commit to user
PENGARUH PERBAIKAN KURSI KERJA TERHADAP
KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PEKERJAAN
MENJAHIT DI DESA SAWAHAN KECAMATAN
JUWIRING KABUPATEN KLATEN
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan
Dasri Wulandari
R.0207017
PROGRAM DIPLOMA IV KESEHATAN KERJA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta
commit to user
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, 24 Juni 2011
commit to user
PRAKATA
Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh
Alhammdulillah, tiada kata yang pantas untuk diucapkan selain Puji Syukur, tiada tempat berserah diri dan bersujud syukur selain kepada Allah SWT sebagai gambaran rasa bahagia ketika petunjuk-Nya telah membimbing setiap langkah perjalanan. Dengan segala kekurangan dan keterbatasan, berbekal iman, ikhtiar, dan tawakal maka tersusunlah laporan skripsi dengan judul ”Pengaruh Perbaikan Kursi Kerja Terhadap Keluhan Muskuloskeletal pada Pekerjaan Menjahit di Desa “X” Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten”.
Penulisan skripsi ini dalam rangka menyelesaikan tugas akhir serta sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan Pendidikan Program Diploma IV Kesehatan Kerja, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta
Dalam penulisan skripsi ini, penulis sadar sepenuhnya tanpa bantuan dari berbagai pihak penulis tidak akan mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Oleh karena itu pada kesempatan ini, perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr. Sp. PD-KR-FINASIM selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Putu Suryasa, dr., MS, P.K.K, Sp.Ok., selaku Ketua Program D.IV Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Periode Sebelum 16 Juni 2011.
3. Ibu Ipop Sjarifah, Dra., M.Si, selaku Ketua Program D.IV Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Periode 16 juni 2011 – 16 Juni 2015.
4. Bapak Tarwaka, PGDip.Sc., M.Erg. selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan selama penyusunan skripsi ini.
5. Ibu Seviana Rinawati, SKM. selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan selama penyusunan skripsi ini.
6. Bapak Sumardiyono, SKM., M.Kes selaku penguji yang telah memberikan masukan dalam skripsi ini.
7. Bapak H. Juwanda S.E selaku Kepala Desa “X” yang telah banyak membantu selama penelitian ini.
8. Bapak Sardi selaku Ketua RW 06 Desa “X” yang telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini.
commit to user
kesuksesan penulis. Tidak ada kata yang bisa penulis ucapkan, tidak ada perbuatan yang sanggup penulis berikan untuk membalas segala cinta dan pengorbanan yang mereka berikan.
10.Danang Supriyadi selaku kakak tercinta yang selalu mengalah kepada adiknya, yang selalu memberikan perhatian, do’a dan dorongan kepada penulis untuk selalu bersemangat dalam proses penyelesaian study.
11.Sahabat dan rekan penulis Nia, Wulan, Shinta, Nurwidya, Lina, Novi, Huzna dan Aning yang telah memberikan motivasi dalam penyelesaian skripsi. 12.Teman-teman angkatan 2007 di Program D.IV Kesehatan Kerja dan semua
pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan dalam penulisan skripsi ini. Tetapi besar harapan penulis agar skripsi ini dapat bermanfaat sebagaimana mestinya, serta penulis senantiasa mengharapkan masukan, kritik dan saran yang membangun dalam penyempurnaan skripsi ini.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis memanjatkan Do’a semoga skripsi ini mendapat berkat dari Tuhan Yang Maha Esa dan bermanfaat.
Wabillahitaufiq Walhidayah,
Wassalamu ‘alaikum warohmatullahi wabarokatuh.
Surakarta, 24 Juni 2011 Penulis
commit to user
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ... 6
B. Kerangka Pemikiran ... 36
C. Hipotesis ... 37
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 38
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 39
C. Populasi dan Subjek Penelitian ... 39
D. Teknik Sampling ... 40
E. Identifikasi Variabel Penelitian ... 40
F. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 42
commit to user
I. Teknik Analisis Data... ... 52
BAB IV HASIL A. Gambaran Proses Produksi ... 54
B. Observasi kursi tidak ergonomis dalam pekerjaan menjahit ... 57
C. Karakteristik Subjek Penelitian ... 57
D. Hasil pengukuran lingkungan kerja ... 61
E. Hasil pengukuran kursi kerja dan anthropometri ... 64
F. Hasil pengukuran keluhan muskuloskeletal ... 70
G. Hasil persentase keluhan pada masing-masing bagian otot-otot skeletal... 72
BAB V PEMBAHASAN A. Gambar proses produksi ... 74
B. Karakteristik subjek penelitian ... 75
C. Pengukuran lingkungan kerja ... 77
D. Analisa Anthropometri dan Kursi Kerja ... 79
E. Keluhan sistem Muskuloskeletal... 81
F. Persentase Keluhan Muskuloskeletal ... 82
G. Hasil analisa perbedaan keluhan muskuloskeletal sebelum dan sesudah perbaikan kursi kerja ... 83
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 86
B. Saran ... 87
commit to user
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Beberapa dimensi tubuh yang berguna untuk perancangan tempat duduk ... 15 Tabel 2. Hasil uji normalitas data dengan One-Sample
Kolmogorov-Smirnov Test untuk umur. ... 58 Tabel 3. Identitas Umur Tenaga Kerja Laki-laki Bagian Penjahitan di
Desa “X” Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten ... 58 Tabel 4. Data denyut jantung dari tenaga kerja dibagian penjahitan di desa
“X” kecamatan Juwiring kabupaten Klaten sebelum perlakuan .... 59 Tabel 5. Data denyut jantung dari tenaga kerja dibagian penjahitan di desa
“X” kecamatan Juwiring kabupaten Klaten sesudah perlakuan ... 60 Tabel 6. Hasil uji wilcoxon tentang perbedaan denyut jantung sebelum
dan sesudah perlakuan... 60 Tabel 7. Hasil uji Normalitas data dengan One-Sample
Kolmogorov-Smirnov Test untuk Percepatan Getaran Mekanis Mesin Dinamo Sebelum dan Sesudah Perlakuan. ... 61 Tabel 8. Data Pengukuran Getaran Mekanis pada Mesin Jahit Sebelum
Perlakuan di Bagian Penjahitan di Desa “X” Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten ... 61 Tabel 9. Data Pengukuran Getaran Mekanis pada Mesin Jahit Sesudah
Perlakuan di Bagian Penjahitan di Desa “X” Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten ... 62 Tabel 10. Hasil Uji Wilcoxon tentang Getaran Mekanis Sebelum dan
Sesudah Perlakuan. ... 62 Tabel 11. Data Hasil Pengukuran Mikroklimat untuk Area Kerja di Bagian
commit to user
Tabel 12. Data Hasil Pengukuran Mikroklimat untuk Area Kerja di Bagian Penjahitan di Desa “X” Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten sesudah perlakuan.. ... 63 Tabel 13. Hasil Uji Wilcoxon tentang Mikroklimat Sebelum dan Sesudah
Perlakuan ... 63 Tabel 14. Hasil uji Normalitas dengan One-Sample Kolmogorov-Smirnov
Test untuk Anthropometri ... 64 Tabel 15. Data pengukuran Anthropometri Subjek penelitian di Bagian
Penjahitan di Desa “X” Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten .. 65 Tabel 16. Hasil uji Normalitas Data dengan One-Sample
Kolmogorov-Smirnov Test untuk Kursi Kerja Sebelum perbaikan ... 67 Tabel 17. Data Pengukuran Kursi Kerja di Bagian Penjahitan di Desa “X”
Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten Sebelum Perbaikan ... 67 Tabel 18. Data Anthropometri untuk Perbaikan Kursi Kerja... 68 Tabel 19. Perhitungan Total Skor Keluhan Muskuloskeletal Tenaga Kerja di
bagian Penjahitan di Desa “X” Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten ... 70 Tabel 23. Persentase Keluhan pada Masing-masing Bagian Otot-otot
commit to user
commit to user
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kursi Kerja yang tidak ergonomis ... 3
Gambar 2. Dimensi-dimensi anthropometri yang digunakan dalam perancangan kursi... 15
Gambar 3. Sistem skeletal ... 24
Gambar 4. Bagan Kerangka Pemikiran... 36
Gambar 5. Struktur Hubungan Antara Variabel ... 41
Gambar 6. Contoh kursi kerja yang tidak ergonomis ... 42
Gambar 7. Kursi Ergonomis ... 43
Gambar 8. Bagan Desain Penelitian ... 48
Gambar 9. Anthropometer Shet ... 49
Gambar 10. Meteran gulung ... 50
Gambar 11. Proses Pembuatan pola pada kain ... 54
Gambar 12. Proses Pemotongan dengan gunting potong mesin (a) dan gunting potong manual (b) ... 55
Gambar 13. Proses Penjahitan ... 55
Gambar 14. Proses Pemasangan Kancing ... 56
Gambar 15. Proses Penyetrikaan ... 56
Gambar 16. Penggunan kursi tidak ergonomis ... 57
Gambar 17. Kursi sebelum perbaikan (tidak ergonomis) ... 66
commit to user
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Jadwal Kegiatan penelitian
Lampiran 2. Kuesioner Nordic Body Map
Lampiran 3. Gambar Kegiatan Penelitian
Lampiran 4. Surat Keterangan Penelitian dari Kepala Desa “X”
commit to user
Dasri Wulandari, R0207017, 2011. PENGARUH PERBAIKAN KURSI KERJA
TERHADAP KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PEKERJAAN MENJAHIT DI DESA “X” KECAMATAN JUWIRING KABUPATEN KLATEN.
Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui dan mengkaji pengaruh perbaikan kursi kerja terhadap pekerjaan menjahit di Desa “X” Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten.
Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasi Eksperimen dengan rancangan penelitian one gruop pre test and post test design. Teknik sampling yang digunakan adalah random sampling. Random Sampling berarti pemilihan sekelompok subjek melalui restriksi yang diperoleh melalui kriteria inklusi dan eksklusi. Dalam penelitian ini jumlah populasi sebanyak 31 tenaga kerja laki-laki. Pemilihan subjek penelitian menggunakan teknik random sampling dengan restriksi sehingga didapatkan sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebanyak 15 orang. Pengambilan data dilakukan dengan pengukuran Anthropometri, pengukuran kursi kerja sebelum perbaikan, pemberian kursi ergonomis sesuai anthropometri tenaga kerja dan penggunaan kuesioner nordic body map untuk mengetahui keluhan otot-otot skeletal. Teknik pengolahan dan analisis data dilakukan dengan uji statistik nonparametrik-wilcoxon tes dengan menggunakan program komputer SPSS versi 16.0.
Hasil analisis perbedaan keluhan muskuloskeletal sebelum dan sesudah perlakuan dengan menggunakan uji wilcoxon diperoleh hasil nilai p value 0,001(p value 0,001 < 0,01) yang bermakna sangat signifikan, ini berarti ada perbedaan nilai sebelum dan sesudah perbaikan kursi kerja. Sesudah perbaikan kursi kerja rerata (X) ± SD total score keluhan muskuloskeletal menjadi berkurang dari 65.1 ± 3.1 menjadi 41.3 ± 3.8. Jadi perbedaan keluhan muskuloskeletalnya adalah 23.8 (36.6%).
Simpulan dari penelitian ini dapat menggambarkan bahwa ada pengaruh perbaikan kursi kerja terhadap keluhan muskuloskeletal pada pekerjaan menjahit di Desa “X” Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten. Untuk pencegahan keluhan muskuloskeletal dapat dilakukan dengan menggunakan kursi kerja yang ergonomis seperti dalam penelitian ini.
Kata Kunci :Anthropometri, kursi Ergonomis, Kursi Non Ergonomis, Keluhan
commit to user
ON THE MUSCULOSKELETAL COMPLAINTS IN SEWING TASK IN “X” VILLAGE OF JUWIRING SUBDISTRICT OF KLATEN REGENCY.
The objective of research is to find out and to study the effect of work seat improvement on the musculoskeletal complaints in sewing task in “X” Village of Juwiring Subdistrict of Klaten Regency.
The research method employed in this study was a Quasi Experiment with one group pre-test and post-test design. The sampling technique used was random sampling. Random sampling means the selection of a group of subject through restriction obtained with inclusion and exclusion criteria. In this research, the population number was 31 male workers. The subject was done using random sampling with restriction so that 15 workers qualifying the inclusion and exclusion were obtained as the sample. The data collection was done using Anthropometry measurement, the work seat measurement before reparation, the administration of ergonomic seat according to the worker’s anthropometry and the use of Nordic body map questionnaire to find out the musculoskeletal complaints. Technique of processing and analyzing data used was nonparametric statistic test-wilcoxon test using SPSS version 16.0 computer software.
The result of analysis on the difference of musculoskeletal complaints before and after the treatment using wilcoxon test shows p value of 0.001 (P Value 0.001 < 0.01) means very significant that there is a value difference before and after the work seat improvement. After the work seat reparation the average (X) ± SD total score of musculoskeletal complaints decreases from 65.1 ± 3.1 to 41.3 ± 3.8. So the difference of musculoskeletal complaints is 23.8 (36.6%).
The conclusion can be drawn that there is an effect of work seat improvement on the musculoskeletal complaints in sewing task in “X” Village of Juwiring Subdistrict of Klaten Regency. To prevent the musculoskeletal complaints, the ergonomic work seat in this research can be used.
Keywords: Anthropometry, ergonomic seat, non-ergonomic seat, musculoskeletal
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tenaga kerja mempunyai peranan penting dalam pembangunan
sebagai unsur penunjang keberhasilan pembangunan nasional. Karena tenaga
kerja mempunyai hubungan dengan perusahaan dan mempunyai kegiatan
usaha yang produktif. Disamping itu tenaga kerja sebagai suatu unsur yang
langsung berhadapan dengan berbagai akibat dari kemajuan teknologi
dibidang industri, sehingga sewajarnya kepada mereka diberikan
perlindungan pemeliharaan kesehatan dan pengembangan terhadap
kesejahteraan atau jaminan nasional (Suma’mur, 1996).
Kursi salah satu komponen penting di tempat kerja. Kursi yang baik
akan mampu memberikan postur dan sirkulasi yang baik dan akan membantu
menghindari ketidaknyamanan. Pilihan kursi yang nyaman dapat diatur dan
memiliki penyangga punggung (Wasi, 2005).
Rancangan sebuah kursi kerja harus didasarkan pada data
antropometrik yang dipilih dengan tepat, karena jika tidak maka akan muncul
keraguan bahwa hasil rancangan tersebut akan dapat menciptakan
kenyamanan bagi pemakainya. Saat menentukan ukuran kursi, aspek-aspek
anthropometri harus dihubungkan dengan kebutuhan biomekanika yang
terlibat. Stabilisasi tubuh bukan hanya melibatkan landasan duduk saja, tetapi
commit to user
permukaan kursi. Jika karena perancangan antropemetrik yang tidak tepat dan
terbentuk suatu kursi yang tidak memungkinkan pemakainya untuk
menyandarkan punggung atau kakinya pada permukaan, maka ketidakstabilan
tubuh akan meningkat dan tenaga otot tambahan akan diperlukan untuk
menjaga keseimbangan. Makin besar tingkat tenaga atau kontrol otot yang
diperlukan, makin besar pula kelelahan fisik dan ketidaknyamanan yang
ditimbulkan (Panero, dkk, 2003).
Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot
skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan
sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan
dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan
pada sendi, ligamen dan tendon. Keluhan dan kerusakan inilah yang biasanya
diistilahkan dengan keluhan musculoskeletal disorders (MSDs) atau cidera
pada sistem muskuloskeletal (Tarwaka, 2004).
Di desa Sawahan Kecamatan Juwiring, Kabupaten Klaten merupakan
salah satu daerah yang terdapat industri yang berupa penjahitan. Di dalam
kegiatannya penjahit konveksi di Desa Sawahan Kecamatan Juwiring,
Kabupaten Klaten untuk menghasilkan produk masih menggunakan tenaga
manusia, berdasarkan survey awal di tempat kerja terdapat kursi yang tidak
ergonomis yaitu kursi tanpa sandaran, lebar dan tinggi kursi yang tidak sesuai
dengan anthropometri tenaga kerja. Dari hasil wawancara setelah bekerja
terhadap 10 orang tenaga kerja yang menggunakan kursi tidak ergonomis
commit to user
anthropometri), 10 dari mereka merasakan keluhan pada sistem
muskuloskeletal terutama di bagian pantat, bahu, leher, punggung.
