• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PERBAIKAN KURSI KERJA TERHADAP KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PEKERJAAN MENJAHIT DI DESA SAWAHAN KECAMATAN JUWIRING KABUPATEN KLATEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH PERBAIKAN KURSI KERJA TERHADAP KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PEKERJAAN MENJAHIT DI DESA SAWAHAN KECAMATAN JUWIRING KABUPATEN KLATEN"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

PENGARUH PERBAIKAN KURSI KERJA TERHADAP

KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PEKERJAAN

MENJAHIT DI DESA SAWAHAN KECAMATAN

JUWIRING KABUPATEN KLATEN

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan

Dasri Wulandari

R.0207017

PROGRAM DIPLOMA IV KESEHATAN KERJA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta

(2)
(3)

commit to user

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, 24 Juni 2011

(4)

commit to user

PRAKATA

Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh

Alhammdulillah, tiada kata yang pantas untuk diucapkan selain Puji Syukur, tiada tempat berserah diri dan bersujud syukur selain kepada Allah SWT sebagai gambaran rasa bahagia ketika petunjuk-Nya telah membimbing setiap langkah perjalanan. Dengan segala kekurangan dan keterbatasan, berbekal iman, ikhtiar, dan tawakal maka tersusunlah laporan skripsi dengan judul ”Pengaruh Perbaikan Kursi Kerja Terhadap Keluhan Muskuloskeletal pada Pekerjaan Menjahit di Desa “X” Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten”.

Penulisan skripsi ini dalam rangka menyelesaikan tugas akhir serta sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan Pendidikan Program Diploma IV Kesehatan Kerja, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Dalam penulisan skripsi ini, penulis sadar sepenuhnya tanpa bantuan dari berbagai pihak penulis tidak akan mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Oleh karena itu pada kesempatan ini, perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr. Sp. PD-KR-FINASIM selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Putu Suryasa, dr., MS, P.K.K, Sp.Ok., selaku Ketua Program D.IV Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Periode Sebelum 16 Juni 2011.

3. Ibu Ipop Sjarifah, Dra., M.Si, selaku Ketua Program D.IV Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Periode 16 juni 2011 – 16 Juni 2015.

4. Bapak Tarwaka, PGDip.Sc., M.Erg. selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan selama penyusunan skripsi ini.

5. Ibu Seviana Rinawati, SKM. selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan selama penyusunan skripsi ini.

6. Bapak Sumardiyono, SKM., M.Kes selaku penguji yang telah memberikan masukan dalam skripsi ini.

7. Bapak H. Juwanda S.E selaku Kepala Desa “X” yang telah banyak membantu selama penelitian ini.

8. Bapak Sardi selaku Ketua RW 06 Desa “X” yang telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini.

(5)

commit to user

kesuksesan penulis. Tidak ada kata yang bisa penulis ucapkan, tidak ada perbuatan yang sanggup penulis berikan untuk membalas segala cinta dan pengorbanan yang mereka berikan.

10.Danang Supriyadi selaku kakak tercinta yang selalu mengalah kepada adiknya, yang selalu memberikan perhatian, do’a dan dorongan kepada penulis untuk selalu bersemangat dalam proses penyelesaian study.

11.Sahabat dan rekan penulis Nia, Wulan, Shinta, Nurwidya, Lina, Novi, Huzna dan Aning yang telah memberikan motivasi dalam penyelesaian skripsi. 12.Teman-teman angkatan 2007 di Program D.IV Kesehatan Kerja dan semua

pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan dalam penulisan skripsi ini. Tetapi besar harapan penulis agar skripsi ini dapat bermanfaat sebagaimana mestinya, serta penulis senantiasa mengharapkan masukan, kritik dan saran yang membangun dalam penyempurnaan skripsi ini.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis memanjatkan Do’a semoga skripsi ini mendapat berkat dari Tuhan Yang Maha Esa dan bermanfaat.

Wabillahitaufiq Walhidayah,

Wassalamu ‘alaikum warohmatullahi wabarokatuh.

Surakarta, 24 Juni 2011 Penulis

(6)

commit to user

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ... 6

B. Kerangka Pemikiran ... 36

C. Hipotesis ... 37

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 38

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 39

C. Populasi dan Subjek Penelitian ... 39

D. Teknik Sampling ... 40

E. Identifikasi Variabel Penelitian ... 40

F. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 42

(7)

commit to user

I. Teknik Analisis Data... ... 52

BAB IV HASIL A. Gambaran Proses Produksi ... 54

B. Observasi kursi tidak ergonomis dalam pekerjaan menjahit ... 57

C. Karakteristik Subjek Penelitian ... 57

D. Hasil pengukuran lingkungan kerja ... 61

E. Hasil pengukuran kursi kerja dan anthropometri ... 64

F. Hasil pengukuran keluhan muskuloskeletal ... 70

G. Hasil persentase keluhan pada masing-masing bagian otot-otot skeletal... 72

BAB V PEMBAHASAN A. Gambar proses produksi ... 74

B. Karakteristik subjek penelitian ... 75

C. Pengukuran lingkungan kerja ... 77

D. Analisa Anthropometri dan Kursi Kerja ... 79

E. Keluhan sistem Muskuloskeletal... 81

F. Persentase Keluhan Muskuloskeletal ... 82

G. Hasil analisa perbedaan keluhan muskuloskeletal sebelum dan sesudah perbaikan kursi kerja ... 83

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 86

B. Saran ... 87

(8)

commit to user

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Beberapa dimensi tubuh yang berguna untuk perancangan tempat duduk ... 15 Tabel 2. Hasil uji normalitas data dengan One-Sample

Kolmogorov-Smirnov Test untuk umur. ... 58 Tabel 3. Identitas Umur Tenaga Kerja Laki-laki Bagian Penjahitan di

Desa “X” Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten ... 58 Tabel 4. Data denyut jantung dari tenaga kerja dibagian penjahitan di desa

“X” kecamatan Juwiring kabupaten Klaten sebelum perlakuan .... 59 Tabel 5. Data denyut jantung dari tenaga kerja dibagian penjahitan di desa

“X” kecamatan Juwiring kabupaten Klaten sesudah perlakuan ... 60 Tabel 6. Hasil uji wilcoxon tentang perbedaan denyut jantung sebelum

dan sesudah perlakuan... 60 Tabel 7. Hasil uji Normalitas data dengan One-Sample

Kolmogorov-Smirnov Test untuk Percepatan Getaran Mekanis Mesin Dinamo Sebelum dan Sesudah Perlakuan. ... 61 Tabel 8. Data Pengukuran Getaran Mekanis pada Mesin Jahit Sebelum

Perlakuan di Bagian Penjahitan di Desa “X” Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten ... 61 Tabel 9. Data Pengukuran Getaran Mekanis pada Mesin Jahit Sesudah

Perlakuan di Bagian Penjahitan di Desa “X” Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten ... 62 Tabel 10. Hasil Uji Wilcoxon tentang Getaran Mekanis Sebelum dan

Sesudah Perlakuan. ... 62 Tabel 11. Data Hasil Pengukuran Mikroklimat untuk Area Kerja di Bagian

(9)

commit to user

Tabel 12. Data Hasil Pengukuran Mikroklimat untuk Area Kerja di Bagian Penjahitan di Desa “X” Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten sesudah perlakuan.. ... 63 Tabel 13. Hasil Uji Wilcoxon tentang Mikroklimat Sebelum dan Sesudah

Perlakuan ... 63 Tabel 14. Hasil uji Normalitas dengan One-Sample Kolmogorov-Smirnov

Test untuk Anthropometri ... 64 Tabel 15. Data pengukuran Anthropometri Subjek penelitian di Bagian

Penjahitan di Desa “X” Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten .. 65 Tabel 16. Hasil uji Normalitas Data dengan One-Sample

Kolmogorov-Smirnov Test untuk Kursi Kerja Sebelum perbaikan ... 67 Tabel 17. Data Pengukuran Kursi Kerja di Bagian Penjahitan di Desa “X”

Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten Sebelum Perbaikan ... 67 Tabel 18. Data Anthropometri untuk Perbaikan Kursi Kerja... 68 Tabel 19. Perhitungan Total Skor Keluhan Muskuloskeletal Tenaga Kerja di

bagian Penjahitan di Desa “X” Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten ... 70 Tabel 23. Persentase Keluhan pada Masing-masing Bagian Otot-otot

(10)

commit to user

(11)

commit to user

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kursi Kerja yang tidak ergonomis ... 3

Gambar 2. Dimensi-dimensi anthropometri yang digunakan dalam perancangan kursi... 15

Gambar 3. Sistem skeletal ... 24

Gambar 4. Bagan Kerangka Pemikiran... 36

Gambar 5. Struktur Hubungan Antara Variabel ... 41

Gambar 6. Contoh kursi kerja yang tidak ergonomis ... 42

Gambar 7. Kursi Ergonomis ... 43

Gambar 8. Bagan Desain Penelitian ... 48

Gambar 9. Anthropometer Shet ... 49

Gambar 10. Meteran gulung ... 50

Gambar 11. Proses Pembuatan pola pada kain ... 54

Gambar 12. Proses Pemotongan dengan gunting potong mesin (a) dan gunting potong manual (b) ... 55

Gambar 13. Proses Penjahitan ... 55

Gambar 14. Proses Pemasangan Kancing ... 56

Gambar 15. Proses Penyetrikaan ... 56

Gambar 16. Penggunan kursi tidak ergonomis ... 57

Gambar 17. Kursi sebelum perbaikan (tidak ergonomis) ... 66

(12)

commit to user

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Jadwal Kegiatan penelitian

Lampiran 2. Kuesioner Nordic Body Map

Lampiran 3. Gambar Kegiatan Penelitian

Lampiran 4. Surat Keterangan Penelitian dari Kepala Desa “X”

(13)

commit to user

Dasri Wulandari, R0207017, 2011. PENGARUH PERBAIKAN KURSI KERJA

TERHADAP KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PEKERJAAN MENJAHIT DI DESA “X” KECAMATAN JUWIRING KABUPATEN KLATEN.

Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui dan mengkaji pengaruh perbaikan kursi kerja terhadap pekerjaan menjahit di Desa “X” Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten.

Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasi Eksperimen dengan rancangan penelitian one gruop pre test and post test design. Teknik sampling yang digunakan adalah random sampling. Random Sampling berarti pemilihan sekelompok subjek melalui restriksi yang diperoleh melalui kriteria inklusi dan eksklusi. Dalam penelitian ini jumlah populasi sebanyak 31 tenaga kerja laki-laki. Pemilihan subjek penelitian menggunakan teknik random sampling dengan restriksi sehingga didapatkan sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebanyak 15 orang. Pengambilan data dilakukan dengan pengukuran Anthropometri, pengukuran kursi kerja sebelum perbaikan, pemberian kursi ergonomis sesuai anthropometri tenaga kerja dan penggunaan kuesioner nordic body map untuk mengetahui keluhan otot-otot skeletal. Teknik pengolahan dan analisis data dilakukan dengan uji statistik nonparametrik-wilcoxon tes dengan menggunakan program komputer SPSS versi 16.0.

Hasil analisis perbedaan keluhan muskuloskeletal sebelum dan sesudah perlakuan dengan menggunakan uji wilcoxon diperoleh hasil nilai p value 0,001(p value 0,001 < 0,01) yang bermakna sangat signifikan, ini berarti ada perbedaan nilai sebelum dan sesudah perbaikan kursi kerja. Sesudah perbaikan kursi kerja rerata (X) ± SD total score keluhan muskuloskeletal menjadi berkurang dari 65.1 ± 3.1 menjadi 41.3 ± 3.8. Jadi perbedaan keluhan muskuloskeletalnya adalah 23.8 (36.6%).

Simpulan dari penelitian ini dapat menggambarkan bahwa ada pengaruh perbaikan kursi kerja terhadap keluhan muskuloskeletal pada pekerjaan menjahit di Desa “X” Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten. Untuk pencegahan keluhan muskuloskeletal dapat dilakukan dengan menggunakan kursi kerja yang ergonomis seperti dalam penelitian ini.

Kata Kunci :Anthropometri, kursi Ergonomis, Kursi Non Ergonomis, Keluhan

(14)

commit to user

ON THE MUSCULOSKELETAL COMPLAINTS IN SEWING TASK IN “X” VILLAGE OF JUWIRING SUBDISTRICT OF KLATEN REGENCY.

The objective of research is to find out and to study the effect of work seat improvement on the musculoskeletal complaints in sewing task in “X” Village of Juwiring Subdistrict of Klaten Regency.

The research method employed in this study was a Quasi Experiment with one group pre-test and post-test design. The sampling technique used was random sampling. Random sampling means the selection of a group of subject through restriction obtained with inclusion and exclusion criteria. In this research, the population number was 31 male workers. The subject was done using random sampling with restriction so that 15 workers qualifying the inclusion and exclusion were obtained as the sample. The data collection was done using Anthropometry measurement, the work seat measurement before reparation, the administration of ergonomic seat according to the worker’s anthropometry and the use of Nordic body map questionnaire to find out the musculoskeletal complaints. Technique of processing and analyzing data used was nonparametric statistic test-wilcoxon test using SPSS version 16.0 computer software.

The result of analysis on the difference of musculoskeletal complaints before and after the treatment using wilcoxon test shows p value of 0.001 (P Value 0.001 < 0.01) means very significant that there is a value difference before and after the work seat improvement. After the work seat reparation the average (X) ± SD total score of musculoskeletal complaints decreases from 65.1 ± 3.1 to 41.3 ± 3.8. So the difference of musculoskeletal complaints is 23.8 (36.6%).

The conclusion can be drawn that there is an effect of work seat improvement on the musculoskeletal complaints in sewing task in “X” Village of Juwiring Subdistrict of Klaten Regency. To prevent the musculoskeletal complaints, the ergonomic work seat in this research can be used.

Keywords: Anthropometry, ergonomic seat, non-ergonomic seat, musculoskeletal

(15)

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tenaga kerja mempunyai peranan penting dalam pembangunan

sebagai unsur penunjang keberhasilan pembangunan nasional. Karena tenaga

kerja mempunyai hubungan dengan perusahaan dan mempunyai kegiatan

usaha yang produktif. Disamping itu tenaga kerja sebagai suatu unsur yang

langsung berhadapan dengan berbagai akibat dari kemajuan teknologi

dibidang industri, sehingga sewajarnya kepada mereka diberikan

perlindungan pemeliharaan kesehatan dan pengembangan terhadap

kesejahteraan atau jaminan nasional (Suma’mur, 1996).

Kursi salah satu komponen penting di tempat kerja. Kursi yang baik

akan mampu memberikan postur dan sirkulasi yang baik dan akan membantu

menghindari ketidaknyamanan. Pilihan kursi yang nyaman dapat diatur dan

memiliki penyangga punggung (Wasi, 2005).

Rancangan sebuah kursi kerja harus didasarkan pada data

antropometrik yang dipilih dengan tepat, karena jika tidak maka akan muncul

keraguan bahwa hasil rancangan tersebut akan dapat menciptakan

kenyamanan bagi pemakainya. Saat menentukan ukuran kursi, aspek-aspek

anthropometri harus dihubungkan dengan kebutuhan biomekanika yang

terlibat. Stabilisasi tubuh bukan hanya melibatkan landasan duduk saja, tetapi

(16)

commit to user

permukaan kursi. Jika karena perancangan antropemetrik yang tidak tepat dan

terbentuk suatu kursi yang tidak memungkinkan pemakainya untuk

menyandarkan punggung atau kakinya pada permukaan, maka ketidakstabilan

tubuh akan meningkat dan tenaga otot tambahan akan diperlukan untuk

menjaga keseimbangan. Makin besar tingkat tenaga atau kontrol otot yang

diperlukan, makin besar pula kelelahan fisik dan ketidaknyamanan yang

ditimbulkan (Panero, dkk, 2003).

Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot

skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan

sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan

dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan

pada sendi, ligamen dan tendon. Keluhan dan kerusakan inilah yang biasanya

diistilahkan dengan keluhan musculoskeletal disorders (MSDs) atau cidera

pada sistem muskuloskeletal (Tarwaka, 2004).

Di desa Sawahan Kecamatan Juwiring, Kabupaten Klaten merupakan

salah satu daerah yang terdapat industri yang berupa penjahitan. Di dalam

kegiatannya penjahit konveksi di Desa Sawahan Kecamatan Juwiring,

Kabupaten Klaten untuk menghasilkan produk masih menggunakan tenaga

manusia, berdasarkan survey awal di tempat kerja terdapat kursi yang tidak

ergonomis yaitu kursi tanpa sandaran, lebar dan tinggi kursi yang tidak sesuai

dengan anthropometri tenaga kerja. Dari hasil wawancara setelah bekerja

terhadap 10 orang tenaga kerja yang menggunakan kursi tidak ergonomis

(17)

commit to user

anthropometri), 10 dari mereka merasakan keluhan pada sistem

muskuloskeletal terutama di bagian pantat, bahu, leher, punggung.

Gambar 1 Kursi kerja yang tidak ergonomis Sumber : Data Primer 2011

Dari uraian di atas terlihat ada beberapa masalah ergonomi, yang

menjadi masalah utama dan perlu segera dilakukan perbaikan adalah masalah

kursi kerja yang tidak sesuai dengan anthropometri penjahit. Masalah

ergonomi tersebut apabila tidak segera diperbaiki, tentunya akan dapat

memberikan beban tambahan dan dapat menimbulkan keluhan

muskuloskeletal. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian dalam upaya

mengatasi masalah yang muncul. Untuk maksud tersebut dilakukan penelitian

berupa perbaikan-perbaikan kursi kerja yang disesuaikan dengan

anthropometri tenaga kerja. Dengan perbaikan-perbaikan ini diharapkan dapat

menurunkan gangguan sistem musculoskeletal.

