setelah penetapan RKPDes langkah selanjutnya adalah menetapkan APBDes.

Sebelum menetapkan APBDes, sekretaris desa menyusun rancangan anggaran pendapatan dan belanja desa (RAPBDes) untuk selanjutnya dibawa kedalam forum musyawarah desa (musdes) untuk ditetapkan menjadi APBDes berdasarkan kesepakatan bersama dengan Badan Permusyawaratan Desa (BPD).

APBDes ditetapkan paling lambat pada bulan desember tahun berjalan. RKPDes dan APBDes ditetapkan melalui peraturan desa (perdes).

b. Pelaksanaan

Semua penerimaan dan pengeluaran desa dalam rangka pelaksanaan kewenangan desa dilaksanakan melalui rekening kas desa. Pelaksana kegiatan mengajukan pendanaan terlebih dahulu untuk melaksanakan kegiatan harus disertai dengan RAB dan di verifikasi oleh Sekretaris Desa dan disahkan oleh

Kepala Desa. Semua penerimaan dan pengeluaran desa harus didukung oleh bukti yang lengkap dan sah.

c. Penatausahaan

Penatausahaan dilakukan oleh bendahara. Bendahara desa wajib mempertanggungjawabkan uang melalui laporan pertanggungjawaban. Laporan pertanggungjawaban disampaikan setiap bulan kepada Kepala Desa dan paling lambat tanggal 10 bukan berikutnya. Penatausahaan baik penerimaan atau pengeluaran dilakukan dengan menggunakan Buku Kas umum, buku kas pembantu pajak, buku Bank

d. Pelaporan

Kepala desa wajib menyampaikan laporan realisasi pelaksanaan APBDesa kepada bupati/walikota berupa; a) Laporan semester pertama disampaikan paling lambat pada akhir bulan Juli tahun berjalan; b) Laporan semester akhir tahun, disampaikan paling lambat pada akhir bulan januari tahun berikutnya.

Menyampaikan Laporan Penyelenggaran Pemerintahan Desa (LPPD) setiap akhir tahun anggaran kepada bupati/walikota dan menyampaikan laporan keterangan penyelenggaraan pemerintahan desa secara tertulis kepada BPD setiap akhir tahun anggaran

e. Pertanggungjawaban

Pertanggungjawaban keuangan desa adalah suatu keharusan bagi pemerintah desa untuk memberikan jawaban atas kewajiban yang diberikan kepadanya. Kepala desa menyampaikan laporan pertanggungjawaban realisasi

pelaksanaan APBDesa kepada Bupati/Walikota melalui camat setiap akhir tahun anggaran. Laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDesa terdiri dari pendapatan, belanja, pembiayaan dan disampaikan paling lambat 1 (satu) bulan setelah akhir tahun anggaran berkenaan.

Dokumen terkait