• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Ergonomi a. Pengertian Ergonomi

Seperti telah kita ketahui bersama, bahwa ergonomi berasal dari bahasa Yunani yaitu ”ergon” (kerja) dan ”nomos” (hukum) atau yang berarti ilmu yang mempelajari tentang hukum-hukum kerja. Dengan demikian ergonomi adalah suatu sistem yang berorientasi kepada disiplin ilmu, yang sekarang diterapkan pada hampir semua aspek kehidupan atau kegiatan manusia (Tarwaka, 2010).

Ergonomi adalah ilmu yang menemukan dan mengumpulkan informasi tentang tingkah laku, kemampuan, keterbatasan, dan karakteristik manusia untuk perancangan mesin, peralatan, suatu sistem kerja yang baik agar tujuan dapat dicapai dengan efektif, aman dan nyaman (Sutalaksana, 2006).

Ergonomi merupakan pertemuan dari berbagai lapangan ilmu seperti antropologi, biometrika, faal kerja, higiene perusahaan dan kesehatan kerja, perencanaan kerja, riset terpakai, dan cybernetika. Namun kekhususan utamanya adalah perencanaan dari cara bekerja yang lebih baik meliputi tata kerja dan peralatannya. Dalam hal ini, diperlukan kerja sama diantara peneliti dan tehnisi serta ahli tentang

commit to user

pemakaian alat-alat dengan pengukuran, pencatatan dan pengujiannya. Perbaikan kondisi-kondisi kerja buruk dan tanpa perencanaan biasanya mahal, maka usaha sebaiknya dimulai dari perencanaan oleh semua team ergonomi yang memungkinkan proses, mesin-mesin dan hasil produksi yang memenuhi persyaratan. Program ergonomi meliputi penentuan problematik, percobaan untuk pemecahan, penerapan hasil percobaan dan pembuktian efektivitas namun dalam prakteknya sering menggunakan pendekatan trail and error (Suma’mur, 2009).

Sasaran ergonomi adalah seluruh tenaga kerja, baik pada sektor modern, maupun pada sektor tradisional dan informal. Pada sektor modern, penerapan ergonomi dalam bentuk pengaturan sikap, tata kerja dan perencanaan kerja yang tepat adalah syarat penting bagi efesiensi dan produktivitas kerja yang tinggi (Santoso, 2004).

b. Aspek Ergonomi

Ada beberapa aspek dalam penerapan ergonomi yang perlu diperhatikan, antara lain :

1) Faktor manusia

Penataan dalam sistem kerja menuntut faktor manusia sebagai pelaku/pengguna menjadi titik sentralnya. Pada bidang rancang bangun dikenal istilah Human Centered Design (HCD) atau perancangan berpusat pada manusia. Perancangan dengan prinsip HCD, berdasarkan pada karakter-karakter manusia yang akan berinteraksi dengan produknya. Sebagai titik sentral maka

commit to user

unsur keterbatasan manusia haruslah menjadi patokan dalam penataan suatu produk yang ergonomis.

Ada beberapa faktor pembatas yang tidak boleh dilampaui agar dapat bekerja dengan aman, nyaman dan sehat, yaitu : faktor dari dalam (internal factors) dan faktor dari luar (external factor). Tergolong dalam faktor dari dalam (internal factors) ini adalah yang berasal dari dalam diri manusia seperti : umur, jenis kelamin, kekuatan otot, bentuk dan ukuran tubuh. Sedangkan faktor dari luar (external factor) yang dapat mempengaruhi kerja atau berasal dari luar manusia, seperti : penyakit, gizi, lingkungan kerja, sosial ekonomi dan adat istiadat.

2) Faktor Anthropometri

Anthropometri yaitu pengukuran yang sistematis terhadap tubuh manusia, terutama seluk beluk baik dimensional ukuran dan bentuk tubuh manusia. Antropometri yang merupakan ukuran tubuh digunakan untuk merancang atau menciptakan suatu sarana kerja yang sesuai dengan ukuran tubuh penggunanya. Ukuran alat kerja menentukan sikap, gerak dan posisi tenaga kerja, dengan demikian penerapan antropometri mutlak diperlukan guna menjamin adanya sistem kerja yang baik.

