• Tidak ada hasil yang ditemukan

Landasan Teori 1.Produksi Baja

TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Landasan Teori 1.Produksi Baja

Untuk mendapatkan baja dilakukan serangkaian proses. Pertama-tama bijih besi yang merupakan hasil tambang dilebur dalam dapur tinggi (blast furnace) untuk mendapatkan besi mentah (pig iron). Besi mentah hasil dapur tinggi masih mengandung unsur-unsur C, Si, Mn, P dan S dengan jumlah cukup besar. Kandungan unsur-unsur tersebut perlu dikurangi agar diperoleh baja sesuai dengan keinginan. Proses pembuatan baja dapat diartikan sebagai proses yang bertujuan untuk mengurangi kadar C, Si, Mn, P dan S dari besi mentah lewat proses oksidasi peleburan. Proses oksidasi peleburan dapat dilakukan dalam bermacam –macam dapur / tungku seperti :

a. Konverter (converter): 1). Proses Bessemer 2). Proses Thomas

3). Proses Oksigen Berlebih

b. Dapur Tungku Terbuka (open heart furnace atau siemen martin): 1). Basic Open-Heart

2). Acid Open-Heart

c. Dapur Listrik (electric furnace): 1). Electric Are-Furnace 2). Induction Furnace 2.2.2. Sifat Baja

Baja yang banyak digunakan tentunya baja yang mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:

a. Malleability /dapat ditempa

Logam ini mudah dibentuk dengan suatu gaya, baik dalam suatu keadaan dingin maupun panas tidak terjadi keretakan, misalnya dengan hammer ataupun dengan rol.

b. Ductility /dapat ditarik / ulet

Logam dapat dibentuk dengan tarikan tanpa menunjukkan gejala putus. c. Toughness /ketangguhan

Kemampuan suatu logam untuk dibengkokkan beberapa kali tidak mengalami keretakan.

d. Hardness /kekerasan

Ketahanan suatu logam terhadap penetrasi logam lain. e. Strength /kekuatan

Kemampuan suatu logam untuk menahan gaya yang bekerja atau kemampuan logam menahan deformasi.

f. Weldability /mampu las

Kemampuan logam untuk dapat dilas, baik dengan las listrik maupun las karbit atau gas.

g. Corrosion resistance /tahan korosi

Kemampuan suatu logam untuk menahan korosi atau karat akibat kelembaban udara, zat-at kimia dan lain-lain.

h. Machinability /mampu mesin

Kemampuan suatu logam untuk dikerjakan dengan mesin, misalnya dengan mesin bubut, mesin skrap, mesin frais dan lain-lain.

i. Elastisity

Kemampuan suatu logam untuk kembali kebentuk semula. j. Brittleness /kerapuhan

Sifat logam yang mudah retak dan pecah, sifat ini berhubungan dengan kekerasan atau hardness dan merupakan kebalikan dari ductility.

2.2.3. Pengaruh Unsur-unsur Paduan pada Baja Unsur-unsur paduan pada baja, antara lain: a. Sulfur ( S )

Semua baja mengandung unsur S. Kadar unsur ini harus dibuat sekecil mungkin karena unsur S dapat menurunkan kualitas baja. Kadar S dalam jumlah yang banyak menjadikan baja rapuh pada suhu tinggi (panas).

b. Phosfor ( P )

Semua baja juga mengandung unsur P. Unsur ini pada baja dibuat sekecil mungkin karena unsur P menjadikan baja rapuh pada suhu rendah (dingin).

c. Mangan ( Mn )

Unsur Mn selalu terdapat pada baja karena diperlukan dalam proses pembuatan baja. Kadar Mn lebih kecil dari 0,6 % tidak dianggap sebagai unsur paduan karena tidak mempengaruhi sifat baja secara menyolok.

