ANALISIS PENGARUH DEBT DEFAULT, OPINI AUDIT
SEBELUMNYA, DAN PERTUMBUHAN PERUSAHAAN TERHADAP
POTENSI PENERIMAAN OPINIAUDIT DENGAN PENJELASAN GOING
CONCERN
SKRIPSI
Diajukan oleh :
Suci Masrica
0813010003/FE/AK
Kepada
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
ANALISIS PENGARUH DEBT DEFAULT, OPINI AUDIT
SEBELUMNYA, DAN PERTUMBUHAN PERUSAHAAN TERHADAP
POTENSI PENERIMAAN OPINIAUDIT DENGAN PENJELASAN GOING
CONCERN
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Program Studi Akuntansi
Diajukan oleh :
Suci Masrica
0813010003/FE/AK
Kepada
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
SKRIPSI
ANALISIS PENGARUH DEBT DEFAULT, OPINI AUDIT SEBELUMNYA, DAN PERTUMBUHAN PERUSAHAAN TERHADAP
POTENSI PENERIMAAN OPINI AUDIT DENGAN PENJELASAN GOING CONCERN
Disusun Oleh : Suci Masrica 0813010003/FE/AK
Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
pada Tanggal 24 Februari 2012
Pembimbing : Tim Penguji :
Pembimbing Utama Ketua
Drs. Ec. Sjafii, Ak, MM Drs. Ec.H.Munari,MM Sekretaris
Drs.Ec.Sjafii, Ak, MM
Anggota
Drs.Ec. Muslimin, Msi
Mengetahui Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah- Nya sehingga dapat menyelesaikan penulisann skripsi yang merupakan salah satu persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur dengan judul “Analisis Pengaruh Debt Default, Opini Audit Sebelumnya, dan Pertumbuhan Perusahaan Terhadap Potensi Penerimaan Opini Audit Dengan Penjelasan Going Concern”.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak – pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung baik dalam bentuk dukungan, do’a maupun bimbingan yang telah diberikan. Secara khusus penulis dengan rasa hormat mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Ir. Teguh Sudarto, MP, selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Dr. Dhani Ichsanudin Nur, SE. MM, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
4. Ibu Dr. Sri trisnaningsih, SE. Msi, selaku Ketua Program Studi Akuntansi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
5. Bapak Drs. Ec. Sjafii, AK, MM, selaku Dosen Pembimbing penulis dalam mengerjakan skripsi
6. Bapak Drs. Saiful Anwar, Msi, selaku Dosen Wali Penulis.
7. Kedua orangtua penulis, Bapak dan Ibu yang selalu memberikan doa dan dukungannya kepada penulis, serta keluarga besar.
8. Seluruh teman –teman yang turut memberikan motivasi kepada penulis.
9. Serta pihak –pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, segala kritik dan saran sangat penulis harapkan guna meningkatkan mutu dari penulisan skripsi ini. penulis juga berharap, skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Surabaya, 20 februari 2012
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN ...1
1.1. Latar Belakang ...1
1.2. Perumusan Masalah ...7
1.3. Tujuan Penelitian ...7
1.4. Manfaat Penelitian ...7
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ...9
2.1. Penelitian Terdahulu ...9
2.2. Landasan Teori...12
2.2.1. Teori Agensi ...12
2.2.2. Laporan Keuangan ...13
2.2.3. Laporan Audit ...15
2.2.4. Going Concern ...16
2.2.5. Opini Audit ...17
2.2.6. Opini Audit Dengan Penjelasan Going Concern ...20
2.2.7. Finansial Distress ...23
2.2.8 Debt Default...24
2.2.9. Opini Audit Sebelumnya ...26
2.2.10. Pertumbuhan Perusahaan...28
2.4. Hipotesis... 30
BAB III : METODE PENELITIAN...31
3.1. Devinisi Operasional dan Pengukuran Variabel...31
3.1.1. Variabel Dependen...31
3.1.2 Variabel Independent... 32
3.2. Teknik Penentuan Sampel ...34
3.3. Teknik Pengumpulan Data ...37
3.3.1. Jenis dan Sumber Data...37
3.3.3. Prosedur Pengumpulan Data...37
3.4. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis...37
3.4.1. Teknik Analisis ...37
3.4.2. Uji Hipotesis ...38
BAB IV : HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN...42
4.1. Deskripsi Objek Penelitian ...43
4.1.1. Sejarah Bursa Efek Indonesia ...43
4.1.2 Deskripsi Sampel Penelitian... 45
4.2. Deskripsi Hasil Penelitian ...46
4.2.1. Opini Audit Dengan Penjelasan Going Concern ...44
4.2.2. Debt Default... 47
4.2.3. Opini Audit Sebelumnya... 50
4.2.4. Pertumbuhan Perusahaan... 52
4.3. Analisis Regresi Logistik...54
4.3.2. Uji Kesesuaian Model...55
4.3.3 Koefisien Determinasi... 56
4.3.4 Ketepatan Klasifikasi... 56
4.3.5 Uji Hipotesis... 57
4.4. Pembahasan Hasil Penelitian... 60
4.4.1. Debt Default Terhadap Penerimaan Opini Audit ...60
4.4.2. Opini Audit Sebelumnya Terhadap Penerimaan Opini Audit... 61
4.4.3. Pertumbuhan Perusahaan Terhadap Penerimaan Opini Audit... 64
BAB V : KESIMPULAN dan SARAN ...65
5.1. Kesimpulan ...65
5.2. Keterbatasan Penelitian... 66
5.3. Saran ...66 DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel 3.2.1. Proses Seleksi Sampel...35
Tabel 3.2.2 Daftar nama perusahaan yang menjadi sampel penelitian...36
Tabel 4.1 Rekapitulasi Opini Audit Dengan Penjelasan Going Concern...47
Tabel 4.2 Rekapitulasi Status Debt Default...48
Tabel 4.3 Tabulasi Silang Default Dan Opini Audit Going Concern...49
Tabel 4.4 Rekapitulasi Opini Audit Sebelumnya...50
Tabel 4.5 Rekapitulasi Laba Perusahaan Manufaktur ...52
Tabel 4.7 Nilai Rata-Rata Laba dan Pertumbuhan Perusahaan GC dan NGC.53 Tabel 4.8 Hasil Uji Serentak...54
Tabel 4.9 Hasil Uji Kesesuaian Model...55
Tabel 4.10 Nilai R2 Nagelkerke...56
Tabel 4.11 Ketepatan Klasifikasi...57
Analisis Pengaruh Debt Default, Opini Audit Sebelumnya danPertumbuhan
Perusahaan Terhadap Potensi Penerimaan Opini Audit Dengan Penjelasan
Going Concern
Oleh : Suci Masrica
Abstraksi
Penelitian ini bertujuan menguji faktor- faktor yang dapat mempengaruhi penerimaan opini audit dengan penjelasan going concern. Faktor yang diuji adalah debt default, opini audit sebelumnya dan pertumbuhan perusahaan.
Sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang mengalami perolehan laba bersih negatif terdaftar di BEI periode 2008 – 2010 yang berjumlah 35 perusahaan. Regresi logistik digunakan untuk menguji faktor – faktor yang diduga berpengaruh terhadap penerimaan opini audit dengan penjelasan going concern.
Hasil penelitian menunjukkan pengaruh debt default dan opini audit sebelumnya adalah negatif signifikan terhadap penerimaan opini audit dengan penjelasan going concern. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian terdahulu (Alexander Ramadhany 2004, Praptitorini dan Januarti 2007). Dan untuk pertumbuhan perusahaan tidak berpengaruh terhadap penerimaan opini audit dengan penjelasan going concern. Hasil ini konsisten dengan penelitian terdahulu (Santosa dan Wedari 2007, serta Rudyawan dan Badera 2007) .
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring dengan pertumbuhan bisnis secara global dan banyaknya perusahaan yang memutuskan untuk go – public diharapkan akan membawa dampak positif untuk perekonomian negara. Dampak positif tersebut tentu bukan untuk sesaat yang hanya bertahan beberapa tahun kedepan melainkan dapat bertahan seterusnya. Perusahaan didirikan dengan asumsi going concernyakni bahwa bisnis tersebut akan terus bertahan hidup selama mungkin. Namun tidak menutup kemungkinan banyak perusahaan besar yang kemudian tidak mampu menghadapi persoalanekonomi yang ada hingga diragukan kelangsungan hidupnya (going concern) di masa mendatang, beberapa diantaranya mengarah pada likuidasi atau kebangkrutan.
hingga ke auditor selaku penilai atas kewajaran suatu laporan keuangan melalui opini yang dituangkan dalam laporan audit.