Ukuran alat-alat kerja erat kaitannya dengan tubuh penggunanya. Jika alat-alat tersebut tidak sesuai, maka tenaga kerja akan merasa tidak nyaman dan akan lebih lamban dalam bekerja

commit to user

yang dapat menimbulkan kelelahan kerja atau gejala penyakit otot yang lain akibat melakukan pekerjaan dengan cara yang tidak alamiah.

3) Faktor Sikap Tubuh dalam Bekerja

Hubungan tenaga kerja dalam sikap dan interaksinya terhadap sarana kerja akan menentukan efisiensi, efektivitas dan produktivitas kerja, selain SOP (Standard Operating Procedures) yang terdapat pada setiap jenis pekerjaan.

Semua sikap tubuh yang tidak alamiah dalam bekerja, misalnya sikap menjangkau barang yang melebihi jangkauan tangannya harus dihindarkan. Penggunaan meja dan kursi kerja ukuran baku oleh orang yang memiliki ukuran tubuh yang lebih tinggi atau sikap duduk yang terlalu tinggi sedikit banyak akan berpengaruh terhadap hasil kerjanya.

4) Faktor Pengorganisasian Kerja

Pengorganisasian kerja terutama menyangkut waktu kerja, waktu istirahat, kerja lembur dan lainnya yang dapat menentukan tingkat kesehatan dan efisiensi tenaga kerja. Diperlukan pola pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat yang baik, terutama untuk kerja fisik yang berat. Jam kerja selama 8 (delapan) jam/hari diusahakan sedapat mungkin tidak terlampaui, apabila tidak dapat dihindarkan, perlu diusahakan group kerja baru atau perbanyakkan kerja shift. Untuk pekerjaan lembur sebaiknya ditiadakan, karena

commit to user

dapat menurunkan efisiensi dan produktivitas kerja serta meningkatnya angka kecelakaan kerja dan sakit (Tarwaka, 2010).

c. Prinsip Ergonomi

Ergonomi memiliki beberapa prinsip-prinsip yang digunakan sebagai pegangan dalam pembuatan alat-alat kerja atau fasilitas kerja, prinsip-prinsip ergonomi sebagai berikut :

1) Sikap tubuh dalam pekerjaan sangat dipengaruhi oleh bentuk, susunan, ukuran dan penempatan alat-alat petunjuk, cara harus melayani mesin.

2) Ukuran-ukuran antropometri terpenting sebagai dasar ukuran-ukuran dan penempatan alat-alat industri :

Pekerjaan duduk ukurannya : a) Tinggi duduk

b) Panjang lengan atas

c) Panjang lengan bawah dan tangan d) Jarak lekuk lutut dan garis punggung

3) Tempat duduk yang baik memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : a) Tinggi dataran duduk yang dapat diukur dengan papan kaki

yang sesuai dengan tinggi lutut sedangkan paha dalam keadaan datar.

b) Papan tolak punggung yang tingginya data diukur dan menekan pada punggung.

commit to user

4) Beban tambahan akibat lingkungan sebaiknya ditekan menjadi sekecil-kecilnya (Suma’mur, 2009).

2. Anthropometri

a. Pengertian Anthropometri

Anthropometri adalah suatu studi tentang pengukuran yang sistematis dari fisik tubuh manusia, terutama mengenai dimensi bentuk dan ukuran tubuh yang dapat digunakan dalam klasifikasi dan perbandingan antropologis (Tarwaka, 2010).