Unsur Mn dalam proses pembuatan baja berfungsi sebagai deoxider ( pengikat O2 ) sehingga proses peleburan dapat berlangsung baik. Kadar

Mn rendah dapat juga menurunkan kecepatan pendinginan kritis. d. Nikel ( Ni )

Unsur ini memberikan pengaruh yang sama dengan Mn pada baja yaitu menurunkan suhu kritis dan kecepatan pendinginan kritis. Kadar Ni cukup banyak menjadikan baja austenit pada suhu kamar. Ni membuat struktur butiran baja halus dan menaikkan kualitas baja.

e. Silikon ( Si )

Unsur Si selalu terdapat dalam baja. Unsur ini menurunkan laju perkembangan gas, sehingga mengurangi sifat berpori baja. Si akan

menaikkan tegangan tarik, menurunkan kecepatan pendinginan kritis. Unsur Si harus selalu ada dalam baja walaupun jumlah kecil untuk memberi sifat mampu las dan mampu tempa baja.

f. Cromium ( Cr )

Cr dapat memindahkan titik eutektik kekiri. Cr dan C akan membentuk carbide yang akan menaikkan kekerasan baja. Cr akan meningkatkan kemampuan potong dan daya tahan alat perkakas, tetapi menurunkan keuletan. Cr akan menurunkan kecepatan pendinginan kritis. Dan menaikkan suhu kritis baja.

g. Cobalt ( Co )

Biasanya unsur Co digunakan bersama-sama unsur paduan lainnya. Unsur Co dapat menaikkan daya tahan aus danmenghalangi pertumbuhan butir. h. Tungsten ( W )

Unsur W dapat membentuk carbide dalam baja sehingga dapat menaikkan kekerasan, kemampuan potong dan daya tahan aus baja. Juga dapat meningkatkan ketahanannya terhadap panas atau temperatur tinggi pada kecepatan tinggi.

i. Molibdenum ( Mo )

Unsur Mo juga dapat membentuk carbide dalam baja sehingga dapat menaikkan kekerasan, kemampuan potong dan daya tahan aus baja. Unsur

ini juga memiliki pengaruh pada baja yang juga sama dengan Tungsten dapat meningkatkan ketahanan baja pada suhu tinggi.

j. Vanadium ( V )

Unsur ini memberikan pengaruh yang sama pada baja seperti unsur W dan Mo. Ketiga unsur ini yaitu: W, Mo dan V sering digunakan pada unsur paduan pahat baja HSS ( High Speed Steel)

2.2.4. Jenis-jenis Baja

Secara umum baja dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu : 2.2.4.1. Baja Karbon (Carbon Steel)

Merupakan jenis baja yang paling awal dikenal oleh orang. Baja ini mempunyai komponen utama Fe dan C yang dapat dibedakan menjadi:

a. Baja karbon rendah dengan kandungan karbon (0,05-0,30)% b. Baja karbon sedang dengan kandungan karbon (0,3-0,5)%

c. Baja karbon tinggi dengan kandungan karbon lebih besar dari 0,5% 2.2.4.2. Baja Paduan (Alloy Steel)

Baja paduan adalah baja yang mengandung unsur-unsur paduan dengan elemen paduan yang ditambahkan pada Fe dan C. Unsur-unsur paduan tersebut dapat berupa: Mn (Mangan), Ni (Nikel), Cr (Kromium), Mo (Molibdenum), Si (Silikon), dan lain-lain. Baja paduan dapat diklasifikasikan menjadi :

a. Baja Paduan Rendah (Low Alloy Steel)

Baja yang unsur tambahannya selain karbon lebih kecil dari 8%. Misalnya: Baja paduan dengan kandungan karbon sebesar 1,35% dan unsur-unsur tambahan yaitu 0,35%Si; 0,5%Mn; 0,03%P; 0,03%S; 0,75%Cr dan 4,5%W.(Maka elemen unsur paduan bila dijumlahkan sebesar 6,06%<8%)

b. Baja Paduan Tinggi (High Alloy Steel)

Baja yang unsur tambahannya selain karbon lebih besar atau sama dengan 8%. Misalnya baja HSS dengan elemen paduannya lebih besar dari 8%(4,5% Cr; 6,2%Mo; 6,7%W; dan 3,3%V).

