• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembuatan Tepung Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas varietas Ayamurasaki) dan Aplikasinya dalam Pembuatan Roti Tawar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pembuatan Tepung Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas varietas Ayamurasaki) dan Aplikasinya dalam Pembuatan Roti Tawar"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBUATAN TEPUNG UBI JALAR UNGU

(Ipomoea batatas varietas Ayamurasaki) DAN APLIKASINYA

DALAM PEMBUATAN ROTI TAWAR

SKRIPSI

SAIDATUL HUSNAH

F24062670

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PURPLE SWEET POTATO (

Ipomoea batatas

cultivar Ayamurasaki) FLOUR

PRODUCTION AND ITS APPLICATION IN BREAD MAKING

Saidatul Husnah and Sutrisno Koswara

Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO. Box 220, Bogor, West Java, Indonesia

ABSTRACT

Purple sweet potato (Ipomoea batatas cultivar Ayamurasaki) contains high amount of anthocyanin. Purple sweet potato flour will be more available to be used in bakery products and more effective in storage condition. This study was designed to produce purple sweet potato flour that has good appearance characteristic and high anthocyanin, then its application in bread making. The result showed that flour steamed 7 minutes of fleshed (1 cm) purple sweet potato and dried with tray drying has the highest total anthocyanin (188,11 mg Cy-3-glucoside/100 g flour) and the best colour appearance (L 42.08, a 13.04, b -2.88, and hue 347.7). Substituted bread by 40% purple sweet potato flour has the highest acceptability by 70 untrained panellists. This bread has L 38.11-39.41, a 21.22-21.84, b -0.37- -0.33, hue 358.3-359.1, and contains 96.41 mg Cy-3-glucoside/100 g bread. Physical analysis showed that loaf bread technique has specific volume 2.44 cm3/g and 0.13 kgF firmness. Based on the data, loaf bread technique is more suitable method in bread making that is substituted with purple sweet potato flour.

(3)

SAIDATUL HUSNAH. F24062670. Pembuatan Tepung Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas

varietas Ayamurasaki.) dan Aplikasinya dalam Pembuatan Roti Tawar. Di bawah bimbingan Sutrisno Koswara. 2010.

RINGKASAN

Ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki merupakan bahan pangan yang mengandung antosianin tinggi dengan efek radical scavenging tinggi. Pembuatan tepung ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki yang telah dilakukan di lapang menunjukkan warna yang kurang optimal. Selain itu, pemanfaatannya dalam pengolahan pangan masih terbatas. Dengan demikian, tujuan penelitian ini adalah mempelajari teknik pembuatan tepung ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki, mengaplikasikannya ke dalam formulasi roti tawar, mengetahui tingkat substitusi tepung ubi jalar ungu ke dalam formulasi roti tawar yang dapat diterima panelis, dan mengetahui karakteristik fisikokimia roti tawar ubi jalar ungu.

Tepung ubi jalar ungu dibuat dengan mengukus potongan ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki setebal 0.5; 1; dan 1.5 cm pada suhu 100 oC. Pengukusan dilakukan selama 5, 7, 10, 15, dan 20 menit. Pengeringan yang digunakan adalah oven dan matahari. Tepung ubi jalar ungu yang memiliki warna terbaik dan antosianin tinggi disubstitusikan ke dalam pembuatan roti tawar sebesar 20%, 30%, dan 40%. Roti tawar yang paling disukai panelis, diamati karaktestik fisikokimia.

Tepung ubi jalar ungu yang dihasilkan dari potongan ubi jalar 1 cm yang dikukus selama 10 menit dan dikeringkan dengan oven pengering memiliki karakteristik terbaik. Kandungan antosianinnya adalah 188.11 mg Cy-3-glikosida/100 g tepung dengan karakter warna merah (a) sebesar 13.04, warna biru (b) -2.88, hue 347.7 dan tingkat kecerahan (L) 42.08. Rendemen tepung ubi jalar ungu (ukuran 100 mesh) yaitu 11.25%-14.79%. Analisis proksimat tepung ubi jalar ungu menunjukkan kadar air 7.17% (bk), abu 1.72% (bk), protein 3.27% (bk), lemak 0.89% (bk), serat kasar 3.60% (bk), dan karbohidrat 86.66% (bk).

(4)

PEMBUATAN TEPUNG UBI JALAR UNGU

(Ipomoea batatas varietas Ayamurasaki) DAN APLIKASINYA

DALAM PEMBUATAN ROTI TAWAR

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

SAIDATUL HUSNAH

F24062670

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul Skripsi : Pembuatan Tepung Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas varietas

Ayamurasaki) dan Aplikasinya dalam Pembuatan Roti Tawar

Nama

: Saidatul Husnah

NRP

: F24062670

Menyetujui,

Pembimbing Akademik,

(Ir.Sutrisno Koswara, M.Si.)

NIP 19640505.199103.1.003

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,

(Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.)

NIP 19650814.199002.1.001

(6)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Pembuatan Tepung Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas varietas Ayamurasaki) dan Aplikasinya dalam Pembuatan Roti Tawar adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik. Skripsi ini belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan atau tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Oktober 2010

Yang membuat pernyataan

Saidatul Husnah

(7)

BIODATA PENULIS

Saidatul Husnah. Lahir di Pasuruan, 10 Juni 1988 dari pasangan Moh. Hasyim dan Lilik Muassomah, sebagai anak kedua dari dua bersaudara. Penulis menamatkan pendidikan dasar di SDI KHA. Wahid Hasyim Bangil tahun 2000, sekolah lanjutan tingkat pertama di SLTP Negeri 1 Bangil tahun 2003, dan SMA Darul Ulum 2 Jombang pada tahun 2006. Pada tahun 2006 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB) Departemen Agama RI.

Penulis aktif di berbagai kegiatan dan organisasi kemahasiswaan selama menjalani studi di Institut Pertanian Bogor, diantaranya menjadi Staf HRD UKM FORCES (Forum For Scientific Studies) pada tahun 2007, pimpinan redaksi majalah peduli

pangan dan gizi “EMULSI” pada tahun 2009, anggota IKALUM (Ikatan Alumni Mahasiswa Darul Ulum), ketua divisi Informasi dan Komunikasi CSS MoRA (Community of Santri Scholar Ministry of Religious Affair) pada tahun 2009. Selain aktif di organisasi, penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Kimia Dasar (2007-2008), Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB. Penulis pernah menerima penghargaan sebagai juara III Lomba Penelitian Teknik Kimia di Universitas Diponegoro tahun 2009. Sebagai tugas akhir, penulis melakukan

penelitian dengan judul “Pembuatan Tepung Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas varietas Ayamurasaki) dan Aplikasinya dalam Pembuatan Roti Tawar” di bawah bimbingan Ir. Sutrisno

(8)

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dari penelitian yang dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan SEAFAST CENTER dengan judul

Pembuatan Tepung Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas varietas Ayamurasaki) dan Aplikasinya dalam Pembuatan Roti Tawar”. Penelitian dan penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan baik moril, materil, maupun spirituil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak, Ibu, Ning Sun, Mas Anam, dan Azza atas segala doa, kasih sayang, dukungan, dan kerja kerasnya selama ini.