Penerapan anthropometri adalah merupakan penggunaan data anthropometri di dalam desain dan pemanfaatannya di dalam suatu varietas yang sangat luas, dari yang sangat sederhana seperti membuat kursi kerja sampai kepada hal yang sangat kompleks dengan melibatkan teknologi tinggi.

b. Anthropometri untuk perancangan kursi kerja

Kursi yang baik akan mampu memberikan postur dan sirkulasi yang baik dan akan membantu menghindari ketidaknyamanan. Pilihan kursi yang nyaman dapat diatur dan memiliki penyangga punggung (Wasi, 2005). Tinggi bangku dirumitkan oleh interaksi dengan tinggi tempat duduk. Desain kursi sesuai dengan kriteria agar permukaan kerja tetap dibawah siku seperti bagian sebelumnya (Nurmianto, 2003).

Untuk mendesain peralatan secara ergonomis yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari atau mendesain peralatan

commit to user

yang ada pada lingkungan seharusnya disesuaikan dengan manusia dan lingkungan tersebut. Apabila tidak ergonomis akan dapat menimbulkan berbagai dampak negatif pada manusia tersebut. Dampak negatif bagi manusia tersebut akan terjadi baik dalam waktu jangka pendek maupun jangka panjang. Bekerja pada kondisi yang tidak ergonomis dapat menimbulkan berbagai masalah antara lain: nyeri, kelelahan, bahkan kecelakaan kerja (Santoso, 2004).

Antropometri merupakan ilmu yang berhubungan dengan dimensi-dimensi tubuh manusia. Dimensi-dimensi disini dibagi menjadi kelompok statistik dan ukuran presentil. Jika seratus orang berdiri berjajar dari yang terkecil sampai yang terbesar dalam suatu ukuran atau urutan, hal ini akan bisa diklasifikasikan dari satu presentil sampai seratus presentil. Laki-laki 2,5 presentil berarti bahwa desain tersebut berdasarkan seri dari dimensi yang berkisar 2,5% dari sistem yang digunakan dalam suatu populasi. Jadi 50 presentil berarti bahwa 50% dari populasi akan cocok juga pada sistem yang berdasarkan pengukuran-pengukuran, ini tentu saja termasuk 2,5 presentil sebelumnya (Manuaba, 1996).

Agar rancangan tersebut nantinya dapat sesuai dengan dimensi tubuh manusia yang akan menggunakannya, maka prinsip-prinsip yang harus diambil dalam aplikasi data antropometri tersebut ditetapkan dahulu prinsip perancangan produk bagi individu dengan ukuran tubuh ekstrim, dimana rancangan produk dibuat agar dapat

commit to user

memenuhi dua sasaran produk, yaitu : dapat sesuai untuk ukuran tubuh manusia yang mengikuti klasifikasi ekstrim dalam arti terlalu besar atau kecil bila dibandingkan dengan ukuran rata-ratanya, dan tetap dapat digunakan untuk memenuhi ukuran tubuh yang lain, yaitu mayoritas dari populasi yang ada. Secara umum aplikasi data antropometri untuk perancangan produk atau fasilitas kerja akan menetapkan nilai persentil 95 untuk dimensi minimum dan persentil 5 untuk dimensi maksimum (Sanders, 1991).

Sebuah kursi yang secara antropometri benar, belum tentu nyaman. Jika rancangan suatu tempat duduk tidak memperhatikan sama sekali hal-hal yang berkenaan dengan dimensi-dimensi manusia dan besar tubuhnya, tidaklah aneh bila rancangan tersebut tidak nyaman (Panero,dkk, 1979).

Menurut Nurmianto (2003) berkaitan dengan aplikasi data antropometri yang diperlukan dalam proses perancangan produk ataupun fasilitas kerja, maka ada beberapa sarana/ rekomendasi yang bisa diberikan sesuai langkah-langkah sebagai berikut:

1) Pertama kali terlebih dahulu harus ditetapkan anggota tubuh mana yang nantinya akan difungsikan untuk mengoperasikan rencana tersebut.

2) Tentukan dimensi tubuh yang penting dalam proses perancangan tersebut, dalam hal ini perlu juga diperhatikan apakah harus

commit to user

menggunakan data dimensi tubuh statis ataukah data dimensi tubuh dinamis.

