• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Landasan Teori

2.2.1 Teori Agensi

Jansen dan Meckling (1976) dalam Praptitorini (2007 : 5) menggambarkan hubungan agensi sebagai suatu kontrak dibawah satu atau lebih prinsipal yang melibatkan agen untuk melaksanakan beberapa layanan bagi mereka dengan melakukan pendelegasian wewenang pengambilan keputusan kepada agen. Agen dan prinsipal diasumsikan orang ekonomi rasional dan termotivasi oleh kepentingan pribadi, dan sering kali kepentingan antara keduanya berbenturan (Ikhasan dan Ishak, 2005 :57).Shareholders atau prinsipal mendelegasikan

pembuatan keputusan mengenai perusahaan kepada manajer (agen) yang dianggap lebih memahami perusahaan. Namun, manajer tidak selalu bertindak sesuai dengan keinginanshareholders.

Adanya kesenjangan informasi atau asimetri informasi antara prinsipal dengan agen menyebabkan prinsipal tidak mampu menentukan apakah agen bertindak optimal dalam menjalankan delegasi yang diberikan. Untuk itu dibutuhkan pihak ketiga yang independen sebagai mediator pada hubungan antara prinsipal dengan agen. Pihak ketiga ini berfungsi untuk memonitor perilaku manajer (agen) apakah sudah bertindak sesuai dengan keinginan prinsipal.

Auditor adalah pihak yang dianggap mampu menjembatani kepentingan pihak prinsipal dengan pihak manajer dalam mengelola keuangan perusahaan (Setiawan, 2006) dalam Praptitorini (2007 : 6). Auditor melakukan fungsi monitoring pekerjaan manajer melalui sebuah sarana yaitu laporan tahunan. Tugas auditor adalah memberikan opini atas laporan keuangan tersebut, mengenai kewajarannya dan termasuk mempertimbangankan akan kelangsungan hidup perusahaan.

2.2.2 Laporan Keuangan

Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari suatu proses pencatatan, merupakan suatu ringkasan dari transaksi-transaksi keuangan yang terjadi selama tahun buku bersangkutan (Baridwan, 2007 : 17). Laporan keuangan dibuat oleh manajemen sebagai bentuk laporan pertanggungjawaban untuk mengelolah perusahaan.

Tujuan laporan keuangan adalah untuk memberikan informasi menyangkut posisi keuangan, kinerja serta informasi keuangan lain yang dimiliki oleh perusahaan. Informasi yang ada dalam laporan keuangan menjadi dasar dalam pengambilan keputusan bisnis oleh pihak manajemen, pemegang saham, investor maupun kreditor dan pihak berkepentingan lainnya.

Menurut Darsono dan ashari (2005 : 18-25), Laporan keuangan terdiri dari 5 komponen berikut :

1. laporan posisi keuangan (neraca), menginformasikan aset lancar dan aset tidak lancar serta liabilitas baik jangka pendek maupun jangka panjang yang dimiliki perusahaan pada periode tersebut.

2. Laporan laba rugi, menyajikan informasi mengenai pendapatan, beban serta laba atau rugi perusahaan selama periode tertentu.

3. Laporan perubahan ekuitas, menjelaskan perubahan modal yang terjadi selama periode tertentu.

4. Laporan arus kas, memberikan informasi mengenai sumber dan pengeluaran kas perusahaan melalui aktivitasnya (operasi, investasi dan pendanaan) selama periode tertentu.

5. Catatan atas laporan keuangan merupakan rincian berupa penjelasan umum berkaitan dengan laporan keuangan serta kebijakan akuntansi yang diterapkan perusahaan dan pengungkapan penting lainnya.

Laporan keuangan harus disajikan secara wajar dengan menerapkan PSAK secara benar dan disertai pengungkapan dalam catatan atas laporan keuangan (PSAK, 2007).

2.2.3 Laporan audit

Laporan audit merupakan hasil akhir dari suatu penugasan auditor dalam penilaian kewajaran laporan keuangan perusahaan yang dibuat oleh auditor (KAP).Laporan audit bentuk baku terdiri atas :

1. judul laporan, standar auditing menyatakan bahwa judul laporan harus mengandung kata independen dimaksudkan agar pemakai laporan mengetahui bahwa audit dilaksanakan oleh pihak independen.