Gambar 1 Kursi kerja yang tidak ergonomis Sumber : Data Primer 2011
Dari uraian di atas terlihat ada beberapa masalah ergonomi, yang
menjadi masalah utama dan perlu segera dilakukan perbaikan adalah masalah
kursi kerja yang tidak sesuai dengan anthropometri penjahit. Masalah
ergonomi tersebut apabila tidak segera diperbaiki, tentunya akan dapat
memberikan beban tambahan dan dapat menimbulkan keluhan
muskuloskeletal. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian dalam upaya
mengatasi masalah yang muncul. Untuk maksud tersebut dilakukan penelitian
berupa perbaikan-perbaikan kursi kerja yang disesuaikan dengan
anthropometri tenaga kerja. Dengan perbaikan-perbaikan ini diharapkan dapat
menurunkan gangguan sistem musculoskeletal.
Kebenaran uraian di atas tentu perlu dibuktikan melalui penelitian.
Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Pengaruh Perbaikan Kursi Kerja terhadap Keluhan Muskuloskeletal pada
commit to user
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dibuat rumusan masalah yaitu “Apakah ada Pengaruh Perbaikan Kursi Kerja terhadap Keluhan
Muskuloskeletal pada Pekerjaan Menjahit di Desa Sawahan Kecamatan
Juwiring Kabupaten Klaten?”.
C. TUJUAN PENELITIAN
1.Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengaruh Perbaikan Kursi kerja pada Pekerjaan
Menjahit di Desa Sawahan Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten.
b. Untuk mengetahui tingkat keluhan muskulosekeletal pada Pekerjaan
Menjahit di Desa Sawahan Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten.
2. TujuanUmum
Untuk mengetahui Pengaruh Perbaikan Kursi Kerja terhadap
Keluhan Muskuloskeletal pada Pekerjaan Menjahit di Desa Sawahan
Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten.
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Teoritis
Diharapkan sebagai pembuktian teori bahwa ada Pengaruh
Perbaikan Kursi Kerja terhadap Keluhan Muskuloskeletal pada
Pekerjaan Menjahit di Desa Sawahan Kecamatan Juwiring Kabupaten
commit to user
2. Praktis
a. Bagi Peneliti
Sebagai pengalaman langsung bagi peneliti dalam
melakukan penelitian dalam bentuk tulisan ilmiah khususnya
mengenai masalah yang berhubungan dengan kesehatan dan
keselamatan kerja.
b. Bagi Institusi
Sebagai bahan pustaka di Program Studi Kesehatan Kerja
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta dalam
pengembangan ilmu Kesehatan Kerja Khususnya di dalam
pekerjaan menjahit.
c. Bagi Tenaga Kerja
Sebagai pengetahuan tambahan bagi tenaga kerja tentang
tempat kerja yang ergonomis sehingga dapat menghindari
keluhan-keluhan akibat tempat kerja yang tidak ergonomis.
d. Bagi Industri yang Bersangkutan
Sebagai pengetahuan bagi pengusaha untuk memberikan
kursi kerja yang ergonomis bagi pekerjanya dalam melakukan
commit to user
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Ergonomi
a. Pengertian Ergonomi
Seperti telah kita ketahui bersama, bahwa ergonomi berasal dari bahasa Yunani yaitu ”ergon” (kerja) dan ”nomos” (hukum) atau
yang berarti ilmu yang mempelajari tentang hukum-hukum kerja.
Dengan demikian ergonomi adalah suatu sistem yang berorientasi
kepada disiplin ilmu, yang sekarang diterapkan pada hampir semua
aspek kehidupan atau kegiatan manusia (Tarwaka, 2010).
Ergonomi adalah ilmu yang menemukan dan mengumpulkan
informasi tentang tingkah laku, kemampuan, keterbatasan, dan
karakteristik manusia untuk perancangan mesin, peralatan, suatu
sistem kerja yang baik agar tujuan dapat dicapai dengan efektif, aman
dan nyaman (Sutalaksana, 2006).
Ergonomi merupakan pertemuan dari berbagai lapangan ilmu
seperti antropologi, biometrika, faal kerja, higiene perusahaan dan
kesehatan kerja, perencanaan kerja, riset terpakai, dan cybernetika.
Namun kekhususan utamanya adalah perencanaan dari cara bekerja
yang lebih baik meliputi tata kerja dan peralatannya. Dalam hal ini,
commit to user
pemakaian alat-alat dengan pengukuran, pencatatan dan pengujiannya.
Perbaikan kondisi-kondisi kerja buruk dan tanpa perencanaan biasanya
mahal, maka usaha sebaiknya dimulai dari perencanaan oleh semua
team ergonomi yang memungkinkan proses, mesin-mesin dan hasil
produksi yang memenuhi persyaratan. Program ergonomi meliputi
penentuan problematik, percobaan untuk pemecahan, penerapan hasil
percobaan dan pembuktian efektivitas namun dalam prakteknya sering
menggunakan pendekatan trail and error (Suma’mur, 2009).
Sasaran ergonomi adalah seluruh tenaga kerja, baik pada sektor
modern, maupun pada sektor tradisional dan informal. Pada sektor
modern, penerapan ergonomi dalam bentuk pengaturan sikap, tata
kerja dan perencanaan kerja yang tepat adalah syarat penting bagi
efesiensi dan produktivitas kerja yang tinggi (Santoso, 2004).
b. Aspek Ergonomi
Ada beberapa aspek dalam penerapan ergonomi yang perlu
diperhatikan, antara lain :
1) Faktor manusia
Penataan dalam sistem kerja menuntut faktor manusia
sebagai pelaku/pengguna menjadi titik sentralnya. Pada bidang
rancang bangun dikenal istilah Human Centered Design (HCD)
atau perancangan berpusat pada manusia. Perancangan dengan
prinsip HCD, berdasarkan pada karakter-karakter manusia yang
commit to user
unsur keterbatasan manusia haruslah menjadi patokan dalam
penataan suatu produk yang ergonomis.
Ada beberapa faktor pembatas yang tidak boleh dilampaui
agar dapat bekerja dengan aman, nyaman dan sehat, yaitu : faktor
dari dalam (internal factors) dan faktor dari luar (external factor).
Tergolong dalam faktor dari dalam (internal factors) ini adalah
yang berasal dari dalam diri manusia seperti : umur, jenis kelamin,
kekuatan otot, bentuk dan ukuran tubuh. Sedangkan faktor dari luar
(external factor) yang dapat mempengaruhi kerja atau berasal dari
luar manusia, seperti : penyakit, gizi, lingkungan kerja, sosial
ekonomi dan adat istiadat.
2) Faktor Anthropometri
Anthropometri yaitu pengukuran yang sistematis terhadap
tubuh manusia, terutama seluk beluk baik dimensional ukuran dan
bentuk tubuh manusia. Antropometri yang merupakan ukuran
tubuh digunakan untuk merancang atau menciptakan suatu sarana
kerja yang sesuai dengan ukuran tubuh penggunanya. Ukuran alat
kerja menentukan sikap, gerak dan posisi tenaga kerja, dengan
demikian penerapan antropometri mutlak diperlukan guna
menjamin adanya sistem kerja yang baik.
Ukuran alat-alat kerja erat kaitannya dengan tubuh
penggunanya. Jika alat-alat tersebut tidak sesuai, maka tenaga kerja
commit to user
yang dapat menimbulkan kelelahan kerja atau gejala penyakit otot
yang lain akibat melakukan pekerjaan dengan cara yang tidak
alamiah.
3) Faktor Sikap Tubuh dalam Bekerja
Hubungan tenaga kerja dalam sikap dan interaksinya
terhadap sarana kerja akan menentukan efisiensi, efektivitas dan
produktivitas kerja, selain SOP (Standard Operating Procedures)
yang terdapat pada setiap jenis pekerjaan.
Semua sikap tubuh yang tidak alamiah dalam bekerja,
misalnya sikap menjangkau barang yang melebihi jangkauan
tangannya harus dihindarkan. Penggunaan meja dan kursi kerja
ukuran baku oleh orang yang memiliki ukuran tubuh yang lebih
tinggi atau sikap duduk yang terlalu tinggi sedikit banyak akan
berpengaruh terhadap hasil kerjanya.
4) Faktor Pengorganisasian Kerja
Pengorganisasian kerja terutama menyangkut waktu kerja,
waktu istirahat, kerja lembur dan lainnya yang dapat menentukan
tingkat kesehatan dan efisiensi tenaga kerja. Diperlukan pola
pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat yang baik, terutama
untuk kerja fisik yang berat. Jam kerja selama 8 (delapan) jam/hari
diusahakan sedapat mungkin tidak terlampaui, apabila tidak dapat
dihindarkan, perlu diusahakan group kerja baru atau perbanyakkan
commit to user
dapat menurunkan efisiensi dan produktivitas kerja serta
meningkatnya angka kecelakaan kerja dan sakit (Tarwaka, 2010).
c. Prinsip Ergonomi
Ergonomi memiliki beberapa prinsip-prinsip yang digunakan
sebagai pegangan dalam pembuatan alat-alat kerja atau fasilitas kerja,
prinsip-prinsip ergonomi sebagai berikut :
1) Sikap tubuh dalam pekerjaan sangat dipengaruhi oleh bentuk,
susunan, ukuran dan penempatan alat-alat petunjuk, cara harus
melayani mesin.