2.2.5. Pahat Bubut Baja HSS

Pahat bubut baja kecepatan tinggi mengandung paduan tinggi, mempunyai kemampuan dikeraskan sangat baik, dan tetap mempertahankan tepi pemotongan yang baik sampai suhu sekitar 650οC. Kemampuan sebuah pahat untuk mencegah pelunakan pada suhu tinggi dikenal sebagai kekerasan merah dan merupakan mutu yang diinginkan. Baja pahat pertama yang mempertahankan tepi pemotongan sampai hampir panas merah dikembangkan oleh Fred W.Taylor dan M. White pada tahun 1900. Didapatkannya dengan menambahkan wolfram 18% dan chrom 5,5% kepada baja sebagai elemen pemadu utama. Praktek saat ini dalam produksi baja kecepatan tinggi tetap menggunakan dua elemen ini dalam presentase yang hampir sama. Elemen

paduan lain yang umum adalah vanadium, molibdin dan kobalt. Meskipun terdapat berbagai komposisi baja kecepatan tinggi, tetapi dapat dikelompokkan dalam tiga kelas berikut :

a. Baja kecepatan tinggi 18-4-1

Baja ini mengandung wolfram 18%, chrom 4%, dan vanadium 1%, dan dianggap sebagai salah satu dari baja pahat serba guna yang paling baik.

b. Baja kecepatan tinggi Molibdenum

Beberapa baja kecepatan tinggi menggunakan molibdenum sebagai elemen pemadu utama, karena satu bagian akan menggantikan dua bagian wolfram. Baja molibdenum seperti 6-6-4-2 mengandung wolfram 6%, molibdenum 6%, khrom 4% dan vanadium 2% mempunyai ketahanan dan kemampuan memotong sangat baik.

c. Baja kecepatan sangat tinggi

Beberapa baja kecepatan tinggi mempunyai cobalt yang ditambahkan kedalamnya sejumlah berkisar dari 2 sampai 15%, karena elemen ini meningkatkan efisiensi pemotongan, khususnya pada suhu tinggi. Satu analisa dari baja ini mengandung wolfram 20%, chrom 4%, vanadium 2% dan cobalt 12%. Karena bahan ini mahal, hanya dipakai terutama untuk operasi pemotongan berat yang menimpakan tekanan tinggi dan

suhu tinggi pada pahat. (Dikutip dari Buku Teknologi Mekanik Jilid I, hal 84)

2.2.6. Plasma

Plasma didefinisikan sebagai gas yang terionisasi dengan muatan positif dan negatif dalam keadaan seimbang. Ada beberapa cara untuk membuat kondisi gas agar berada dalam keadaan plasma, yaitu dengan teknik :

a. Lucutan pijar (glow discharge) b. Osilator radio frekuensi (RF) c. Pemanasan laser

d. Pemanasan tiba-tiba e. Pemanasan langsung f. Mengalirkan arus listrik

Plasma lucutan pijar DC terbentuk karena adanya beda tegangan antara anoda dan katoda, sehingga menimbulkan arus. Arus tersebut akan mengionisasi gas dalam tabung reaktor, sehingga menghasilkan ion-ion bermuatan positif dan negatif. Dalam lucutan pijar, kecepatan elektron sedemikian besar dan interaksi yang terjadi begitu cepat. Akibatnya pasangan elektron dan ion bebas mampu membangkitkan pembawa muatan seketika secara bergantian dan terus-menerus dengan seimbang. Kondisi dengan muatan positif dan negatif yang berada dalam keadaan seimbang ini dinamakan plasma.

2.2.7. Plasma Sputtering

Plasma sputtering adalah proses dimana pada permukaan bahan padat (target) ditumbuki partikel berenergi, sehingga atom-atom bahan (target) terpercik keluar terdeposisi pada permukaan substrat (media yang dilapisi) untuk mendapatkan suatu bahan lapisan tipis. Proses sputtering diawali dengan adanya tumbukan pertama antara ion-ion penumbuk dengan atom-atom permukaan target. Perpindahan atom-atom-atom-atom permukaan target akhirnya lebih isotropik akibat tumbukan secara terus-menerus dan atom-atom permukaan target dapat terlepas dari ikatan atomnya.