2. alamat laporan audit, mencantumkan kepada siapa laporan audit ditujukan. umumnya mengalamatkan kepada dewan direksi dan pemegang saham.

3. paragraf pendahuluan, menjelaskan bahwa auditor telah melaksanakan audit dan menyatakan tanggung jawabnya hanya sebatas pada opini audit.

4. paragraf ruang lingkup, pernyataan faktual tentang proses audit yang dilakukan auditor berdasarkan standar auditing yang berlaku umum.

5. paragraf pendapat, berisiopini auditor atas kewajaran laporan keuangan.

6. paragraf penjelas (jika dibutuhkan), dalam kondisi tertentu auditor menambahkan paragraf penjelas sebagai informasi tambahan.

8. tanggal laporan audit, menunjukkan tanggal auditor menyelesaikan prosedur auditnya(Arens, 2007 : 58).

2.2.4 Going Concern

Hany et. al. (2003) dalam Santosa dan Wedari (2007) mendefinisikan going concern adalah kelangsungan hidup suatu badan usaha, yakni kemampuan mempertahankan kegiatan usahanya dalam waktu yang panjang, tidak dilikuidasi dalam jangka waktu pendek. Setiawan (2006) dalam Santosa dan Wedari (2007) menyatakan bahwa going concern sebagai asumsi bahwa perusahaan dapat mempertahankan hidupnya secara langsung akan mempengaruhi laporan keuangan. Laporan keuangan yang disiapkan dengan dasar going concernakan mengasumsikan bahwa perusahaan akan bertahan melebihi jangka waktu pendek.

Petronela (2004) dalam Santosa dan Wedari(2007) menyatakan kajian atas going concern dapat dilakukan dengan melihat kondisi internal perusahaan yang tercermin dalam profitabilitas, likuiditas ataupun respon investor terhadap perusahaan. Prediksi tentang kemungkinan bangkrut atau tidaknya suatu perusahaan termasuk salah satu komponen keputusan tentang going concern. Dengan demikian, jika suatu perusahaan dinyatakan dalam kategori bangkrut oleh model keputusan tersebut, prediksi ini akan membantu kepastian dalam opini auditor yang berkaitan dengan kelangsungan hidup entitas. Arens (2007 : 66) Sekalipun tujuan audit bukan untuk mengevaluasi kesehatan keuangan perusahaan, auditor memiliki tanggung jawab untuk mengevaluasi apakah perusahaan dapat terus bertahan (going concern).

2.2.5 Opini Audit

Tujuan audit umum atas laporan keuangan oleh auditor independen adalah untuk menyatakan pendapat atas kewajaran, dalam semua hal yang material, posisi keuangan dan hasil usaha serta arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum (SA Seksi 110). Dengan kata lain dalam melakukan penugasan umum, auditor bertugas memberikan opini atas laporan keuangan klien.

Pendapat atau opini merupakan bagian yang tak terpisah dari laporan audit. Laporan audit penting sekali dalam suatu audit atau proses atestasi lainnya karena laporan tersebut menginformasikan pemakai informasi mengenai apa yang dilakukan auditor dan kesimpulan yang diperolehnya. Pendapat audit dituangkan dalam paragraf pendapat yang merupakan bagian dari laporan audit.

Terdapat 5 jenis opini audit ( Mulyadi, 1998) yaitu :

1. Pendapat wajar tanpa pengecualian ( Unqualified Opinion)

Pendapat wajar tanpa pengecualian diberikan oleh auditor jika tidak terjadi pembatasan dalam ruang lingkup dan tidak terdapat pengecualian yang signifikan mengenai kewajaran dan penerapan prinsip akuntansi berterima umum dalam penyusunan laporan keuangan. Kata wajar dalam paragraf pendapat mempunyai makna bebas dari keragu-raguan dan ketidakjujuran. Laporan auditdengan pendapat wajar tanpapengecualian diterbitkan oleh auditor jika: 

a. Laporan keuangan disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi berterimaumum di Indonesia.

b. Perubahan penerapan prinsip akuntansi berterima umum dari periode ke periode telah cukup dijelaskan.

c. Dalam pelaksanaan perikatan, seluruh standar umum dapat dipenuhi olehauditor.

d. Bukti kompeten cukup dapat dikumpulkan oleh auditor, dan auditor telahmelaksanakan perikatan sedemikian rupa sehingga memungkinkan untukmelakukan tiga standar pekerjaan lapangan.

e. Tidak ada keadaan yang mengharuskan auditor untuk menambahparagrafpenjelas atau modifikasi kata-kata dalam laporan audit.

