• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJ AUAN PUSTAKA

2.2. Landasan Teori

Jensen dan Meckling (1976) dikutip Rudyawan dan Badera (2009) menggambarkan hubungan agensi sebagai suatu kontak dibawah satu atau lebih prinsipal yang melibatkan agen untuk melaksanakan beberapa layanan bagi mereka dengan melakukan pendelegasian wewenang pengambilan keputusan kepada agen. Baik prinsipal maupun agen diasumsikan orang ekonomi rasional dan semata-mata termotivasi oleh

kepentingan pribadi. Shareholder atau prinsipal mendelegasikan pembuatan keputusan mengenai perusahaan kepada manajer atau agen. Bagaimanapun juga, manajer tidak selalu bertindak sesuai keinginan

shareholders.

Dibutuhkan pihak ketiga yang independen sebagai mediator pada hubungan antara prinsipal dan agen. Pihak ketiga ini berfungsi untuk memonitor perilaku manajemen (agen) apakah sudah bertindak sesuai dengan keinginan prinsipal. Auditor adalah pihak yang dianggap mampu menjembatani kepentingan pihak prinsipal (shareholder) dengan pihak agen (manajer) dalam mengelola keuangan perusahaan (Setiawan, 2006 dikutip oleh Rudyawan dan Badera, 2009). Auditor melakukan fungsi monitoring pekerjaan manajer melalui sebuah sarana yaitu laporan tahunan. Tugas auditor adalah memberikan opini atas laporan keuangan tersebut, mengenai kewajarannya. Selain itu, auditor saat ini juga harus mempertimbangkan kelangsungan hidup perusahaan.

2.2.2. Laporan Keuangan

Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari suatu proses pencatatan, merupakan suatu ringkasan dari transaksi - transaksi keuangan yang terjadi selama tahun buku bersangkutan (Baridwan, 2000 : 17). Laporan keuangan dibuat oleh manajemen sebagai bentuk laporan pertanggung jawaban untuk mengelola perusahaan.

Tujuan laporan keuangan adalah untuk memberikan informasi menyangkut posisi keuangan, kinerja serta informasi keuangan lain yang dimiliki oleh perusahaan. Informasi yang ada dalam laporan keuangan menjadi dasar dalam pengambilan keputusan bisnis oleh pihak manajemen, pemegang saham, investor maupun kreditor dan pihak berkepentingan lainnya.

Menurut Darsono dan Ashari (2005 : 18 - 25), laporan keuangan terdiri dari 5 komponen berikut :

1. Laporan posisi keuangan (neraca), menginformasikan aset lancar dan aset tidak lancar serta liabilitas baik jangka pendek maupun jangka panjang yang dimiliki perusahaan pada periode tersebut.

2. Laporan laba rugi, menyajikan informasi mengenai pendapatan, beban serta laba rugi perusahaan selama periode tertentu.

3. Laporan perubahan ekuitas, menjelaskan perubahan modal yang terjadi selama periode tertentu.

4. Laporan arus kas, memberikan informasi mengenai sumber dan pengeluaran kas perusahaan melalui aktivitasnya (operasi, investasi, dan pendanaan) selama periode tertentu.

5. Catatan atas laporan keuangan merupakan rincian berupa penjelasan umum berkaitan dengan laporan keuangan serta kebijaksanaan akuntansi yang diterapkan perusahaan dan pengungkapan penting lainnya.

Laporan keuangan harus disajikan secara wajar dengan menerapkan PSAK secara benar dan disertai pengungkapan dalam catatan atas laporan keuangan (PSAK, 2009).

2.2.3. Laporan Audit

Laporan audit merupakan hasil akhir dari suatu penugasaan dalam penilaian kewajaran laporan keuangan perusahaan yang dibuat oleh auditor. Laporan audit bentuk baku terdiri atas :

1. Judul laporan, standar auditing menyatakan bahwa judul laporan harus mengandung kata independen dimaksudkan agar pemakai laporan mengetahui bahwa audit dilaksanakan oleh pihak independen.

2. Alamat laporan audit, mencantumkan kepada siapa laporan audit ditujukan. Umumnya mengalamatkan kepada dewan direksi dan pemegang saham.