Diantara teknik pelapisan sputtering yang paling sederhana adalah teknik DC sputtering yang terdiri dari sepasang elektroda plat sejajar yaitu anoda dan katoda.

Target adalah material yang akan dideposisikan dan dihubungkan dengan terminal negatif dari sumber tegangan tinggi DC, disebut sebagai katoda.

Substrat diletakkan pada anoda yang posisinya berhadapan dengan katoda (target). Ruang sputtering diisi oleh gas sputtering, sebagai media pembentuk plasma. Gas yang digunakan diantaranya adalah neon (Ne), argon (Ar), kripton (Kr) dan xenon (Xe). Gas argon lebih mudah mengalami ionisasi dan memiliki massa lebih besar dibandingkan yang lain.

Proses sputtering mulai terjadi ketika dihasilkan lucutan listrik dan gas argon secara listrik menjadi konduktif, karena mengalami ionisasi. Lucutan

listrik yang bertekanan rendah dikenal sebagai lucutan pijar (glow discharge). Gas yang terionisasi akan menghasilkan ion-ion bermuatan positif dan ion-ion bermuatan negatif yang mempunyai jumlah muatan seimbang yang disebut dengan plasma.

Terbentuknya plasma dalam lucutan pijar disebabkan karena adanya beda tegangan antara anoda dan katoda yang menyebabkan timbulnya medan listrik. Gas argon yang terionisasi akan dipercepat oleh medan listrik dan bertumbukan dengan atom-atom gas argon lainnya yang belum terionisasi, sehingga menghasilkan ion-ion bermuatan positif, ion-ion bermuatan negatif (elektron) dan molekul-molekul gas tereksitasi. Elektron-elektron memperoleh energi dari medan listrik dan bertumbukan dengan atom-atom gas argon.

Tumbukan elektron-elektron dengan atom-atom gas argon menyebabkan ionisasi kembali terjadi pada atom-atom gas argon yang menghasilkan ion-ion bermuatan positif, elektron-elektron dan molekul-molekul gas tereksitasi. Tumbukan yang terjadi diantara partikel-partikel ini berlangsung secara terus-menerus dan pada kondisi tertentu ion-ion bermuatan positif dan ion-ion bermuatan negatif memiliki jumlah muatan yang seimbang (Konuma,M., 1992).

Saat menumbuk permukaan target, maka energi yang ditransfer ke atom-atom target adalah sebesar:

Et = Ei M M M M s i s i 2 ) ( . 4 + ... (1) dengan;

Et = energi yang dipindahkan (Joule) Mi = massa ion gas sputter (gram) Ms = massa atom target (gram)

Ei = energi partikel penumbuk (Joule)

Bila Mi < Ms, maka ion gas sputter akan dipantulkan kembali dari permukaan target. Bila Mi = Ms, maka Ei = Et , ini berarti energi ion gas sputter seluruhnya diberikan ke atom-atom target. Jika Mi > Ms maka keduanya akan meninggalkan tempat tumbukan dan menuju kearah bagian dalam permukaan target.

Jumlah atom yang terlepas dari permukaan target per ion gas sputter (penumbuk) dinyatakan dengan persamaan:

S = Ei M M E M M k s i s i 2 ) ( cos ) ( . + θ λ ... (2)

Dimana k adalah konstanta yang nilainya tergantung pada jenis target,

λ(E) adalah jalan bebas rata-rata tumbukan elastis yang merupakan fungsi dari jumlah atom kisi dan jari-jari tumbukan model bola tegar, θ adalah sudut dating ion gas sputter.

Jumlah partikel/atom yang terpercik persatuan luasan katoda (target) dapat dituliskan oleh persamaan:

Wo = A N e A t S J . . . . + ... (3) dengan;

J+ = rapat arus berkas ion (orde mA/cm2) e = muatan elektron (1,6 x 10-19 coulomb) S = sputter yield (atom/ion)

t = waktu deposisi

A = berat atom target (amu)

NA = bilangan Avogadro (6,021 x 10 23atom/mol)

Sedangkan jumlah atom yang menempel pada permukaan material substrat persatuan luas adalah:

W= d P W k o . 1 ... (4) dengan;

k1 = rc/ra, rc dan ra masing-masing adalah jari-jari atom katoda dan anoda , untuk system planar k1 =1 P = tekanan (torr)

d = jarak antar elektrode (cm)

Wo = jumlah atom yang tersputter per satuan luas katoda (atom/cm2)

Untuk laju deposisi (kecepatan pertumbuhan) lapisan tipis pada substrat adalah:

R= t W

... (5)

Dimana t adalah lamanya proses deposisi.