2. Direktorat Jenderal Departemen Agama RI yang telah membiayai masa studi dan penelitian penulis selama di IPB.

3. Direktorat Kerja Sama IPB yang telah membimbing dan mengawasi penulis selama masa studi di IPB.

4. Bapak Ir. Sutrisno Koswara, MSi. selaku dosen pembimbing yang telah sabar membimbing penulis dalam menyelesaikan studinya selama di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB. 5. Bapak Ir. Subarna, M.Si. dan Ibu Elvira Syamsir, S.TP., M.Si. atas kesediaannya menjadi dosen

penguji pada ujian akhir dan atas masukan yang diberikan.

6. Seluruh staf pengajar Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis, semoga ilmu yang diberikan menjadi ilmu yang bermanfaat.

7. Saffiera Karleen sebagai teman satu bimbingan yang telah banyak membantu dari awal hingga akhir penelitian.

8. Teman, kakak, dan adikku di IKALUM (Ikatan Alumni Mahasiswa Darul Ulum) IPB, Lingga, Dina, Ratih, Akmal, Koko, Mas Beni, Mas Asif, Mas Syaiful, Sukma, Tika, Indri, Ufa, Galuh, dan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

9. Teman-teman terbaikku di ITP Zatil, Arini, Neng, Wina, Ovi, serta teman-teman ITP 43 yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

10. Teman-teman satu laboratorium Dewi, Desi, Kak Tuti, Husna, Widi, Zaki, Nadia, Dessy, Tsani, Yogi, Victor, Mbak Alin, dan Mas Nono atas bantuan dan semangatnya.

11. Laboran yang sudah sangat membantu selama penelitian, Pak Sobirin, Pak Sidik, Pak Rojak, Mas Edi, Pak Wahid, Pak Gatot, Pak Adi, Bu Rubiyah, Bu Antin, Mba Darsih, Pak Jun, Pak Deni, Pak Hendi, Pak Iyas, dan Pak Nurwanto.

12. Keluarga besar TPG/ ITP angkatan 41, 42, 43, 44, 45 atas kebersamaannya selama ini.

13. Keluarga besar CSS MoRA IPB yang telah memberi inspirasi, semangat, bantuan, dan dukungannya yang telah diberikan kepada penulis. Semoga rasa kekeluargaan kita makin erat. 14. Seluruh keluarga besar Forum for Scientific Studies (FORCES)

15. Seluruh keluarga besar Majalah EMULSI

16. Serta semua pihak yang telah membantu penulis selama masa studi di Institut Pertanian Bogor yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

(9)

iv

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI... ... iv

DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR GAMBAR... vii

DAFTAR LAMPIRAN... viii

I. PENDAHULUAN... 1

A. LATAR BELAKANG... 1

B. TUJUAN PENELITIAN... 1

C. MANFAAT PENELITIAN……... 2

II.TINJAUAN PUSTAKA... 3

A. UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas var. Ayamurasaki)... 3

1. Botani Ubi Jalar Ungu…... 3

2. Anatomi dan Morfologi Ubi Jalar Ungu... 4

3. Komposisi Kimia Ubi Jalar Ungu………... 5

4. Tepung Ubi Jalar Ungu….……… 6

B. ANTOSIANIN... 1. Antosianin secara Umum……….. 2. Antosianin pada Ubi Jalar Ungu………... 3. Stabiltas Antosianin……….. 8 8 9 10 C. TEKNOLOGI PEMBUATAN ROTI... 11

1. Bahan………...………. 11

2. Proses Pembuatan………. 12

3. SSL (Sodium Stearoyl Lactylate)………. 12

D. ROTI SUBSTITUSI BAHAN LOKAL... 12

III.METODOLOGIPENELITIAN... 14

A. BAHAN DAN ALAT... 14

1. Bahan………... 14

2. Alat……… 14

B. METODE PENELITIAN ….………... 14

1. Penelitian Tahap I : Pembuatan Tepung Ubi Jalar Ungu………. 15

2. Penelitian Tahap II : Pembuatan Roti Tawar Substitusi Tepung Ubi Jalar Ungu……….. 16

C. ANALISIS………... 19

1. Uji Organoleptik…………... 19

2. Analisis Fisik…... 19

a. Volume Spesifik Adonan………….………….………. 19

b. Potensi Pengembangan Adonan……….………... 19

c. Volume Spesifik Roti…….…………..………... 20

d. Analisis Tekstur………... 20

e. Analisis Warna…...………..………... 21

3. Analisis Kimia……….. 21

a. Kadar Air Metode Oven……… 21

b. Kadar Abu……….. 21

c. Kadar Lemak Metode Soxhlet………... 22

d. Kadar Protein Metode Kjeldahl……… 22

(10)

v

f. Kadar Serat Kasar……….. 23

g. Total Antosianin……… 24

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 26

A. PENELITIAN TAHAP I : PEMBUATAN TEPUNG UBI JALAR UNGU………... 26

1. Kondisi Proses…………... 26

2. Analisis Antosianin Tepung Ubi Jalar Ungu... 29

3. Analisis Warna Tepung Ubi Jalar Ungu………... 30

4. Rendemen Tepung Ubi Jalar Ungu………... 31

5. Analisis Proksimat Tepung Ubi Jalar Ungu Terpilih……… 33

B. PENELITIAN TAHAP II……... 34

1. Formulasi Roti Tawar... 34

2. Pembuatan Roti Tawar Ubi Jalar Ungu...……… 35

3. Roti Tawar Ubi Jalar Ungu... 37

4. Uji Organoleptik... 40

5. Analisis Fisik Roti Substitusi Terpilih……….. 41

6. Analisis Kimia Roti Substitusi Terpilih………... 44

7. Produk Olahan Ubi Jalar Ungu varietas Ayamurasaki………. 46

V. SIMPULAN DAN SARAN……... 47

A. SIMPULAN... 47

B. SARAN... ... 47

DAFTAR PUSTAKA... 49

(11)

vi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Deskripsi ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki ... 5

Tabel 2. Kandungan kimia dan karakter fisik ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki ... 6

Tabel 3. Komposisi kimia tepung ubi jalar... 7

Tabel 4. Gugus pengganti pada struktur kation flavium antosianin utama ... 9

Tabel 5. Formulasi dasar roti tawar ... 17

Tabel 6. Formulasi roti tawar ubi jalar ungu ... 17

Tabel 7. Pengaturan TAXT-2 untuk mengukur crumb firmness ... 20

Tabel 8. Karakteristik warna tepung ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki ... 30

Tabel 9. Kesetimbangan massa tiap proses dan rendemen pembuatan tepung ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki ... 32

Tabel 10. Hasil analisis proksimat tepung ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki ... 33

Tabel 11. Hasil uji rating hedonik roti tawar dengan substitusi tepung ubi jalar ungu ... 40

(12)

vii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Bentuk daun pada tanaman ubi jalar ... 3

Gambar 2. Tanaman ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki dan bunganya ... 4

Gambar 3. Ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki ... 4

Gambar 4. Inti kation flavium ... 8

Gambar 5. Diagram alir penelitian ... 15

Gambar 6. Diagram alir pembuatan tepung ubi jalar ungu di dalam penelitian ... 16