3. Paragraf pendahuluan, menjelaskan bahwa auditor telah melaksanakan audit dan menyatakan tanggung jawabnya sebatas pada opini audit. 4. Paragraf ruang lingkup, pernyataan faktual tentang proses audit yang

dilakukan auditor berdasarkan standar auditing yang berlaku umum. 5. Paragraf pendapat, berisi opini auditor atas kewajaran laporan

keuangan.

6. Paragraf penjelas (jika dibutuhkan), dalam kondisi tertentu auditor menambahkan paragraf penjelas sebagai informasi tambahan.

8. Tanggal laporan audit, menunjukkan tanggal auditor menyelesaikan prosedur auditnya (Arens, 2007 : 58).

2.2.4. Going Concern

Hany et. al. (2003) dalam Santosa dan Wedari (2007) mendefinisikan

going concern adalah kelangsungan hidup suatu badan usaha, yakni

kemampuan mempertahankan kegiatan usahanya dalam waktu yang panjang, tidak dilikuidasi dalam jangka waktu pendek. Setiawan (2006) dalam Santosa dan Wedari (2007) menyatakan bahwa going concern sebagai asumsi bahwa perusahaan dapat mempertahankan hidupnya secara langsung akan mempengaruhi laporan keuangan. Laporan keuangan yang disiapkan dengan dasar going concern akan mengasumsikan bahwa perusahaan akan bertahan melebihi jangka pendek.

Petronela (2004) dalam Santosa dan Wedari (2007) menyatakan kajian atas going concern dapat dilakukan dengan melihat kondisi internal perusahaan yang tercermin dalam profitabilitas, likuiditas, ataupun respon investor tehadap perusahaan. Prediksi tentang kemungkinan bangkrut atau tidaknya suatu perusahaan termasuk salah satu komponen keputusan tentang going concern. Dengan demikian, jika suatu perusahaan dinyatakan dalam kategori bangkrut oleh model keputusan tersebut, prediksi ini akan membantu kepastian dalam opini auditor yang berkaitan dengan kelangsungan hidup entitas (Arens, 2007 : 66). Sekalipun tujuan audit bukan untuk mengevaluasi kesehatan keuangan perusahaan, auditor

memiliki tanggung jawab untuk mengevaluasi apakah perusahaan dapat terus bertahan (going concern).

2.2.5. Opini Audit

Ketika melakukan penugasan umum, auditor ditugasi memberikan opini atas laporan keuangan perusahaan. Opini auditor terletak pada paragraf ketiga dalam laporan auditor. Opini auditor merupakan sumber informasi bagi pihak di luar perusahaan sebagai pedoman untuk pengambilan keputusan. Menurut Standar Profesional Akuntan Publik SA Seksi 110 paragraf 01, tujuan audit atas laporan keuangan oleh auditor independen pada umumnya adalah untuk menyatakan pendapat tentang kewajaran dalam semua hal yang material, posisi keuangan hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

Menurut Mulyadi (2002), terdapat lima jenis opini audit yaitu : 1. Pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion)

Dengan pendapat wajar tanpa pengecualian, auditor menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material sesuai dengan prinsip akuntansi yang berterima umum di Indonesia.

2. Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelas

Pada keadaan tertentu, auditor menambahkan suatu paragraf penjelas atau bahasa penjelas lain dalam laporan audit, meskipun tidak mempengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian atas laporan keuangan auditan. Paragraf penjelas dicantumkan setelah paragraf pendapat.

3. Pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion)

Pendapat wajar dengan pengecualian diberikan apabila auditee menyajikan secara wajar laporan keuangan, dalam semua hal yang material sesuai dengan prinsip akuntansi yang berterima umum di Indonesia, kecuali untuk dampak hal - hal yang dikecualikan.

4. Pendapat tidak wajar (adverse opinion)

Pendapat tidak wajar diberikan oleh auditor apabila laporan keuangan

auditee tidak menyajikan secara wajar laporan keuangan sesuai dengan

prinsip akuntansi berterima umum.

5. Tidak memberikan pendapat (disclaimer of opinion)

Auditor menyatakan tidak memberikan pendapat jika ia tidak melaksanakan audit yang berlingkup memadai untuk memungkinkan auditor memberikan pendapat atas laporan keuangan. Pendapat ini juga diberikan apabila auditor dalam kondisi tidak independen dalam hubungannya dengan klien.