Kebenaran uraian di atas tentu perlu dibuktikan melalui penelitian.

Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Pengaruh Perbaikan Kursi Kerja terhadap Keluhan Muskuloskeletal pada

(18)

commit to user

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dibuat rumusan masalah yaitu “Apakah ada Pengaruh Perbaikan Kursi Kerja terhadap Keluhan

Muskuloskeletal pada Pekerjaan Menjahit di Desa Sawahan Kecamatan

Juwiring Kabupaten Klaten?”.

C. TUJUAN PENELITIAN

1.Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui pengaruh Perbaikan Kursi kerja pada Pekerjaan

Menjahit di Desa Sawahan Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten.

b. Untuk mengetahui tingkat keluhan muskulosekeletal pada Pekerjaan

Menjahit di Desa Sawahan Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten.

2. TujuanUmum

Untuk mengetahui Pengaruh Perbaikan Kursi Kerja terhadap

Keluhan Muskuloskeletal pada Pekerjaan Menjahit di Desa Sawahan

Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Teoritis

Diharapkan sebagai pembuktian teori bahwa ada Pengaruh

Perbaikan Kursi Kerja terhadap Keluhan Muskuloskeletal pada

Pekerjaan Menjahit di Desa Sawahan Kecamatan Juwiring Kabupaten

(19)

commit to user

2. Praktis

a. Bagi Peneliti

Sebagai pengalaman langsung bagi peneliti dalam

melakukan penelitian dalam bentuk tulisan ilmiah khususnya

mengenai masalah yang berhubungan dengan kesehatan dan

keselamatan kerja.

b. Bagi Institusi

Sebagai bahan pustaka di Program Studi Kesehatan Kerja

Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta dalam

pengembangan ilmu Kesehatan Kerja Khususnya di dalam

pekerjaan menjahit.

c. Bagi Tenaga Kerja

Sebagai pengetahuan tambahan bagi tenaga kerja tentang

tempat kerja yang ergonomis sehingga dapat menghindari

keluhan-keluhan akibat tempat kerja yang tidak ergonomis.

d. Bagi Industri yang Bersangkutan

Sebagai pengetahuan bagi pengusaha untuk memberikan

kursi kerja yang ergonomis bagi pekerjanya dalam melakukan

(20)

commit to user

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Ergonomi

a. Pengertian Ergonomi

Seperti telah kita ketahui bersama, bahwa ergonomi berasal dari bahasa Yunani yaitu ”ergon” (kerja) dan ”nomos” (hukum) atau

yang berarti ilmu yang mempelajari tentang hukum-hukum kerja.

Dengan demikian ergonomi adalah suatu sistem yang berorientasi

kepada disiplin ilmu, yang sekarang diterapkan pada hampir semua

aspek kehidupan atau kegiatan manusia (Tarwaka, 2010).

Ergonomi adalah ilmu yang menemukan dan mengumpulkan

informasi tentang tingkah laku, kemampuan, keterbatasan, dan

karakteristik manusia untuk perancangan mesin, peralatan, suatu

sistem kerja yang baik agar tujuan dapat dicapai dengan efektif, aman

dan nyaman (Sutalaksana, 2006).

Ergonomi merupakan pertemuan dari berbagai lapangan ilmu

seperti antropologi, biometrika, faal kerja, higiene perusahaan dan

kesehatan kerja, perencanaan kerja, riset terpakai, dan cybernetika.

Namun kekhususan utamanya adalah perencanaan dari cara bekerja

yang lebih baik meliputi tata kerja dan peralatannya. Dalam hal ini,

(21)

commit to user

pemakaian alat-alat dengan pengukuran, pencatatan dan pengujiannya.

Perbaikan kondisi-kondisi kerja buruk dan tanpa perencanaan biasanya

mahal, maka usaha sebaiknya dimulai dari perencanaan oleh semua

team ergonomi yang memungkinkan proses, mesin-mesin dan hasil

produksi yang memenuhi persyaratan. Program ergonomi meliputi

penentuan problematik, percobaan untuk pemecahan, penerapan hasil

percobaan dan pembuktian efektivitas namun dalam prakteknya sering

menggunakan pendekatan trail and error (Suma’mur, 2009).

Sasaran ergonomi adalah seluruh tenaga kerja, baik pada sektor

modern, maupun pada sektor tradisional dan informal. Pada sektor

modern, penerapan ergonomi dalam bentuk pengaturan sikap, tata

kerja dan perencanaan kerja yang tepat adalah syarat penting bagi

efesiensi dan produktivitas kerja yang tinggi (Santoso, 2004).

b. Aspek Ergonomi

Ada beberapa aspek dalam penerapan ergonomi yang perlu

diperhatikan, antara lain :

1) Faktor manusia

Penataan dalam sistem kerja menuntut faktor manusia

sebagai pelaku/pengguna menjadi titik sentralnya. Pada bidang

rancang bangun dikenal istilah Human Centered Design (HCD)

atau perancangan berpusat pada manusia. Perancangan dengan

prinsip HCD, berdasarkan pada karakter-karakter manusia yang

(22)

commit to user

unsur keterbatasan manusia haruslah menjadi patokan dalam

penataan suatu produk yang ergonomis.

Ada beberapa faktor pembatas yang tidak boleh dilampaui

agar dapat bekerja dengan aman, nyaman dan sehat, yaitu : faktor

dari dalam (internal factors) dan faktor dari luar (external factor).

Tergolong dalam faktor dari dalam (internal factors) ini adalah

yang berasal dari dalam diri manusia seperti : umur, jenis kelamin,

kekuatan otot, bentuk dan ukuran tubuh. Sedangkan faktor dari luar

(external factor) yang dapat mempengaruhi kerja atau berasal dari

luar manusia, seperti : penyakit, gizi, lingkungan kerja, sosial

ekonomi dan adat istiadat.

2) Faktor Anthropometri

Anthropometri yaitu pengukuran yang sistematis terhadap

tubuh manusia, terutama seluk beluk baik dimensional ukuran dan

bentuk tubuh manusia. Antropometri yang merupakan ukuran

tubuh digunakan untuk merancang atau menciptakan suatu sarana

kerja yang sesuai dengan ukuran tubuh penggunanya. Ukuran alat

kerja menentukan sikap, gerak dan posisi tenaga kerja, dengan

demikian penerapan antropometri mutlak diperlukan guna

menjamin adanya sistem kerja yang baik.

Ukuran alat-alat kerja erat kaitannya dengan tubuh

penggunanya. Jika alat-alat tersebut tidak sesuai, maka tenaga kerja

(23)

commit to user

yang dapat menimbulkan kelelahan kerja atau gejala penyakit otot

yang lain akibat melakukan pekerjaan dengan cara yang tidak

alamiah.

3) Faktor Sikap Tubuh dalam Bekerja

Hubungan tenaga kerja dalam sikap dan interaksinya

terhadap sarana kerja akan menentukan efisiensi, efektivitas dan

produktivitas kerja, selain SOP (Standard Operating Procedures)

yang terdapat pada setiap jenis pekerjaan.

Semua sikap tubuh yang tidak alamiah dalam bekerja,

misalnya sikap menjangkau barang yang melebihi jangkauan

tangannya harus dihindarkan. Penggunaan meja dan kursi kerja

ukuran baku oleh orang yang memiliki ukuran tubuh yang lebih

tinggi atau sikap duduk yang terlalu tinggi sedikit banyak akan

berpengaruh terhadap hasil kerjanya.

4) Faktor Pengorganisasian Kerja

Pengorganisasian kerja terutama menyangkut waktu kerja,

waktu istirahat, kerja lembur dan lainnya yang dapat menentukan

tingkat kesehatan dan efisiensi tenaga kerja. Diperlukan pola

pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat yang baik, terutama

untuk kerja fisik yang berat. Jam kerja selama 8 (delapan) jam/hari

diusahakan sedapat mungkin tidak terlampaui, apabila tidak dapat

dihindarkan, perlu diusahakan group kerja baru atau perbanyakkan

(24)

commit to user

dapat menurunkan efisiensi dan produktivitas kerja serta

meningkatnya angka kecelakaan kerja dan sakit (Tarwaka, 2010).

c. Prinsip Ergonomi

Ergonomi memiliki beberapa prinsip-prinsip yang digunakan

sebagai pegangan dalam pembuatan alat-alat kerja atau fasilitas kerja,

prinsip-prinsip ergonomi sebagai berikut :

1) Sikap tubuh dalam pekerjaan sangat dipengaruhi oleh bentuk,

susunan, ukuran dan penempatan alat-alat petunjuk, cara harus

melayani mesin.