2. Pendapat wajar tanpa pengecualiaan dengan paragraf penjelas (unqualified opinion with explanatury language).

Jika terdapat hal-hal yang memerlukan bahasa penjelasan, namun laporan keuangan tetap menyajikan secara wajar maka auditor menambahkan suatu paragraf penjelasdalam laporan audit, meskipun tidakmempengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian atas laporan keuanganauditan.Paragaraf penjelas dicantumkan setelah paragraf pendapat. Keadaanyang menjadipenyebab utama ditambahkannya suatu paragraph penjelas ataumodifikasi kata‐kata dalam laporan audit baku adalah: 

a.  Ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi berterima umum.

b.  Keraguan besar tentang kelangsungan hidup.

c.  Auditor setuju dengan suatu penyimpangan dari prinsip akuntansi yangdikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan. 

d.  Penekanan atas suatu hal. Misal adanya transaksi dangan pihak terkait yang bernilai besar, peristiwa penting yang terjadi setelah tanggal neraca, ketidakpastian material yang diungkap dalam catatan kaki.

e.  Laporan audit yang melibatkan auditor lain.

3. Pendapat Wajar Dengan Pengecualian ( Qualified Opinion)

Pendapat wajar dengan pengecualian diberikan apabila auditee menyajikan secara wajar laporan keuangan, dalam semua hal yang material sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia, kecuali untuk dampak hal-hal yang dikecualikan. Pendapat wajar dengan pengecualian diberikan kepada perusahaan yang berada dalam kondisi sebagai berikut:

a. Tidak adanya bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan lingkup audit.

b. Auditor tidak dapat melaksanakan prosedur audit penting karena kondisi yang berada diluar kekuasaan klien maupun auditor.

Pendapat tidak wajar diberikan apabila auditor yakin bahwa laporan keuangan auditee secara keseluruhan mengandung salah saji yang material atau menyesatkan sehingga tidak menyajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum. Pendapat tidak wajar diterbitkan setalah auditor melakukan investigasi mendalam.

5. Pernyataan Tidak Memberikan Pendapat ( Disclaimer Opinion)

Auditor menyatakan tidak memberikan pendapat jika dia tidakmelaksanakan audit yang berlingkup memadai untuk memungkinkan auditormemberikan pendapat atas laporan keuangan. Pendapat ini juga diberikanapabila auditor dalam kondisi tidak independen dalam hubungannya dengan klien.

Opini audit diberikan oleh auditor melalui beberapa tahap audit sehinggaauditor dapat memberikan kesimpulan atas opini yang harus diberikan ataslaporan keuangan yang diauditnya. Arens (2007) mengemukakan bahwalaporan audit adalah langkah terakhir dari seluruh proses audit. Dengandemikian, auditor dalam memberikan opini sudah didasarkan pada keyakinanprofesionalnya.

2.2.6 Opini Audit Dengan Penjelasan Going Concern

Opini auditdengan penjelasan going concern merupakan opini yang dikeluarkan auditor untuk memastikan apakah perusahaan dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya (SPAP, 2011). Standar Auditing seksi 341 (SPAP, 2011) menyebutkan bahwa audior bertanggungjawab untuk mengevaluasi apakah

terdapat kesangsian besar terhadap kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam periode waktu yang pantas, tidak melebihi satu tahun sejak tanggal laporan keuangan yang di audit.

(Ramadhany, 2007 ) bila terdapat kesangsian terhadap kelangsungan hidup entitas, maka auditor harus mempertimbangkan apakah disclosure (pengungkapan) yang terdapat dalam laporan keuangan dianggap wajar. Beberapa diantaranya berkaitan dengan :

a. Kondisi atau peristiwa yang menimbulkan kesangsian besar mengenai going concern .

b. Dampak yang mungkin ditimbulkan oleh kondis/ peristiwa tersebut.

c. Kemunkinan dihentikannya operasi satuan usaha (dilikuidasi).

d. Informasi mengenai kemungkinan pulihnya kembali satuan usaha.