Bangkrutnya perusahaan energi Enron merupakan salah satu contoh terjadinya kegagalan bisnis di Amerika. Enron merupakan salah satu perusahaan yang terbesar dalam bidang listrik, gas alam, komunikasi dan kertas. Enron menjadi sorotan pada akhir 2001, ketika terungkap bahwa kondisi keuangan yang dilaporkannya didukung terutama oleh penipuan akuntansi sistematis, terlembaga dan direncanakan secara kreatif.Enron mengaku penghasilannya pada tahun 2000 berjumlah sekitar $121milyar dan diketahui menerima opini wajar tanpa pengecualian pada tahun sebelum terjadinya kebangkrutan (Tucker et al., 2003 dalam Rudyawan dan Badera, 2007). Fakta ini memunculkan pertanyaan mengapa perusahaan yang memperoleh laba begitu besar dan dinyatakan bersih dengan mendapat opini wajar tanpa pengecualian bisa berhenti beroperasi. Hal ini terungkap karena adanya skandal akuntansi yang melibatkan pihak manajemen dan auditor eksternal.Arthur Andersen dipersalahkan dalam kasus kebangkrutan Enron dan divonis pihak pengadilan karena melakukan mark up pendapat dan menyembunyikan hutang lewat business partnership (Kompas, 16 Juni 2002 dalam Ramadhany, 2004).
merupakan pihak yang paling bertanggungjawab dalam menilai kewajaran laporan keuangan perusahaan melalui pernyataan pendapat yang diberikan.
Auditor juga bertanggungjawab untuk menilai apakah terdapat kesangsian besar terhadap kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya (going concern) dalam periode waktu yang pantas, tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan keuangan yang sedang diaudit (SPAP Seksi 341, 2011).Auditor harus memiliki keberanian untuk mengungkapkan permasalahan mengenai kelangsungan hidup (going concern) perusahaan klien (Rudyawan& Badera, 2007). Ketika kondisi ekonomi merupakan suatu yang tidak pasti, para investor mengharapkan auditor memberikan early warning akan kegagalan keuangan perusahaan (Chen dan Church, 1996) dalam Praptitorini (2007), karena opini auditor menjadi salah satu pertimbangan penting bagi investor dalam mengambil keputusan berinvestasi. Oleh karena itu, auditor sangat diandalkan dalam memberikan informasi yang berkualitas dalam laporan auditnya.
keuangan maka diberikan adverse opinion(pendapat tidak wajar). Sementara itu
disclaimer opinion(tidak mengeluarkan pendapat) dikeluarkan oleh auditor jika
manajemen tidak memiliki rencana untuk mengurangi dampak tersebut atau rencana manejemen tersebut dirasa tidak efektif (SPAP Seksi 341).
Pengeluaran opini audit dengan penjelasan going concern ini sangat berguna bagi para pemakai laporan keuangan khususnya pihak eksternal sebagai dasar informasi untuk membuat keputusan yang tepat baik dalam keputusan pemberian kredit maupun dalam berinvestasi, terlebih bagi calon investor, ia perlu mengetahui dengan baik kondisi perusahaan terutama yang menyangkut kelangsungan hidup perusahaan tersebut agar dana yang diinvestasikan tidak menjadi sia-sia. Hal ini membuat auditor mempunyai tanggungjawab yang besar untuk mengeluarkan opini audit dengan penjelasangoing concern yang konsisten dengan keadaan yang sesungguhnya. Untuk itu, pemberian status going concern bukanlah suatu tugas yang mudah bagi auditor (Koh dan Tan, 1999 dalam Praptitorini dan Januarti, 2007).
Opini audit dengan penjelasan going concern diberikan auditor jika perusahaan auditee diragukan kemampuannya dalam mempertahankan kelangsungan hidup usahanya. Opini ini pada dasarnya diterima oleh perusahaan dengan kondisi tren negatif, mengalami kesulitan keuangan, ataupun menghadapi masalah internal yang kemudian menimbulkan keraguan subtansial akan kelangsungan hidup di masa mendatang. Namun pada kenyataannya indikator lain muncul dan dapat menjadi faktor yang mengindikasikan masalah going
concerndan menjadi pertimbangan auditor dalam mengeluarkan opini audit
dengan penjelasan going concern.
Debt default atau didefinisikan sebagai kegagalan perusahaan dalam
membayar hutang pokok dan bunganya pada waktu jatuh tempo, memberikan kekuatan penjelas yang signifikan untuk keputusan opini audit dengan penjelasan
going concern. Pada umumnya informasi yang secara signifikan berlawanan
dengan asumsi kelangsungan hidup suatu entitas adalah berhubungan dengan ketidakmampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo atau default (SA Seksi 341).Lenard et. al. (1998) menyatakan bahwa auditor harus mempertimbangkan kondisi ekonomi yang mempengaruhi perusahaan, kemampuan membayar hutang dan kebutuhan likuiditas di masa yang akan datang.
diterima oleh auditee pada tahun sebelumnya. Jika perusahaaan telah menerima opini audit dengan penjelasangoing concern pada tahun sebelumnya maka besar kemungkinanan akan menerima opini yang sama tahun berikutnya, kecuali jika perusahaan mampu menunjukkan peningkatan keuangan yang signifikan.
Pertumbuhan perusahaan dapat dilihat dari pertumbuhan laba yang tinggi. Laba yang tinggi pada umumnya menandakan arus kas yang tinggi (Weston dan Bringham, 1993) dalam Santosa dan Wedari (2007 : 146). Pada perusahaan yang memiliki pertumbuhan negatif (negative growth) mengindikasikan kecenderungan yang lebih besar kearah kebangkrutan yang kemudian dapat dijadikan sebagai salah satu dasar oleh auditor untuk memberikan opini audit dengan penjelasan
going concern (Alman, 1968) dalam Santosa dan Wedari (2007 : 146).
Berdasarkan uraian diataspeneliti ingin melakukan pengujian terhadapdebt
default, opini audit tahun sebelumnya dan pertumbuhan perusahaan yang
cenderung dapat mempengaruhi penerimaan opini audit dengan penjelasan going
concern. Adapun alasan faktor-faktor tersebut dipilih sebagai variabel
independent dalam penelitian ini karena peneliti tertarik untuk membuktikan kekonsistenan dengan hasil penelitian-penelitian terdahulu.Dalam penelitian ini, peneliti mengunakan judul “ANALISISPENGARUH DEBT DEFAULT,
OPINI AUDIT SEBELUMNYA, DAN PERTUMBUHAN PERUSAHAAN
TERHADAP POTENSI PENERIMAAN OPINIAUDIT DENGAN
PENJELASAN GOING CONCERN”.
Melihat dari latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah “ apakah debt
default, opini audit tahun sebelumnya, dan pertumbuhan perusahaan
berpengaruh terhadap kemungkinan penerimaan opini audit dengan penjelasan
going concern pada perusahaan manufaktur?”
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk membuktikan apakah faktor debt default, opini audit tahun sebelumnya dan pertumbuhan perusahaan mempengaruhi kemungkinan penerimaan opini audit dengan penjelasan going concern pada perusahaan manufaktur.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi kepada pihak- pihak yang berkepentingan.
1. Bagi peneliti
Dapat menambah pengetahuan peneliti dalam hal opini audit dengan penjelasan going concern yang diberikan auditor untuk auditee.
2. Bagi akademisi
Diharapkan dapat memberikan kontribusi pengetahuan di bidang akuntansi terutama mata kuliah auditing dan untuk bahan referensi penelitian selanjutnya.
a. praktisi akuntan publik (auditor)
Diharapkan audior lebih seksama dalam memberikan penilaian keputusan opini audit yang mengacu pada kelangsungan hidup entitas dengan memperhatikan tingkat kesehatan perusahaan selama ini.
b. Bagi pihak eksternal (investor, kreditor, supplier)
Diharapkan menjadi masukkan untuk lebih memahami kondisi perusahaan berkaitan dengan kelangsungan hidup perusahaan sebelum memutuskan menjalin kerjasama dalam jangka waktu yang tidak pendek.
c. Bagi perusahaan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
1. Alexander Ramadhany (2004)
Penelitian dengan judul “Analisis Faktor- Faktor Yang
Mempengaruhi Penerimaan Opini Going Concern Pada Perusahaan
Manufaktur Yang Mengalami Financial Distress Di Bursa Efek Jakarta”.
Penelitian ini menguji apakah komisaris independen komite audit,
default hutang, kondisi keuangan, opini audit sebelumnya, ukuran
perusahaan dan skala auditor berpengaruh terhadap penerimaan opini
going concern.
Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan regresi logistik
menunjukkan bahwa default hutang, kondisi keuangan dan opini audit
sebelumnya signifikan berpengaruh terhadap penerimaan opini going
concern dengan tingkat signifikansi 5%. Sementara untuk komisaris
independen komite audit, ukuran perusahaan dan skala auditor tidak
berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini going concern dengan
2. Fanny dan Saputra (2005)
Melalui penelitiannya “ Opini Audit Going Concern: Kajian
Berdasarkan Model Prediksi Kebangkrutan, Pertumbuhan Perusahaan,
Dan Reputasi KAP”.