2) Ukuran-ukuran antropometri terpenting sebagai dasar ukuran-ukuran

dan penempatan alat-alat industri :

Pekerjaan duduk ukurannya :

a) Tinggi duduk

b) Panjang lengan atas

c) Panjang lengan bawah dan tangan

d) Jarak lekuk lutut dan garis punggung

3) Tempat duduk yang baik memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

a) Tinggi dataran duduk yang dapat diukur dengan papan kaki

yang sesuai dengan tinggi lutut sedangkan paha dalam keadaan

datar.

b) Papan tolak punggung yang tingginya data diukur dan menekan

pada punggung.

(25)

commit to user

4) Beban tambahan akibat lingkungan sebaiknya ditekan menjadi

sekecil-kecilnya (Suma’mur, 2009).

2. Anthropometri

a. Pengertian Anthropometri

Anthropometri adalah suatu studi tentang pengukuran yang

sistematis dari fisik tubuh manusia, terutama mengenai dimensi

bentuk dan ukuran tubuh yang dapat digunakan dalam klasifikasi dan

perbandingan antropologis (Tarwaka, 2010).

Penerapan anthropometri adalah merupakan penggunaan data

anthropometri di dalam desain dan pemanfaatannya di dalam suatu

varietas yang sangat luas, dari yang sangat sederhana seperti

membuat kursi kerja sampai kepada hal yang sangat kompleks

dengan melibatkan teknologi tinggi.

b. Anthropometri untuk perancangan kursi kerja

Kursi yang baik akan mampu memberikan postur dan

sirkulasi yang baik dan akan membantu menghindari

ketidaknyamanan. Pilihan kursi yang nyaman dapat diatur dan

memiliki penyangga punggung (Wasi, 2005). Tinggi bangku

dirumitkan oleh interaksi dengan tinggi tempat duduk. Desain kursi

sesuai dengan kriteria agar permukaan kerja tetap dibawah siku

seperti bagian sebelumnya (Nurmianto, 2003).

Untuk mendesain peralatan secara ergonomis yang

(26)

commit to user

yang ada pada lingkungan seharusnya disesuaikan dengan manusia

dan lingkungan tersebut. Apabila tidak ergonomis akan dapat

menimbulkan berbagai dampak negatif pada manusia tersebut.

Dampak negatif bagi manusia tersebut akan terjadi baik dalam waktu

jangka pendek maupun jangka panjang. Bekerja pada kondisi yang

tidak ergonomis dapat menimbulkan berbagai masalah antara lain:

nyeri, kelelahan, bahkan kecelakaan kerja (Santoso, 2004).

Antropometri merupakan ilmu yang berhubungan dengan

dimensi-dimensi tubuh manusia. Dimensi-dimensi disini dibagi

menjadi kelompok statistik dan ukuran presentil. Jika seratus orang

berdiri berjajar dari yang terkecil sampai yang terbesar dalam suatu

ukuran atau urutan, hal ini akan bisa diklasifikasikan dari satu

presentil sampai seratus presentil. Laki-laki 2,5 presentil berarti

bahwa desain tersebut berdasarkan seri dari dimensi yang berkisar

2,5% dari sistem yang digunakan dalam suatu populasi. Jadi 50

presentil berarti bahwa 50% dari populasi akan cocok juga pada

sistem yang berdasarkan pengukuran-pengukuran, ini tentu saja

termasuk 2,5 presentil sebelumnya (Manuaba, 1996).

Agar rancangan tersebut nantinya dapat sesuai dengan

dimensi tubuh manusia yang akan menggunakannya, maka

prinsip-prinsip yang harus diambil dalam aplikasi data antropometri tersebut

ditetapkan dahulu prinsip perancangan produk bagi individu dengan

(27)

commit to user

memenuhi dua sasaran produk, yaitu : dapat sesuai untuk ukuran

tubuh manusia yang mengikuti klasifikasi ekstrim dalam arti terlalu

besar atau kecil bila dibandingkan dengan ukuran rata-ratanya, dan

tetap dapat digunakan untuk memenuhi ukuran tubuh yang lain,

yaitu mayoritas dari populasi yang ada. Secara umum aplikasi data

antropometri untuk perancangan produk atau fasilitas kerja akan

menetapkan nilai persentil 95 untuk dimensi minimum dan persentil

5 untuk dimensi maksimum (Sanders, 1991).

Sebuah kursi yang secara antropometri benar, belum tentu

nyaman. Jika rancangan suatu tempat duduk tidak memperhatikan

sama sekali hal-hal yang berkenaan dengan dimensi-dimensi

manusia dan besar tubuhnya, tidaklah aneh bila rancangan tersebut

tidak nyaman (Panero,dkk, 1979).

Menurut Nurmianto (2003) berkaitan dengan aplikasi data

antropometri yang diperlukan dalam proses perancangan produk

ataupun fasilitas kerja, maka ada beberapa sarana/ rekomendasi yang

bisa diberikan sesuai langkah-langkah sebagai berikut:

1) Pertama kali terlebih dahulu harus ditetapkan anggota tubuh

mana yang nantinya akan difungsikan untuk mengoperasikan

rencana tersebut.

2) Tentukan dimensi tubuh yang penting dalam proses perancangan

(28)

commit to user

menggunakan data dimensi tubuh statis ataukah data dimensi

tubuh dinamis.

3) Selanjutnya tentukan populasi terbesar yang harus diantisipasi,

diakomodasikan dan menjadi target utama pemakai rancangan produk tersebut. Hal ini lazim dikenal sebagai “segmentasi

pasar” seperti produk mainan anak-anak, peralatan rumah

tangga untuk wanita dan lain-lain.

4) Tetapkan prinsip ukuran yang harus diikuti semisal apakah

rancangan tersebut untuk ukuran individual yang ekstrim,

rentang ukuran yang fleksibel (adjustabel) ataukah ukuran

rata-rata.

5) Pilih prosentase populasi yang harus diikuti 90th, 95th, 99th

ataukah nilai persentil yang lain yang dikehendaki.

6) Untuk setiap dimensi tubuh yang telah diidentifikasikan

selanjutnya pilih/tetapkan nilai ukurannya dari tabel data

antropometri yang sesuai. Aplikasikan data tersebut dan

tambahkan faktor kelonggaran (allowance) bila diperlukan

seperti halnya tambahan ukuan akibat tebalnya pakaian yang

harus dikenakan oleh operator, pemakaian sarung tangan dan

lain-lain.

c. Pertimbangan Antropometri

Sehubungan dengan sulitnya merumuskan kenyamanan

(29)

commit to user

maka pendekatan antropometri bagi rancangan tempat duduk

merupakan suatu tantangan. Sebuah rancangan harus didasarkan

pada data antropometri yang terpilih dengan tepat. Jika tidak, akan

muncul keraguan bahwa hasil rancangan tersebut dapat

menciptakan kenyamanan bagi pemakainya. Dimensi-dimensi

antropometri yang penting bagi suatu perancangan tempat duduk

ditunjukkan pada gambar.

(30)

commit to user

Penerapan data antropometri ini akan dapat dilakukan jika

tersedia nilai rata-rata dan standar deviasi dari suatu distribusi normal.

Adapun distribusi normal ditandai dengan nilai rata-rata dan standar

deviasi. Sedangkan presentil adalah suatu nilai yang menyatakan bahwa

persentase tertentu dari sekelompok orang yang dimensinya sama dengan

atau lebih rendah dari data tersebut. Misalnya, 95% populasi adalah sama

dengan atau lebih rendah dari 95 presentil, 5% dari populasi.

Standar Pengukuran Dimensi Anthropometri Statis Posisi Duduk :

a. Kepala adalah jarak vertikal dari alas duduk sampai ujung kepala.

Subjek diukur dengan posisi duduk tegak lurus. Contoh aplikasi :

Ruang bebas gerak yang diperlukan antara alas duduk sampai objek

yang dapat menghalangi yang berada di atas kepala. Faktor koreksi : 1

cm untuk pakaian tebal yang dapat mengganjal pantat, variabel lain

seperti topi adalah 2,5 cm dan helm adalah 3,5 cm.

b. Tinggi mata adalah jarak vertikal dari alas duduk sampai sudut mata

dalam. Subjek diukur dengan posisi duduk tegak lurus dan mata

menghadap lurus ke depan. Contoh aplikasi : Sama dengan untuk

tinggi mata berdiri. Faktor koreksi : 1 cm untuk pakaian tebal yang

dapat mengganjal pantat.

c. Tinggi Bahu adalah jarak vertikal dari alas duduk sampai titik tengah

bahu. Subjek diukur dengan posisi duduk tegak lurus. Contoh aplikasi:

(31)

commit to user

tulang bahu. Faktor koreksi : 1 cm untuk pakaian tebal yang dapat

mengganjal pantat.

d. Tinggi siku adalah jarak vertikal dari alas duduk sampai titik bawah

siku duduk. Subjek diukur dengan posisi duduk tegak lurus, kedua

lengan atas lurus ke bawah di samping badan dan siku ditekuk

membentuk sudut 90 derajat. Contoh aplikasi : menentukan ketinggian

sandaran tangan merupakan data referensi yang penting untuk

ketinggian letak keyboards, daskboards, tinggi permukaan landasan

kerja pada berbagai pekerjaan lainnya.

e. Tinggi pinggang adalah jarak vertikal dari alas duduk sampai ruas

pinggang (titik tengah lumbar). Subjek di ukur dengan posisi duduk

tegak lurus. Faktor koreksi : 1 cm untuk pakaian tebal yang dapat

mengganjal pantat.

f. Tinggi pinggul adalah jarak vertikal dari alas duduk sampai tulang

pinggang paling atas. Subjek diukur dengan posisi duduk tegak lurus.