Dalam SPAP (SA Seksi 341) disebutkan beberapa pertimbangan atas kondisi dan peristiwa yang dapat menunjukkan adanya kesangsian besar tentang kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu yang pantas diantaranya :

1. Tren negatif, sebagai contoh, kerugian operasi yang berulang terjadi, kekurangan modal kerja, arus kas negatif dari kegiatan usaha, rasio keuangan penting yang buruk.

2. Petunjuk lain tentang kemungkinan kesulitan keuangan(financial distress), sebagai contoh, kegagalan dalam memenuhi kewajiban utang atau perjanjian serupa, penunggakan pembayaran dividen, penolakan oleh pemasok terhadap pengajuan permintaan pembelian kredit biasa, restrukturisasi utang, kebutuhan untuk mencari sumber atau metode pendanaan baru, atau penjualan sebagian besar aktiva.

3. Masalah intern, sebagai contoh, pemogokan kerja atau kesulitan hubunganperburuhan yang lain, ketergantungan besar atas sukses proyek tertentu, komitmen jangka panjang yang tidak bersifat ekonomis, kebutuhan untuk secara signifikan memperbaiki operasi.

4. Masalah luar yang telah terjadi, contoh, pengaduan gugatan pengadilan, keluarnya undang-undang atau masalah-masalah lain yang kemungkinan membahayakan kemampuan entitas untuk beroperasi, kehilangan franchise, lisensi atau paten penting, kehilangan pelanggan atau pemasok utama, kerugian akibat bencana besar, seperti gempa bumi, banjir, kekeringan, yang tidak diasuransikan atau diasuransikan, namun dengan pertanggungan yang tidak memadai.

Jika auditor yakin bahwa terdapat kesangsian besar mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas, maka auditor harus memperoleh informasi rencana manajemen yang ditunjukkan untuk mengurangi dampak kondisi dan peristiwa tersebut, dan menentukan apakah kemungkinan bahwa rencana tersebut dapat secara efektif

dilaksanakan. Jika manajemen tidak memiliki rencana yang dapat mengurangi dampak kondisi going concern tersebut, auditor harus mempertimbangkan pendapat “disclaimer opinion”

Sebaliknya apabila manajemen mempunyai rencana untuk mengurangi dampak kondisi terhadap kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kontinuitas usahanya, auditor dapat mempertimbangkan rencana tersebut. Jika berdasarkan pertimbangannya, auditor berkesimpulan bahwa rencana manajemen dapat secara efektif menjamin kelangsungan hidup usahanya dan klien mengungkapkan keadaan tersebut dalam notes of finacial statement-nya, maka auditor dapat memberikan pendapat wajar tanpa pengecualiaan dengan bahasa penjelasan (unqualified opinion with explanatury language).

Opini audit dengan penjelasangoing concern dapat diterbitkan pada laporan audit dengan tambahan paragraf penjelas dibawah paragraf pendapat yang menjelaskan dampak kondisi terhadap kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidup usaha di masa mendatang. Opini audit dengan modifikasi mengenai going concern, mengindikasikan bahwa dalam penilaian auditor terdapat resiko perusahaan tidak dapat bertahan dalam bisnis yang normal. Dilain pihak, perusahaan yang mempunyai kondisi keuangan yang baik atau sehat memperoleh opini “standard” atau “unqualified”.

2.2.7 Financial Distress

Financial distress mempunyai makna kesulitan dana baik dalam arti kas maupun modal kerja. Menurut Hanafi dkk (2000) dalam Ramadhany (2004 :

31),financial distress yang dihadapi perusahaan bisa bersifat jangka pendek (technical insolvency) sampai dengan tingkat yang insolvabel (actual insolvency). Perusahaan dikatakan mengalami technical insolvencyjika tidak dapat memenuhi kewajiban lancar ketika jatuh tempo. Ketidakmampuan tersebut menunjukkan perusahaan mengalami kesulitan keuangan dan akan segera mengahadapi tagihan para krediturnya. Sedangkan yang insolvabel namun tidak mengalami kesulitan jangka pendek masih memiliki kesempatan untuk memperbaiki kondisi keuangannya namun jika tidak berhasil maka perusahaan dapat mengarah pada kebangkrutan atau likuidasi ataupun insolvabilitas (Brigham dan Gapenski, 1997

www.google.com).