Penelitian ini menguji apakah model prediksi kebangkrutan,
pertumbuhan perusahaan, dan reputasi KAP dapat mempengaruhi
penerimaan opini going concern.
Hasil penelitian dengan menggunakan regresi logistik menyatakan
bahwa model prediksi kebangkrutan Almant berpengaruh signifikan
terhadap penerimaan opini going concern, sementara pertumbuhan
perusahaan dan reputasi auditor tidak berpengaruh signifikan terhadap
opini going concern.
3. Santosa dan Wedari (2007)
Melalui penelitiannya “Analisis Faktor Faktor YangMempengaruhi
Kecenderungan Penerimaan Opini Audit Going concern”.Penelitian ini
untuk menguji apakah kualitas audit, kondisi keuangan, opini audit
sebelumnya, pertumbuhan perusahaan dan ukuran perusahaan berpengaruh
terhadap penerimaan opini audit going concern.
Berdasarkan hasil analisis regresi logistik, disimpulkan bahwa
opini audit sebelumnya berpengaruh positif dan kualitas audit serta
pertumbuhan perusahaan tidak berpengaruh terhadap kecenderungan
penerimaan opini audit going concern.
4. Praptitorini dan Januarti (2007)
Dalam penelitiannya “Analisis Pengaruh Kualitas Audit, Debt
Default dan Opinion Shopping Terhadap Penerimaan Opini Going
Concern”. Praptitorini dan Januarti menguji apakah ketiga variabel
tersebut berpengaruh terhadap kemungkinan penerimaan opini going
concern.
Kesimpulan dari penelitian dengan menggunakan regresi logistik
tersebut menunjukan bahwa variabel kualitas audit tidak berpengaruh
signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern, variabel debt
default terbukti berpengaruh signifikan, sementara dari hasil analisis
dengan metode penelitian Lennox (2002), didapatkan hasil opini non
going concern cenderung didapat ketika tidak melakukan pergantian
auditor.
5. Rudyawan dan Badera (2007)
Dalam penelitiannya “Opini Audit Going Concern: Kajian
Berdasarkan Model Prediksi Kebangkrutan, Pertumbuhan Perusahaan,
Pengujian dengan regresi logistik ini menghasilkan kesimpulan
bahwa model prediksi kebangkrutan berpengaruh pada penerimaan opini
going concern, sebaliknya pertumbuhan perusahaan, laverage dan reputasi
auditor tidak berpengaruh pada penerimaan opini going concern.
Penelitian terdahulu dengan penelitian yang dilakukan sekarang ini
memiliki perbedaan dan persamaan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian
terdahulu adalah terletak pada dimensi waktu serta variabel independent yang
digunakan.
Persamaan antara penelitian sekarang dengan penelitian terdahulu adalah
penggunaan variabel terikatnya (dependent variabel) yakni penerimaan opini
audit dengan penjelasangoing concern serta penggunaan metode pengujian regresi
logistik. Penelitian terdahulu digunakan sebagai bahan pertimbangan yang
mendukung penelitian ini.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Teori Agensi
Jansen dan Meckling (1976) dalam Praptitorini (2007 : 5) menggambarkan
hubungan agensi sebagai suatu kontrak dibawah satu atau lebih prinsipal yang
melibatkan agen untuk melaksanakan beberapa layanan bagi mereka dengan
melakukan pendelegasian wewenang pengambilan keputusan kepada agen. Agen
dan prinsipal diasumsikan orang ekonomi rasional dan termotivasi oleh
kepentingan pribadi, dan sering kali kepentingan antara keduanya berbenturan
pembuatan keputusan mengenai perusahaan kepada manajer (agen) yang dianggap
lebih memahami perusahaan. Namun, manajer tidak selalu bertindak sesuai
dengan keinginanshareholders.
Adanya kesenjangan informasi atau asimetri informasi antara prinsipal
dengan agen menyebabkan prinsipal tidak mampu menentukan apakah agen
bertindak optimal dalam menjalankan delegasi yang diberikan. Untuk itu
dibutuhkan pihak ketiga yang independen sebagai mediator pada hubungan antara
prinsipal dengan agen. Pihak ketiga ini berfungsi untuk memonitor perilaku
manajer (agen) apakah sudah bertindak sesuai dengan keinginan prinsipal.
Auditor adalah pihak yang dianggap mampu menjembatani kepentingan
pihak prinsipal dengan pihak manajer dalam mengelola keuangan perusahaan
(Setiawan, 2006) dalam Praptitorini (2007 : 6). Auditor melakukan fungsi
monitoring pekerjaan manajer melalui sebuah sarana yaitu laporan tahunan. Tugas
auditor adalah memberikan opini atas laporan keuangan tersebut, mengenai
kewajarannya dan termasuk mempertimbangankan akan kelangsungan hidup
perusahaan.
2.2.2 Laporan Keuangan
Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari suatu proses pencatatan,
merupakan suatu ringkasan dari transaksi-transaksi keuangan yang terjadi selama
tahun buku bersangkutan (Baridwan, 2007 : 17). Laporan keuangan dibuat oleh
manajemen sebagai bentuk laporan pertanggungjawaban untuk mengelolah
Tujuan laporan keuangan adalah untuk memberikan informasi
menyangkut posisi keuangan, kinerja serta informasi keuangan lain yang dimiliki
oleh perusahaan. Informasi yang ada dalam laporan keuangan menjadi dasar
dalam pengambilan keputusan bisnis oleh pihak manajemen, pemegang saham,
investor maupun kreditor dan pihak berkepentingan lainnya.
Menurut Darsono dan ashari (2005 : 18-25), Laporan keuangan terdiri dari
5 komponen berikut :
1. laporan posisi keuangan (neraca), menginformasikan aset lancar dan aset
tidak lancar serta liabilitas baik jangka pendek maupun jangka panjang
yang dimiliki perusahaan pada periode tersebut.
2. Laporan laba rugi, menyajikan informasi mengenai pendapatan, beban
serta laba atau rugi perusahaan selama periode tertentu.
3. Laporan perubahan ekuitas, menjelaskan perubahan modal yang terjadi
selama periode tertentu.
4. Laporan arus kas, memberikan informasi mengenai sumber dan
pengeluaran kas perusahaan melalui aktivitasnya (operasi, investasi dan
pendanaan) selama periode tertentu.
5. Catatan atas laporan keuangan merupakan rincian berupa penjelasan
umum berkaitan dengan laporan keuangan serta kebijakan akuntansi yang
Laporan keuangan harus disajikan secara wajar dengan menerapkan PSAK
secara benar dan disertai pengungkapan dalam catatan atas laporan keuangan
(PSAK, 2007).
2.2.3 Laporan audit
Laporan audit merupakan hasil akhir dari suatu penugasan auditor dalam
penilaian kewajaran laporan keuangan perusahaan yang dibuat oleh auditor
(KAP).Laporan audit bentuk baku terdiri atas :
1. judul laporan, standar auditing menyatakan bahwa judul laporan harus
mengandung kata independen dimaksudkan agar pemakai laporan
mengetahui bahwa audit dilaksanakan oleh pihak independen.
2. alamat laporan audit, mencantumkan kepada siapa laporan audit ditujukan.
umumnya mengalamatkan kepada dewan direksi dan pemegang saham.
3. paragraf pendahuluan, menjelaskan bahwa auditor telah melaksanakan
audit dan menyatakan tanggung jawabnya hanya sebatas pada opini audit.
4. paragraf ruang lingkup, pernyataan faktual tentang proses audit yang
dilakukan auditor berdasarkan standar auditing yang berlaku umum.
5. paragraf pendapat, berisiopini auditor atas kewajaran laporan keuangan.
6. paragraf penjelas (jika dibutuhkan), dalam kondisi tertentu auditor
menambahkan paragraf penjelas sebagai informasi tambahan.
8. tanggal laporan audit, menunjukkan tanggal auditor menyelesaikan
prosedur auditnya(Arens, 2007 : 58).
2.2.4 Going Concern
Hany et. al. (2003) dalam Santosa dan Wedari (2007) mendefinisikan
going concern adalah kelangsungan hidup suatu badan usaha, yakni kemampuan
mempertahankan kegiatan usahanya dalam waktu yang panjang, tidak dilikuidasi
dalam jangka waktu pendek. Setiawan (2006) dalam Santosa dan Wedari (2007)
menyatakan bahwa going concern sebagai asumsi bahwa perusahaan dapat
mempertahankan hidupnya secara langsung akan mempengaruhi laporan
keuangan. Laporan keuangan yang disiapkan dengan dasar going concernakan
mengasumsikan bahwa perusahaan akan bertahan melebihi jangka waktu pendek.
Petronela (2004) dalam Santosa dan Wedari(2007) menyatakan kajian atas
going concern dapat dilakukan dengan melihat kondisi internal perusahaan yang
tercermin dalam profitabilitas, likuiditas ataupun respon investor terhadap
perusahaan. Prediksi tentang kemungkinan bangkrut atau tidaknya suatu
perusahaan termasuk salah satu komponen keputusan tentang going concern.