Faktor koreksi : 1 cm untuk pakaian tebal yang dapat mengganjal

pantat.

g. Panjang Buttock-Lutut adalah jarak horizontal dari titik belakang

pantat sampai titik depan lutut. Subjek diukur dengan posisi duduk

tegak lurus, lekuk lutut membentuk sudut 90 derajat. Contoh aplikasi :

Ruang bebas gerak antara titik belakang pantat dengan benda yang

dapat menghalangi di depan lutut. Faktor koreksi : 2 cm untuk pakaian

(32)

commit to user

h. Panjang Buttock-Popliteal (panjang tungkai atas) adalah jarak

horizontal dari titik belakang pantat sampai lekuk lutut atau sudut

Popliteal. Subjek diukur dengan posisi duduk tegak lurus, lekuk lutut

membentuk sudut 90 derajat. Contoh aplikasi : Menentukan tentang

kedalaman duduk maksimal yang dapat diterima.

i. Tinggi telapak kaki-lutut adalah jarak vertikal dari lantai sampai titik

bagian atas lutut dengan posisi duduk tegak lurus, lekuk lutut

membentuk suduk 90 derajat. Contoh aplikasi : Ruang bebas gerak

yang diperlukan untuk akses atau masuk di bawah meja kerja. Faktor

koreksi : Pemakaian sepatu untuk laki-laki ±2,5 cm dan wanita ±4 cm.

j. Tinggi Telapak kaki-Popliteal (Panjang Tungkai Bawah) adalah jarak

vertikal dari lantai sampai lekuk lutut. Subjek diukur dengan posisi

duduk tegak lurus, lekuk lutut membentuk sudut 90 derajat. Contoh

aplikasi : Dimensi jangkauan untuk menentukan ketinggian duduk

maksimal yang masih dapat diterima. Faktor koreksi : Pemakaian

sepatu untuk laki-laki ± 2,5 cm dan wanita ± 4 cm.

k. Panjang Kaki adalah jarak pararel sepanjang kaki diukur dari tumit

bagian paling belakang sampai ujung jari kaki paling panjang. Contoh

aplikasi : Ruang bebas gerak untuk kaki, untuk mendesain pedal, alat

kontrol yang dioperasikan oleh kaki dan lain-lain. Faktor koreksi :

Pemakaian sepatu untuk laki-laki ± 3 cm dan wanita ± 4 cm.

l. Tebal paha adalah jarak vertikal dari alas duduk sampai bagian atas

(33)

commit to user

membentuk sudut 90 derajat. Contoh aplikasi : Ruang bebas gerak

yang diperlukan antara tempat duduk dengan ujung bawah meja atau

benda-benda yang dapat menghalangi lainnya (Tarwaka,2010).

3. Desain kursi

Esensi dasar dari evaluasi ergonomi dalam proses perancangan

desain adalah sedini mungkin mencoba memikirkan kepentingan manusia agar bisa terakomodasi dalam setiap kreativitas dan inovasi sebuah „man

made object’ (Sritomo, 2008). Fokus perhatian dari sebuah kajian

ergonomis akan mengarah ke upaya pencapaian sebuah perancanganan

desain suatu produk yang memenuhi persyaratan ‘fitting the task to the

man’ (Grandjean, 1988), sehingga setiap rancangan desain harus selalu

memikirkan kepentingan manusia, yakni perihal keselamatan, kesehatan,

keamanan maupun kenyamanan. Sama seperti yang diungkapkan Sritomo

(2008), desain sebelum dipasarkan sebaiknya terlebih dahulu dilakukan

kajian/evaluasi/pengujian yang menyangkut berbagai aspek teknis

fungsional, maupun kelayakan ekonomis seperti analisis nilai, reliabilitas,

evaluasi ergonomis, dan marketing.

Kursi salah satu komponen penting di tempat kerja. Kursi yang

baik akan mampu memberikan postur dan sirkulasi yang baik dan akan

membantu menghindari ketidaknyamanan. Pilihan kursi yang nyaman

dapat diatur dan memiliki penyangga punggung (Wasi, 2005). Tinggi

(34)

commit to user

kursi sesuai dengan kriteria agar permukaan kerja tetap di bawah siku

seperti bagian sebelumnya (Nurmianto, 2003).

Untuk mendesain peralatan secara ergonomis yang digunakan

dalam kehidupan sehari-hari atau mendesain peralatan yang ada pada

lingkungan seharusnya disesuaikan dengan manusia lingkungan tersebut.

Apabila tidak ergonomis akan dapat menimbulkan berbagai dampak

negatif pada manusia tersebut. Dampak negatif bagi manusia tersebut akan

terjadi baik dalam waktu jangka pendek maupun jangka panjang. Bekerja

pada kondisi yang tidak ergonomis dapat menimbulkan berbagai masalah

antara lain: nyeri, kelelahan, bahkan kecelakaan kerja (Santoso, 2004).

Perancangan tempat kerja untuk pekerjaan duduk lebih sulit,

karena dalam perancangan ini selain harus memperhitungkan tinggi

bangku (meja) kerja juga interaksinya dengan tinggi tempat duduk.

Misalnya jika kita merancang dengan kriteria agar permukaan tempat kerja

tetap di bawah siku, maka sering kali rancangan tersebut tidak nyaman

pada ruang untuk lutut. Untuk menjamin cukupnya ruang bagi lutut orang

dewasa, maka direkomendasikan mengambil presentil 95 dari

ukuran-ukuran telapak kaki sampai puncak lutut dan menambahkan dengan

kelonggaran-kelonggarannya (Pramono, 2003).

a. Kursi Ergonomis

Kursi hendaknya memakai sandaran punggung dan pinggang

(Grandjean, 1988). Sebuah kursi yang baik dapat mendukung pekerja

(35)

commit to user

tubuh yang sering terjadi (OSH, 1998). Menurut Suma’ mur (2009),

ukuran-ukuran kursi adalah :

1) Tinggi kursi 40 cm – 48 cm (sedikit lebih pendek dari tinggi

popliteal)

2) Kedalaman kursi 40 cm (lebih pendek dari jarak Popliteal– pantat)

3) Lebar kursi 40 cm – 44 cm (lebih lebar dari lebar pinggul)

Penerapan ergonomis dalam pembuatan kursi dimaksudkan

untuk mendapatkan sikap tubuh yang ergonomis dalam bekerja. Sikap

ergonomi ini diharapkan efesiensi kerja dan produktivitas meningkat.

Tempat duduk harus dibuat sedemikian rupa sehingga memberikan

relaksasi pada otot-otot yang sedang dipakai untuk bekerja dan tidak

menimbulkan penekanan pada begian tubuh yang dapat mengganggu

sirkulasi darah dan sensibilitas bagian-bagian tersebut. Dalam

mendesain kursi kerja yang ergonomis harus memenuhi

kriteria-kriteria atau aturan baku tentang tempat duduk dan meja kerja dengan

berpedoman pada ukuran-ukuran antropometri orang Indonesia. Sesuai

dengan norma-norma ergonomi yang telah disepakati pada lokakarya

penyusunan norma-norma ergonomi di tempat kerja tanggal 13-16 juli

1987 sebagai berikut :

1) Tinggi Tempat Duduk

Diukur dari lantai sampai pada permukaan atas bagian depan atas

(36)

commit to user

sedikit lebih pendek dari panjang tekuk lutut sampai ke telapak

kaki. Ukuran yang diusulkan adalah 34-38 cm.

2) Panjang alas duduk

Diukur dari pertemuan garis Proyeksi permukaan depan sandaran

tempat duduk permukaan atas alas duduk sampai garis punggung.

Ukuran yang diusulkan adalah 36 cm.

3) Lebar tempat duduk

Diukur pada garis tengah alas duduk melintang, harus lebih besar

dari lebar pinggul. Ukuran yang diusulkan adalah 44 - 48 cm.

4) Sandaran pinggang

Kriteria: Bagian atas sandaran pinggang tidak melebihi tepi bawah

ujung tulang belikat dan bagian bawahnya setinggi garis pinggul.