Gambar 7. Diagram alir pembuatan roti tawar metode straight dough yang dimodifikasi ... 18

Gambar 8. Tepung ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki yang dibuat dari penjemuran ampas dan pati secara terpisah ... 26

Gambar 9. Potongan ubi jalar ungu dengan ketebalan 1 cm ... 28

Gambar 10. Hasil pengukuran kadar antosianin tepung ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki (mg Cy-3-glikosida/100 g tepung) ... 29

Gambar 11. Tepung ubi jalar ungu var. Ayamurasaki berbagai perlakuan ... 31

Gambar 12. Pengupasan kulit ubi jalar ungu dengan hand-held peeler ... 32

Gambar 13. Roti tawar dari 100% tepung terigu ... 34

Gambar 14. Crumb roti tawar dari 100% tepung terigu ... 35

Gambar 15. Roti tawar 100% tepung terigu dan roti ubi jalar ungu dengan penampakan crumb dan crust ... 39

Gambar 16. Roti tawar ungu dalam bentuk sobek ... 39

(13)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Pengukuran antosianin tepung ubi jalar ungu ... 54

Lampiran 2. Pengukuran warna tepung ubi jalar ungu ... 55

Lampiran 3. Kesetimbangan massa tiap proses dan rendemen pembuatan tepung ubi jalar ungu var. Ayamurasaki batch I ... 56

Lampiran 4. Kesetimbangan massa tiap proses dan rendemen pembuatan tepung ubi jalar ungu var. Ayamurasaki batch II ... 56

Lampiran 5. Analisis proksimat dan nilai kalori tepung ubi jalar 7 menit steam oven ... 57

Lampiran 6. Kuesioner uji organoleptik ... 58

Lampiran 7. Data uji organoleptik atribut pada roti tawar ubi jalar ungu ... 59

Lampiran 8. Hasil analisis sidik ragam sensori parameter warna pada roti ubi jalar ... 61

Lampiran 9. Uji Duncan parameter warna pada roti ubi jalar ungu... 61

Lampiran 10. Hasil analisis sidik ragam sensori parameter aroma pada roti ubi jalar ungu ... 62

Lampiran 11. Uji Duncan parameter aroma pada roti ubi jalar ungu ... 62

Lampiran 12. Hasil analisis sidik ragam sensori parameter tekstur pada roti ubi jalar ungu .... 63

Lampiran 13. Uji Duncan parameter tekstur pada roti ubi jalar ungu ... 63

Lampiran 14. Hasil analisis sidik ragam sensori parameter rasa pada roti ubi jalar ungu ... 64

Lampiran 15. Uji Duncan parameter rasa pada roti ubi jalar ungu ... 64

Lampiran 16. Hasil pengukuran volume spesifik roti tawar dengan substitusi tepung ubi jalar ungu... 65

Lampiran 17. Potensi pengembangan adonan roti ubi jalar ungu ... 66

Lampiran 18. Hasil pengukuran warna roti ubi jalar ungu ... 67

Lampiran 19. Kadar air roti ubi jalar ungu 40% bentuk loaf ... 67

Lampiran 20. Kadar air roti ubi jalar ungu 40% bentuk sobek ... 67

Lampiran 21. Kadar abu roti ubi jalar ungu 40% bentuk loaf ... 68

Lampiran 22. Kadar abu roti ubi jalar ungu 40% bentuk sobek ... 68

Lampiran 23. Kadar lemak roti ubi jalar ungu 40% ... 68

Lampiran 24. Kadar protein roti ubi jalar ungu 40% bentuk loaf ... 69

Lampiran 25. Kadar protein roti ubi jalar ungu 40% bentuk sobek ... 69

Lampiran 26. Kadar serat roti ubi jalar ungu 40%... 69

Lampiran 27. Hasil analisis Aw roti ubi jalar ungu 40% ... 70

(14)

1

I.

PENDAHULUAN

A.

LATAR BELAKANG

Produksi ubi jalar ungu di Indonesia masih sedikit karena permintaannya belum banyak seperti ubi jalar jenis lain. Ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki merupakan varietas yang berasal dari Jepang. Produksi ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki di Indonesia sebesar 1.5-5 ton/ha, sedangkan ubi jalar secara umum produksinya lebih dari 12 ton/ha (Sulistyowati, 2010).

Kandungan air ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki sekitar 67.77% (Widjanarko 2008). Hal ini mempersulit proses penyimpanannya. Menurut Setiawati et al. (1994), penyimpanan ubi jalar pada suhu kamar selama satu bulan dapat menyebabkan kerusakan sebesar 15%. Untuk mengatasinya, ubi jalar dapat diolah menjadi tepung. Proses pembuatan tepung ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki yang telah dilakukan di lapang menghasilkan kualitas tepung dengan warna ungu pucat. Oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan optimasi pembuatan tepung ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki.

Modifikasi yang dilakukan dalam pembuatan tepung ubi jalar ungu pada penelitian ini adalah metode pengukusan. Metode ini dipilih berdasarkan hasil penelitian Northern Philippines Root Crop Research and Training Center (Benguet, Filipina). Kualitas tepung yang bagus akan dihasilkan dengan memotong ubi jalar yang telah dicuci setebal 2 cm kemudian mengukusnya selama 15 menit pada suhu 100 oC (Rumbaoa et al. 2009). Metode pengeringan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengeringan dengan oven dan pengeringan matahari (penjemuran). Produk akhir berupa tepung ubi jalar dapat dimanfaatkan dalam pembuatan produk pangan.

Roti tawar dan produk bakery lain di Indonesia umumnya dibuat dari tepung terigu yang diimpor. Meningkatnya kebutuhan tepung terigu berbanding lurus dengan meningkatnya pemanfaatan tepung terigu dalam produk pangan. Pada Januari 2010 terjadi kenaikan impor terigu sebesar 275.9%, yaitu dari 15,968 ton menjadi 60,029 ton (BPS 2010).

Beberapa penelitian serupa di Indonesia telah menggunakan bahan lokal, seperti singkong, kacang tunggak, kacang gude, kacang kedelai, jagung, sorgum, ubi jalar, sukun, pisang, dan beras dalam substitusi pembuatan bakery. Hathorn et al. (2008) di Amerika Serikat membuat roti dengan suplementasi 65% tepung ubi jalar merah (oranye). Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan pembuatan tepung ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki dan aplikasinya dalam pembuatan roti tawar. Roti tawar merupakan pilihan pengembangan produk dengan substitusi tepung ubi jalar ungu karena roti tawar disukai berbagai kalangan dan tingkatan umur.

Ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki merupakan jenis ubi jalar yang mulai ditanam oleh petani di Bogor akhir-akhir ini. Usaha ini seharusnya didorong oleh berkembangnya model pengolahan ubi jalar ungu yang dapat diterapkan di skala industri rumah tangga. Dengan dilakukan penelitian ini, diharapkan masyarakat lebih tertarik untuk meningkatkan produksinya dan melakukan pengolahan pasca panen.

B.

TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan:

1. Mempelajari teknik pembuatan tepung ubi jalar ungu (Ipomoea batatas varietas Ayamurasaki) yang mempunyai warna ungu dengan kadar antosianin tinggi

(15)

2 3. Mengetahui tingkat substitusi tepung ubi jalar ungu ke dalam formulasi pembuatan roti tawar

yang dapat diterima panelis

4. Mengetahui karakteristik fisik dan kimia roti tawar dengan tingkat substitusi tepung ubi jalar ungu yang terpilih

C.

MANFAAT PENELITIAN

(16)

3

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A.

UBI JALAR UNGU (

Ipomoea batatas

varietas Ayamurasaki)

1.

Botani Ubi Jalar Ungu

Secara umum, ubi jalar digolongkan oleh ahli taksonomi ke dalam famili Convolvulaceae, genus Ipomoea, dan spesies Ipomoea batatas. Ubi jalar termasuk tanaman palawija (Sarwono 2005) yang memiliki biji berkeping dua (dikotiledon). Tanaman ubi jalar berbentuk herbaceous, yaitu tidak berkayu, berwarna hijau atau ungu. Batangnya kadang tumbuh menjalar, merambat atau setengah tegak dengan panjang 1-5 meter dengan diameter 3-10 mm. Bentuk daunnya bermacam-macam, yaitu berbentuk bulat, menyerupai jantung, dan menjari (Gambar 1). Warnanya ada yang hijau atau ungu (Gambar 1), demikian pula batangnya (Suismono, 1995). Ukuran bunganya sedang, berwarna putih atau putih keunguan pucat dan warna ungu di bagian tengahnya (Prana dan Danimiharja 1981).

(a) (b) (c)

Gambar 1. Bentuk daun pada tanaman ubi jalar :(a) bulat, (b) meyerupai jantung, dan (c) menjari

Ubi jalar secara umum berasal dari Selandia Baru, Polinesia, dan Amerika Tengah. Ubi jalar termasuk tanaman tropis-subtropis dengan daerah persebaran 30 oLU sampai 30 oLS. Daerah ini meliputi lingkup Indonesia yang terletak pada 6 oLU sampai 11 oLS, sehingga ubi jalar cocok tumbuh di Indonesia. Selain itu, kondisi iklim di Indonesia sesuai untuk pertumbuhan ubi jalar, yaitu curah hujan tinggi (750-1,500 mm/tahun), sinar matahari 11-12 jam/hari, dan kelembaban udara (RH) 50-60% (Rukmana 1997).

Ubi jalar secara umum memiliki banyak keunggulan antara lain umur relatif pendek, daya penyesuaian tertinggi terhadap kondisi lingkungan yang buruk, dan terbukti perannya dalam musim paceklik atau bencana alam sebagai alternatif makanan. Dengan daya adaptasi yang luas, tanaman ini dapat ditanam sepanjang waktu, asalkan kebutuhan air pada awal pertumbuhannya cukup (Widodo 1989). Kebanyakan ubi jalar ditanam di sawah dan tegalan sebagai palawija. Penanaman di sawah dilakukan di musim kering setelah panen padi dan di tegalan pada penghabisan musim hujan (Suismono 1995).

(17)

4 (a) (b) (c)

Gambar 2. Tanaman ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki dan bunganya : (a) tanaman ubi jalar ungu yang sedang bertunas, (b) tanaman ubi jalar ungu yang sedang berbunga, dan (c) bunga ubi jalar ungu.

2.

Anatomi dan Morfologi Ubi Jalar Ungu

Susunan anatomi dan morfologi ubi jalar berbeda tiap varietas. Suismono (1995) menjelaskan bahwa ubi jalar memiliki sembilan macam bentuk yaitu bulat, bulat elips, elips, bulat di bawah, bulat di atas, bulat panjang ukuran kecil, bulat panjang ukuran besar, elips ukuran besar panjang, dan panjang kecil tak beraturan. Ubi jalar dapat dibagi menjadi empat kategori berdasarkan bentuk permukaan umbi yaitu ubi jalar dengan permukaan berkerut seperti kulit, urat darah, panjang tengah menyempit dan berlekuk atau membujur.

Ubi jalar ungu (Ipomoea batatas varietas Ayamurasaki) biasa disebut Ipomoea batatas blackie karena memiliki kulit dan daging umbi yang berwarna ungu kehitaman (ungu pekat). Ipomoea batatas varietas Ayamurasaki adalah jenis ubi jalar ungu yang ditanam di Jepang dan memiliki kandungan antosianin tinggi (Yamakawa et al. 1998). Kata Ayamurasaki dalam bahasa Jepang artinya adalah ungu.

Berdasarkan warna kulit dan daging umbinya, ubi jalar dapat dibedakan menjadi sembilan jenis, yaitu : putih, krem, kuning, oranye, coklat, jingga, merah, merah muda, merah gelap, dan ungu. Warna daging sering digunakan sebagai tanda membedakan jenis ubi jalar karena mewakili sifat fisikokimia sebagai bahan olahan. Perbedaan warna ubi jalar disebabkan oleh perbedaan pigmen yang terkandung (Suismono 1995). Pigmen yang menyusun warna ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki termasuk dalam jenis antosianin yang didominasi oleh sianidin dan peonidin dalam bentuk mono- atau diasilasinya (Kano et al. 2005). Ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki dapat dilihat pada Gambar 3, dan deskripsi lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.

(18)

5 Tabel 1. Deskripsi ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki

Asal : Persilangan „Kyushu-109‟dan „Satsumahikari‟

Tipe tanaman : Semi kompak

Diameter buku ruas : Sedang

Panjang buku ruas : Pendek

Warna dominan sulur : Hijau muda sampai hijau

Bentuk kerangka daun : Berbentuk hati sampai cuping

Kedalaman cuping daun : Tepi daun berlekuk sedang

Jumlah cuping daun : Bercuping satu sampai tiga

Bentuk cuping pusat : Elips

Ukuran daun dewasa : Sedang

Warna daun dewasa : Hijau

Warna daun muda : Hijau

Panjang tangkai daun : Pendek

Bentuk umbi : Elips membulat

Warna kulit umbi : Ungu

Warna daging umbi : Ungu

Rasa umbi : Enak

Sumber : Sulistyowati 2010

3.

Komposisi Kimia Ubi Jalar Ungu

(19)

6 Tabel 2. Kandungan kimia dan karakter fisik ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki

Sifat Kimia dan Fisik Jumlah

Kadar air (%bb) 67.77

Kadar abu (%bk) 3.28

Kadar pati (%bk) 55.27

Gula reduksi (%bk) 1.79

Kadar lemak (%bk) 0.43

Kadar antosianin (mg/100g) 923.65

Aktivitas antioksidan (%) 61.24

Warna (L) 37.50

Warna (a) 14.20

Warna (b) 11.50

Sumber : Widjanarko 2008

Kestabilan dan kandungan antosianin yang lebih tinggi pada ubi jalar ungu daripada sumber lain, menjadikannya sebagai pilihan alternatif pewarna alami (Kano et al. 2005). Beberapa industri pewarna dan minuman beralkohol di Jepang menggunakan ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki sebagai bahan baku penghasil antosianin. Ubi jalar ungu juga telah dikembangkan dalam bentuk produk es krim, sirup, mi, pia, dan yogurt.