2) Ukuran-ukuran antropometri terpenting sebagai dasar ukuran-ukuran
dan penempatan alat-alat industri :
Pekerjaan duduk ukurannya :
a) Tinggi duduk
b) Panjang lengan atas
c) Panjang lengan bawah dan tangan
d) Jarak lekuk lutut dan garis punggung
3) Tempat duduk yang baik memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a) Tinggi dataran duduk yang dapat diukur dengan papan kaki
yang sesuai dengan tinggi lutut sedangkan paha dalam keadaan
datar.
b) Papan tolak punggung yang tingginya data diukur dan menekan
pada punggung.
commit to user
4) Beban tambahan akibat lingkungan sebaiknya ditekan menjadi
sekecil-kecilnya (Suma’mur, 2009).
2. Anthropometri
a. Pengertian Anthropometri
Anthropometri adalah suatu studi tentang pengukuran yang
sistematis dari fisik tubuh manusia, terutama mengenai dimensi
bentuk dan ukuran tubuh yang dapat digunakan dalam klasifikasi dan
perbandingan antropologis (Tarwaka, 2010).
Penerapan anthropometri adalah merupakan penggunaan data
anthropometri di dalam desain dan pemanfaatannya di dalam suatu
varietas yang sangat luas, dari yang sangat sederhana seperti
membuat kursi kerja sampai kepada hal yang sangat kompleks
dengan melibatkan teknologi tinggi.
b. Anthropometri untuk perancangan kursi kerja
Kursi yang baik akan mampu memberikan postur dan
sirkulasi yang baik dan akan membantu menghindari
ketidaknyamanan. Pilihan kursi yang nyaman dapat diatur dan
memiliki penyangga punggung (Wasi, 2005). Tinggi bangku
dirumitkan oleh interaksi dengan tinggi tempat duduk. Desain kursi
sesuai dengan kriteria agar permukaan kerja tetap dibawah siku
seperti bagian sebelumnya (Nurmianto, 2003).
Untuk mendesain peralatan secara ergonomis yang
commit to user
yang ada pada lingkungan seharusnya disesuaikan dengan manusia
dan lingkungan tersebut. Apabila tidak ergonomis akan dapat
menimbulkan berbagai dampak negatif pada manusia tersebut.
Dampak negatif bagi manusia tersebut akan terjadi baik dalam waktu
jangka pendek maupun jangka panjang. Bekerja pada kondisi yang
tidak ergonomis dapat menimbulkan berbagai masalah antara lain:
nyeri, kelelahan, bahkan kecelakaan kerja (Santoso, 2004).
Antropometri merupakan ilmu yang berhubungan dengan
dimensi-dimensi tubuh manusia. Dimensi-dimensi disini dibagi
menjadi kelompok statistik dan ukuran presentil. Jika seratus orang
berdiri berjajar dari yang terkecil sampai yang terbesar dalam suatu
ukuran atau urutan, hal ini akan bisa diklasifikasikan dari satu
presentil sampai seratus presentil. Laki-laki 2,5 presentil berarti
bahwa desain tersebut berdasarkan seri dari dimensi yang berkisar
2,5% dari sistem yang digunakan dalam suatu populasi. Jadi 50
presentil berarti bahwa 50% dari populasi akan cocok juga pada
sistem yang berdasarkan pengukuran-pengukuran, ini tentu saja
termasuk 2,5 presentil sebelumnya (Manuaba, 1996).
Agar rancangan tersebut nantinya dapat sesuai dengan
dimensi tubuh manusia yang akan menggunakannya, maka
prinsip-prinsip yang harus diambil dalam aplikasi data antropometri tersebut
ditetapkan dahulu prinsip perancangan produk bagi individu dengan
commit to user
memenuhi dua sasaran produk, yaitu : dapat sesuai untuk ukuran
tubuh manusia yang mengikuti klasifikasi ekstrim dalam arti terlalu
besar atau kecil bila dibandingkan dengan ukuran rata-ratanya, dan
tetap dapat digunakan untuk memenuhi ukuran tubuh yang lain,
yaitu mayoritas dari populasi yang ada. Secara umum aplikasi data
antropometri untuk perancangan produk atau fasilitas kerja akan
menetapkan nilai persentil 95 untuk dimensi minimum dan persentil
5 untuk dimensi maksimum (Sanders, 1991).
Sebuah kursi yang secara antropometri benar, belum tentu
nyaman. Jika rancangan suatu tempat duduk tidak memperhatikan
sama sekali hal-hal yang berkenaan dengan dimensi-dimensi
manusia dan besar tubuhnya, tidaklah aneh bila rancangan tersebut
tidak nyaman (Panero,dkk, 1979).
Menurut Nurmianto (2003) berkaitan dengan aplikasi data
antropometri yang diperlukan dalam proses perancangan produk
ataupun fasilitas kerja, maka ada beberapa sarana/ rekomendasi yang
bisa diberikan sesuai langkah-langkah sebagai berikut:
1) Pertama kali terlebih dahulu harus ditetapkan anggota tubuh
mana yang nantinya akan difungsikan untuk mengoperasikan
rencana tersebut.
2) Tentukan dimensi tubuh yang penting dalam proses perancangan
commit to user
menggunakan data dimensi tubuh statis ataukah data dimensi
tubuh dinamis.
3) Selanjutnya tentukan populasi terbesar yang harus diantisipasi,
diakomodasikan dan menjadi target utama pemakai rancangan produk tersebut. Hal ini lazim dikenal sebagai “segmentasi
pasar” seperti produk mainan anak-anak, peralatan rumah
tangga untuk wanita dan lain-lain.
4) Tetapkan prinsip ukuran yang harus diikuti semisal apakah
rancangan tersebut untuk ukuran individual yang ekstrim,
rentang ukuran yang fleksibel (adjustabel) ataukah ukuran
rata-rata.
5) Pilih prosentase populasi yang harus diikuti 90th, 95th, 99th
ataukah nilai persentil yang lain yang dikehendaki.
6) Untuk setiap dimensi tubuh yang telah diidentifikasikan
selanjutnya pilih/tetapkan nilai ukurannya dari tabel data
antropometri yang sesuai. Aplikasikan data tersebut dan
tambahkan faktor kelonggaran (allowance) bila diperlukan
seperti halnya tambahan ukuan akibat tebalnya pakaian yang
harus dikenakan oleh operator, pemakaian sarung tangan dan
lain-lain.
c. Pertimbangan Antropometri
Sehubungan dengan sulitnya merumuskan kenyamanan
commit to user
maka pendekatan antropometri bagi rancangan tempat duduk
merupakan suatu tantangan. Sebuah rancangan harus didasarkan
pada data antropometri yang terpilih dengan tepat. Jika tidak, akan
muncul keraguan bahwa hasil rancangan tersebut dapat
menciptakan kenyamanan bagi pemakainya. Dimensi-dimensi
antropometri yang penting bagi suatu perancangan tempat duduk
ditunjukkan pada gambar.
commit to user
Penerapan data antropometri ini akan dapat dilakukan jika
tersedia nilai rata-rata dan standar deviasi dari suatu distribusi normal.
Adapun distribusi normal ditandai dengan nilai rata-rata dan standar
deviasi. Sedangkan presentil adalah suatu nilai yang menyatakan bahwa
persentase tertentu dari sekelompok orang yang dimensinya sama dengan
atau lebih rendah dari data tersebut. Misalnya, 95% populasi adalah sama
dengan atau lebih rendah dari 95 presentil, 5% dari populasi.
Standar Pengukuran Dimensi Anthropometri Statis Posisi Duduk :
a. Kepala adalah jarak vertikal dari alas duduk sampai ujung kepala.