2.2.6. Opini Audit Dengan Penjelasan Going Concern

Opini audit dengan penjelasan going concern merupakan opini audit yang dikeluarkan oleh auditor untuk memastikan apakah perusahaan dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya (SPAP, 2011). Santosa dan Wedari (2007) menyatakan bahwa going concern merupakan salah satu konsep yang paling penting yang mendasari pelaporan keuangan. Tanggung jawab auditor untuk menentukan kelayakan laporan keuangan menggunakan dasar going concern serta menyampaikan bahwa penggunaan dasar going concern oleh perusahaan adalah layak diungkapkan serta memadai dalam laporan keuangan.

Arens (dalam Fanny dan Saputra, 2005) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang menimbulkan ketidakpastian mengenai kelangsungan hidup perusahaan, yaitu :

1. Kerugian usaha yang besar secara berulang atau kekurangan modal kerja.

2. Ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajibannya pada saat jatuh tempo dalam jangka pendek.

3. Kehilangan pelanggan utama, terjadinya bencana yang tidak diasuransikan, seperti gempa bumi atau banjir atau masalah perburuhan yang tidak biasa.

4. Perkara pengadilan, gugatan hukum atau masalah serupa yang sudah terjadi dan dapat membahayakan kemampuan perusahaan untuk beroperasi.

Going concern dipakai sebagai asumsi dalam pelaporan keuangan

sepanjang tidak terbukti adanya informasi yang menunjukkan hal berlawanan (contrary information). Biasanya informasi yang secara signifikan dianggap berlawanan dengan asumsi kelangsungan hidup satuan usaha adalah berhubungan dengan ketidakmampuan satuan usaha dalam memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo tanpa melakukan penjualan sebagian besar aktiva pada pihak luar melalui bisnis biasa, restrukturisasi utang, perbaikan operasi yang dipaksakan dari luar dan kegiatan serupa lainnya (SPAP 341, 2011).

SPAP (PSA No. 30) memberikan pedoman kepada auditor tentang dampak kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya terhadap opini auditor sebagai berikut :

1. Jika auditor yakin bahwa terdapat kesangsian mengenai kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu yang pantas, auditor harus :

a. Memperoleh informasi mengenai rencana manajemen yang ditujukan untuk mengurangi dampak kondisi dan peristiwa tersebut.

b. Menentukan apakah rencana tersebut dapat secara efektif dilaksanakan.

2. Jika manajemen tidak memiliki rencana yang mengurangi dampak kondisi dan peristiwa terhadap kemampuan satuan usaha dalam

mempertahankan kelangsungan hidupnya, auditor mempertimbangkan untuk memberikan pernyataan yang tidak memiliki pendapat.

3. Jika manajemen memiliki rencana tersebut, langkah selanjutnya yang harus dilakukan oleh auditor adalah menyimpulkan bahwa efektifitas rencana tersebut, diantaranya :

a. Jika auditor berkesimpulan rencana tersebut tidak efektif, auditor menyatakan tidak memberikan pendapat.

b. Jika auditor berkesimpulan rencana tersebut efektif dan klien mengungkapkan dalam catatan laporan keuangan, auditor menyatakan pendapat wajar tanpa pengecualian.

c. Jika auditor berkesimpulan rencana tersebut efektif akan tetapi klien tidak mengungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan, auditor memberikan pendapat tidak wajar.

Jika auditor menyimpulkan keragu - raguan atas kemampuan perusahaan untuk melanjutkan usahanya, pendapat wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelas perlu dibuat, terlepas dari pengungkapan dalam laporan keuangan. PSA 30 memperbolehkan tetapi tidak menganjurkan pernyataan tidak memberikan pendapat karena adanya kesangsian atas kelangsungan hidup.