Dengan demikian, jika suatu perusahaan dinyatakan dalam kategori bangkrut oleh
model keputusan tersebut, prediksi ini akan membantu kepastian dalam opini
auditor yang berkaitan dengan kelangsungan hidup entitas. Arens (2007 : 66)
Sekalipun tujuan audit bukan untuk mengevaluasi kesehatan keuangan
perusahaan, auditor memiliki tanggung jawab untuk mengevaluasi apakah
2.2.5 Opini Audit
Tujuan audit umum atas laporan keuangan oleh auditor independen adalah
untuk menyatakan pendapat atas kewajaran, dalam semua hal yang material,
posisi keuangan dan hasil usaha serta arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi
yang berlaku umum (SA Seksi 110). Dengan kata lain dalam melakukan
penugasan umum, auditor bertugas memberikan opini atas laporan keuangan
klien.
Pendapat atau opini merupakan bagian yang tak terpisah dari laporan
audit. Laporan audit penting sekali dalam suatu audit atau proses atestasi lainnya
karena laporan tersebut menginformasikan pemakai informasi mengenai apa yang
dilakukan auditor dan kesimpulan yang diperolehnya. Pendapat audit dituangkan
dalam paragraf pendapat yang merupakan bagian dari laporan audit.
Terdapat 5 jenis opini audit ( Mulyadi, 1998) yaitu :
1. Pendapat wajar tanpa pengecualian ( Unqualified Opinion)
Pendapat wajar tanpa pengecualian diberikan oleh auditor jika tidak terjadi
pembatasan dalam ruang lingkup dan tidak terdapat pengecualian yang signifikan
mengenai kewajaran dan penerapan prinsip akuntansi berterima umum dalam
penyusunan laporan keuangan. Kata wajar dalam paragraf pendapat mempunyai
makna bebas dari keragu-raguan dan ketidakjujuran. Laporan auditdengan
a. Laporan keuangan disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi
berterimaumum di Indonesia.
b. Perubahan penerapan prinsip akuntansi berterima umum dari periode
ke periode telah cukup dijelaskan.
c. Dalam pelaksanaan perikatan, seluruh standar umum dapat dipenuhi
olehauditor.
d. Bukti kompeten cukup dapat dikumpulkan oleh auditor, dan auditor
telahmelaksanakan perikatan sedemikian rupa sehingga
memungkinkan untukmelakukan tiga standar pekerjaan lapangan.
e. Tidak ada keadaan yang mengharuskan auditor untuk
menambahparagrafpenjelas atau modifikasi kata-kata dalam laporan
audit.
2. Pendapat wajar tanpa pengecualiaan dengan paragraf penjelas (unqualified
opinion with explanatury language).
Jika terdapat hal-hal yang memerlukan bahasa penjelasan, namun laporan
keuangan tetap menyajikan secara wajar maka auditor menambahkan suatu
paragraf penjelasdalam laporan audit, meskipun tidakmempengaruhi pendapat
wajar tanpa pengecualian atas laporan keuanganauditan.Paragaraf penjelas
dicantumkan setelah paragraf pendapat. Keadaanyang menjadipenyebab utama
ditambahkannya suatu paragraph penjelas ataumodifikasi kata‐kata dalam laporan
a. Ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi berterima umum.
b. Keraguan besar tentang kelangsungan hidup.
c. Auditor setuju dengan suatu penyimpangan dari prinsip akuntansi
yangdikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan.
d. Penekanan atas suatu hal. Misal adanya transaksi dangan pihak terkait
yang bernilai besar, peristiwa penting yang terjadi setelah tanggal
neraca, ketidakpastian material yang diungkap dalam catatan kaki.
e. Laporan audit yang melibatkan auditor lain.
3. Pendapat Wajar Dengan Pengecualian ( Qualified Opinion)
Pendapat wajar dengan pengecualian diberikan apabila auditee menyajikan
secara wajar laporan keuangan, dalam semua hal yang material sesuai dengan
prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia, kecuali untuk dampak hal-hal
yang dikecualikan. Pendapat wajar dengan pengecualian diberikan kepada
perusahaan yang berada dalam kondisi sebagai berikut:
a. Tidak adanya bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan
lingkup audit.
b. Auditor tidak dapat melaksanakan prosedur audit penting karena
kondisi yang berada diluar kekuasaan klien maupun auditor.
Pendapat tidak wajar diberikan apabila auditor yakin bahwa laporan
keuangan auditee secara keseluruhan mengandung salah saji yang material atau
menyesatkan sehingga tidak menyajikan secara wajar sesuai dengan prinsip
akuntansi berterima umum. Pendapat tidak wajar diterbitkan setalah auditor
melakukan investigasi mendalam.
5. Pernyataan Tidak Memberikan Pendapat ( Disclaimer Opinion)
Auditor menyatakan tidak memberikan pendapat jika dia
tidakmelaksanakan audit yang berlingkup memadai untuk memungkinkan
auditormemberikan pendapat atas laporan keuangan. Pendapat ini juga
diberikanapabila auditor dalam kondisi tidak independen dalam hubungannya
dengan klien.
Opini audit diberikan oleh auditor melalui beberapa tahap audit
sehinggaauditor dapat memberikan kesimpulan atas opini yang harus diberikan
ataslaporan keuangan yang diauditnya. Arens (2007) mengemukakan
bahwalaporan audit adalah langkah terakhir dari seluruh proses audit.
Dengandemikian, auditor dalam memberikan opini sudah didasarkan pada
keyakinanprofesionalnya.
2.2.6 Opini Audit Dengan Penjelasan Going Concern
Opini auditdengan penjelasan going concern merupakan opini yang
dikeluarkan auditor untuk memastikan apakah perusahaan dapat mempertahankan
kelangsungan hidupnya (SPAP, 2011). Standar Auditing seksi 341 (SPAP, 2011)
terdapat kesangsian besar terhadap kemampuan entitas dalam mempertahankan
kelangsungan hidupnya dalam periode waktu yang pantas, tidak melebihi satu
tahun sejak tanggal laporan keuangan yang di audit.
(Ramadhany, 2007 ) bila terdapat kesangsian terhadap kelangsungan hidup
entitas, maka auditor harus mempertimbangkan apakah disclosure
(pengungkapan) yang terdapat dalam laporan keuangan dianggap wajar. Beberapa
diantaranya berkaitan dengan :
a. Kondisi atau peristiwa yang menimbulkan kesangsian besar mengenai
going concern .
b. Dampak yang mungkin ditimbulkan oleh kondis/ peristiwa tersebut.
c. Kemunkinan dihentikannya operasi satuan usaha (dilikuidasi).
d. Informasi mengenai kemungkinan pulihnya kembali satuan usaha.
Dalam SPAP (SA Seksi 341) disebutkan beberapa pertimbangan atas
kondisi dan peristiwa yang dapat menunjukkan adanya kesangsian besar tentang
kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam
jangka waktu yang pantas diantaranya :
1. Tren negatif, sebagai contoh, kerugian operasi yang berulang terjadi,
kekurangan modal kerja, arus kas negatif dari kegiatan usaha, rasio
2. Petunjuk lain tentang kemungkinan kesulitan keuangan(financial
distress), sebagai contoh, kegagalan dalam memenuhi kewajiban
utang atau perjanjian serupa, penunggakan pembayaran dividen,
penolakan oleh pemasok terhadap pengajuan permintaan pembelian
kredit biasa, restrukturisasi utang, kebutuhan untuk mencari sumber
atau metode pendanaan baru, atau penjualan sebagian besar aktiva.
3. Masalah intern, sebagai contoh, pemogokan kerja atau kesulitan
hubunganperburuhan yang lain, ketergantungan besar atas sukses
proyek tertentu, komitmen jangka panjang yang tidak bersifat
ekonomis, kebutuhan untuk secara signifikan memperbaiki operasi.
4. Masalah luar yang telah terjadi, contoh, pengaduan gugatan
pengadilan, keluarnya undang-undang atau masalah-masalah lain yang
kemungkinan membahayakan kemampuan entitas untuk beroperasi,
kehilangan franchise, lisensi atau paten penting, kehilangan pelanggan
atau pemasok utama, kerugian akibat bencana besar, seperti gempa
bumi, banjir, kekeringan, yang tidak diasuransikan atau diasuransikan,
namun dengan pertanggungan yang tidak memadai.
Jika auditor yakin bahwa terdapat kesangsian besar mengenai kemampuan
entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu
pantas, maka auditor harus memperoleh informasi rencana manajemen yang
ditunjukkan untuk mengurangi dampak kondisi dan peristiwa tersebut, dan
dilaksanakan. Jika manajemen tidak memiliki rencana yang dapat mengurangi
dampak kondisi going concern tersebut, auditor harus mempertimbangkan
pendapat “disclaimer opinion”
Sebaliknya apabila manajemen mempunyai rencana untuk mengurangi
dampak kondisi terhadap kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan
kontinuitas usahanya, auditor dapat mempertimbangkan rencana tersebut. Jika
berdasarkan pertimbangannya, auditor berkesimpulan bahwa rencana manajemen
dapat secara efektif menjamin kelangsungan hidup usahanya dan klien
mengungkapkan keadaan tersebut dalam notes of finacial statement-nya, maka
auditor dapat memberikan pendapat wajar tanpa pengecualiaan dengan bahasa
penjelasan (unqualified opinion with explanatury language).