Subjek diukur dengan posisi duduk tegak lurus. Contoh aplikasi :
Ruang bebas gerak yang diperlukan antara alas duduk sampai objek
yang dapat menghalangi yang berada di atas kepala. Faktor koreksi : 1
cm untuk pakaian tebal yang dapat mengganjal pantat, variabel lain
seperti topi adalah 2,5 cm dan helm adalah 3,5 cm.
b. Tinggi mata adalah jarak vertikal dari alas duduk sampai sudut mata
dalam. Subjek diukur dengan posisi duduk tegak lurus dan mata
menghadap lurus ke depan. Contoh aplikasi : Sama dengan untuk
tinggi mata berdiri. Faktor koreksi : 1 cm untuk pakaian tebal yang
dapat mengganjal pantat.
c. Tinggi Bahu adalah jarak vertikal dari alas duduk sampai titik tengah
bahu. Subjek diukur dengan posisi duduk tegak lurus. Contoh aplikasi:
commit to user
tulang bahu. Faktor koreksi : 1 cm untuk pakaian tebal yang dapat
mengganjal pantat.
d. Tinggi siku adalah jarak vertikal dari alas duduk sampai titik bawah
siku duduk. Subjek diukur dengan posisi duduk tegak lurus, kedua
lengan atas lurus ke bawah di samping badan dan siku ditekuk
membentuk sudut 90 derajat. Contoh aplikasi : menentukan ketinggian
sandaran tangan merupakan data referensi yang penting untuk
ketinggian letak keyboards, daskboards, tinggi permukaan landasan
kerja pada berbagai pekerjaan lainnya.
e. Tinggi pinggang adalah jarak vertikal dari alas duduk sampai ruas
pinggang (titik tengah lumbar). Subjek di ukur dengan posisi duduk
tegak lurus. Faktor koreksi : 1 cm untuk pakaian tebal yang dapat
mengganjal pantat.
f. Tinggi pinggul adalah jarak vertikal dari alas duduk sampai tulang
pinggang paling atas. Subjek diukur dengan posisi duduk tegak lurus.
Faktor koreksi : 1 cm untuk pakaian tebal yang dapat mengganjal
pantat.
g. Panjang Buttock-Lutut adalah jarak horizontal dari titik belakang
pantat sampai titik depan lutut. Subjek diukur dengan posisi duduk
tegak lurus, lekuk lutut membentuk sudut 90 derajat. Contoh aplikasi :
Ruang bebas gerak antara titik belakang pantat dengan benda yang
dapat menghalangi di depan lutut. Faktor koreksi : 2 cm untuk pakaian
commit to user
h. Panjang Buttock-Popliteal (panjang tungkai atas) adalah jarak
horizontal dari titik belakang pantat sampai lekuk lutut atau sudut
Popliteal. Subjek diukur dengan posisi duduk tegak lurus, lekuk lutut
membentuk sudut 90 derajat. Contoh aplikasi : Menentukan tentang
kedalaman duduk maksimal yang dapat diterima.
i. Tinggi telapak kaki-lutut adalah jarak vertikal dari lantai sampai titik
bagian atas lutut dengan posisi duduk tegak lurus, lekuk lutut
membentuk suduk 90 derajat. Contoh aplikasi : Ruang bebas gerak
yang diperlukan untuk akses atau masuk di bawah meja kerja. Faktor
koreksi : Pemakaian sepatu untuk laki-laki ±2,5 cm dan wanita ±4 cm.
j. Tinggi Telapak kaki-Popliteal (Panjang Tungkai Bawah) adalah jarak
vertikal dari lantai sampai lekuk lutut. Subjek diukur dengan posisi
duduk tegak lurus, lekuk lutut membentuk sudut 90 derajat. Contoh
aplikasi : Dimensi jangkauan untuk menentukan ketinggian duduk
maksimal yang masih dapat diterima. Faktor koreksi : Pemakaian
sepatu untuk laki-laki ± 2,5 cm dan wanita ± 4 cm.
k. Panjang Kaki adalah jarak pararel sepanjang kaki diukur dari tumit
bagian paling belakang sampai ujung jari kaki paling panjang. Contoh
aplikasi : Ruang bebas gerak untuk kaki, untuk mendesain pedal, alat
kontrol yang dioperasikan oleh kaki dan lain-lain. Faktor koreksi :
Pemakaian sepatu untuk laki-laki ± 3 cm dan wanita ± 4 cm.
l. Tebal paha adalah jarak vertikal dari alas duduk sampai bagian atas
commit to user
membentuk sudut 90 derajat. Contoh aplikasi : Ruang bebas gerak
yang diperlukan antara tempat duduk dengan ujung bawah meja atau
benda-benda yang dapat menghalangi lainnya (Tarwaka,2010).
3. Desain kursi
Esensi dasar dari evaluasi ergonomi dalam proses perancangan
desain adalah sedini mungkin mencoba memikirkan kepentingan manusia agar bisa terakomodasi dalam setiap kreativitas dan inovasi sebuah „man
made object’ (Sritomo, 2008). Fokus perhatian dari sebuah kajian
ergonomis akan mengarah ke upaya pencapaian sebuah perancanganan
desain suatu produk yang memenuhi persyaratan ‘fitting the task to the
man’ (Grandjean, 1988), sehingga setiap rancangan desain harus selalu
memikirkan kepentingan manusia, yakni perihal keselamatan, kesehatan,
keamanan maupun kenyamanan. Sama seperti yang diungkapkan Sritomo
(2008), desain sebelum dipasarkan sebaiknya terlebih dahulu dilakukan
kajian/evaluasi/pengujian yang menyangkut berbagai aspek teknis
fungsional, maupun kelayakan ekonomis seperti analisis nilai, reliabilitas,
evaluasi ergonomis, dan marketing.
Kursi salah satu komponen penting di tempat kerja. Kursi yang
baik akan mampu memberikan postur dan sirkulasi yang baik dan akan
membantu menghindari ketidaknyamanan. Pilihan kursi yang nyaman
dapat diatur dan memiliki penyangga punggung (Wasi, 2005). Tinggi
commit to user
kursi sesuai dengan kriteria agar permukaan kerja tetap di bawah siku
seperti bagian sebelumnya (Nurmianto, 2003).
Untuk mendesain peralatan secara ergonomis yang digunakan
dalam kehidupan sehari-hari atau mendesain peralatan yang ada pada
lingkungan seharusnya disesuaikan dengan manusia lingkungan tersebut.
Apabila tidak ergonomis akan dapat menimbulkan berbagai dampak
negatif pada manusia tersebut. Dampak negatif bagi manusia tersebut akan
terjadi baik dalam waktu jangka pendek maupun jangka panjang. Bekerja
pada kondisi yang tidak ergonomis dapat menimbulkan berbagai masalah
antara lain: nyeri, kelelahan, bahkan kecelakaan kerja (Santoso, 2004).
Perancangan tempat kerja untuk pekerjaan duduk lebih sulit,
karena dalam perancangan ini selain harus memperhitungkan tinggi
bangku (meja) kerja juga interaksinya dengan tinggi tempat duduk.
Misalnya jika kita merancang dengan kriteria agar permukaan tempat kerja
tetap di bawah siku, maka sering kali rancangan tersebut tidak nyaman
pada ruang untuk lutut. Untuk menjamin cukupnya ruang bagi lutut orang
dewasa, maka direkomendasikan mengambil presentil 95 dari
ukuran-ukuran telapak kaki sampai puncak lutut dan menambahkan dengan
kelonggaran-kelonggarannya (Pramono, 2003).
a. Kursi Ergonomis
Kursi hendaknya memakai sandaran punggung dan pinggang
(Grandjean, 1988). Sebuah kursi yang baik dapat mendukung pekerja
commit to user
tubuh yang sering terjadi (OSH, 1998). Menurut Suma’ mur (2009),
ukuran-ukuran kursi adalah :
1) Tinggi kursi 40 cm – 48 cm (sedikit lebih pendek dari tinggi
popliteal)
2) Kedalaman kursi 40 cm (lebih pendek dari jarak Popliteal– pantat)
3) Lebar kursi 40 cm – 44 cm (lebih lebar dari lebar pinggul)
Penerapan ergonomis dalam pembuatan kursi dimaksudkan
untuk mendapatkan sikap tubuh yang ergonomis dalam bekerja. Sikap
ergonomi ini diharapkan efesiensi kerja dan produktivitas meningkat.