2.2.7. Rasio Likuiditas

Rasio likuiditas digunakan untuk mengevaluasi kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek. Jika dalam jangka

waktu yang pendek perusahaan memiliki risiko yang tinggi maka perusahaan tidak mampu membayar hutangnya yang sudah jatuh tempo sehingga mempengaruhi auditor untuk memberikan opini wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelasan going concern. Penelitian Chen dan Church (1992) dikutip Setyarno dkk (2006) membuktikan bahwa rasio-rasio keuangan merupakan indikator yang penting untuk memprediksi penerimaan opini audit dengan penjelasan going concern. Jika perusahaan memiliki likuiditas (diproksikan dengan current ratio) yang baik maka kemungkinan untuk dapat meneruskan aktivitas usahanya akan lebih besar sehingga kemungkinan untuk menerima opini audit dengan penjelasan going concern akan lebih sedikit (Januarti dan Fitrianasari, 2008).

Menurut Altman dan McGough (1974) dikutip Warnida (2011) menyatakan bahwa masalah going concern terbagi menjadi dua, yaitu masalah keuangan yang meliputi kekurangan (defisiensi) likuiditas, defisiensi ekuitas, penunggakan utang, kesulitan memperoleh dana, serta masalah operasi yang meliputi kerugian operasi secara terus menerus, prospek pendapatan yang meragukan, kemampuan operasi terancam, dan pengendalian yang lemah atas operasi.

2.2.8. Rasio Pr ofitabilitas

Rasio profitabilitas digunakan untuk mengevaluasi kemampuan perusahaan dalam memperoleh keuntungan selama periode tertentu.

Sebelum auditor mengeluarkan opini audit, ia perlu mempertimbangkan profitabilitas perusahaan yang diaudit. Tujuan dari analisis profitabilitas adalah untuk mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh perusahaan yang bersangkutan (Komalasari, 2004). Menurut Horigon (1965) dikutip Warnida (2011) penggambaran keadaan rasio suatu perusahaan dapat digunakan satu rasio keuangan dalam setiap kategorinya, yaitu rasio profitabilitas diukur dengan Return On Asset.

Return On Asset (ROA) adalah rasio yang diperoleh dengan membagi

laba/rugi sebelum pajak dengan total aset. Semakin tinggi nilai ROA, semakin efektif pula pengelolaan aset perusahaan (Komalasari, 2004). Rasio ini digunakan untuk menggambarkan kemampuan manajemen perusahaan dalam memperoleh laba dan manajerial efisiensi secara keseluruhan (Komalasari, 2004).

Penelitian Chen dan Church (1992) dikutip Setyarno dkk (2006) membuktikan bahwa rasio - rasio keuangan merupakan indikator yang penting untuk memprediksi penerimaan opini audit dengan penjelasan

going concern. Ketika perusahaan mempunyai profitabilitas (diproksikan

dengan ROA) yang tinggi diharapkan dapat memperoleh laba yang tinggi sehingga kemungkinan kecil bagi perusahaan untuk menerima opini audit dengan penjelasan going concern (Januarti dan Fitrianasari, 2008).

2.2.9. Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar kecil perusahaan menurut berbagai cara, antara lain : total aset,

natural log dari total aset, nilai pasar saham, dan lain - lain. Pada dasarnya,

ukuran perusahaan hanya terbagi dalam tiga kategori, yaitu perusahaan besar (large firm), perusahaan menengah (medium firm), dan perusahaan kecil (small firm). Sujiyanto (2001) dikutip Junaidi dan Hartono (2010) menggunakan natural log total aset untuk mengukur besarnya perusahaan. Jika pertumbuhannya bernilai positif maka dapat mencerminkan besarnya ukuran perusahaan. Dalam penelitian ini ukuran perusahaan dilihat melalui

natural log total aset yang dimiliki perusahaan. Aset menunjukkan aktiva

yang digunakan untuk aktivitas operasional perusahaan.

Bellesta dan Garcia (2005) dikutip Junaidi dan Hartono (2010) berpendapat bahwa perusahaan besar mempunyai manajemen yang lebih baik dalam mengelola perusahaan dan berkemampuan menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas jika dibandingkan dengan perusahaan kecil. Dalam penelitiannya mengenai opini audit qualified yang diterima oleh perusahaan publik di Spanyol, mereka mendapatkan bukti empiris bahwa kecenderungan perusahaan yang menerima opini audit qualified adalah perusahaan yang dikelola dengan baik dan menyajikan laporan keuangan yang berkualitas dalam artian sesuai dengan keadaan perusahaan yang sebenarnya, cenderung menerima clean opinion dari auditor.