3) Selanjutnya tentukan populasi terbesar yang harus diantisipasi, diakomodasikan dan menjadi target utama pemakai rancangan produk tersebut. Hal ini lazim dikenal sebagai “segmentasi pasar” seperti produk mainan anak-anak, peralatan rumah tangga untuk wanita dan lain-lain.

4) Tetapkan prinsip ukuran yang harus diikuti semisal apakah rancangan tersebut untuk ukuran individual yang ekstrim, rentang ukuran yang fleksibel (adjustabel) ataukah ukuran rata-rata.

5) Pilih prosentase populasi yang harus diikuti 90th, 95th, 99th ataukah nilai persentil yang lain yang dikehendaki.

6) Untuk setiap dimensi tubuh yang telah diidentifikasikan selanjutnya pilih/tetapkan nilai ukurannya dari tabel data antropometri yang sesuai. Aplikasikan data tersebut dan tambahkan faktor kelonggaran (allowance) bila diperlukan seperti halnya tambahan ukuan akibat tebalnya pakaian yang harus dikenakan oleh operator, pemakaian sarung tangan dan lain-lain.

c. Pertimbangan Antropometri

Sehubungan dengan sulitnya merumuskan kenyamanan duduk dan fakta bahwa duduk merupakan suatu aktifitas dinamik,

commit to user

maka pendekatan antropometri bagi rancangan tempat duduk merupakan suatu tantangan. Sebuah rancangan harus didasarkan pada data antropometri yang terpilih dengan tepat. Jika tidak, akan muncul keraguan bahwa hasil rancangan tersebut dapat menciptakan kenyamanan bagi pemakainya. Dimensi-dimensi antropometri yang penting bagi suatu perancangan tempat duduk ditunjukkan pada gambar.

Gambar 2 Dimensi-dimensi antropometri yang dibutuhkan bagi perancangan kursi (Tarwaka, 2010).

Tabel 1. Beberapa dimensi tubuh yang berguna untuk perancangan tempat duduk. Pengukuran Pria Persentil 5 (cm) 50 (cm) 95 (cm) A Tinggi Popliteal. 36.5 40.0 45.7 B Panjang Buttock -Popliteal 42.7 38.4 52.2 C Tinggi bahu duduk 55.9 60.2 65.1 D Lebar pinggul 30.7 34.0 37.4 E Lebar bahu 41.9 46.5 51.1 Sumber : Tarwaka 2010 A B C D E

commit to user

Penerapan data antropometri ini akan dapat dilakukan jika tersedia nilai rata-rata dan standar deviasi dari suatu distribusi normal. Adapun distribusi normal ditandai dengan nilai rata-rata dan standar deviasi. Sedangkan presentil adalah suatu nilai yang menyatakan bahwa persentase tertentu dari sekelompok orang yang dimensinya sama dengan atau lebih rendah dari data tersebut. Misalnya, 95% populasi adalah sama dengan atau lebih rendah dari 95 presentil, 5% dari populasi.

Standar Pengukuran Dimensi Anthropometri Statis Posisi Duduk :

a. Kepala adalah jarak vertikal dari alas duduk sampai ujung kepala. Subjek diukur dengan posisi duduk tegak lurus. Contoh aplikasi : Ruang bebas gerak yang diperlukan antara alas duduk sampai objek yang dapat menghalangi yang berada di atas kepala. Faktor koreksi : 1 cm untuk pakaian tebal yang dapat mengganjal pantat, variabel lain seperti topi adalah 2,5 cm dan helm adalah 3,5 cm.

b. Tinggi mata adalah jarak vertikal dari alas duduk sampai sudut mata dalam. Subjek diukur dengan posisi duduk tegak lurus dan mata menghadap lurus ke depan. Contoh aplikasi : Sama dengan untuk tinggi mata berdiri. Faktor koreksi : 1 cm untuk pakaian tebal yang dapat mengganjal pantat.

c. Tinggi Bahu adalah jarak vertikal dari alas duduk sampai titik tengah bahu. Subjek diukur dengan posisi duduk tegak lurus. Contoh aplikasi: Seputar pusat rotasi anggota tubuh bagian atas dan merupakan titik

commit to user

tulang bahu. Faktor koreksi : 1 cm untuk pakaian tebal yang dapat mengganjal pantat.