5) Sandaran tangan

Kriteria : Jarak antara tepi kedua sandaran lebih lebar dari lebar

pinggul dan tidak melebihi bahu. Tinggi sandaran tangan adalah

setinggi siku. Panjang sandaran tangan adalah sepanjang lengan

atas. Ukuran yang diperkenankan :

a) Jarak antara tepi dalam kedua sandaran tangan adalah 46 - 48

cm

b) Tinggi sandaran tangan adalah 20 cm dari alas duduk

c) Panjang sandaran tangan adalah 21 cm

d) Sudut alas duduk Kriteria : Alas duduk harus sedemikian rupa

(37)

commit to user

melaksanakan pemilihan-pemilihan gerakan dan posisi. Ukuran

yang diusulkan adalah horisontal untuk pekerjaan-pekerjaan

yang tidak memerlukan sedikit membungkuk kedepan alas

duduk miring ke belakang 3 - 5 derajat (Sarwono, 2002).

b. Kursi Non Ergonomis

Selain kursi ergonomi dapat pula kursi yang tidak ergonomis

(kursi yang tidak sesuai dengan anthropometri tenaga kerja), adapun

kriteria-kriterianya adalah sebagai berikut :

1) Kedalaman landasan tempat duduk terlalu besar sehingga bagian

depan terlalu ke depan sehingga pekerja akan memajukan posisi

duduknya dan menyebabkan bagian punggung tidak dapat

bersandar.

2) Kursi yang terlalu dan tidak dilengkapi dengan sandaran pinggang

tidak dapat dimanfaatkan oleh karena mereka harus duduk maju ke

depan agar dapat melakukan pekerjaannya. Ruang antara alas

duduk dan tepi bawah meja terlalu sempit sehingga menyebabkan

paha pekerja tertekan.

3) Sandaran pinggang yang terlalu tinggi dapat menyebabkan gerakan

bahu dan tangan terbatas dan posisi kerja yang tidak nyaman.

(Panero, dkk. 2003).

Penggunaan kursi tidak ergonomi dapat menyebabkan

timbulnya keluhan nyeri pada pinggang. Di Amerika akibat nyeri

(38)

commit to user

mengurangi timbulnya keluhan nyeri pinggang maka diberikan kursi

yang ergonomi (kursi dengan desain yang sesuai dengan antropometri

pekerja) (Samara, 2003).

4. Keluhan Muskuloskeletal

Upper extremity

Lower extremity

Gambar 3 Sistem Skeletal Sumber : Adjeng, 2008.

Keluhan pada sistem muskuloskeletal adalah keluhan pada

bagian-bagian otot rangka yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan

sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis

secara berulang dan dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan

keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon. Keluhan

(39)

commit to user

musculoskeletal disorders (MSDs) atau cedera pada sistem

musculoskeletal (Grandjean, 1993; Lemasters, 1996 dalam Tarwaka 2010).

Secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokkan menjadi

dua, yaitu :

a. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada

saat otot menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut

akan segera hilang apabila pembebanan dihentikan.

b. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat

menetap. Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa

sakit pada otot masih terus berlanjut (Tarwaka, 2010).

Otot-otot skeletal merupakan otot-otot sadar dimana kita dapat

mengendalikan/memerintahkannya untuk melakukan sesuatu.

Bersama-sama otot skeletal dan tulang memberikan kekuatan dan tenaga pada

tubuh. Pada banyak kasus, otot skeletal ini melekat pada salah satu ujung

tulang. Otot-otot ini menekan seluruh bagian sendi dan lantas melekat lagi

pada ujung tulang yang lain. Otot-otot skeletal melekat pada tulang dengan

bantuan tendon. Tendon adalah semacam cord yang terbuat dari material

kuat dan bekerja sebagai penghubung khusus antara tulang dan otot.

Tendon ini juga melekat dengan bagus sehingga saat kita menggerakkan

salah satu otot kita, tendon dan tulang akan bergerak bersama pula. Otot

skeletal ini muncul dalam banyak bentuk dan ukuran yang berbeda yang

membuat mereka mampu melakukan banyak pekerjaan. Otot-otot ini yang

(40)

commit to user

punggung dekat pinggang kita yang memungkinkan kita berdiri tegak.

Otot-otot ini juga memberikan tenaga pada saat kita mendorong atau

menarik sesuatu. Otot-otot di dekat leher dan bagian atas punggung kita

tidak begitu besar namun mampu melakukan sesuatu yang sangat

mengagumkan: menahan beban saat kepala kita berputar, bergerak ke kiri

kanan dan ke atas serta ke bawah. Bahkan otot-otot inilah yang mampu

menahan posisi kepala agar tetap berada di atas (Adjeng, 2008).

Studi tentang Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada

berbagai jenis industri telah banyak dilakukan dan hasil studi

menunjukkan bahwa bagian otot yang sering dikeluhkan adalah otot

rangka (skeletal) yang meliputi otot leher, bahu, lengan, tangan, jari,

punggung, pinggang dan otot-otot bagian bawah. Diantara keluhan otot

skeletal tersebut adalah Low Back Pain (LBP) yang banyak dialami oleh

pekerja adalah otot bagian pinggang (Tarwaka, 2004).

Faktor Penyebab Keluhan pada Sistem Muskulosekeletal :

a. Kesalahan dan lamanya waktu duduk

Sakit pinggang terjadi karena kesalahan dan lamanya waktu

duduk. Saat bekerja tubuh dituntut untuk berada dalam posisi yang

sama untuk waktu yang lama terutama pekerja dalam bidang

manufaktur. Jika kondisi tidak nyaman terjadi, maka tubuh akan

(41)

commit to user

b. Pengaruh kursi kerja

Kursi yang ergonomic adalah kursi yang dapat diatur agar

sesuai dengan kondisi badan baik tinggi maupun sandaranya. Hal ini

akan membuat bagian belakang tubuh seseorang merasakan rileks

sebab terdapat sandaran untuk menopang bagian punggungnya. Jika

kursi terlalu tinggi kita dapat menggunakan bantalan atau pijakan

untuk kaki agar kaki kita tidak menggantung. Kita juga dapat

menggunakan kursi yang empuk dengan meletakkan busa pada letak

dudukan. Ini akan menyebabkan pinggang kita merasakan nyaman.

Terakhir jika kita menggunakan kursi yang memiliki sandaran tangan

kita harus memperhatikan bentuk sandaran itu agar posisi tangan tidak

ketinggian. Dalam bekerja faktor tempat duduk sangat penting karena

dengan tempat duduk yang nyaman kita akan dapat bekerja dengan

baik dan sehat. (Suma’mur, 2009).

Peter Vi (2000) menjelaskan bahwa, terdapat beberapa faktor yang

dapat menyebabkan terjadinya keluhan sistem muskuloskeletal antara lain

sebagai berikut :

a. Peregangan otot yang berlebihan

Peregangan otot yang berlebihan pada umumnya sering

dikeluhkan oleh pekerja di mana aktivitas kerjanya menuntut

pengerahan tenaga yang besar seperti aktivitas mengangkat,

mendorong, menarik dan menahan beban yang berat. Peregangan otot

(42)

commit to user

melampaui kekuatan optimum otot. Apabila hal serupa sering

dilakukan, maka dapat mempertinggi risiko terjadinya keluhan otot,

bahkan dapat menyebabkan terjadinya cedera otot skeletal.

b. Aktivitas Berulang

Aktivitas Berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara

terus menerus seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu besar,

angkat-angkut dan sebagainya. Keluhan otot terjadi karena otot

menerima tekanan akibat beban kerja secara terus menerus tanpa

memperoleh kesempatan untuk relaksasi.

c. Sikap Kerja Tidak alamiah

Sikap Kerja Tidak alamiah adalah sikap kerja yang

menyebabkan posisi bagian-bagian tubuh bergerak menjauhi posisi

alamiah, misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu

membungkuk, kepala terangkat, dan sebagainya. Semakin jauh posisi

bagian tubuh dari pusat grafitasi tubuh, maka semakin tinggi pula

risiko terjadinya keluhan sistem muskuloskeletal Sikap kerja tidak

alamiah ini pada umumnya karena karakteristik tuntutan tugas, alat

kerja dan stasiun kerja tidak sesuai dengan kemampuan dan

keterbatasan pekerja (Grandjean, 1993; Anis & McConville, 1996;

(43)

commit to user

Adapun faktor penyebab sekunder antara lain :

a. Tekanan

Terjadinya tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak. Sebagai

contoh, pada saat tangan harus memegang alat, maka jaringan otot

tangan yang lunak akan menerima tekanan langsung dari pegangan

alat, dan apabila hal ini sering terjadi dapat menyebabkan rasa nyeri

otot menetap (Tarwaka, 2010).