2.3. Kerangka Pikir

2.3.1. Pengaruh Rasio Likuiditas terhadap Penerimaan Opini Audit Dengan Penjelasan Going Concern

Penelitian Setyarno (2006) menguji pengaruh rasio - rasio keuangan

auditee (rasio likuiditas, rasio profitabilitas, rasio aktifitas, rasio leverage,

dan rasio pertumbuhan penjualan), ukuran auditee, skala auditor, dan opini audit tahun sebelumnya terhadap opini audit dengan penjelasan going

concern. Hasil penelitannya menyimpulkan bahwa dari kelima rasio

keuangan yang diuji, hanya rasio likuiditas yang signifikan terhadap opini audit dengan penjelasan going concern. Komalasari (2004) menyatakan bahwa dalam hubungannya dengan likuiditas, makin kecil quick ratio, perusahaan kurang likuid sehingga tidak dapat membayar para krediturnya maka auditor kemungkinan memberikan opini audit dengan penjelasan

going concern.

Jika perusahaan memiliki likuiditas (diproksikan dengan current ratio) yang baik maka kemungkinan untuk dapat meneruskan aktivitas usahanya akan lebih besar sehingga kemungkinan untuk menerima opini audit dengan penjelasan going concern akan lebih sedikit.

2.3.2. Pengaruh Rasio Pr ofitabilitas terhadap Penerimaan Opini Audit Dengan Penjelasan Going Concern

Ketika perusahaan mempunyai profitabilitas (diproksikan dengan ROA) yang tinggi diharapkan dapat memperoleh laba yang tinggi

sehingga kemungkinan kecil bagi perusahaan untuk menerima opini audit dengan penjelasan going concern (Januarti dan Fitriaasari, 2008).

Komalasari (2004) menyebutkan ROA digunakan untuk menggambarkan kemampuan manajemen perusahaan dalam memperoleh laba dan manajerial efisiensi secara keseluruhan. Semakin tinggi nilai ROA semakin efektif pula pengelolaan aktiva perusahaan sehingga semakin kecil kemungkinan perusahaan menerima opini audit dengan penjelasan going concern.

2.3.3. Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Penerimaan Opini Audit Dengan Penjelasan Going Concern

Mutchler (1985) dikutip Santosa dan Wedari (2007) menyatakan bahwa auditor lebih sering mengeluarkan opini audit dengan penjelasan

going concern pada perusahaan yang lebih kecil. Maka semakin besar

perusahaan maka akan semakin kecil kemungkinan perusahaan menerima opini audit dengan penjelasan going concern. Hal ini dimungkinkan karena auditor mempercayai bahwa perusahaan yang lebih besar dapat menyelesaikan kesulitan - kesulitan yang dihadapinya daripada perusahaan yang lebih kecil. Bellesta dan Garcia (2005) dikutip Junaidi dan Hartono (2010) berpendapat bahwa perusahaan besar mempunyai manajemen yang lebih baik dalam mengelola perusahaan dan berkemampuan menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas jika dibandingkan dengan perusahaan kecil.

Mckeown et al. (1991) dikutip Santosa dan Wedari (2007) menyatakan bahwa perusahaan besar lebih banyak menawarkan fee audit tinggi daripada yang ditawarkan oleh perusahaan kecil. Dalam kaitannya mengenai kehilangan fee audit yang signifikan tersebut, sehingga auditor mungkin ragu untuk mengeluarkan opini audit dengan penjelasan going

concern pada perusahaan besar. Semakin besar ukuran perusahaan maka

akan semakin kecil kemungkinan menerima opini audit dengan penjelasan

going concern.

Berdasarkan penjelasan dari kerangka pikir diatas, maka dapat dibuat suatu bagan kerangka pikir sebagai berikut :

Gambar 2.1. : Kerangka Pikir

Variabel Independen Variabel Dependen

(X) (Y) Regresi Logistik Rasio Likuiditas Rasio Profitabilitas Ukuran Perusahaan

Opini Non Going

Concern

Opini Going

Dokumen terkait