2.2.8. Proses Pembentukan Lapisan Tipis TiN pada bahan pahat baja HSS

Proses deposisi dengan teknik sputtering ini menggunakan gas argon. Proses tumbukan partikel-partikel gas argon dengan permukaan atom target (titanium) dalam lucutan pijar menggunakan tegangan tinggi DC yang timbul akibat beda tegangan antara katoda dan anoda. Adanya beda tegangan ini menyebabkan ion-ion bergerak bebas menuju katoda. Ion-ion-ion positif yang terjadi akibat ion-ionisasi akan dipercepat oleh medan listrik menuju katoda dan menumbuk dengan energi yang sangat tinggi dengan diikuti tumbukan berikutnya secara terus-menerus. Proses tumbukan ini merupakan peristiwa penting yang mengawali proses pembentukan lapisan tipis dalam permukaan bahan ( Wasa dan Hayakawa, 1992).

Dalam proses deposisi, bahan target ditembak dengan partikel-partikel berat yang bergerak cepat dalam suatu sistem vakum, sehingga atom-atomnya terlepas dan terpercik ke berbagai arah yang sebagian akan menuju ke substrat (baja HSS). Atom yang terlepas dengan energi yang tinggi tersebut selanjutnya menumbuk permukaan substrat dan menekan atom-atom permukaan menuju tempat interstisi pada kisi kristal. Atom-atom yang terlepas tersebut akan bergerak masuk kedalam substrat untuk menempati posisi interstisi /mengisi kekosongan pada batas butir.

Dalam proses pembentukan lapisan tipis terdapat parameter yang mempengaruhi, antara lain :

a. Suhu substrat

Atom-atom suatu bahan tidak bergerak pada suhu 0ΟK. Pada kondisi seperti ini atom-atom menduduki keadaan dengan energi terendah dan setiap atom menempati kedudukan kisi dalam susunan geometri yang teratur. Setiap kedudukan kisi identik dan tidak terdapat getaran termal dalam atom. Bila suhu dinaikkan, maka energinya akan meningkat, sehingga akan menyebabkan atom-atom bergetar dan menimbulkan jarak antar atom yang lebih besar.

Jarak antar atom yang lebih besar akan memungkinkan atom-atom yang memiliki energi tinggi atau berada diatas energi ikatannya, sehingga atom-atom akan bergerak mendobrak ikatannya dan melompat keposisi yang baru dan akan mengakibatkan jumlah kekosongan meningkat dengan cepat secara eksponensial. Cuplikan yang bersuhu tinggi akan memungkinkan atom-atom asing menyusup lebih dalam diantara celah-celah atom atau menempati kekosongan yang ada. Hal ini akan menyebabkan atom-atom asing terikat dan semakin kuat menempel pada bahan, sehingga lapisan yang terbentuk akan memiliki karakterisasi yang baik (Van Vlack, 1991).

b. Waktu deposisi

Lama waktu pendeposisian akan berpengaruh terhadap ketebalan lapisan tipis yang dihasilkan. Semakin lama waktu pendeposisian, maka

semakin banyak atom-atom bahan target yang terdeposit menempati posisi interstisi/ kekosongan pada batas butir dalam substrat sehingga kerapatan bahan disekitar permukaan akan meningkat dan dapat menghasilkan lapisan tipis yang maksimum.