Antosianin yang terkandung dalam ubi jalar ungu juga memiliki fungsi fisiologis, seperti antioksidan, antikanker, antibakteri, perlindungan terhadap kerusakan hati, pencegah penyakit jantung dan stroke. Ubi jalar ungu bisa menjadi antikanker karena mengandung zat aktif berupa selenium dan iodin, serta jumlahnya dua puluh kali lebih tinggi dari jenis ubi jalar lainnya. Ubi jalar ungu memiliki aktivitas antioksidan 2.5 kali dan antibakteri 3.2 kali lebih tinggi daripada beberapa varietas bluberi. Ubi jalar ungu juga berperan dalam membantu kelancaran peredaran darah (Kano et al. 2005).

4.

Tepung Ubi Jalar Ungu

Kandungan air yang tinggi pada ubi jalar dapat dikurangi dengan mengubahnya menjadi bentuk tepung. Selain mudah dalam proses penyimpanan, bentuk tepung mempunyai umur simpan yang panjang. Tepung ubi jalar diperoleh dengan melakukan pembersihan, pengecilan ukuran, pengeringan, penggilingan, dan pengayakan. Hal (2000) menerangkan berbagai perlakuan tambahan yang dapat diterapkan dalam pembuatan tepung ubi jalar. Ubi jalar ditimbang, disortir, dicuci, dan dibersihkan kulitnya. Umbi yang telah dikupas tersebut diiris dengan ketebalan tertentu atau disawut, lalu direndam dalam larutan pemutih (bleaching), dan dipres untuk menghilangkan kelebihan air. Perlakuan selanjutnya adalah penataan umbi pada baki dan selanjutnya dikeringkan. Umbi yang telah kering digiling dan diayak. Kandungan air ubi jalar yang tinggi menghasilkan rendemen penepungan yang kecil. Woolfe (1992) yang diacu dalam Hal (2000) menyebutkan rendemen penepungan ubi jalar di Filipina yaitu 12%-37%.

(20)

7 produk olahan (Jiang 2001). Di banyak negara, tepung ubi jalar digunakan sebagai suplementasi tepung terigu dalam pembuatan produk bakery, pancake, puding, dan lainnya.

Manfaat yang terkandung dalam tepung ubi jalar bergantung pada komposisi kimia umbi, terutama berhubungan dengan waktu panen. Hal (2000) menyatakan kandungan protein dan serat tertinggi terdapat pada ubi jalar yang dipanen pada bulan keempat dan akan menurun pada bulan kelima, sedangkan kandungan gula akan meningkat pada bulan kelima. Secara keseluruhan, waktu pemanenan yang optimum adalah bulan keempat karena tepung yang akan dihasilkan memiliki kandungan nutrisi lebih baik dibandingkan dengan tepung singkong. Pada Tabel 3 dapat dilihat komposisi kimia tepung berbagai jenis ubi jalar.

Tabel 3. Komposisi kimia tepung ubi jalar

Komponen Kimia Tepung Ubi Jalar

Putiha Kuningb Ungub

Air (%bb) 6.87-7.70 6.77 7.00

Abu (% bk) 2.79-2.94 4.71 5.31

Lemak (%bk) 0.71-0.81 0.91 0.81

Protein (%bk) 2.3-3.0 4.42 2.79

Serat Pangan (%bk) 2.83-3.90 5.54 4.72

Karbohidrat (%bk) 86.1-94.1 83.19 83.81

Pati (%bk) 66.7-70.7 - -

Total Gula (%bk) 10.3-15.2 - -

Gula pereduksi (%bk) 3.80-10.35 - -

Sumber : (a) Hamed et al. (1973)

(b)Susilawati dan Medikasari (2008)

Pengeringan merupakan faktor yang penting dan paling menentukan dalam pembuatan tepung. Pengeringan adalah proses termudah dan termurah untuk mengurangi kapasitas penyimpanan ubi jalar. Martin (1984) melaporkan bahwa ubi jalar dalam bentuk sawut akan lebih mudah untuk dikeringkan dan digiling, walaupun proses pengerjaannya lebih sulit, berbeda dengan ubi jalar yang digiling dalam bentuk potongan yang dikeringkan. Pengeringan yang dapat dilakukan untuk membuat tepung ubi jalar adalah pengeringan matahari dan pengering buatan.

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk melakukan optimasi pembuatan tepung ubi jalar. Salah satunya, Northern Philippines Root Crop Research and Training Center (Benguet, Filipina) menyatakan bahwa cara untuk membuat tepung ubi jalar yang berkualitas adalah dengan memotong ubi jalar yang telah dicuci setebal 2 cm dan mengukusnya selama 15 menit pada suhu 100 oC. Perlakuan ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya pencoklatan akibat pemotongan. Proses selanjutnya adalah pendinginan, pengupasan (peeling), dan pemotongan menjadi bentuk kubus dengan ukuran 2 cm3. Pengeringan ubi jalar tersebut dilakukan menggunakan metode freeze drying. Untuk menjaga kualitas, tepung disimpan pada suhu 4 oC dalam wadah yang dapat dengan mudah dikemas kembali hingga akan digunakan (Rumbaoa et al. 2009).

(21)

8 Beberapa produk yang membutuhkan karakater kekuatan gel tinggi adalah pia, kue, dan mashed sweetpotato.

B. ANTOSIANIN

1.

Antosianin secara Umum

Kata antosianin berasal dari bahasa Yunani (anthos yang berarti bunga dan kyanos yang berarti biru). Pigmen ini umumnya terkandung dalam tanaman dan dideteksi oleh penglihatan manusia sebagai warna merah hingga biru keunguan. Senyawa ini mengandung komponen fenolik dan termasuk kelompok flavonoid (Kong et al. 2003). Warnanya begitu menarik sehingga dapat dimanfaatkan untuk pewarna alami makanan.

Antosianin dapat dikelompokkan ke dalam tiga golongan besar, yaitu antosianidin, aglikon, dan glukosida. Glukosida merupakan bentuk antosianin yang paling sering dijumpai. Telah ditemukan dua puluh jenis glukosida, namun hanya enam yang memegang peranan penting dalam bahan pangan, yaitu pelargonidin, sianidin, delfinidin, peonidin, petunidin, dan malvidin (Astawan dan Kasih 2008). Seluruh senyawa antosianin merupakan senyawa turunan dari kation flavium (Francis 1985). Gambar 4 menunjukkan inti kation flavium.

Gambar 4. Inti kation flavium.