Tempat duduk harus dibuat sedemikian rupa sehingga memberikan
relaksasi pada otot-otot yang sedang dipakai untuk bekerja dan tidak
menimbulkan penekanan pada begian tubuh yang dapat mengganggu
sirkulasi darah dan sensibilitas bagian-bagian tersebut. Dalam
mendesain kursi kerja yang ergonomis harus memenuhi
kriteria-kriteria atau aturan baku tentang tempat duduk dan meja kerja dengan
berpedoman pada ukuran-ukuran antropometri orang Indonesia. Sesuai
dengan norma-norma ergonomi yang telah disepakati pada lokakarya
penyusunan norma-norma ergonomi di tempat kerja tanggal 13-16 juli
1987 sebagai berikut :
1) Tinggi Tempat Duduk
Diukur dari lantai sampai pada permukaan atas bagian depan atas
commit to user
sedikit lebih pendek dari panjang tekuk lutut sampai ke telapak
kaki. Ukuran yang diusulkan adalah 34-38 cm.
2) Panjang alas duduk
Diukur dari pertemuan garis Proyeksi permukaan depan sandaran
tempat duduk permukaan atas alas duduk sampai garis punggung.
Ukuran yang diusulkan adalah 36 cm.
3) Lebar tempat duduk
Diukur pada garis tengah alas duduk melintang, harus lebih besar
dari lebar pinggul. Ukuran yang diusulkan adalah 44 - 48 cm.
4) Sandaran pinggang
Kriteria: Bagian atas sandaran pinggang tidak melebihi tepi bawah
ujung tulang belikat dan bagian bawahnya setinggi garis pinggul.
5) Sandaran tangan
Kriteria : Jarak antara tepi kedua sandaran lebih lebar dari lebar
pinggul dan tidak melebihi bahu. Tinggi sandaran tangan adalah
setinggi siku. Panjang sandaran tangan adalah sepanjang lengan
atas. Ukuran yang diperkenankan :
a) Jarak antara tepi dalam kedua sandaran tangan adalah 46 - 48
cm
b) Tinggi sandaran tangan adalah 20 cm dari alas duduk
c) Panjang sandaran tangan adalah 21 cm
d) Sudut alas duduk Kriteria : Alas duduk harus sedemikian rupa
commit to user
melaksanakan pemilihan-pemilihan gerakan dan posisi. Ukuran
yang diusulkan adalah horisontal untuk pekerjaan-pekerjaan
yang tidak memerlukan sedikit membungkuk kedepan alas
duduk miring ke belakang 3 - 5 derajat (Sarwono, 2002).
b. Kursi Non Ergonomis
Selain kursi ergonomi dapat pula kursi yang tidak ergonomis
(kursi yang tidak sesuai dengan anthropometri tenaga kerja), adapun
kriteria-kriterianya adalah sebagai berikut :
1) Kedalaman landasan tempat duduk terlalu besar sehingga bagian
depan terlalu ke depan sehingga pekerja akan memajukan posisi
duduknya dan menyebabkan bagian punggung tidak dapat
bersandar.
2) Kursi yang terlalu dan tidak dilengkapi dengan sandaran pinggang
tidak dapat dimanfaatkan oleh karena mereka harus duduk maju ke
depan agar dapat melakukan pekerjaannya. Ruang antara alas
duduk dan tepi bawah meja terlalu sempit sehingga menyebabkan
paha pekerja tertekan.
3) Sandaran pinggang yang terlalu tinggi dapat menyebabkan gerakan
bahu dan tangan terbatas dan posisi kerja yang tidak nyaman.
(Panero, dkk. 2003).
Penggunaan kursi tidak ergonomi dapat menyebabkan
timbulnya keluhan nyeri pada pinggang. Di Amerika akibat nyeri
commit to user
mengurangi timbulnya keluhan nyeri pinggang maka diberikan kursi
yang ergonomi (kursi dengan desain yang sesuai dengan antropometri
pekerja) (Samara, 2003).
4. Keluhan Muskuloskeletal
Upper extremity
Lower extremity
Gambar 3 Sistem Skeletal Sumber : Adjeng, 2008.
Keluhan pada sistem muskuloskeletal adalah keluhan pada
bagian-bagian otot rangka yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan
sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis
secara berulang dan dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan
keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon. Keluhan
commit to user
musculoskeletal disorders (MSDs) atau cedera pada sistem
musculoskeletal (Grandjean, 1993; Lemasters, 1996 dalam Tarwaka 2010).
Secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokkan menjadi
dua, yaitu :
a. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada
saat otot menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut
akan segera hilang apabila pembebanan dihentikan.
b. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat
menetap. Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa
sakit pada otot masih terus berlanjut (Tarwaka, 2010).
Otot-otot skeletal merupakan otot-otot sadar dimana kita dapat
mengendalikan/memerintahkannya untuk melakukan sesuatu.
Bersama-sama otot skeletal dan tulang memberikan kekuatan dan tenaga pada
tubuh. Pada banyak kasus, otot skeletal ini melekat pada salah satu ujung
tulang. Otot-otot ini menekan seluruh bagian sendi dan lantas melekat lagi
pada ujung tulang yang lain. Otot-otot skeletal melekat pada tulang dengan
bantuan tendon. Tendon adalah semacam cord yang terbuat dari material
kuat dan bekerja sebagai penghubung khusus antara tulang dan otot.
Tendon ini juga melekat dengan bagus sehingga saat kita menggerakkan
salah satu otot kita, tendon dan tulang akan bergerak bersama pula. Otot
skeletal ini muncul dalam banyak bentuk dan ukuran yang berbeda yang
membuat mereka mampu melakukan banyak pekerjaan. Otot-otot ini yang
commit to user
punggung dekat pinggang kita yang memungkinkan kita berdiri tegak.
Otot-otot ini juga memberikan tenaga pada saat kita mendorong atau
menarik sesuatu. Otot-otot di dekat leher dan bagian atas punggung kita
tidak begitu besar namun mampu melakukan sesuatu yang sangat
mengagumkan: menahan beban saat kepala kita berputar, bergerak ke kiri
kanan dan ke atas serta ke bawah. Bahkan otot-otot inilah yang mampu
menahan posisi kepala agar tetap berada di atas (Adjeng, 2008).
Studi tentang Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada
berbagai jenis industri telah banyak dilakukan dan hasil studi
menunjukkan bahwa bagian otot yang sering dikeluhkan adalah otot
rangka (skeletal) yang meliputi otot leher, bahu, lengan, tangan, jari,
punggung, pinggang dan otot-otot bagian bawah. Diantara keluhan otot
skeletal tersebut adalah Low Back Pain (LBP) yang banyak dialami oleh
pekerja adalah otot bagian pinggang (Tarwaka, 2004).
Faktor Penyebab Keluhan pada Sistem Muskulosekeletal :
a. Kesalahan dan lamanya waktu duduk
Sakit pinggang terjadi karena kesalahan dan lamanya waktu
duduk. Saat bekerja tubuh dituntut untuk berada dalam posisi yang
sama untuk waktu yang lama terutama pekerja dalam bidang
manufaktur. Jika kondisi tidak nyaman terjadi, maka tubuh akan
commit to user
b. Pengaruh kursi kerja
Kursi yang ergonomic adalah kursi yang dapat diatur agar
sesuai dengan kondisi badan baik tinggi maupun sandaranya. Hal ini
akan membuat bagian belakang tubuh seseorang merasakan rileks
sebab terdapat sandaran untuk menopang bagian punggungnya. Jika
kursi terlalu tinggi kita dapat menggunakan bantalan atau pijakan
untuk kaki agar kaki kita tidak menggantung. Kita juga dapat
menggunakan kursi yang empuk dengan meletakkan busa pada letak
dudukan. Ini akan menyebabkan pinggang kita merasakan nyaman.
Terakhir jika kita menggunakan kursi yang memiliki sandaran tangan
kita harus memperhatikan bentuk sandaran itu agar posisi tangan tidak
ketinggian. Dalam bekerja faktor tempat duduk sangat penting karena
dengan tempat duduk yang nyaman kita akan dapat bekerja dengan
baik dan sehat. (Suma’mur, 2009).