Kondisi ini juga dipengaruhi oleh daerah interstisi/ kekosongan yang disediakan oleh substrat akibat naiknya temperatur. Setelah terbentuknya lapisan tipis, akan terjadi saling difusi antar atom-atom yang mengendalikan struktur dari lapisan tipis, sehingga permukaan lapisan tipis menjadi lebih halus dan proses rekristalisasi berkembang kemudian akan terbentuk polikristal-polikristal dengan orientasi yang acak (Konuma, 1992)

c. Aliran gas

Pada teknik sputtering gas yang dialirkan kedalam tabung ada dua macam gas, antara lain: Gas yang menumbuk permukaan target yang disebut sebagai gas sputter dan gas yang melapisi permukaan substrat yang disebut sebagai gas reaktif. Gas sputter biasanya digunakan gas mulia seperti : Kripton (Kr), Xenon (Xe) dan Argon (Ar). Gas reaktif biasanya digunakan gas oksigen dan nitrogen. Pengaruh aliran gas terhadap hasil sputter ialah semakin banyak gas sputter yang masuk kedalam tabung reaktor maka semakin besar atom-atom target yang terlempar dan terdeposisi ke substrat sedangkan semakin besar laju aliran

gas reaktif maka semakin kecil jumlah atom-atom yang terdeposisi ke substrat.

2.2.9. Titanium Nitride

Titanium disini berfungsi sebagai target yang akan digunakan untuk deposisi lapisan tipis. Titanium mula-mula dihasilkan dari bijih yang menghasilkan titanium dan gas Cl2 yang dipanaskan pada suhu tinggi sehingga menghasilkan TiCl4. TiCl4 tersebut kemudian direduksi oleh Mg dan menghasilkan titanium spons, kemudian dicairkan ditanur busur listrik didalam vakum dengan lingkungan gas mulia untuk membuat titanium ingot. Selanjutnya ingot ditempa pada temperatur (800-1000)οC dan diroll pada suhu (700-800)οC, kemudian dibuat menjadi suatu bahan yang akan dikerjakan selanjutnya.

Titanium mempunyai titik cair tinggi yaitu 1668οC, dengan titik transformasi pada suhu 882οC dari α Ti (hcp)↔

β

Ti (Bcc), ada pada temperatur rendah. Berat jenis titanium sebesar 4,54 gr/ cm3 dan mempunyai ketahanan korosi yang sangat baik, hampir serupa dengan ketahanan korosi baja tahan karat. Titanium sendiri merupakan suatu logam yang aktif, tetapi titanium membentuk pelindung halus pada permukaannya yang mencegah berlanjutnya korosi kedalam. Jika dipanaskan diudara, akan terjadi lapisan kulit TiO, TiO2 dan Ti2O, sedang hidrogen yang terbentuk dari uap air diudara akan diserap oleh titanium. Selanjutnya O2 dan N2 juga diserap oleh titanium sehingga menyebabkan titanium keras. Oleh karena itu jika Titanium murni sebagai target berikatan dengan gas

reaktif nitrogen akan membentuk ikatan TiN (Titanium Nitride) yang memiliki sifat-sifat istimewa antara lain : memiliki kekerasan yang cukup tinggi, tahan korosi, tahan terhadap temperatur tinggi, tahan aus, akan nampak berwarna keemasan dan memiliki daya ikat yang baik antara pelapis dan bahan yang akan dilapisi. Dengan demikian sesuai dengan sifat-sifat tersebut, maka ikatan titanium nitride sangat baik untuk membuat lapisan tipis diatas permukaan pahat baja HSS. 2.2.10.Uji kekerasan

Untuk mengukur kekerasan pada lapisan tipis hasil deposisi dengan sputtering maka pengujian dilakukan dengan alat uji Knoop. Pengujian kekerasan Knoop adalah pengujian dengan penumbuk Knoop, dimana indentor (penumbuk) berbentuk piramida yang terbuat dari intan yang dapat menghasilkan lekukan/ bekas injakan pada benda uji dengan bekas injakan berbentuk belah ketupat dengan perbandingan diagonal panjang dan pendek adalah 7:1. Angka kekerasan Knoop (KHN) adalah : 2 23 , 14 d f KHN = ... (6) dengan ;

f = besarnya beban penekanan, beban yang digunakan 10gf d = diameter bekas injakan, dalam mikrometer (

μ

)

Bentuk penumbuk Knoop yang khusus, memberikan kemungkinan membuat lekukan yang lebih rapat dibandingkan lekukan vickers. Sehingga sangat

menguntungkan digunakan untuk mengukur kekerasan lapisan tipis hasil sputtering.