b. Getaran

Getaran dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi

otot bertambah. Kontraksi statis ini menyebabkan peredaran darah

tidak lancar, penimbunan asam laktat meningkat dan akhirnya timbul

rasa nyeri otot (Suma’mur, 1982) dalam Tarwaka 2010.

c. Mikroklimat

Paparan suhu dingin maupun panas yang berlebihan dapat

menurunkan kelincahan, kepekaan dan kekuatan pekerja sehingga

gerakan pekerja menjadi lamban, sulit bergerak dan kekuatan otot

menurun (Astrand & Rodhl,1977;Pulat, 1992;Wilson & Corlett, 1992)

dalam (Tarwaka,2010). Demikian juga dengan paparan udara yang

panas. Beda suhu lingkungan dengan suhu tubuh yang terlampau besar

menyebabkan sebagian energi yang ada dalam tubuh akan

termanfaatkan oleh tubuh untuk beradaptasi dengan lingkungan

tersebut. Apabila hal ini tidak diimbangi dengan pasokan energi yang

(44)

commit to user

akibatnya, peredaran darah kurang lancar, suplai oksigen ke otot

menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan terjadi

penimbunan asam laktat yang dapat menimbulkan rasa nyeri otot (Suma’mur, 1982;Grandjean,1993) dalam Tarwaka 2010

Beberapa faktor internal penyebab keluhan otot-otot skeletal, yaitu :

a. Umur

Chaffin (1979) dan Guo, dkk. (1995) menyatakan bahwa pada

umumnya keluhan otot skeletal mulai pertama dirasakan pada umur 35

tahun dan tingkat keluhan akan terus meningkat sejalan dengan

bertambahnya umur. Hal ini terjadi karena pada umur setengah baya,

kekuatan dan ketahanan otot mulai menurun sehingga risiko terjadinya

keluhan otot meningkat (Tarwaka, 2004). Sebagai contoh, Betti’e, dkk

1989 dalam Tarwaka 2010 telah melakukan studi tentang kekuatan

statik otot untuk pria dan wanita dengan usia antara 20 sampai dengan

diatas 60 tahun. Penelitian difokuskan untuk otot lengan, punggung

dan kaki. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekuatan otot

maksimal terjadi pada saat umur antara 20 - 29 tahun, selanjutnya terus

terjadi penurunan sejalan dengan bertambahnya umur.

b. Jenis kelamin

Beberapa hasil penelitian secara signifikan menunjukkan

bahwa jenis kelamin sangat mempengaruhi tingkat risiko keluhan otot.

Hal ini terjadi karena secara fisiologis, kemampuan otot wanita

(45)

commit to user

bahwa kekuatan otot wanita hanya sekitar dua pertiga dari kekuatan

otot pria, sehingga daya tahan otot priapun lebih tinggi dibandingkan dengan wanita. Hasil penelitian Betti’e, dkk (1989) menunjukkan

bahwa rerata kekuatan otot wanita kurang lebih hanya 60% dari

kekuatan otot pria, khususnya untuk otot lengan, punggung dan kaki.

Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian Chiang, dkk. (1993), Bernard,

dkk. (1994), Heles, dkk. (1994) dan johanson (1994) yang menyatakan

bahwa perbandingan keluhan otot antara pria dan wanita adalah 1:3.

Dari uraian tersebut, maka jenis kelamin perlu dipertimbangkan dalam

mendesain beban tugas (Tarwaka, 2004).

c. Kesegaran Jasmani

Pada umumnya, keluhan otot lebih jarang ditemukan pada

seseorang yang dalam aktivitas kesehariannya mempunyai cukup

waktu untuk istirahat. Sebaliknya, bagi yang dalam kesehariannya

melakukan pekerjaan yang memerlukan pergerahan tenaga yang besar,

di sisi lain tidak mempunyai waktu yang cukup untuk istirahat, hampir

dapat dipastikan akan terjadi keluhan otot. Tingkat keluhan otot juga

sangat dipengaruhi oleh tingkat kesegaran tubuh. Laporan NIOSH

yang dikutip dari hasil penelitian Cady, dkk. (1979) menyatakan

bahwa untuk tingkat kesegaran tubuh yang rendah, maka risiko

terjadinya keluhan adalah 7,1%, tingkat kesegaran tubuh sedang adalah

(46)

commit to user

terhadap para penerbang menunjukkan bahwa kelompok penerbang

dengan tingkat kesegaran tubuh yang tinggi mempunyai risiko yang

sangat kecil terhadap risiko cedera otot.

Dari uraian di atas dapat digarisbawahi bahwa, tingkat

kesegaran tubuh yang rendah akan mempertinggi risiko terjadinya

keluhan otot. Keluhan otot akan meningkat sejalan bertambahnya

aktivitas fisik (Tarwaka, 2004).

d. Kondisi Kesehatan

Pengertian sehat menurut UU Pokok Kesehatan No. 9 tahun

1960, Bab I Pasal 2 adalah keadaan yang meliputi kesehatan badan

(jasmani), rohani (mental), dan sosial, serta bukan hanya keadaan

bebas dari penyakit, cacat, dan kelemahan. Pengertian sehat tersebut

sejalan dengan pengertian sehat menurut Organisasi Kesehatan Dunia

(WHO) tahun 1975 sebagai berikut : sehat adalah suatu kondisi yang

terbebas dari segala jenis penyakit, baik fisik, mental, dan sosial.

Faktor eksternal penyebab keluhan otot-otot skeletal, yaitu :

a. Lama kerja/waktu kerja

Waktu kerja bagi seseorang menentukan efesiensi dan

produktivitasnya. Lamanya seorang bekerja sehari baik pada

umumnya 6 – 8 jam. Dalam Seminggu orang hanya bisa bekerja

dengan baik selama 40 - 50 jam. Lebih dari itu kecenderungan

timbulnya hal-hal yang negatif. Makin panjang waktu kerja, makin

(47)

commit to user

kepada berbagai faktor. Penelitian-penelitian menunjukan bahwa

pengurangan jam kerja dari delapan jam lebih seperempat ke delapan

jam disertai meningkatnya efesiensi kerja dengan kenaikan

produktivitas 3 sampai 10%. Kecenderungan ini lebih terlihat pada

pekerjaan yang dilakukan dengan tangan (Suma,mur, 1991).

b. Tekanan melalui fisik (beban kerja)

Beban kerja pada suatu waktu tertentu mengakibatkan

berkurangnya kinerja otot, gejala yang ditunjukkan juga berupa pada

makin rendahnya gerakan. Keadaaan ini tidak hanya disebabkan oleh

suatu sebab tunggal seperti terlalu kerasnya beban kerja, namun juga

oleh tekanan–tekanan yang terakumulasi setiap harinya pada suatu

masa yang panjang. Keadaan seperti ini yang berlarut–larut

mengakibatkan memburuknya kesehatan, yang disebut juga kelelahan

klinis atau kronis. Perasaan lelah pada keadaan ini kerap muncul

ketika bangun di pagi hari, justru sebelum saatnya bekerja, misalnya

berupa perasaan kebencian yang bersumber dari perasaan emosi

(Sugeng, dkk, 2002). Sejumlah orang kerapkali menunjukkan gejala

seperti berikut :

1) Meningkatnya ketidakstabilan jiwa

2) Depresi

3) Kelesuan umum seperti tidak bergairah kerja

(48)

commit to user

5. Hubungan Perbaikan Kursi Kerja terhadap Keluhan

Muskuloskeletal

Pekerjaan menjahit adalah suatu pekerjaan yang dilakukan

dengan duduk, sedangkan duduk tidak lepas dari peralatan kerja (kursi

kerja). Antara manusia dengan peralatan kerja harus diatur

kesesuaiannya dengan ilmu ergonomi (Sutalaksana, 2000). Aspek

dalam penerapan ergonomi antara lain : faktor manusia, anthropometri,

sikap tubuh dalam bekerja, faktor pengorganisasian kerja. Ergonomi

juga memiliki beberapa prinsip-prinsip yang digunakan sebagai

pegangan dalam pembuatan alat-alat kerja (kursi kerja) yang termasuk

didalamnya adalah anthropometri untuk perancangan kursi kerja.

Penggunaan kursi tidak ergonomi dapat menyebabkan

timbulnya keluhan nyeri pada pinggang. Di Amerika akibat nyeri

pinggang ini sebuah perusahaan merugi hingga jutaan dollar, untuk

mengurangi timbulnya keluhan nyeri pinggang maka diberikan kursi

yang ergonomi (kursi dengan desain yang sesuai dengan antropometri

pekerja) (Samara, 2003).