Opini audit dengan penjelasangoing concern dapat diterbitkan pada
laporan audit dengan tambahan paragraf penjelas dibawah paragraf pendapat yang
menjelaskan dampak kondisi terhadap kemampuan satuan usaha dalam
mempertahankan kelangsungan hidup usaha di masa mendatang. Opini audit
dengan modifikasi mengenai going concern, mengindikasikan bahwa dalam
penilaian auditor terdapat resiko perusahaan tidak dapat bertahan dalam bisnis
yang normal. Dilain pihak, perusahaan yang mempunyai kondisi keuangan yang
baik atau sehat memperoleh opini “standard” atau “unqualified”.
2.2.7 Financial Distress
Financial distress mempunyai makna kesulitan dana baik dalam arti kas
31),financial distress yang dihadapi perusahaan bisa bersifat jangka pendek
(technical insolvency) sampai dengan tingkat yang insolvabel (actual insolvency).
Perusahaan dikatakan mengalami technical insolvencyjika tidak dapat memenuhi
kewajiban lancar ketika jatuh tempo. Ketidakmampuan tersebut menunjukkan
perusahaan mengalami kesulitan keuangan dan akan segera mengahadapi tagihan
para krediturnya. Sedangkan yang insolvabel namun tidak mengalami kesulitan
jangka pendek masih memiliki kesempatan untuk memperbaiki kondisi
keuangannya namun jika tidak berhasil maka perusahaan dapat mengarah pada
kebangkrutan atau likuidasi ataupun insolvabilitas (Brigham dan Gapenski, 1997
www.google.com).
Kesulitan keuangan dapat terjadi akibat kerugian berulang atau kerugian
besar yang diderita suatu perusahaan yang kemudian menyebabkan timbulnya
saldo laba negatif atau defisit, perusahaan yang dalam kondisi defisit mungkin
akan mengalami kesulitan dalam melakukan kegiatan operasional dan dalam
pendanaan operasinya. Hal yang lebih buruk bila defisit yang terjadi
menyebabkan perusahaan melanggar persyaratan perjanjian kredit (debt
covenant). Hal ini mendorong perusahaan ke arah kebangkrutan (PSAK, 2003
No.51). Kebangkrutan diartikan sebagai kegagalan perusahaan dalammenjalankan
operasi perusahaan untuk menghasilkan laba (Supardi dan Mastuti, 2003) dalam
Ramadhany (2004 : 30).
Dalam istilah akuntansi, debt (utang) adalah suatu kewajiban membayar
kas atau barang kepada pihak yang telah meminjamkan. Default adalah
ketidakmampuan membayar, kegagalan.Debt Defaultdidefinisikan sebagai
kelalaian atau kegagalan debitor untuk membayar utang pokok dan bunganya
pada waktu jatuh tempo (Chen dan Church, 1992 dalam Ramadhany, 2004 : 41).
Dalam penelitiannya menemukan bahwa kesulitan dalam mentaati persetujuan
hutang, fakta – fakta pembayaran yang lalai atau pelanggaran perjanjian,
memperjelas masalah going concern suatu perusahaan.
Sebelum atau sesudah keadaan default ini terjadi, biasanya perusahaan
akan menegoisasikan penjadualan hutang kembali (restrukturisasi) dengan
kreditor. Hal ini merupakan salah satu bentuk rencana manajemen untuk
mengatasi kondisi yang berkaitan dengan kelangsungan hidup usahanya. (SA
Seksi 341, paragraf 7). Restrukturisasi hutang merupakan suatu proses untuk
merestruktur hutang bermasalah dengan tujuan untuk memperbaiki posisi
keuangan debitur. (PSAK No. 54, 2009). Restrukturisasi hutang dapat mencakup
pengubahan syarat hutang dengan syarat yang lebih ringan atau penundaan
pembayaran kas oleh debitur karena adanya konsesi khusus yang diberikan
kreditur untuk membantu debitur meningkatkan kondisi keuangannya.
Jika default hutang telah terjadi atau proses negoisasi tengah berlangsung
dalam rangka menghindari default selanjutnya, auditor cenderung mengeluarkan
opini audit dengan penjelasan going concern. Namun jika auditor meyakini bahwa
tindakan tersebut tidak efektif menjamin kelangsungan hidup perusahaan maka
Dalam PSA 30, (Praptitorini dan Januarti, 2007 : 7) indikator going
concern yang banyak digunakan auditor dalam memberikan keputusan opini audit
adalah kegagalan dalam memenuhi kewajiban hutangnya (default).Adanya status
default dapat meningkatkan kemungkinan auditor mengeluarkan opini audit
dengan penjelasangoing concern.
Pengaruh status debt default terhadap penerimaan opini audit dengan
penjelasan going concern
Sebagian besar penelitian terdahulu telah menggunakan rasio keuangan
untuk mengidentifikasikan masalah going concern pada perusahaan (Koh dan Tan
1999, Chen dan Church 1992, Mutcher 1985). Wawancara yang dilakukan
Mutchler (1984) terhadap auditor menyatakan bahwa mereka tidak perlu
menggunakan analisis rasio dalam memutuskan keputusan going concern.
Indikator going concern yang banyak digunakan auditor dalam memberikan
keputusan opini audit adalah kegagalan debitur dalam memenuhi kewajibannya
(default) Ramadhany (2004 : 41).
Manfaat status default terhadap potensi masalah going concern juga diteliti
oleh Chen dan Church (1992). Hasil penelitiannya menemukan hubungan positif
yang kuat antara status default dengan penerimaan opini audit dengan penjelasan
going concern.
2.2.9 Opini Audit Sebelumnya
Muthcler (1984) dalam Ramadhany (2004 : 43) melakukan wawancara
audit dengan penjelasangoing concern pada tahun sebelumnya lebih cenderung
untuk menerima opini yang sama pada tahun berjalan. Hal ini juga didukung
penelitian dari Nogler (1995) dalam Santosa dan Wedari (2007 : 146) yang
menemukan bukti bahwa setelah auditor mengeluarkan opini audit dengan
penjelasangoing concern, perusahaan harus menunjukkan peningkatan keuangan
yang signifikan untuk memperoleh opini bersih (unqualified opinion) pada tahun
berikutnya, jika tidak mengalami peningkatan keuangan yang signifikan maka
opini yang sama dapat kembali diberikan.
Adanya opini audit dengan penjelasangoing concern tahun sebelumnya
akan menjadi faktor pertimbangan bagi auditor untuk mengeluarkan kembali
opini serupa pada tahun berikutnya. Dengan kata lain opini audit dengan
penjelasangoing concern tahun sebelumnya yang telah diterima auditee dapat
mempengaruhi penerimaan opini tahun berikutnya.
Pengaruh opini tahun sebelumnya terhadap penerimaan opini audit dengan
penjelasangoing concern
Ramadhany (2004) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa opini audit
tahun sebelumnya berpengaruh terhadap penerimaan opini audit dengan
penjelasan going concern. Muchler (1984) melakukan wawancara dengan praktisi
auditor yang menyatakan bahwa perusahaan yang menerima opini audit dengan
penjelasan going concern pada tahun sebelumnya lebih cenderung untuk
menerima opini yang sama pada tahun berjalan. Hal ini juga didukung penelitian
opini audit dengan penjelasan going concern, perusahaan harus menunjukkan
peningkatan keuangan signifikan untuk memperoleh opini bersih (unqualified
opinion) pada tahun berikutnya. Santosa dan Wedari (2007) menyatakan hal yang
sama dalam penelitiannya bahwa opini tahun sebelumnya berpengaruh positif
terhadap penerimaan opini auidt dengan penjelasan going concern berikutnya.
2.2.10 Pertumbuhan Perusahaan
Baik tidaknya kondisi keuangan perusahaan dapat dilihat dari
pertumbuhan perusahaan yang terkait dengan laba maupun arus kas bersih
operasi. Laba yang tinggi pada umumnya menandakan arus kas yang tinggi
(Weston dan Brigham, 1993 dalam Santosa dan Wedari, 2007 : 146). Perusahaan
yang mempunyai pertumbuhan laba yang tinggi cenderung memiliki laporan
sewajarnya, sehingga potensi untuk mendapatkan opini yang baik (Unqualified
Opinion) akan lebih besar.