(22)

9 Tabel 4. Gugus pengganti pada struktur kation flavium antosianin utama

Antosianidin R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7

Aurantinidin -H -OH -H -OH -OH -OH -OH

Sianidin -OH -OH -H -OH -OH -H -OH

Definidin -OH -OH -OH -OH -OH -H -OH

Europinidin -OCH3 -OH -OH -OH -OCH3 -H -OH

Luteolinidin -OH -OH -H -H -OH -H -OH

Pelargonidin -H -OH -H -OH -OH -H -OH

Malvidin -OCH3 -OH -OCH3 -OH -OH -H -OH

Peonidin -OCH3 -OH -H -OH -OH -H -OH

Petunidin -OH -OH -OCH3 -OH -OH -H -OH

Rosinidin -OCH3 -OH -H -OH -OH -H -OCH3

Sumber : Martin et al. (2009)

Sejak lama manusia mengonsumsi antosianin yang terkandung dalam buah atau sayuran yang dimakan. Selama ini tidak pernah terjadi suatu penyakit atau keracunan yang disebabkan pengonsumsian pigmen ini. Oleh karena itu, antosianin merupakan salah satu sumber pewarna untuk makanan yang dapat menggantikan bahan pewarna sintetik (Brouillard 1982). Bahkan pada abad ke-12, senyawa ini telah dipercaya memiliki khasiat seperti obat (Astawan dan Kasih 2008). Antosianin memiliki potensi biologis dan fungsi farmakologis, seperti antioksidatif (Shih et al. 2007), antiinflamatori (Karlsen et al. 2007), antitumor (Shih et al. 2005), dan kemampuan menurunkan risiko penyakit kardiovaskuler (Prior dan Wu 2006).

4.

Antosianin pada Ubi Jalar Ungu

Keberadaan antosianin pada suatau tanaman tidak selalu sama jenis dan komposisinya (Philpott et al. 2004). Namun, pigmen ini umumnya terdapat pada bagian epidermis dan sel mesofil periferal suatu bahan pangan (Astawan dan Kasih 2008). Jenis antosianin pada ubi jalar ungu adalah bentuk mono- atau diasilasi dari jenis peonidin dan sianidin (Terahara et al. 2000; 2004).

Antosianin dari ubi jalar ungu lebih stabil daripada pigmen yang terkandung di dalam strawberi, kubis merah, dan perilla (Zhang et al. 2009). Bahkan efek free radical scavenging-nya lebih tinggi daripada pigmen yang terkandung dalam kubis merah, kulit anggur, elderberi, dan jagung ungu, serta asam askorbat (Kano et al. 2005; Philpott et al. 2004). Oleh karena itu, ubi jalar ungu merupakan sumber antosianian yang baik untuk diaplikasikan dan diolah lebih lanjut.

(23)

10

5.

Stabilitas Antosianin

Antosianin merupakan senyawa yang reaktif. Sifat reaktif ini disebabkan oleh inti kation flavium pada pigmen antosianin yang kekurangan elektron. Pigmen ini ternyata memiliki kestabilan yang rendah, baik ketika berada dalam jaringan bahan pangan ataupun di dalam produk pangan. Reaksi yang terjadi umumnya menyebabkan terjadinya kehilangan warna. Beberapa faktor kimia dan fisik yang dapat mempengaruhi kestabilan antosianin adalah enzim, oksigen, asam askorbat, gula dan senyawa turunannya, pH, logam, suhu, cahaya, kondensasi, serta sulfur dioksida (Markakis 1982). Setiap faktor memberikan kontribusi terhadap diskolorisasi antosianin. Selain itu jenis antosianin juga berpengaruh terhadap kestabilannya. Namun yang paling mempengaruhi dalam proses diskolorisasi antosianin adalah suhu, cahaya, oksigen, dan pH.

Laju kehilangan warna antosianin secara enzimatik lebih tepatnya disebabkan oleh glukosidase yang menghidrolisis grup 3-glikosidik menjadi glikon yang tidak stabil.

Kerusakan antosianin juga dapat disebabkan oleh fenolase yang membutuhkan katekol atau o-dihidroksifenol lainnya untuk aktivasi (Jurd 1992). Peng dan Markakis (1963)

menyimpulkan bahwa perubahan warna fenolase-katekol-antosianin juga melibatkan enzim untuk oksidasi. Peroksidase dapat mengkatalisis terjadinya diskolorisasi antosianin. Begitu juga dengan kehadiran fenolase (fenoloksidase dan polifenoloksidase). Fenolase akan bereaksi dengan antosianin. Reaksinya akan terjadi sangat kuat ketika ada senyawa fenolik untuk menjadi substrat daripada antosianin sebagai substratnya. Pirokatekol dalam bahan pangan akan dioksidasi oleh fenolase menjadi o-benzokuinon. Sistem enzimatik yang dapat menyebabkan diskolorisasi antosianin dapat ditemukan pada kapang, akar, daun, dan buah (Markakis 1982).

Antosianin yang terkandung dalam bahan pangan akan teroksidasi oleh o-benzokuinon tersebut menjadi senyawa yang tidak berwarna. Hal inilah yang menyebabkan hilanganya warna merah keunguan yang ditampakkan oleh antosianin. Enzim yang dapat merusak antosianin dapat diinaktivasi dengan pemanasan. Siegel et al. (1971) melaporkan bahwa buah ceri yang diberi perlakuan dikukus selama 45-60 detik sebelum dibekukan akan meminimalisasi terjadinya kerusakan antosianin pada proses pengolahan selanjutnya.

Panas yang terdapat dalam proses pengolahan dan penyimpanan bahan pangan, akan merusak keberadaan antosianin. Terdapat hubungan logaritmik antara kerusakan antosianin dengan temperatur, begitu pula dengan hubugan yang terjadi antara kerusakan antosianin dengan waktu pemanasan pada suhu konstan. Markakis (1982) menjelaskan bahwa terjadinya pembukaan heterosiklik dan susunan kalkon merupakan tahap pertama yang terjadi dalam proses degradasi antosianin.

Cahaya memegang peranan penting dalam pembentukan pigmen antosianin, yaitu berkaitan dengan proses fotosintesis. Hal ini terjadi dalam proses pematangan dan perubahan warna merah pada buah stroberi. Begitu pula sebaliknya, cahaya mempercepat degradasi antosianin. Jenis antosianin yang paling stabil terhadap keberadaan cahaya adalah diglikosida yang termetilasi atau terasilasi. Non-asilasi diglikosida merupakan jenis antosianin yang kurang stabil, bahkan monoglikosida paling tidak stabil (Markakis 1982).

(24)

11 kisaran pH yang sama, kehadiran oksigen dapat mempercepat terjadinya kerusakan antosianin (Markakis 1982). Nebesky et al. (1949) yang diacu dalam Markakis (1982) mengatakan bahwa oksigen dan suhu merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap kerusakan antosianin.

Asam askorbat diduga menginduksi kerusakan antosianin yang dijembatani oleh kehadiran H2O2. Asam askorbat yang teroksidasi oleh oksigen dan ion tembaga akan membentuk H2O2. Peroksida ini akan mengubah antosianin menjadi senyawa yang tidak berwarna. Meschter (1953) yang diacu dalam Markakis (1982) melaporkan bahwa asam dehidroaskorbat juga dapat membuat antosianin menjadi tidak berwarna dengan laju reaksi yang lebih rendah daripada asam askorbat.

Gula dan senyawa turunannya juga dapat menyebabkan degradasi antosianin. Gula jenis fruktosa, arabinosa, laktosa, dan sorbosa paling berpengaruh dalam kerusakan antosianin daripada sukrosa, glukosa, dan maltosa.