Kesulitan keuangan dapat terjadi akibat kerugian berulang atau kerugian besar yang diderita suatu perusahaan yang kemudian menyebabkan timbulnya saldo laba negatif atau defisit, perusahaan yang dalam kondisi defisit mungkin akan mengalami kesulitan dalam melakukan kegiatan operasional dan dalam pendanaan operasinya. Hal yang lebih buruk bila defisit yang terjadi menyebabkan perusahaan melanggar persyaratan perjanjian kredit (debt covenant). Hal ini mendorong perusahaan ke arah kebangkrutan (PSAK, 2003 No.51). Kebangkrutan diartikan sebagai kegagalan perusahaan dalammenjalankan operasi perusahaan untuk menghasilkan laba (Supardi dan Mastuti, 2003) dalam Ramadhany (2004 : 30).

Dalam istilah akuntansi, debt (utang) adalah suatu kewajiban membayar kas atau barang kepada pihak yang telah meminjamkan. Default adalah ketidakmampuan membayar, kegagalan.Debt Defaultdidefinisikan sebagai kelalaian atau kegagalan debitor untuk membayar utang pokok dan bunganya pada waktu jatuh tempo (Chen dan Church, 1992 dalam Ramadhany, 2004 : 41). Dalam penelitiannya menemukan bahwa kesulitan dalam mentaati persetujuan hutang, fakta – fakta pembayaran yang lalai atau pelanggaran perjanjian, memperjelas masalah going concern suatu perusahaan.

Sebelum atau sesudah keadaan default ini terjadi, biasanya perusahaan akan menegoisasikan penjadualan hutang kembali (restrukturisasi) dengan kreditor. Hal ini merupakan salah satu bentuk rencana manajemen untuk mengatasi kondisi yang berkaitan dengan kelangsungan hidup usahanya. (SA Seksi 341, paragraf 7). Restrukturisasi hutang merupakan suatu proses untuk merestruktur hutang bermasalah dengan tujuan untuk memperbaiki posisi keuangan debitur. (PSAK No. 54, 2009). Restrukturisasi hutang dapat mencakup pengubahan syarat hutang dengan syarat yang lebih ringan atau penundaan pembayaran kas oleh debitur karena adanya konsesi khusus yang diberikan kreditur untuk membantu debitur meningkatkan kondisi keuangannya. 

Jika default hutang telah terjadi atau proses negoisasi tengah berlangsung dalam rangka menghindari default selanjutnya, auditor cenderung mengeluarkan opini audit dengan penjelasan going concern. Namun jika auditor meyakini bahwa tindakan tersebut tidak efektif menjamin kelangsungan hidup perusahaan maka auditor mengeluarkan disclaimer opinion.

Dalam PSA 30, (Praptitorini dan Januarti, 2007 : 7) indikator going concern yang banyak digunakan auditor dalam memberikan keputusan opini audit adalah kegagalan dalam memenuhi kewajiban hutangnya (default).Adanya status default dapat meningkatkan kemungkinan auditor mengeluarkan opini audit dengan penjelasangoing concern.

Pengaruh status debt default terhadap penerimaan opini audit dengan penjelasan going concern

Sebagian besar penelitian terdahulu telah menggunakan rasio keuangan untuk mengidentifikasikan masalah going concern pada perusahaan (Koh dan Tan 1999, Chen dan Church 1992, Mutcher 1985). Wawancara yang dilakukan Mutchler (1984) terhadap auditor menyatakan bahwa mereka tidak perlu menggunakan analisis rasio dalam memutuskan keputusan going concern. Indikator going concern yang banyak digunakan auditor dalam memberikan keputusan opini audit adalah kegagalan debitur dalam memenuhi kewajibannya (default) Ramadhany (2004 : 41).

Manfaat status default terhadap potensi masalah going concern juga diteliti oleh Chen dan Church (1992). Hasil penelitiannya menemukan hubungan positif yang kuat antara status default dengan penerimaan opini audit dengan penjelasan going concern.

2.2.9 Opini Audit Sebelumnya

Muthcler (1984) dalam Ramadhany (2004 : 43) melakukan wawancara dengan praktisiauditor yang menyatakan bahwa perusahaan yang menerima opini

audit dengan penjelasangoing concern pada tahun sebelumnya lebih cenderung untuk menerima opini yang sama pada tahun berjalan. Hal ini juga didukung penelitian dari Nogler (1995) dalam Santosa dan Wedari (2007 : 146) yang menemukan bukti bahwa setelah auditor mengeluarkan opini audit dengan penjelasangoing concern, perusahaan harus menunjukkan peningkatan keuangan yang signifikan untuk memperoleh opini bersih (unqualified opinion) pada tahun berikutnya, jika tidak mengalami peningkatan keuangan yang signifikan maka opini yang sama dapat kembali diberikan.

