• Tidak ada hasil yang ditemukan

Istilah pajak ialah iuran yang dipaksakan, meskipun memiliki pengertian dan penjelasan yang berbeda-beda dari sudut pandang masalah, tujuan dan kegunaan pajak itu sendiri adalah sama.

Definisi pajak menurut Prof. DR. Rochmat Soemitro, SH, (Resmi, 2013), pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Unsur-unsur pokok (Mardiasmo, 2011) dari definisi diatas, yaitu : (1) iuran dari rakyat kepada negara, (2) pajak dipungut berdasarkan Undang-Undang serta aturan pelaksanaannya, (3) tidak ada jasa timbal balik atau kontraprestasi dari negara, dan (4) digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

Definisi pajak menurut S. I. Djajadiningrat (Resmi, 2013), pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung untuk memelihara kesejahteraan secara umum.

2.1.2 Wajib Pajak Orang Pribadi

WP (Wajib Pajak) yang secara umum diartikan sebagai orang atau badan yang dikenakan kewajiban pajak.

Menurut Pasal 1 UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (www.dpr.go.id),Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, yang meliputi pembayar, pemungut, atau pemotong pajak dan mempunyai hak serta kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang telah berlaku (Resmi, 2013). Wajib pajak dibagi menjadi 2 (Adiasa, 2013), antara lain :

1. Wajib Pajak Orang Pribadi, adalah setiap orang pribadi yang memiliki penghasilan di atas pendapatan tidak kena pajak. Terdapat kriteria yang harus dipenuhi, yaitu setiap orang pribadi diwajibkan untuk mendaftarkan diri dan memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP), kecuali ditentukan dalam undang-undang.

2. Wajib Pajak Badan, adalah setiap perusahaan yang dibangun atau berdiri di Indonesia dan telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) serta memiliki hak dan kewajibannya yang diatur dalam undang-undang perpajakan yang berlaku di Indonesia. Pengertian badan sendiri adalah sekumpulan orang atau modal yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer. Perseroan lainnya, badan usaha milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau

organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya.

2.1.3 Self Assessment System

Self Assessment System merupakansistem pemungutan pajak yang memberi

wewenang wajib pajak dalam menentukan sendiri jumlah pajak terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku (Resmi, 2013).

Menurut Mardiasmo (2011) terdapat ciri-ciri mengenai sistem pemungutan pajak, yaitu :

1. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri.

2. Wajib Pajak aktif, mulai menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang.

3. Fiskus atau aparat pajak tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

Dengan demikian, berhasil atau tidaknya pelaksanaan sistem pemungutan pajak yang diterapkan tergantung pada Wajib Pajak sendiri karena peran utama ada pada Wajib Pajak.

2.1.4 Teori Atribusi

Teori ini menjelaskan mengenai individu-individu yang mengamati perilaku seseorang sehingga timbul rasa ketertarikan, maka mereka akan mencoba menentukan apakah perilaku tersebut muncul karena pengaruh internal atau eksternal (Ikhsan Lubis, 2010). Perilaku yang muncul karena pengaruh internal, biasanya bersumber dari pengendalian diri indivisu itu sendiri. Sedangkan pengaruh yang

berasal dari eksternal disebabkan oleh pihak luar yang membuat individu secara terpaksa berperilaku sesuai dengan keadaan dan situasi dilingkungan tersebut.

Berdasarkan teori atribusi, sanksi pajak dan pelayanan aparat pajak atau fiskusmerupakan penyebab eksternal yang mempengaruhi wajib pajak dalam membuat penilaian mengenai perilaku kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban pajaknya (Robbins dan Judge, 2008). Hal ini dapat dikatakan menjadi dasar adanya dugaan bahwa sanksi pajak dan pelayanan aparat pajak atau fiskus berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.

2.1.5 Teori Pembelajaran Sosial

Teori ini menjelaskan bahwa seseorang dapat belajar lewat pengamatan dan pengalaman langsung (Robbins dan Judge, 2008). Terdapat empat proses proses dalam pembelajaran sosial yaitu: (1) proses perhatian (attentional), (2) proses penahanan (retention), (3) proses reproduksi motorik dan (4) proses penguatan

(reinforcement).