Peter Vi (2000) menjelaskan bahwa, terdapat beberapa faktor yang
dapat menyebabkan terjadinya keluhan sistem muskuloskeletal antara lain
sebagai berikut :
a. Peregangan otot yang berlebihan
Peregangan otot yang berlebihan pada umumnya sering
dikeluhkan oleh pekerja di mana aktivitas kerjanya menuntut
pengerahan tenaga yang besar seperti aktivitas mengangkat,
mendorong, menarik dan menahan beban yang berat. Peregangan otot
commit to user
melampaui kekuatan optimum otot. Apabila hal serupa sering
dilakukan, maka dapat mempertinggi risiko terjadinya keluhan otot,
bahkan dapat menyebabkan terjadinya cedera otot skeletal.
b. Aktivitas Berulang
Aktivitas Berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara
terus menerus seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu besar,
angkat-angkut dan sebagainya. Keluhan otot terjadi karena otot
menerima tekanan akibat beban kerja secara terus menerus tanpa
memperoleh kesempatan untuk relaksasi.
c. Sikap Kerja Tidak alamiah
Sikap Kerja Tidak alamiah adalah sikap kerja yang
menyebabkan posisi bagian-bagian tubuh bergerak menjauhi posisi
alamiah, misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu
membungkuk, kepala terangkat, dan sebagainya. Semakin jauh posisi
bagian tubuh dari pusat grafitasi tubuh, maka semakin tinggi pula
risiko terjadinya keluhan sistem muskuloskeletal Sikap kerja tidak
alamiah ini pada umumnya karena karakteristik tuntutan tugas, alat
kerja dan stasiun kerja tidak sesuai dengan kemampuan dan
keterbatasan pekerja (Grandjean, 1993; Anis & McConville, 1996;
commit to user
Adapun faktor penyebab sekunder antara lain :
a. Tekanan
Terjadinya tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak. Sebagai
contoh, pada saat tangan harus memegang alat, maka jaringan otot
tangan yang lunak akan menerima tekanan langsung dari pegangan
alat, dan apabila hal ini sering terjadi dapat menyebabkan rasa nyeri
otot menetap (Tarwaka, 2010).
b. Getaran
Getaran dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi
otot bertambah. Kontraksi statis ini menyebabkan peredaran darah
tidak lancar, penimbunan asam laktat meningkat dan akhirnya timbul
rasa nyeri otot (Suma’mur, 1982) dalam Tarwaka 2010.
c. Mikroklimat
Paparan suhu dingin maupun panas yang berlebihan dapat
menurunkan kelincahan, kepekaan dan kekuatan pekerja sehingga
gerakan pekerja menjadi lamban, sulit bergerak dan kekuatan otot
menurun (Astrand & Rodhl,1977;Pulat, 1992;Wilson & Corlett, 1992)
dalam (Tarwaka,2010). Demikian juga dengan paparan udara yang
panas. Beda suhu lingkungan dengan suhu tubuh yang terlampau besar
menyebabkan sebagian energi yang ada dalam tubuh akan
termanfaatkan oleh tubuh untuk beradaptasi dengan lingkungan
tersebut. Apabila hal ini tidak diimbangi dengan pasokan energi yang
commit to user
akibatnya, peredaran darah kurang lancar, suplai oksigen ke otot
menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan terjadi
penimbunan asam laktat yang dapat menimbulkan rasa nyeri otot (Suma’mur, 1982;Grandjean,1993) dalam Tarwaka 2010
Beberapa faktor internal penyebab keluhan otot-otot skeletal, yaitu :
a. Umur
Chaffin (1979) dan Guo, dkk. (1995) menyatakan bahwa pada
umumnya keluhan otot skeletal mulai pertama dirasakan pada umur 35
tahun dan tingkat keluhan akan terus meningkat sejalan dengan
bertambahnya umur. Hal ini terjadi karena pada umur setengah baya,
kekuatan dan ketahanan otot mulai menurun sehingga risiko terjadinya
keluhan otot meningkat (Tarwaka, 2004). Sebagai contoh, Betti’e, dkk
1989 dalam Tarwaka 2010 telah melakukan studi tentang kekuatan
statik otot untuk pria dan wanita dengan usia antara 20 sampai dengan
diatas 60 tahun. Penelitian difokuskan untuk otot lengan, punggung
dan kaki. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekuatan otot
maksimal terjadi pada saat umur antara 20 - 29 tahun, selanjutnya terus
terjadi penurunan sejalan dengan bertambahnya umur.
b. Jenis kelamin
Beberapa hasil penelitian secara signifikan menunjukkan
bahwa jenis kelamin sangat mempengaruhi tingkat risiko keluhan otot.
Hal ini terjadi karena secara fisiologis, kemampuan otot wanita
commit to user
bahwa kekuatan otot wanita hanya sekitar dua pertiga dari kekuatan
otot pria, sehingga daya tahan otot priapun lebih tinggi dibandingkan dengan wanita. Hasil penelitian Betti’e, dkk (1989) menunjukkan
bahwa rerata kekuatan otot wanita kurang lebih hanya 60% dari
kekuatan otot pria, khususnya untuk otot lengan, punggung dan kaki.
Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian Chiang, dkk. (1993), Bernard,
dkk. (1994), Heles, dkk. (1994) dan johanson (1994) yang menyatakan
bahwa perbandingan keluhan otot antara pria dan wanita adalah 1:3.
Dari uraian tersebut, maka jenis kelamin perlu dipertimbangkan dalam
mendesain beban tugas (Tarwaka, 2004).
c. Kesegaran Jasmani
Pada umumnya, keluhan otot lebih jarang ditemukan pada
seseorang yang dalam aktivitas kesehariannya mempunyai cukup
waktu untuk istirahat. Sebaliknya, bagi yang dalam kesehariannya
melakukan pekerjaan yang memerlukan pergerahan tenaga yang besar,
di sisi lain tidak mempunyai waktu yang cukup untuk istirahat, hampir
dapat dipastikan akan terjadi keluhan otot. Tingkat keluhan otot juga
sangat dipengaruhi oleh tingkat kesegaran tubuh. Laporan NIOSH
yang dikutip dari hasil penelitian Cady, dkk. (1979) menyatakan
bahwa untuk tingkat kesegaran tubuh yang rendah, maka risiko
terjadinya keluhan adalah 7,1%, tingkat kesegaran tubuh sedang adalah
commit to user
terhadap para penerbang menunjukkan bahwa kelompok penerbang
dengan tingkat kesegaran tubuh yang tinggi mempunyai risiko yang
sangat kecil terhadap risiko cedera otot.
Dari uraian di atas dapat digarisbawahi bahwa, tingkat
kesegaran tubuh yang rendah akan mempertinggi risiko terjadinya
keluhan otot. Keluhan otot akan meningkat sejalan bertambahnya
aktivitas fisik (Tarwaka, 2004).
d. Kondisi Kesehatan
Pengertian sehat menurut UU Pokok Kesehatan No. 9 tahun
1960, Bab I Pasal 2 adalah keadaan yang meliputi kesehatan badan
(jasmani), rohani (mental), dan sosial, serta bukan hanya keadaan
bebas dari penyakit, cacat, dan kelemahan. Pengertian sehat tersebut
sejalan dengan pengertian sehat menurut Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) tahun 1975 sebagai berikut : sehat adalah suatu kondisi yang
terbebas dari segala jenis penyakit, baik fisik, mental, dan sosial.
Faktor eksternal penyebab keluhan otot-otot skeletal, yaitu :
a. Lama kerja/waktu kerja
Waktu kerja bagi seseorang menentukan efesiensi dan
produktivitasnya. Lamanya seorang bekerja sehari baik pada
umumnya 6 – 8 jam. Dalam Seminggu orang hanya bisa bekerja
dengan baik selama 40 - 50 jam. Lebih dari itu kecenderungan
timbulnya hal-hal yang negatif. Makin panjang waktu kerja, makin
commit to user
kepada berbagai faktor. Penelitian-penelitian menunjukan bahwa
pengurangan jam kerja dari delapan jam lebih seperempat ke delapan
jam disertai meningkatnya efesiensi kerja dengan kenaikan
produktivitas 3 sampai 10%. Kecenderungan ini lebih terlihat pada
pekerjaan yang dilakukan dengan tangan (Suma,mur, 1991).
b. Tekanan melalui fisik (beban kerja)
Beban kerja pada suatu waktu tertentu mengakibatkan
berkurangnya kinerja otot, gejala yang ditunjukkan juga berupa pada
makin rendahnya gerakan. Keadaaan ini tidak hanya disebabkan oleh
suatu sebab tunggal seperti terlalu kerasnya beban kerja, namun juga
oleh tekanan–tekanan yang terakumulasi setiap harinya pada suatu
masa yang panjang. Keadaan seperti ini yang berlarut–larut
mengakibatkan memburuknya kesehatan, yang disebut juga kelelahan
klinis atau kronis. Perasaan lelah pada keadaan ini kerap muncul
ketika bangun di pagi hari, justru sebelum saatnya bekerja, misalnya
berupa perasaan kebencian yang bersumber dari perasaan emosi
(Sugeng, dkk, 2002). Sejumlah orang kerapkali menunjukkan gejala
seperti berikut :
1) Meningkatnya ketidakstabilan jiwa
2) Depresi
3) Kelesuan umum seperti tidak bergairah kerja
commit to user
5. Hubungan Perbaikan Kursi Kerja terhadap Keluhan
Muskuloskeletal
Pekerjaan menjahit adalah suatu pekerjaan yang dilakukan
dengan duduk, sedangkan duduk tidak lepas dari peralatan kerja (kursi
kerja). Antara manusia dengan peralatan kerja harus diatur
kesesuaiannya dengan ilmu ergonomi (Sutalaksana, 2000). Aspek
dalam penerapan ergonomi antara lain : faktor manusia, anthropometri,
sikap tubuh dalam bekerja, faktor pengorganisasian kerja. Ergonomi
juga memiliki beberapa prinsip-prinsip yang digunakan sebagai
pegangan dalam pembuatan alat-alat kerja (kursi kerja) yang termasuk
didalamnya adalah anthropometri untuk perancangan kursi kerja.