Adanya opini audit dengan penjelasangoing concern tahun sebelumnya akan menjadi faktor pertimbangan bagi auditor untuk mengeluarkan kembali opini serupa pada tahun berikutnya. Dengan kata lain opini audit dengan penjelasangoing concern tahun sebelumnya yang telah diterima auditee dapat mempengaruhi penerimaan opini tahun berikutnya.

Pengaruh opini tahun sebelumnya terhadap penerimaan opini audit dengan penjelasangoing concern

Ramadhany (2004) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa opini audit tahun sebelumnya berpengaruh terhadap penerimaan opini audit dengan penjelasan going concern. Muchler (1984) melakukan wawancara dengan praktisi auditor yang menyatakan bahwa perusahaan yang menerima opini audit dengan penjelasan going concern pada tahun sebelumnya lebih cenderung untuk menerima opini yang sama pada tahun berjalan. Hal ini juga didukung penelitian dari Nogler (1995) yang menemukan bukti bahwa setelah auditor mengeluarkan

opini audit dengan penjelasan going concern, perusahaan harus menunjukkan peningkatan keuangan signifikan untuk memperoleh opini bersih (unqualified opinion) pada tahun berikutnya. Santosa dan Wedari (2007) menyatakan hal yang sama dalam penelitiannya bahwa opini tahun sebelumnya berpengaruh positif terhadap penerimaan opini auidt dengan penjelasan going concern berikutnya.

2.2.10 Pertumbuhan Perusahaan

Baik tidaknya kondisi keuangan perusahaan dapat dilihat dari pertumbuhan perusahaan yang terkait dengan laba maupun arus kas bersih operasi. Laba yang tinggi pada umumnya menandakan arus kas yang tinggi (Weston dan Brigham, 1993 dalam Santosa dan Wedari, 2007 : 146). Perusahaan yang mempunyai pertumbuhan laba yang tinggi cenderung memiliki laporan sewajarnya, sehingga potensi untuk mendapatkan opini yang baik (Unqualified Opinion) akan lebih besar.

Almant (1958) dalam Santosa dan Wedari (2007 : 146) menyatakan bahwa perusahaan dengan pertumbuhan negatif (negative growth)mengindikasikan kecenderungan yang lebih besar kearah kebangkrutan sehingga perusahaan yang selalu memperoleh laba tidak akan mengalami kebangkrutan. Karena kebangkrutan merupakan salah satu dasar bagi auditor untuk memberikan opini audit dengan penjelasangoing concern maka perusahaan yang mengalami pertumbuhan negatif akan makin tinggi kecenderungan untuk menerima opini audit dengan penjelasan going concerndengan kata lain semakin tinggi pertumbuhan perusahaan maka semakin kecil kemungkinan penerimaan opini

audit dengan penjelasangoing concern.Dalam penelitian ini pertumbuhan perusahaan diproksikan dengan rasio pertumbuhanlaba bersih yang didapat oleh perusahaan.

Pengaruh pertumbuhan perusahaan terhadap penerimaan opini audit dengan penjelasangoing concern

Laba yang tinggi pada umumnya menandakan arus kas yang tinggi (Weston dan Brigham, 1993 dalam Santosa dan Wedari, 2007 : 146). Perusahaan yang mempunyai pertumbuhan laba yang tinggi cenderung memiliki laporan sewajarnya, sehingga potensi untuk mendapatkan opini yang baik(Unqualified Opinion) akan lebih besar.

Almant (1958) dalam Santosa dan Wedari (2007 : 146) menyatakan bahwa perusahaan dengan negative growth mengindikasikan kecenderungan yang lebih besar kearah kebangkrutan. kebangkrutan merupakan salah satu dasar bagi auditor untuk memberikan opini audit dengan penjelasan going concern. semakin tinggi pertumbuhan perusahaan maka semakin kecil kemungkinan penerimaan opiniaudit dengan penjelasn going concern.

Dokumen terkait