Almant (1958) dalam Santosa dan Wedari (2007 : 146) menyatakan bahwa
perusahaan dengan pertumbuhan negatif (negative growth)mengindikasikan
kecenderungan yang lebih besar kearah kebangkrutan sehingga perusahaan yang
selalu memperoleh laba tidak akan mengalami kebangkrutan. Karena
kebangkrutan merupakan salah satu dasar bagi auditor untuk memberikan opini
audit dengan penjelasangoing concern maka perusahaan yang mengalami
pertumbuhan negatif akan makin tinggi kecenderungan untuk menerima opini
audit dengan penjelasan going concerndengan kata lain semakin tinggi
audit dengan penjelasangoing concern.Dalam penelitian ini pertumbuhan
perusahaan diproksikan dengan rasio pertumbuhanlaba bersih yang didapat oleh
perusahaan.
Pengaruh pertumbuhan perusahaan terhadap penerimaan opini audit
dengan penjelasangoing concern
Laba yang tinggi pada umumnya menandakan arus kas yang tinggi
(Weston dan Brigham, 1993 dalam Santosa dan Wedari, 2007 : 146). Perusahaan
yang mempunyai pertumbuhan laba yang tinggi cenderung memiliki laporan
sewajarnya, sehingga potensi untuk mendapatkan opini yang baik(Unqualified
Opinion) akan lebih besar.
Almant (1958) dalam Santosa dan Wedari (2007 : 146) menyatakan bahwa
perusahaan dengan negative growth mengindikasikan kecenderungan yang lebih
besar kearah kebangkrutan. kebangkrutan merupakan salah satu dasar bagi auditor
untuk memberikan opini audit dengan penjelasan going concern. semakin tinggi
pertumbuhan perusahaan maka semakin kecil kemungkinan penerimaan
opiniaudit dengan penjelasn going concern.
2.3 Kerangka Pikiran
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh antara variabel
independen yakni debt default, opini audit sebelumnya dan pertumbuhan
perusahaan.
Gambar 1: Kerangka Pikir penelitian
2.4 Hipotesis
Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah diuraikan sebelumnya, maka dari
permasalahan yang ada dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H1 : ada pengaruh positif antara debt default dengan penerimaan opini audit
dengan penjelasangoing concern.
H2 : ada pengaruh positif antara opini audit dengan penjelasan going concern
pada tahun sebelumnya dengan penerimaan opini audit dengan
penjelasangoing concerntahun berikutnya.
VARIABEL INDEPENDEN (X)
VARIABEL DEPENDEN (Y)
REGRESI LOGISTIK
OPINI AUDIT SEBELUMNYA (X2)
PERTUMBUHAN PERUSAHAAN (X3)
DEBT DEFAULT (X1)
OPINI AUDIT DENGAN
PENJELASAN GOING
H3 : ada pengaruh negatif antara pertumbuhan perusahaan dengan penerimaan
opini audit dengan penjelasangoing concern.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Definisi operasional merupakan pendevisian konsep – konsep penelitian
menjadi variabel - variabel penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan
batasan dan menghindari perbedaaan persepsi terhadap makna variabel penelitian.
Pengukuran variabel merupakan penetapan cara dan satuan untuk penilaian
masing – masing variabel yang didasarkan atau diperoleh dari sumber yang ada.
3.1.1 Variabel Dependen (Y)
Definisi operasional
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah opini audit dengan
penjelasangoing concern(GC), yaitu opini audit modifikasi yang dalam
pertimbangan auditor terdapat ketidakmampuan atau ketidakpastian signifikan
Pengukuran variabel
Termasuk dalam opini audit dengan penjelasangoing concern (GC) ini
adalah opini GC unqualified with explanatory language, qualified opinion atau
dislcaimer opinion. Sedangkan opini audit selain GC dikategorikan kedalam opini
non - going concern(NGC). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah
variabel dummy. Dimana jika mendapat opini GC diberi kode 1 dan jika
mendapat opini NGC diberi kode 0. Data tersebut diperoleh dari laporan auditor
independen.
3.1.2 Variabel Independen (X)
Debt Default (DEFAULT) / (X1)
Definisi operasional
Debt default atau kegagalan membayar hutang didefinisikan sebagai
kelalaian atau kegagalan perusahaan untuk membayar hutang pokok dan
bunganya pada saat jatuh tempo (Chen dan Church, 1992) dalam Praptitorini dan
Januarti (2007).
Sebuah perusahaan dapat dikategorikan dalam keadaaan default bila salah
satu kondisi dibawah ini terpenuhi (Chen dan Church, 1992) dalam Ramadhany
(2004), yaitu :
1. Perusahaan tidak dapat atau lalai dalam membayar hutang pokok
2. Persetujuan perjanjian hutang dilanggar, jika pelanggaran tersebut
tidak dituntut atau telah dituntut kreditor untuk masa kurang dari satu
tahun; atau
3. Perusahaan sedang dalam proses negoisasi restrukturisasi hutang yang
jatuh tempo.
Pengukuran variabel
Variabel dummy digunakan untuk mengukur variabel debt default. Kode 1
jika statusdefault, dan 0jika tidak default. Untuk menunjukkan apakah perusahaan
dalam keadaan default atau tidak sebelum pengeluaran opini audit dapat dilihat
dari catatan atas laporan keuangan. Jika perusahaan sedang atau telah
menstrukturisasi hutangnya maka perusahaan dikatakan default.
Opini Audit Sebelumnya (OPINI) / (X2)
Definisi operasional
Didefinisikan sebagai opini audit yang telah dikeluarkan oleh auditor
independen pada tahun sebelumnya. Periode penelitian ini dimulai dari tahun
2008 hingga 2010. Opini audit sebelumnya berarti dimulai dengan opini audit di
tahun 2007.
Variabel ini merupakan jenis opini audit dengan penjelasangoing
concern(GC). Variabel dummy digunakan (1 = jika opini audit GC tahun
sebelumnya, dan 0 = jika opini NGC). Untuk mengukur apakah perusahaan
menerima opini audit dengan penjelasangoing concern (GC) pada tahun berjalan
dapat dilihat dari laporan auditor indepeden.
Pertumbuhan Perusahaan (GROWTH) / (X3)
Definisi operasional
Pertumbuhan perusahaan dalam penelitian ini diproksikan dengan rasio
pertumbuhan laba. Laba yang kecil menunjukkan perusahaan mengalami negative
growth dengan kata lain pertumbuhan perusahaan dapat dilihat dari kemampuan
perusahaan untuk menghasilkan laba bersih.
Pengukuran variabel
Rumus rasio pertumbuhan laba :
Pertumbuhan Laba = Laba Bersih t – Laba Bersih t-1
Laba Bersih t-1
3.2 Teknik Penentuan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur terdaftar di
Bursa Efek Indonesia (BEI)pada periode 2008 - 2010.
Sampel
Dari jumlah populasi yang ada dapat ditentukan sampel penelitian dengan
teknik purpose sampling, yaitu teknik pengambilan sampel sesuai kriteria untuk
menentukan target penelitian yang telah dirumuskan dengan maksud dan tujuan
tertentu yang diharapkan oleh peneliti (Efferin, 2008). Kriteria perusahaan yang
menjadi sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Auditee terdaftar di BEI selama periode penelitian (2008 - 2010) dan
sudah terdaftar sebelum 1 Januari 2008.
2. Menerbitkan laporan keuangan dari tahun (2008 - 2010) dan laporan
audit independen tahun sebelumnya (2008 - 2010).
3. Laporan keuangan menggunakan satuan mata uang yang sama selama
periode penelitian.
4. Mengalami rugi sekurangnya1 periode laporan keuangan selama
periode penelitian (2008 - 2010) dan akumulasi laba defisit yang
menyebabkan kekurangan modal. Defisiensi modal menunjukkan
bahwa perusahaan mengalami masalah keuangan.
5. Data yang dibutuhkan tersedia dengan lengkap.
Proses seleksi sampel
No Kriteria Jumlah
1. Jumlah perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI
dari tahun 2008 -2010
144
2. Terdaftar setelah 1 Januari 2008 (11)
3. Delisting selama periode penelitian (12)
4. Tidak menerbitkan laporan keuangan, laporan audit atau
data tidak lengkap
(13)
5. Adanya perubahan penggunaan satuan mata uang dalam
laporan keuangan
( 1)
5. Jumlah perusahaan yang dapat dianalisi lebih lanjut 107
6. Perusahaan yang masuk kategori sehat (memiliki laba
bersih positif selama tahun penelitian)
(72)
Total sampel selama periode penelitian (3 tahun) 105
Tabel 3.2.2
Daftra emiten yang menjadi sampel penelitian
19 MYRX PT. Hanson International Tbk 20 MYTX PT. Apac Ciitra Centertex Tbk 21 PAFI PT. Panasia Filament Inti Tbk 22 PBRX PT. Pan Beothers Tex Tbk 23 POLY PT. Asia Pasific Fibers Tbk
24 PTSN PT. Sat Nusaperda Tbk
25 RICY PT. Ricy Putra Globalindo Tbk
26 RMBA PT. Bentoel International InvestamaTbk
27 SAIP PT. Surabaya Agung Industry Pulp & Kertas Tbk
28 SIMA PT. Siwani Makmur Tbk
29 SIMM PT. Surya Intrindo Makmur Tbk
30 SPMA PT. Suparma Tbk
31 SULI PT. Sumalindo lestari Jaya Tbk
32 TBMS PT. Tembaga Mulia semanan Tbk
33 TFCO PT. Tifico Fiber Indonesia Tbk 34 TIRT PT. Tirta Mahakam Resources Tbk
35 UNTX PT. Unitex Tbk
3.3 Teknik Pengumpulan Data
3.3.1 Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data
yang dikumpulkan secara tidak langsung yang telah dipublikasikan oleh pihak lain
(Suharyadi, 2009 : 14). Data tersebut berupa laporan keuangan dan laporan audit
independen untuk periode 3 tahun (2008 - 2010).