Penggunaan kursi tidak ergonomi dapat menyebabkan
timbulnya keluhan nyeri pada pinggang. Di Amerika akibat nyeri
pinggang ini sebuah perusahaan merugi hingga jutaan dollar, untuk
mengurangi timbulnya keluhan nyeri pinggang maka diberikan kursi
yang ergonomi (kursi dengan desain yang sesuai dengan antropometri
pekerja) (Samara, 2003).
Kursi yang baik akan mampu memberikan postur dan sirkulasi
yang baik dan akan membantu menghindari ketidaknyamanan. Pilihan
kursi yang nyaman dapat diatur dan memiliki penyangga punggung
(Wasi, 2005). Penerapan ergonomis dalam pembuatan kursi
dimaksudkan untuk mendapatkan sikap tubuh yang ergonomis dalam
commit to user
produktivitas meningkat. Tempat duduk harus dibuat sedemikian rupa
sehingga memberikan relaksasi pada otot-otot yang sedang dipakai
untuk bekerja dan tidak menimbulkan penekanan pada bagian tubuh
yang dapat mengganggu sirkulasi darah dan sensibilitas bagian-bagian
tersebut.
Dalam perancangan kursi kerja agar rancangan tersebut
nantinya dapat sesuai dengan dimensi tubuh manusia yang akan
menggunakannya, maka prinsip-prinsip yang harus diambil dalam
aplikasi data antropometri tersebut ditetapkan dahulu prinsip
perancangan produk bagi individu dengan ukuran tubuh ekstrim.
Secara umum aplikasi data antropometri untuk perancangan produk
atau fasilitas kerja akan menetapkan nilai persentil 95 untuk dimensi
minimum dan persentil 5 untuk dimensi maksimum (Sanders, 1991).
Dimensi tubuh yang diukur antara lain : tinggi duduk, tinggi bahu
duduk, lebar bahu, lebar pinggul, panjang tungkai atas, panjang
tungkai bawah.
Selain kursi kerja ada faktor penyebab keluhan muskuloskeletal
yang lain meliputi faktor internal dan eksternal. Faktor internal antara
lain : Umur, jenis kelamin, kesegaran jasmani. Sedangkan faktor
eksternal meliputi lama/waktu kerja, beban kerja, dan fakor lingkungan
commit to user
B. Kerangka Pemikiran
Gambar 4. Bagan Kerangka Pemikiran Faktor internal : Kerja dengan posisi tidak alamiah
atau posisi duduk terlalu dipaksakan
Penimbunan asam laktat
Tidak ada kesesuaian antara kursi kerja dengan anthropometri tenaga kerja
Jenis Pekerjaan Menjahit
Pekerjaan dengan posisi duduk
Penekanan pada bagian tubuh tertentu
Sirkulasi darah terganggu
commit to user
C. Hipotesis
Ada Pengaruh Perbaikan Kursi Kerja terhadap Keluhan
Muskuloskeletal pada Pekerjaan Menjahit di Desa Sawahan Kecamatan
commit to user
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah Quasi Eksperimen yang artinya penelitian
tidak mungkin untuk dapat mengendalikan semua variabel luar, sehingga
perubahan yang terjadi bukan sepenuhnya akibat dari perlakukan. Pendekatan
yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik one
group pre test and post test design, yaitu suatu penelitian yang dilakukan
untuk menilai satu kelompok saja secara utuh (Taufiqurohman, 2004).
Rancangan penelitian ini adalah one group pre test and post tes
design. Pada penelitian ini, peneliti melakukan treatment yaitu melakukan
perbaikan pada kursi kerja sesuai dengan anthropometri pekerja kemudian
dinilai pengaruhnya pada pengujian kedua.
O X O
1 2
O1 : Sebelum diberi perbaikan, sebagai kontrol (pre test dan post test)
O2 : Setelah diberi perbaikan (pre test dan post test)
X : Diberi perlakuan berupa perbaikan kursi kerja sesuai dengan
commit to user
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di home industri penjahitan di desa Sawahan
kecamatan Juwiring, Klaten pada bulan Maret-Mei 2011. Jadwal ada dalam
lampiran 1.
C. Populasi dan Subjek Penelitian
Sebagai populasi dalam penelitian ini adalah penjahit yang tinggal di
Desa Sawahan Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten yang pekerjaannya
menjahit pakaian dengan jumlah populasi laki-laki sebanyak 31 orang.
Subjek adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi tersebut dengan penetapan ciri-ciri populasi yang menjadi
sasaran dan akan diwakili oleh subjek di dalam penyelidikan/berdasarkan
kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut :
1. Kriteria Inklusi :
a. Jenis kelamin : laki-laki
b. Umur : 35 - 55 tahun
c. Lama kerja 8 jam per hari (7 jam kerja dan 1 jam istirahat)
d. Jenis pekerjaan menjahit
2. Kriteria Eksklusi
a. Tidak bersedia menjadi subjek penelitian
b. Jenis kelamin perempuan
c. Sedang sakit
commit to user
D. Teknik Sampling
Teknik sampling yang digunakan adalah random sampling dengan
restriksi. Menurut Murti (2006), restriksi yaitu metode untuk membatasi
subjek penelitian menurut kriteria tertentu pada populasi target (populasi
sasaran), maka diperoleh populasi sumber (populasi yang merupakan
himpunan subjek dari populasi sasaran yang digunakan sebagai sumber
pencuplikan subjek penelitian). Selanjutnya dilakukan random sampling
sehingga diperoleh sampel penelitian. Dalam penelitian ini jumlah populasi
sebanyak 31 orang pekerja laki-laki. Dengan random sampling didapatkan
subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 15 orang.
E. Identifikasi Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas
Variabel bebas adalah variabel yang berpengaruh atau
menyebabkan berubahnya nilai dari variabel terikat, dan merupakan
variabel pengaruh yang paling diutamakan dalam penelitian. Dalam
penelitian ini adalah perbaikan kursi kerja.
2. Variabel Terikat
Variabel terikat adalah variabel yang diduga nilainya akan berubah
karena adanya pengaruh dari variabel bebas. Dalam penelitian ini adalah
commit to user
3. Variabel Pengganggu
Variabel penggangu adalah variabel yang secara teoritis
berpengaruh terhadap variabel terikat, namun tidak diingini pengaruhnya.
Dalam penelitian ini ada 2 variabel pengganggu.
a. Variabel pengganggu terkendali : jenis kelamin, umur, lama kerja,
jenis pekerjaan.
b. Variabel pengganggu tidak terkendali : getaran, mikroklimat,
kesegaran jasmani, kondisi kesehatan, beban kerja.
Berdasarkan Identifikasi variabel penelitian maka dapat digambarkan seperti bagan dibawah ini :
Gambar 5. Struktur Hubungan Antara Variabel
commit to user
F. Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Perbaikan Kursi Kerja
Perbaikan kursi kerja artinya melakukan perbaikan pada kursi kerja
yang semula tidak ergonomis menjadi egonomis sesuai dengan
kriteria-kriteria atau aturan baku tentang tempat duduk dengan berpedoman pada
ukuran-ukuran antropometri.
Untuk melakukan usaha perbaikan kursi kerja, membutuhkan data dari :
a. Kursi kerja
Kursi kerja adalah tempat duduk tenaga kerja dalam
menjalankan pekerjaan menjahit. Dalam penelitian ini ada 2 jenis kursi
kerja yaitu :
1) Kursi tidak Ergonomis
Kursi tidak ergonomis adalah kursi dengan bahan dari
plastik seperti pada gambar 6.
Gambar 6. Contoh kursi kerja yang tidak ergonomis Sumber : Data Primer 2011
Alat ukur : Meteran gulung