2.2.11.SEM (Scanning Electron Microscopy) dan EDS (Energy Dispersive Spectroscopy)

Apabila berkas elektron mengenai spesimen padat, maka akan terjadi beberapa interaksi yang dapat memberikan keterangan struktur bahan tersebut. Sebagian berkas elektron yang jatuh dihamburkan kembali dan sebagian lagi menembus spesimen. Bila spesimen cukup tipis, sebagian besar elektron ditransmisikan dan beberapa elektron dihamburkan secara elastis tanpa kehilangan energi, sementara sebagian lagi dihamburkan secara tidak elastis. Interaksi dengan atom dalam spesimen menghasilkan pelepasan elektron energi rendah, foton sinar X dan elektron auger, yang semuanya dapat digunakan untuk mengkarakterisasi bahan ( Smallman, 1999)

Untuk dapat memperoleh bentuk morfologi lapisan tipis pada bahan dapat menggunakan SEM (Scanning Electron Microscopy), yaitu mikroskop yang bekerjanya menggunakan berkas elektron untuk mendeteksi sasaran yang pada hakekatnya merupakan pemeriksaan dan analisis permukaan. Gambar permukaan yang diperoleh merupakan gambar topografi dengan gejala tonjolan dan lekuk permukaan. Prinsip kerja dari perangkat SEM adalah menggunakan sinar yang dihasilkan oleh elektron sekunder dan atom elektron terpantul akibat interaksi elektron yang berasal dari filamen dengan elektron pada objek atau target.

Dengan cara berkas elektron yang dihasilkan oleh filamen diarahkan dari satu titik ke titik yang lain pada objek. Gerakan berkas elektron dari satu titik ketitik yang lain pada daerah objek seperti gerakan membaca, yang sering disebut scanning. Gerakan scanning ditimbulkan oleh scanning coil sedangkan pantulan dideteksi oleh fotomultiplier. (Sayono, 2000). Data-data sinyal tersebut yang berasal dari suatu titik sampel ke titik yang lain diperkuat oleh video amplifier dan selanjutnya setelah disinkronkan oleh scanning sirkuit digambarkan pada layar CRT / Cathode Ray Tube. (Mardjono,1996)

Untuk mengetahui kandungan berbagai unsur kimia dalam lapisan tipis dapat diamati dengan menangkap dan mengolah sinyal fluoresensi sinar X yang dikeluarkan oleh suatu volume kecil dipermukaan lapisan tersebut. Teknik yang dipakai dapat berupa EDS (Energy Dispersive Spectroscopy) atau WDS (Wavelength Dispersive Spectroscopy). Data yang diperoleh berupa spektrum yang menunjukkan hubungan antara energi dan intensitas. Spektrum ini dihasilkan dari penembakan berkas elektron pada target. Berkas elektron tersebut akan menyebabkan eksitasi ke keadaan ground state. Energi yang dilepaskan antara lain berupa sinar X. Setiap atom memiliki tingkat energi tertentu untuk masing-masing orbit elektronnya, sehingga energi sinar-X yang dilepaskan juga mempunyai nilai tertentu (karakteristik). Energi karakteristik sinar X inilah yang menunjukkan komposisi kimia yang terkandung didalam lapisan tipis. Prinsip kerja analisis unsur dengan menggunakan EDS (Energi Dispersive Spectroscopy)

adalah mendeteksi pendaran sinar X yang dipancarkan oleh unsur atom bahan sasaran. Pendaran sinar X timbul sebagai akibat interaksi berkas elektron energi tinggi dengan elektron-elektron dari atom sasaran, sehingga elektron tersebut tereksitasi yaitu terlemparnya elektron dari orbit awal ke orbit yang energinya lebih rendah sambil memancarkan energi yang diserap dalam bentuk sinar X. Dari energi sinar X yang dipancarkan dapat diketahui jenis atom/ unsur yang terkandung dalam bahan sasaran (Walla and Whilley, 1973)

BAB III

Dokumen terkait