Antosianin dapat mengalami kondensasi dengan sendirinya dan dengan senyawa organik lainnya. Kondensasi antosianin dengan senyawa lainnya akan menghasilkan pergeseran batokromik dan kenaikan absorptivitas. Kondisi ini dinamakan dengan kopigmentasi.

Pengolahan terhadap ubi jalar ungu menyebabkan penurunan antosianin. Kerusakan antosianin sekitar 10%-30% terjadi pada ubi ungu varietas Ayamurasaki akibat penggorengan dan pengukusan, hampir 70% warna ubi jalar ungu rusak akibat proses pembuatan selai (Widjanarko 2008).

C. TEKNOLOGI PEMBUATAN ROTI

1.

Bahan

Bahan baku standar pembuatan roti tawar adalah tepung terigu, air, yeast (khamir), gula, dan garam. Hasil roti tawar sering disebut dengan lean bread. Tepung yang sering digunakan dalam pembuatan roti tawar adalah tepung terigu yang terbuat dari gandum (Triticum vulgare) yang digiling. Kandungan protein dari tepung yang baik untuk pembuatan roti tawar adalah antara 12%-13%, misalnya tepung terigu dengan merk Cakra yang terdapat di pasaran (Bogasari). Tepung terigu dapat membentuk adonan dan dapat menahan gas selama fermentasi dan pemanggangan sehingga menghasilkan roti yang mengembang, ringan, dan beraerasi baik (Pyler 1973). Sifat ini dimungkinkan karena kandungan gluten dalam terigu. Gluten sebagian terdiri dari protein (75%-80%), pati yang tidak tercuci (5%-15%), lemak (5%-10%), dan sejumlah kecil mineral.

Menurut Fance (1976), paling tidak terdapat lima jenis protein gandum yaitu albumin yang larut dalam air, globulin dan prolamin yang larut dalam garam, gliadin yang larut dalam alkohol 70%, dan glutenin yang larut dalam alkali encer. Glutenin dan gliadin bersama-sama membentuk gluten. Pada bentuk ini, glutenin berperan sebagai perekat elastis dan gliadin berperan dalam kestabilan dan keteguhan adonan (Shewry 2003).

(25)

12 dan juga reaksi enzimatis yang terjadi pada pati oleh yeast karena penambahan air terutama pada tahap fermentasi (Pyler 1973). Reaksi fisik terjadi pada saat pemanggangan dengan adanya proses gelatinisasi pati (Dreese et al. 1988).

Yeast adalah penghasil gas CO2 yang berperan dalam pengembangan adonan dan penghasil aroma pada saat proses fermentasi (Pyler 1973). Menurut Matz (1972), yeast yang biasa digunakan dalam pembuatan roti adalah Saccharomyces cerevisiae sehingga disebut ragi roti. Pyler (1973) mengatakan bahwa proses fermentasi yeast di dalam adonan mengakibatkan perubahan-perubahan di dalam adonan yaitu penguraian senyawa-senyawa yang dapat difermentasi, akumulasi gas CO2, alkohol, asam, dan ester, perubahan kemasan adonan, dan pelunakan struktur gluten menjadi elastis. Menurut Pyler (1973), yeast dapat ditambahkan atau dicampur langsung dengan tepung atau bahan kering lainnya ataupun dicairkan terlebih dahulu dengan air pada suhu 40-45 oC sebelum digunakan pada saat pengadonan. Yeast yang ditambahkan ke dalam adonan memerlukan waktu adaptasi selama ± 45 menit sebelum memperbanyak diri dan memecah karbohidrat (Pyler 1973).

Menurut Pyler (1973), aktivitas yeast dapat ditingkatkan dengan penambahan gula. Gula merupakan sumber makanan yang dapat dipakai secara langsung oleh yeast. Jika adonan dibuat tanpa menggunakan gula, yeast akan menggunakan gula dari tepung yang hanya ada dalam jumlah sedikit, kemudian enzim diastase atau amilase dari tepung akan memecah pati menjadi gula sederhana. Proses enzimatik ini memerlukan waktu lebih lama sehingga dapat menghambat pengembangan adonan. Berbeda dengan kasus ketika gula yang ditambahkan dalam jumlah terlalu banyak. Hal ini dapat meningkatkan efek pengawetan dari gula karena air dalam matriks adonan akan terikat dengannya. Selain itu, gula yang terlalu banyak akan menurunkan efektivitas yeast. Selain sebagai sumber makanan bagi yeast, gula menyumbangkan rasa manis pada roti, memperbaiki aroma, dan mempunyai peran dalam pembentukan warna crust saat pemanggangan (Kotschevar 1975).

Garam adalah bahan yang penting untuk mendapatkan aroma standar roti tawar, tetapi terkadang garam tidak digunakan dalam pembuatan roti. Garam berfungsi sebagai pengontrol aktivitas yeast dan berperan terhadap kekuatan gluten, terutama wild yeast (Kotschevar 1975).

2.

Proses Pembuatan

Proses pembuatan roti tawar secara garis besar meliputi proses pencampuran (mixing), pengadonan (kneading), fermentasi (fermentation), pencetakan (rounding), dan pemanggangan (roasting) (Ahza 1980). Menurut Matz (1972), roti tawar merupakan produk makanan yang dihasilkan dari proses pengadonan fermentasi dan pemanggangan dari tepung terigu yang dicampur dengan air, yeast, gula, garam, dan shortening. Pengembangan volume roti tawar merupakan parameter yang penting dalam menentukan kualitas roti tawar. Oleh karena itu, proses pengadonan, fermentasi, dan pemanggangan merupakan proses penting yang menentukan pengembangan roti tawar.

3.

SSL (

Sodium Stearoyl Lactylate

)

(26)

13 dan yang terbentuk ketika fermentasi (Stauffer 1990). Pada suhu 80 oC ke atas, keberadaan 0.5% SSL akan membantu proses pengembangan adonan, sama halnya dengan keberadaan 3% shortening dalam adonan (Moore dan Hoseney 1986). Eliasson (1983) melaporkan bahwa SSL mampu menurunkan laju rekristalisasi pati.

D.

ROTI SUBSTITUSI BAHAN LOKAL

Tepung terigu merupakan pemegang peran penting dalam teknologi pembuatan roti tawar, terutama tepung terigu yang mengandung protein tinggi. Kandungan glutenin dan gliadin yang hampir sama komposisinya menyebabkan tekstur adonan roti yang dibentuk pun menjadi sempurna. Namun, tidak menutup kemungkinan bagi tepung dari bahan lain untuk diolah menjadi produk bakery, walaupun hasilnya tidak semaksimal ketika menggunakan 100% tepung terigu. Subarna (1992) mengatakan bahwa tingkat substitusi bahan selain tepung terigu pada pembuatan roti hanya mampu mencapai angka 30%. Akan terjadi penurunan mutu yang sangat terlihat nyata ketika ditambahkan tepung lain lebih dari 30%.