d. Tinggi siku adalah jarak vertikal dari alas duduk sampai titik bawah siku duduk. Subjek diukur dengan posisi duduk tegak lurus, kedua lengan atas lurus ke bawah di samping badan dan siku ditekuk membentuk sudut 90 derajat. Contoh aplikasi : menentukan ketinggian sandaran tangan merupakan data referensi yang penting untuk ketinggian letak keyboards, daskboards, tinggi permukaan landasan kerja pada berbagai pekerjaan lainnya.

e. Tinggi pinggang adalah jarak vertikal dari alas duduk sampai ruas pinggang (titik tengah lumbar). Subjek di ukur dengan posisi duduk tegak lurus. Faktor koreksi : 1 cm untuk pakaian tebal yang dapat mengganjal pantat.

f. Tinggi pinggul adalah jarak vertikal dari alas duduk sampai tulang pinggang paling atas. Subjek diukur dengan posisi duduk tegak lurus. Faktor koreksi : 1 cm untuk pakaian tebal yang dapat mengganjal pantat.

g. Panjang Buttock-Lutut adalah jarak horizontal dari titik belakang pantat sampai titik depan lutut. Subjek diukur dengan posisi duduk tegak lurus, lekuk lutut membentuk sudut 90 derajat. Contoh aplikasi : Ruang bebas gerak antara titik belakang pantat dengan benda yang dapat menghalangi di depan lutut. Faktor koreksi : 2 cm untuk pakaian tebal yang dapat mengganjal pantat.

commit to user

h. Panjang Buttock-Popliteal (panjang tungkai atas) adalah jarak horizontal dari titik belakang pantat sampai lekuk lutut atau sudut

Popliteal. Subjek diukur dengan posisi duduk tegak lurus, lekuk lutut membentuk sudut 90 derajat. Contoh aplikasi : Menentukan tentang kedalaman duduk maksimal yang dapat diterima.

i. Tinggi telapak kaki-lutut adalah jarak vertikal dari lantai sampai titik bagian atas lutut dengan posisi duduk tegak lurus, lekuk lutut membentuk suduk 90 derajat. Contoh aplikasi : Ruang bebas gerak yang diperlukan untuk akses atau masuk di bawah meja kerja. Faktor koreksi : Pemakaian sepatu untuk laki-laki ±2,5 cm dan wanita ±4 cm. j. Tinggi Telapak kaki-Popliteal (Panjang Tungkai Bawah) adalah jarak

vertikal dari lantai sampai lekuk lutut. Subjek diukur dengan posisi duduk tegak lurus, lekuk lutut membentuk sudut 90 derajat. Contoh aplikasi : Dimensi jangkauan untuk menentukan ketinggian duduk maksimal yang masih dapat diterima. Faktor koreksi : Pemakaian sepatu untuk laki-laki ± 2,5 cm dan wanita ± 4 cm.

k. Panjang Kaki adalah jarak pararel sepanjang kaki diukur dari tumit bagian paling belakang sampai ujung jari kaki paling panjang. Contoh aplikasi : Ruang bebas gerak untuk kaki, untuk mendesain pedal, alat kontrol yang dioperasikan oleh kaki dan lain-lain. Faktor koreksi : Pemakaian sepatu untuk laki-laki ± 3 cm dan wanita ± 4 cm.

l. Tebal paha adalah jarak vertikal dari alas duduk sampai bagian atas paha. Subjek diukur dengan posisi duduk tegak lurus, lekuk lutut

commit to user

membentuk sudut 90 derajat. Contoh aplikasi : Ruang bebas gerak yang diperlukan antara tempat duduk dengan ujung bawah meja atau benda-benda yang dapat menghalangi lainnya (Tarwaka,2010).