Sumber data sekunder tersebut diperoleh dari publikasi BEI yang tersedia
online pada situs www.idx.co.id.
Pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan dan dokumentasi.
Studi kepustakaan dilakukan dengan mempelajari serta melakukan kajian pada
sumber – sumber bacaan dan referensi penelitian terdahulu yang memuat berbagai
teori yang terkait dengan penelitian ini.
Dokumentasi dilakukan dengan mengumpulkan data yang berupa laporan
keuangan dan auditan perusahaan yang terdaftar di BEI melalui www.idx.co.id
serta mengumpulkan berbagai transkip yang terkait dengan penelitian ini.
3.4 Teknik Analisi dan Uji Hipotesis
3.4.1 Teknik Analisis
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan dua
metode statistik yaitu statistik diskriptif dan statistik induktif (uji
hipotesis).Statistik deskriptif adalah metode statitika yang digunakan untuk
mendeskripsikan data yang telah dikumpulkan menjadi sebuah informasi. Statistik
induktif adalah metode statistika yang digunakan untuk mengetahui tentang
sebuah populasi berdasarkan suatu sampel dengan menganalisis dan
menginterprestasikan data menjadi sebuah kesimpulan (Suharyadi, 2009 : 11).
Statistik Deskriptif
Statistik diskriptif digunakan untuk menganalisis dan menyajikan data
kuantitatif dengan tujuan untuk menggambarkan data tersebut. Data yang akan
dianalisis adalah gambaran data perusahaan yang dijadikan sampel dalam
(mean), distribusi frekuensi, nilai minimum dan maksimum serta deviasi standar.
Data yang diteliti akan dikelompokkan kedalam 2 kategori, yaitu perusahaan yang
menerima opini going concern (GC) dan perusahaan penerima opini non going
concern (NGC).
3.4.2 Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan regresi logistik
(logistic regression), yang variabel bebasnya merupakan kombinasi antara metrik
dan non metrik (nominal).Teknik analisis ini tidak memerlukan lagi uji normalitas
dan uji asumsi klasik pada variabel bebasnya (Ghozali, 2001 dalam Ramadhany,
2004).Analisis dilakukan dengan metode enter dengan bantuan program SPSS.
Regresi logistik tidak memiliki asumsi normalitas atas variabel independen
yang digunakan dalam model, artinya variabel penjelas tidak harus memiliki
distribusi normal, linear maupun memiliki varian yang sama dalam setiap grup.
Gujarati (2003) dalam Ramadhany (2004) menyatakan bahwa regresi
logistik mengabaikan heteroscedacity, artinya variabel dependen tidak
memerlukan homoscedacity untuk masing – masing variabel independennya.
Karakteristik dari variabel dependen yang bersifat dichotomous dalam
penelitian ini mendukung digunakannya analisis regresi logistik, yaitu opini going
concern atau tidak. Model regressi logistik yang digunakan adalah untuk menguji
apakah variabel – variabel debt default yang diproksi dengan (DEFAULT), opini
audit tahun sebelumnya (OPINI) dan pertumbuhan perusahaan (GROWTH)
Adapun model regresi logistik yang diajukan :
b0 = konstanta
b1 - b3 = koefisien
GC = opini going concern(1 jika opini GC, dan 0 untuk opini NGC)
DEFAULT = debt default (1 jika perusahaan default, dan 0 jika tidak)
OPINI = opini audit sebelumnya (1 jika opini GC, dan 0 jika opini NGC)
GROWTH = pertumbuhan perusahaan dengan rasio pertumbuhan laba
ɛ
= kesalahanAnalisis pengujian model regresi logistik memperhatikan hal – hal berikut :
a. Menilai model regresi(overall model fit)
Pengujian Hosmer and Lemeshow’s goodness of fit. Pengujian ini
dilakukan untuk menilai model yang dihipotesiskan agar data empiris cocok atau
sesuai dengan model. Jika nilai statistik Hosmer and Lemeshow’s goodness of fit
sama dengan atau kurang dari 0,05 maka hipotesis nol (H0) ditolak. Sedangkan
jika nilainya lebih besar dari 0,05 maka hipotesis nol (H0) tidak dapat ditolak,
artinya model mampu memprediksi nilai observasinya atau cocok dengan data.
H0 : model yang dihipotesakan fit dengan data
HA : modal yang dihipotesakaan tidak fit dengan data
Ln GC = b0 + b1 DEFAULT + b2OPINI +b3 GROWTH +
ɛ
Statistik -2 Log Likelihood untuk menguji hipotesis nol dan alternatif,
dapat juga digunakan untuk menentukan jika variabel bebas ditambahkan kedalam
model apakah secara signifikan memperbaiki model fit. Variabilitas variabel
dependen yang dapat dijelaskan oleh variabilitas variabel independen dilihat dari
nilai Cox Snell’s R Square dan Nilai Nagelkerke R2.
b. Menguji koefisien regresi dengan entimasi parameter dan interprestasi
Pengujian koefisien regresi dilakukan untuk menguji seberapa jauh semua
variabel bebas dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh terhadap variabel
terikat. Koefisien regresi dapat ditentukan dengan menggunakan wald statistic dan
nilai probabilitas (Sig.) dengan cara Wald statistic dibandingkan dengan
Chi-Square tabel, sedangkan nilai probabilitas (Sig.) dibandingkan dengan tingkat
signifikansi (α).
Untuk menentukan penerimaan atau penolakan H0didasarkan pada tingkat
signifikansi (α) 5%, dengan kriteria :
1. Ho tidak dapat ditolak apabila Wald hitung <Chi- Square tabel, dan
nilai asymptotic signifinance> tingkat signifikansi (α). Hal ini berarti
bahwa H alternatif ditolak atau hipotesis yang menyatakan variabel
bebas berpengaruh terhadap variabel terikat ditolak,
2. Ho ditolak apabila Wald hitung >Chi- square tabel, dan nilai
asymptotic significance< tingkat signifikansi (α). Hal ini berarti H
alternatif diterima atau hipotesis yang menyatakan variabel bebas
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Obyek Penelitian
4.1.1 Sejarah Bursa Efek Indonesia
Secara historis, pasar modal telah hadir jauh sebelum Indonesia merdeka.
Pasar modal atau bursa efek telah hadir sejak jaman kolonial Belanda dan
tepatnya pada tahun 1912 di Batavia. Pasar modal ketika itu didirikan oleh
pemerintah Hindia Belanda untuk kepentingan pemerintah colonialatau VOC.
Meskipun pasar modal telah ada sejak tahun 1912, perkembangan dan
pertumbuhan pasar modal tidak berjalan seperti yang diharapkan, bahkan pada
beberapa periode kegiatan pasar modal mengalami kevakuman. Hal tersebut
kekuasaan dari pemerintah kolonial kepada pemerintah Republik Indonesia, dan
berbagai kondisi yang menyebabkan operasi bursa efek tidak dapat berjalan
sebagimana mestinya.
Pemerintah Republik Indonesia mengaktifkan kembali pasar modal pada
tahun 1977, dan beberapa tahun kemudian pasar modal mengalami pertumbuhan
seiring dengan berbagai insentif dan regulasi yang dikeluarkan pemerintah.
Secara singkat, tonggak perkembangan pasar modal di Indonesia dapat dilihat
sebagai berikut:
1. 14 Desember 1912 : Bursa Efek pertama di Indonesia dibentuk di Batavia
oleh Pemerintah Hindia Belanda.
2. 1914 – 1918 : Bursa Efek di Batavia ditutup selama Perang Dunia I
3. 1925 – 1942 : Bursa Efek di Jakarta dibuka kembali bersama dengan Bursa
Efek di Semarang dan Surabaya
4. Awal tahun 1939 : Karena isu politik (Perang Dunia II) Bursa Efek di
Semarang dan Surabaya ditutup.
5. 1942 - 1952 : Bursa Efek di Jakarta ditutup kembali selama Perang Dunia II
6. 1952 : Bursa Efek di Jakarta diaktifkan kembali dengan UU Darurat Pasar
Modal 1952, yang dikeluarkan oleh Menteri kehakiman (Lukman
Wiradinata) dan Menteri keuangan (Prof.DR. Sumitro Djojohadikusumo).