Kursi yang baik akan mampu memberikan postur dan sirkulasi

yang baik dan akan membantu menghindari ketidaknyamanan. Pilihan

kursi yang nyaman dapat diatur dan memiliki penyangga punggung

(Wasi, 2005). Penerapan ergonomis dalam pembuatan kursi

dimaksudkan untuk mendapatkan sikap tubuh yang ergonomis dalam

(49)

commit to user

produktivitas meningkat. Tempat duduk harus dibuat sedemikian rupa

sehingga memberikan relaksasi pada otot-otot yang sedang dipakai

untuk bekerja dan tidak menimbulkan penekanan pada bagian tubuh

yang dapat mengganggu sirkulasi darah dan sensibilitas bagian-bagian

tersebut.

Dalam perancangan kursi kerja agar rancangan tersebut

nantinya dapat sesuai dengan dimensi tubuh manusia yang akan

menggunakannya, maka prinsip-prinsip yang harus diambil dalam

aplikasi data antropometri tersebut ditetapkan dahulu prinsip

perancangan produk bagi individu dengan ukuran tubuh ekstrim.

Secara umum aplikasi data antropometri untuk perancangan produk

atau fasilitas kerja akan menetapkan nilai persentil 95 untuk dimensi

minimum dan persentil 5 untuk dimensi maksimum (Sanders, 1991).

Dimensi tubuh yang diukur antara lain : tinggi duduk, tinggi bahu

duduk, lebar bahu, lebar pinggul, panjang tungkai atas, panjang

tungkai bawah.

Selain kursi kerja ada faktor penyebab keluhan muskuloskeletal

yang lain meliputi faktor internal dan eksternal. Faktor internal antara

lain : Umur, jenis kelamin, kesegaran jasmani. Sedangkan faktor

eksternal meliputi lama/waktu kerja, beban kerja, dan fakor lingkungan

(50)

commit to user

B. Kerangka Pemikiran

Gambar 4. Bagan Kerangka Pemikiran Faktor internal : Kerja dengan posisi tidak alamiah

atau posisi duduk terlalu dipaksakan

Penimbunan asam laktat

Tidak ada kesesuaian antara kursi kerja dengan anthropometri tenaga kerja

Jenis Pekerjaan Menjahit

Pekerjaan dengan posisi duduk

Penekanan pada bagian tubuh tertentu

Sirkulasi darah terganggu

(51)

commit to user

C. Hipotesis

Ada Pengaruh Perbaikan Kursi Kerja terhadap Keluhan

Muskuloskeletal pada Pekerjaan Menjahit di Desa Sawahan Kecamatan

(52)

commit to user

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah Quasi Eksperimen yang artinya penelitian

tidak mungkin untuk dapat mengendalikan semua variabel luar, sehingga

perubahan yang terjadi bukan sepenuhnya akibat dari perlakukan. Pendekatan

yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik one

group pre test and post test design, yaitu suatu penelitian yang dilakukan

untuk menilai satu kelompok saja secara utuh (Taufiqurohman, 2004).

Rancangan penelitian ini adalah one group pre test and post tes

design. Pada penelitian ini, peneliti melakukan treatment yaitu melakukan

perbaikan pada kursi kerja sesuai dengan anthropometri pekerja kemudian

dinilai pengaruhnya pada pengujian kedua.

O X O

1 2

O1 : Sebelum diberi perbaikan, sebagai kontrol (pre test dan post test)

O2 : Setelah diberi perbaikan (pre test dan post test)

X : Diberi perlakuan berupa perbaikan kursi kerja sesuai dengan

(53)

commit to user

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di home industri penjahitan di desa Sawahan

kecamatan Juwiring, Klaten pada bulan Maret-Mei 2011. Jadwal ada dalam

lampiran 1.

C. Populasi dan Subjek Penelitian

Sebagai populasi dalam penelitian ini adalah penjahit yang tinggal di

Desa Sawahan Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten yang pekerjaannya

menjahit pakaian dengan jumlah populasi laki-laki sebanyak 31 orang.

Subjek adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki

oleh populasi tersebut dengan penetapan ciri-ciri populasi yang menjadi

sasaran dan akan diwakili oleh subjek di dalam penyelidikan/berdasarkan

kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut :

1. Kriteria Inklusi :

a. Jenis kelamin : laki-laki

b. Umur : 35 - 55 tahun

c. Lama kerja 8 jam per hari (7 jam kerja dan 1 jam istirahat)

d. Jenis pekerjaan menjahit

2. Kriteria Eksklusi

a. Tidak bersedia menjadi subjek penelitian

b. Jenis kelamin perempuan

c. Sedang sakit

(54)

commit to user

D. Teknik Sampling

Teknik sampling yang digunakan adalah random sampling dengan

restriksi. Menurut Murti (2006), restriksi yaitu metode untuk membatasi

subjek penelitian menurut kriteria tertentu pada populasi target (populasi

sasaran), maka diperoleh populasi sumber (populasi yang merupakan

himpunan subjek dari populasi sasaran yang digunakan sebagai sumber

pencuplikan subjek penelitian). Selanjutnya dilakukan random sampling

sehingga diperoleh sampel penelitian. Dalam penelitian ini jumlah populasi

sebanyak 31 orang pekerja laki-laki. Dengan random sampling didapatkan

subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 15 orang.

E. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas

Variabel bebas adalah variabel yang berpengaruh atau

menyebabkan berubahnya nilai dari variabel terikat, dan merupakan

variabel pengaruh yang paling diutamakan dalam penelitian. Dalam

penelitian ini adalah perbaikan kursi kerja.

2. Variabel Terikat

Variabel terikat adalah variabel yang diduga nilainya akan berubah

karena adanya pengaruh dari variabel bebas. Dalam penelitian ini adalah

(55)

commit to user

3. Variabel Pengganggu

Variabel penggangu adalah variabel yang secara teoritis

berpengaruh terhadap variabel terikat, namun tidak diingini pengaruhnya.

Dalam penelitian ini ada 2 variabel pengganggu.

a. Variabel pengganggu terkendali : jenis kelamin, umur, lama kerja,

jenis pekerjaan.

b. Variabel pengganggu tidak terkendali : getaran, mikroklimat,

kesegaran jasmani, kondisi kesehatan, beban kerja.

Berdasarkan Identifikasi variabel penelitian maka dapat digambarkan seperti bagan dibawah ini :

Gambar 5. Struktur Hubungan Antara Variabel

(56)

commit to user

F. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Perbaikan Kursi Kerja

Perbaikan kursi kerja artinya melakukan perbaikan pada kursi kerja

yang semula tidak ergonomis menjadi egonomis sesuai dengan

kriteria-kriteria atau aturan baku tentang tempat duduk dengan berpedoman pada

ukuran-ukuran antropometri.

Untuk melakukan usaha perbaikan kursi kerja, membutuhkan data dari :

a. Kursi kerja

Kursi kerja adalah tempat duduk tenaga kerja dalam

menjalankan pekerjaan menjahit. Dalam penelitian ini ada 2 jenis kursi

kerja yaitu :

1) Kursi tidak Ergonomis

Kursi tidak ergonomis adalah kursi dengan bahan dari

plastik seperti pada gambar 6.

Gambar 6. Contoh kursi kerja yang tidak ergonomis Sumber : Data Primer 2011

Alat ukur : Meteran gulung

Gambar

Tabel 24.  Persentase Keluhan pada Masing-masing Bagian Otot-otot
Gambar 1 Kursi kerja yang tidak ergonomis
Gambar 2 Dimensi-dimensi antropometri yang dibutuhkan bagi
Gambar 3 Sistem Skeletal Sumber : Adjeng, 2008.
+7

Referensi

Dokumen terkait

- Melaporkan masalah yang dihadapi sesuai garis tanggung jawab - Melaporkan inventarisasi barang dan obat dalam rapat dinas - Melaporkan kasus pasien yang dihadapi dalam rapat

Buah kecombrang merupakan bagian bunga yang mengalami pendewasaan lebih lanjut dan kandungan senyawa bioaktif yang terdapat dalam buah sama dengan bunga, namun memiliki

jangka panjang mengingat: (a) kelapa sawit sebagai komoditi perkebunan dengan adaptasi penawaran terhadap permintaan yang lebih lambat dibandingkan dengan minyak

Observasi dilaksanakan pada saat pembelajaran mengenal konsep angka dengan mengunakan media kartu angka bergambar, dengan untuk mengetahui perilaku guru,

Dalam pelaksanaan observasi peneliti lakukan di KUD Segar Tani yang terletak di Desa Sungai Udang Kecamatan Pamenang Kabupaten Merangin. Pada awal pelaksanaan

Tujuan Strategis Ukuran Kinerja Score inisiatif Target realisasi Melakukan beberapa inovasi pelayanan seperti: membatasi penunggu pasien, memberikan sarana dan prasarana

Dalam penelitian ini transduser ultrasonik digunakan untuk mengukur tingkat kekasaran secara relatif dengan memanfaatkan sifat pantulan yang dimiliki ultrasonik

Meskipun genotipe ber pengar uh terhadap tingkat keberhasilan penyetekan seperti yang ditunjukkan pada penelitian ini, namun mengetahui faktor-faktor teknis yang menunjang