3. Desain kursi

Esensi dasar dari evaluasi ergonomi dalam proses perancangan desain adalah sedini mungkin mencoba memikirkan kepentingan manusia agar bisa terakomodasi dalam setiap kreativitas dan inovasi sebuah „man

made object’ (Sritomo, 2008). Fokus perhatian dari sebuah kajian

ergonomis akan mengarah ke upaya pencapaian sebuah perancanganan desain suatu produk yang memenuhi persyaratan ‘fitting the task to the man’ (Grandjean, 1988), sehingga setiap rancangan desain harus selalu memikirkan kepentingan manusia, yakni perihal keselamatan, kesehatan, keamanan maupun kenyamanan. Sama seperti yang diungkapkan Sritomo (2008), desain sebelum dipasarkan sebaiknya terlebih dahulu dilakukan kajian/evaluasi/pengujian yang menyangkut berbagai aspek teknis fungsional, maupun kelayakan ekonomis seperti analisis nilai, reliabilitas, evaluasi ergonomis, dan marketing.

Kursi salah satu komponen penting di tempat kerja. Kursi yang baik akan mampu memberikan postur dan sirkulasi yang baik dan akan membantu menghindari ketidaknyamanan. Pilihan kursi yang nyaman dapat diatur dan memiliki penyangga punggung (Wasi, 2005). Tinggi bangku dirumitkan oleh interaksi dengan tinggi tempat duduk. Desain

commit to user

kursi sesuai dengan kriteria agar permukaan kerja tetap di bawah siku seperti bagian sebelumnya (Nurmianto, 2003).

Untuk mendesain peralatan secara ergonomis yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari atau mendesain peralatan yang ada pada lingkungan seharusnya disesuaikan dengan manusia lingkungan tersebut. Apabila tidak ergonomis akan dapat menimbulkan berbagai dampak negatif pada manusia tersebut. Dampak negatif bagi manusia tersebut akan terjadi baik dalam waktu jangka pendek maupun jangka panjang. Bekerja pada kondisi yang tidak ergonomis dapat menimbulkan berbagai masalah antara lain: nyeri, kelelahan, bahkan kecelakaan kerja (Santoso, 2004).

Perancangan tempat kerja untuk pekerjaan duduk lebih sulit, karena dalam perancangan ini selain harus memperhitungkan tinggi bangku (meja) kerja juga interaksinya dengan tinggi tempat duduk. Misalnya jika kita merancang dengan kriteria agar permukaan tempat kerja tetap di bawah siku, maka sering kali rancangan tersebut tidak nyaman pada ruang untuk lutut. Untuk menjamin cukupnya ruang bagi lutut orang dewasa, maka direkomendasikan mengambil presentil 95 dari ukuran-ukuran telapak kaki sampai puncak lutut dan menambahkan dengan kelonggaran-kelonggarannya (Pramono, 2003).

a. Kursi Ergonomis

Kursi hendaknya memakai sandaran punggung dan pinggang (Grandjean, 1988). Sebuah kursi yang baik dapat mendukung pekerja dengan posisi kerja yang nyaman dan mempermudah perubahan posisi

commit to user

tubuh yang sering terjadi (OSH, 1998). Menurut Suma’ mur (2009), ukuran-ukuran kursi adalah :

1) Tinggi kursi 40 cm – 48 cm (sedikit lebih pendek dari tinggi

popliteal)

2) Kedalaman kursi 40 cm (lebih pendek dari jarak Popliteal– pantat) 3) Lebar kursi 40 cm – 44 cm (lebih lebar dari lebar pinggul)

Penerapan ergonomis dalam pembuatan kursi dimaksudkan untuk mendapatkan sikap tubuh yang ergonomis dalam bekerja. Sikap ergonomi ini diharapkan efesiensi kerja dan produktivitas meningkat. Tempat duduk harus dibuat sedemikian rupa sehingga memberikan relaksasi pada otot-otot yang sedang dipakai untuk bekerja dan tidak menimbulkan penekanan pada begian tubuh yang dapat mengganggu sirkulasi darah dan sensibilitas bagian-bagian tersebut. Dalam mendesain kursi kerja yang ergonomis harus memenuhi kriteria-kriteria atau aturan baku tentang tempat duduk dan meja kerja dengan berpedoman pada ukuran-ukuran antropometri orang Indonesia. Sesuai dengan norma-norma ergonomi yang telah disepakati pada lokakarya penyusunan norma-norma ergonomi di tempat kerja tanggal 13-16 juli 1987 sebagai berikut :