7. 1956 : Program nasionalisasi perusahaan Belanda. Bursa Efek semakin
tidak aktif.
8. 1956 – 1977 : Perdagangan di Bursa Efek vakum.
9. 10 Agustus 1977 : Bursa Efek diresmikan kembali oleh Presiden Soeharto.
BEJ dijalankan dibawah BAPEPAM (Badan Pelaksana Pasar Modal).
Tanggal 10 Agustus diperingati sebagai HUT Pasar Modal. Pengaktifan
kembali pasar modal ini juga ditandai dengan go public PT Semen Cibinong
sebagai emiten pertama.
10. 1977 – 1987 : Perdagangan di Bursa Efek sangat lesu. Jumlah emiten
hingga 1987 baru mencapai 24. Masyarakat lebih memilih instrumen
perbankan dibandingkan instrumen Pasar Modal.
11. 1987 : Ditandai dengan hadirnya Paket Desember 1987 (PAKDES 87) yang
memberikan kemudahan bagi perusahaan untuk melakukan Penawaran
Umum dan investor asing menanamkan modal di Indonesia.
12. 1988 – 1990 : Paket deregulasi dibidang Perbankan dan Pasar Modal
diluncurkan. Pintu BEJ terbuka untuk asing. Aktivitas bursa terlihat
meningkat.
13. 2 Juni 1988 : Bursa Paralel Indonesia (BPI) mulai beroperasi dan dikelola
oleh Persatuan Perdagangan Uang dan Efek (PPUE), sedangkan
14. Desember 1988 : Pemerintah mengeluarkan Paket Desember 88 (PAKDES
88) yang memberikan kemudahan perusahaan untuk go public dan beberapa
kebijakan lain yang positif bagi pertumbuhan pasar modal.
15. 16 Juni 1989 : Bursa Efek Surabaya (BES) mulai beroperasi dan dikelola
oleh Perseroan Terbatas milik swasta yaitu PT Bursa Efek Surabaya.
16. 13 Juli 1992 : Swastanisasi BEJ. BAPEPAM berubah menjadi Badan
Pengawas Pasar Modal. Tanggal ini diperingati sebagai HUT BEJ.
17. 22 Mei 1995 : Sistem Otomasi perdagangan di BEJ dilaksanakan dengan
sistem computer JATS (Jakarta Automated Trading Systems).
18. 10 November 1995 : Pemerintah mengeluarkan Undang –Undang No. 8
Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Undang-Undang ini mulai diberlakukan
mulai Januari 1996.
19. 1995 : Bursa Paralel Indonesia merger dengan Bursa Efek Surabaya.
20. 2000 : Sistem Perdagangan Tanpa Warkat (scripless trading) mulai
diaplikasikan di pasar modal Indonesia.
21. 2002 : BEJ mulai mengaplikasikan sistem perdagangan jarak jauh (remote
trading).
22. 2007 : Penggabungan Bursa Efek Surabaya (BES) ke Bursa Efek Jakarta
(BEJ) dan berubah nama menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI).
4.1.2 Deskripsi Sampel Penelitian
Obyek dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar
di BEI periode 2008 – 2010. Perusahaan manufaktur yang terdaftar selama 3
periode tersebut sebanyak 144 perusahaan. Berdasarkan kriteria yang telah
ditentukan, akhirnya didapatkan 107 perusahaan yang dapat dianalisis lebih lanjut.
Dari 107 perusahaan, sebanyak 72 perusahaan dikategorikan sehat karena
memiliki laba bersih positif selama periode penelitian sehingga dikeluarkan dari
sampel. Sisanya sebanyak 35 perusahaan ditetapkan sebagai sampel dalam
penelitian. Dengan periode penelitian 3 tahun maka jumlah sampel keseluruhan
adalah sebanyak 105.
Selanjutnya 105 sampel penelitian tersebut dikelompokkan ke dalam dua
kategori yaitu kelompok perusahaan penerima opini audit dengan penjelasan
going concern (GC) dan perusahaan penerima opini audit non going concern
(NGC).
Pada tabel 4.1 disajikan pengelompokan perusahaan GC dan NGC.
Sebanyak 46 perusahaan merupakan kelompok GC dan 59 adalah kelompok
NGC.
4.2 Deskripsi Hasil Penelitian
4.2.1 Opini Audit Dengan Penjelasan Going Concern
Opini audit dengan penjelasan going concern(GC), yaitu opini audit
ketidakpastian signifikan atas kelangsungan hidup perusahaan dalam menjalankan
operasinya. Termasuk dalam opini audit dengan penjelasan going concern (GC)
ini adalah opini GC unqualified with explanatory language, qualified opinion atau
dislcaimer opinion. Sedangkan opini audit selain GC dikategorikan kedalam opini
non - going concern (NGC).
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah variabel dummy. Dimana
jika mendapat opini GC diberi kode 1 dan jika mendapat opini NGC diberi kode
0. Adapun rekapitulasi opini audit dengan penjelasan going concerntahun 2008 -
2010 pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
Tabel 4.1 : Rekapitulasi Opini Audit Dengan Penjelasan Going Concern
GC (kode 1) NGC (kode 0)
Tahun Frekuensi Persentase (%) Frekuensi Persentase (%)
2008 17 48.57 18 51.43
2009 14 40.00 21 60.00
2010 15 42.86 20 57.14
total 46 59
Sumber : Lampiran 2
Berdasarkan tabel 4.1 di atas menyebutkan bahwa sebagian besar
perusahaan manufaktur tahun 2008 mendapat opiniaudit non - going
concern(NGC) yaitu 18 perusahaan (51,43%) sedangkan sisanya yaitu 17
perusahaan (48,57%) mendapat opini audit dengan penjelasangoing concern(GC).
Tahun 2009 menyebutkan bahwa sebagian besar perusahaan manufaktur
sedangkan sisanya yaitu 14 perusahaan (40%) mendapat opiniaudit dengan
penjelasan going concern(GC).
Tahun 2010 menyebutkan bahwa sebagian besar perusahaan manufaktur
mendapat opini auditnon - going concern(NGC) yaitu 20 perusahaan (57,14%)
sedangkan sisanya yaitu 15 perusahaan (42,86%) mendapat opiniaudit dengan
penjelasan going concern(GC).
4.2.2 Debt Default
Debt default atau kegagalan membayar hutang didefinisikan sebagai
kelalaian atau kegagalan perusahaan untuk membayar hutang pokok dan
bunganya pada saat jatuh tempo (Chen dan Church, 1992) dalam Praptitorini dan
Januarti (2007).Sebuah perusahaan dapat dikategorikan dalam keadaaan
defaultbila salah satu kondisi dibawah ini terpenuhi (Chen dan Church, 1992)
dalam Ramadhany (2004), yaitu :
1. Perusahaan tidak dapat atau lalai dalam membayar hutang pokok atau bunga.
2. Persetujuan perjanjian hutang dilanggar, jika pelanggaran tersebut tidak
dituntut atau telah dituntut kreditor untuk masa kurang dari satu tahun; atau
3. Perusahaan sedang dalam proses negoisasi restrukturisasi hutang yang jatuh
tempo.
Variabel dummy digunakan untuk mengukur variabel debt default. Kode 1
jika status default, dan 0 jika tidak default. Untuk menunjukkan apakah
dapat dilihat dari catatan atas laporan keuangan. Jika perusahaan sedang atau
telah menstrukturisasi hutangnya maka perusahaan dikatakan default.Adapun
rekapitulasi debt default tahun 2008 - 2010 pada penelitian ini adalah sebagai
berikut :
Tabel 4.2 : Rekapitulasi status Debt Default
default (kode 1) Tidak default (kode 0)
Tahun Frekuensi Persentase (%) Frekuensi Persentase (%)
2008 19 54.29 16 45.71
2009 16 45.71 19 54.29
2010 16 45.71 19 54.29
total 51 54
Sumber : Lampiran 2
Berdasarkan tabel 4.2 di atas menyebutkan bahwa sebagian besar
perusahaan manufaktur tahun 2008 dikategorikan sebagai perusahaan yang
defaultyaitu 19 perusahaan (54,29%) sedangkan sisanya yaitu 16 perusahaan
(45,71%) dikategorikan sebagai perusahaan yang tidak default.
Tahun 2009 menyebutkan bahwa sebagian besar perusahaan manufaktur
dikategorikan sebagai perusahaan yang tidak default yaitu 19 perusahaan
(54,29%) sedangkan sisanya yaitu 16 perusahaan (45,71%) dikategorikan sebagai
perusahaan yang default.
Tahun 2010 menyebutkan bahwa sebagian besar perusahaan manufaktur
dikategorikan sebagai perusahaan yang tidak default yaitu 19 perusahaan
(54,29%) sedangkan sisanya yaitu 16 perusahaan (45,71%) dikategorikan sebagai
perusahaan yang default.