Proses perhatian adalah proses dimana seseorang hanya akan mempelajari suatu objek yang membuatnya tertarik ataupun mengenal orang atau model tersebut. Proses penahanan adalah proses dimana suatu model atau tindakan model sudah tidak lagi tersedia, maka hal yang harus dilakukan dengan mengingat model atau tindakan model tersebut. Proses reproduksi motorik adalah proses mengubah pengamatan menjadi perbuatan. Dan yang terakhir proses penguatan adalah proses dimana individu-individu disediakan rangsangan positif atau ganjaran supaya berperilaku sesuai dengan model.

Berdasarkan teori pembelajaran sosial, dapat menjelaskan perilaku wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya membayar pajak. Seseorang akan patuh untuk

membayar pajak tepat pada waktunya apabila orang tersebut secara langsung mengamati bahwa uang pajak yang dibayarnya telah terkontribusi dalam pembangunan yang ada disekitarnya. Oleh sebab itu, sanksi pajak dan pelayanan aparat pajak diduga akan berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak. 2.1.6 Teori Prospek (Prospect Theory)

Teori ini berawal dari penelitian yang dilakukan oleh Kahneman dan Tversky (1979) mengenai perilaku manusia yang dianggap aneh dan kontradiktif dalam mengambil suatu keputusan. Dalam penelitian tersebut mengungkapkan bahwa seseorang akan mencari informasi terlebih dahulu kemudian akan dibuat beberapa “decision frame” atau konsep keputusan. Setelah konsep keputusan dibuat maka seseorang akan mengambil keputusan dengan memilih salah satu konsep yang mnenghasilkan expected utilityyang terbesar. Teori prospek menunjukkan bahwa orang yang memiliki irasional untuk lebih tinggi enggan mempertaruhkan keuntungan (gain) daripada kerugian (loss).

Penelitian yang dilakukan Ardyanto dan Utaminingsih (2014) menggunakan teori prospek untuk meneliti pengaruh preferensi risiko terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi. Hasil penelitian tersebut mengungkapkan bahwa perilaku wajib pajak dalam menghadapi risiko tidak dapat diartikan bahwa wajib pajak tersebut tidak akan memenuhi kewajiban pajaknya.

Hubungan antara penelitian ini dengan teori prospek dimana teori ini menjelaskan mengenai preferensi risiko dapat mempengaruhi kepatuhan wajib pajak. Apabila seorang wajib pajak memiliki risiko yang tinggi maka wajib pajak tersebut belum tentu tidak akan membayar kewajiban pajaknya. Karena apabila wajib pajak memiliki sifat risk seeking artinya walaupun wajib pajak memiliki risiko tinggi maka

tidak akan mempengaruhi wajib pajak untuk tetap membayar pajak, sedangkan wajib pajak yang memiliki sifat risk aversion apabila wajib pajak memiliki risiko yang rendah atau terlalu rendah maka wajib pajak justru akan menghindari kewajiban pajaknya (Aryobimo dan Cahyonowati, 2012).

2.1.7 Kepatuhan Wajib Pajak

Menurut Kamus Umum Bahasa kepatuhan memiliki arti tunduk atau patuh pada aturan atau ajaran. Kepatuhan wajib pajak dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan saat wajib pajak berusaha memahami dan melaksanakan kewajibannya sesuai aturan yang ditetapkan dan berdasarkan peraturan undang-undang yang berlaku. Oleh karena banyaknya definisi yang ada, peneliti menyimpulkan bahwa kepatuhan wajib pajak merupakan keadaan dimana wajib pajak dapat memenuhi kewajibannya dan memiliki haknya dalam membayar pajak. Terdapat dua macam kepatuhan wajib pajak (Asbar dkk, 2014), yaitu:

a. Kepatuhan Formal adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan. b. Kepatuhan Material adalah suatu keadaan dimana wajib pajak secara substantif

atau hakikatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yaitu sesuai dengan undang-undang perpajakan.