1) Tinggi Tempat Duduk

Diukur dari lantai sampai pada permukaan atas bagian depan atas tempat duduk. Kriteria yang di usulkan : tinggi alas duduk harus

commit to user

sedikit lebih pendek dari panjang tekuk lutut sampai ke telapak kaki. Ukuran yang diusulkan adalah 34-38 cm.

2) Panjang alas duduk

Diukur dari pertemuan garis Proyeksi permukaan depan sandaran tempat duduk permukaan atas alas duduk sampai garis punggung. Ukuran yang diusulkan adalah 36 cm.

3) Lebar tempat duduk

Diukur pada garis tengah alas duduk melintang, harus lebih besar dari lebar pinggul. Ukuran yang diusulkan adalah 44 - 48 cm.

4) Sandaran pinggang

Kriteria: Bagian atas sandaran pinggang tidak melebihi tepi bawah ujung tulang belikat dan bagian bawahnya setinggi garis pinggul. 5) Sandaran tangan

Kriteria : Jarak antara tepi kedua sandaran lebih lebar dari lebar pinggul dan tidak melebihi bahu. Tinggi sandaran tangan adalah setinggi siku. Panjang sandaran tangan adalah sepanjang lengan atas. Ukuran yang diperkenankan :

a) Jarak antara tepi dalam kedua sandaran tangan adalah 46 - 48 cm

b) Tinggi sandaran tangan adalah 20 cm dari alas duduk c) Panjang sandaran tangan adalah 21 cm

d) Sudut alas duduk Kriteria : Alas duduk harus sedemikian rupa sehingga memberikan kemudahan bagi pekerja untuk

commit to user

melaksanakan pemilihan-pemilihan gerakan dan posisi. Ukuran yang diusulkan adalah horisontal untuk pekerjaan-pekerjaan yang tidak memerlukan sedikit membungkuk kedepan alas duduk miring ke belakang 3 - 5 derajat (Sarwono, 2002).

b. Kursi Non Ergonomis

Selain kursi ergonomi dapat pula kursi yang tidak ergonomis (kursi yang tidak sesuai dengan anthropometri tenaga kerja), adapun kriteria-kriterianya adalah sebagai berikut :

1) Kedalaman landasan tempat duduk terlalu besar sehingga bagian depan terlalu ke depan sehingga pekerja akan memajukan posisi duduknya dan menyebabkan bagian punggung tidak dapat bersandar.

2) Kursi yang terlalu dan tidak dilengkapi dengan sandaran pinggang tidak dapat dimanfaatkan oleh karena mereka harus duduk maju ke depan agar dapat melakukan pekerjaannya. Ruang antara alas duduk dan tepi bawah meja terlalu sempit sehingga menyebabkan paha pekerja tertekan.

3) Sandaran pinggang yang terlalu tinggi dapat menyebabkan gerakan bahu dan tangan terbatas dan posisi kerja yang tidak nyaman. (Panero, dkk. 2003).

Penggunaan kursi tidak ergonomi dapat menyebabkan timbulnya keluhan nyeri pada pinggang. Di Amerika akibat nyeri pinggang ini sebuah perusahaan merugi hingga jutaan dollar, untuk

commit to user

mengurangi timbulnya keluhan nyeri pinggang maka diberikan kursi yang ergonomi (kursi dengan desain yang sesuai dengan antropometri pekerja) (Samara, 2003).

4. Keluhan Muskuloskeletal

Upper extremity

Lower extremity

Gambar 3 Sistem Skeletal Sumber : Adjeng, 2008.

Keluhan pada sistem muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot rangka yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis

Dokumen terkait