2.1.8 Sanksi Pajak

Menurut Mardiasmo (2011) sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti atau dipatuhi atau dengan kata lain, sanksi perpajakan merupakan alat pencegah (preventif) agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan. Ancaman

terhadap para pelanggar norma perpajakan dapat dikenakan sanksi administrasi atau pidana bahkan pula dapat terkena kedua sanksi tersebut.

Sanksi administrasi merupakan pembayaran kerugian kepada negara, khususnya yang berupa bunga dan kenaikan. Sanksi administrasi sehubungan dengan surat ketetapan pajak dan surat tagihan pajak berdasarkan UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan terdapat tiga macam sanksi yang dapat dikenakan bagi wajib pajak. Sanksi administrasi tersebut berkaitan dengan denda, bunga dan kenaikan (Resmi, 2013).

Sanksi pidana merupakan suatu alat terakhir atau benteng hukum yang digunakan aparat pajak agar norma perpajakan dipatuhi. Sanksi pidana juga merupakan siksaan dan penderitaan yang dapat dirasakan wajib pajak. Sanksi ini dapat dikenakan jika masih banyak wajib pajak yang menunggak atau mangkir dalam melaksanakan kewajibannya membayar pajak. Menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan terdapat tiga macam sanksi pidana yang dikenakan, yaitu: denda pidana, kurungan, dan penjara (Mardiasmo, 2011).

2.1.9 Pelayanan Aparat Pajak

Menurut Masruroh dan Zulaikha (2013) pelayanan berkualitas adalah pelayanan yang dapat memberikan kepuasan kepada wajib pajak dan tetap dalam batas memenuhi standar pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan serta harus dilakukan secara terus-menerus atau berkala. Apabila aparat pajak memberikan pelayanan tidak memenuhi atau melebihi harapan wajib pajak, maka dapat dikatakan bahwa pelayanan tersebut tidak berkualitas.

Penelitian yang dilakukan oleh Ardyanto dan Utaminigsih (2014) menunjukkan bahwa terdapat indikator dalam menentukan kualitas pelayanan

dengan menggunakan tiga faktor, yaitu kualitas interaksi, kualitas lingkungan fisik, dan hasil kualitas pelayanan. Yang dimaksud dengan kualitas interaksi adalah bagaimana cara aparat pajak dalam mengkomunikasikan pelayanan pajak kepada wajib pajak sehingga wajib pajak merasa puas terhadap pelayanan yang diberikan.

Kualitas lingkungan fisik adalah bagaimana peranan kualitas dilingkungan kantor pajak sendiri dalam melayani wajib pajak, agar tetap merasa nyaman dan dipahami. Kemudian untuk hasil kualitas pelayanan adalah apabila pelayanan dari aparat pajak baik dan dapat memberikan kepuasan terhadap wajib pajak maka dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

2.1.10 Preferensi Risiko

Menurut Torgler (2003) keputusan seorang wajib pajak dapat dipengaruhi oleh perilakunya terhadap risiko yang dihadapi. Preferensi risiko seseorang merupakan salah satu komponen dari beberapa teori yang berhubungan dengan pengambilan keputusan termasuk teori kepatuhan pajak seperti teori rasionalitas dan teori prospek. Namun dasar teori yang digunakan untuk mengetahui preferensi risiko dalam mempengaruhi kepatuhan wajib pajak pajak adalah teori prospek.

Dasar teoritis untuk memoderasi preferensi risiko dalam hubungan antara kepatuhan wajib pajak dengan sanksi pajak dan pelayanan aparat pajak terdapat dalam teori prospek. Teori ini menerangkan bahwa ketika wajib pajak mempunyai tingkat risiko yang tinggi maka dapat mempengaruhi kepatuhan wajib pajak.Penelitian yang dilakukan Aryobimo dan Cahyonowati (2012) menggunakan teori prospek untuk meneliti pengaruh preferensi risiko terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa preferensi risiko berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi.

Dokumen terkait