Beberapa bahan lokal yang pernah diteliti dan diolah menjadi produk bakery adalah singkong, kacang tunggak, kacang gude, kacang kedelai, jagung, sorgum, ubi jalar, sukun, pisang, dan beras. Bahan lokal tersebut digunakan secara parsial menggantikan tepung terigu baik digunakan sendiri atau dicampur antara beberapa bahan lokal membentuk tepung komposit. Secara nyata akan terjadi penurunan kualitas mutu roti yang dihasilkan oleh bahan selain tepung terigu, berbanding terbalik dengan jumlah bahan lokal yang disubstitusi (Hathorn et al. 2008). Pemakaian tepung selain terigu, misalnya tepung dari kacang-kacangan, tepung dari serealia selain gandum (Rohadi 1982), dan tepung umbi-umbian (Muharam 1992) dapat dilakukan dalam pembuatan roti tawar. Penggantian sebagian tepung terigu dapat menyebabkan kualitas crumb turun, volume roti rendah, dan timbul aroma menyimpang (Rohadi 1982).

Penggunaan bahan baku selain tepung terigu dimaksudkan untuk berbagai tujuan. Tujuan tersebut adalah adanya keinginan untuk mengurangi ketergantungan akan kebutuhan gandum yang hanya diproduksi di negara tertentu dan adanya isu akan penyakit yang berhubungan dengan saluran pencernaan karena alergi terhadap gluten (Mezaize et al. 2009).

(27)

14

III.

METODOLOGI PENELITIAN

A.

BAHAN DAN ALAT

1.

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tiga bagian, yaitu bahan untuk membuat tepung ubi jalar ungu, bahan untuk roti tawar ubi jalar ungu, dan bahan analisis. Bahan yang digunakan untuk membuat tepung ubi jalar ungu adalah ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki yang didapat dari lahan pertanian di Cibungbulang, Bogor. Bahan yang digunakan untuk membuat roti tawar ubi jalar ungu adalah tepung ubi jalar ungu hasil optimasi, tepung terigu (protein tinggi), air es, shortening, gula pasir, susu skim, garam, ragi roti, emulsifier (Sodium Stearoyl Lactylate), dan bread improver. Bahan-bahan kimia yang diperlukan untuk analisis adalah aquades, K2SO4, HgO, H2SO4, NaOH-Na2S2O3, HBO3, HCl, NaOH, heksana, larutan etanol 95%, methilene blue, metanol pro analis, dan buffer Na-fosfat.

2.

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu 1. Alat untuk membuat tepung, yaitu : pengukus, pisau, disc mill, ayakan, tray pengering,

baskom, penyawut (schredder), dan oven pengering.

2. Alat untuk membuat roti, yaitu : varymixer, loyang roti tawar berukuran 22, oven, proofer, bread slicer, pisau roti, timbangan, gelas ukur, baskom, dan termometer.

3. Alat untuk analisa kimia, yaitu Erlenmeyer, cawan aluminium, timbangan analitik, labu Kjeldahl, destilator, buret, corong, dan peralatan gelas.

4. Alat untuk analisa fisik, yaitu gelas ukur, gelas piala, dan loyang.

B.

METODE PENELITIAN

(28)

15 Pemotongan (0.5; 1; 1.5 cm) Pengukusan (5, 7, 10, 15, dan 20 menit)

Penjemuran 9-12 jam Oven pengering 55-60 oC, 5-6 jam

Keterangan :

Penelitian tahap I Penelitian tahap II

Gambar 5. Diagram alir penelitian

1.

Penelitian Tahap I : Pembuatan Tepung Ubi Jalar Ungu

Penelitian tahap I dilakukan untuk menentukan proses pembuatan tepung ubi jalar ungu sehingga dihasilkan warna ungu yang terbaik. Perlakuan yang digunakan adalah tebal potongan ubi jalar (0.5; 1; 1.5 cm), waktu pengukusan (steaming) selama 5, 7, 10, 15, dan 20 menit serta metode pengeringan dengan oven pengering pada suhu 55-60 oC selama 5-6 jam dan matahari (dijemur 9-12 jam). Pembuatan tepung ubi jalar ungu yang dilakukan dalam

Ubi Jalar ungu

Perlakuan

Pengeringan

Tepung ubi Jalar ungu

Pengamatan secara visual

Pemilihan tepung ubi jalar ungu Pengukuran antosianin dan warna

Analisis Proksimat

Substitusi dalam adonan roti tawar : 20%, 30%, dan 40%

Pemilihan formula roti Formula I

dan II

Formula terpilih

Uji organoleptik (hedonik)

Roti tawar ungu terpilih

(29)

16 penelitian ini disajikan dalam Gambar 6. Tepung ubi jalar ungu yang dibuat kemudian diukur intensitas warnanya menggunakan Chromameter Minolta dan kadar antosianinnya.

Gambar 6. Diagram alir pembuatan tepung ubi jalar ungu di dalam penelitian

2.

Penelitian Tahap II : Pembuatan Roti Tawar Substitusi Tepung Ubi Jalar

Ungu

Pada penelitian ini dilakukan pembuatan roti tawar dengan substitusi tepung ubi jalar ungu hasil penelitian tahap I. Variabel yang digunakan adalah tepung ubi jalar ungu yang ditambahkan ke dalam formulasi roti tawar. Dalam tahap penentuan formulasi dilakukan uji coba formula roti tawar untuk dilakukan substitusi selanjutnya. Formula roti tawar yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 5. Penggunaan bahan lain dalam formulasi ini dihitung berdasarkan basis tepung yang digunakan (100%). Dari kedua formula dasar roti, dipilih formula yang menghasilkan roti tawar dengan ciri-ciri yaitu mempunyai warna kulit (crust) berwarna kuning kecoklatan, warna remah (crumb) putih krem, tekstur remah yang lembut, aroma harum (khas roti), dan mempunyai pengembangan paling bagus.

Pengupasan Ubi Jalar ungu

Pemotongan (0.5; 1; 1.5 cm)

Pengukusan 100 oC (5, 7, 10, 15, dan 20 menit)

Pengecilan ukuran (penyawutan)

Pengeringan (oven pengering dan matahari)

Penggilingan

Pengayakan

(30)
[image:30.595.143.510.95.255.2]

17 Tabel 5. Formulasi dasar roti tawar

Bahan Formula I (%) Formula II (%)

Tepung terigu protein tinggi 100 100

Shortening 5 8

Gula pasir 6 7.5

Garam 2 2

Susu skim 2 2

Ragi instan 1 1

Bread improver 0.5 0.7

Air es 60 60

Formula roti tawar terbaik dari hasil pengamatan, bagian tepung terigu (100%) diganti beberapa bagian dengan tepung ubi jalar ungu hasil penelitian tahap I. Tepung ubi jalar ungu yang digunakan adalah 20%, 30%, dan 40%. Persentase tersebut dihitung dari 100% tepung terigu yang digunakan dalam formula dasar roti tawar. Tabel 6 menunjukkan formulasi roti tawar ubi jalar ungu.

Tabel 6. Formulasi roti tawar ubi jalar ungu

Bahan Substitusi 20% Substitusi 30% Substitusi 40%

Tepung terigu protein tinggi 80 70 60

Tepung ubi jalar ungu 20 30 40

Shortening 8 8 8

Gula pasir 7.5 7.5 7.5

Garam 2 2 2

Susu skim 2 2 2

Ragi instan 1 1 1

Bread improver 0.7 0.7 0.7

Air es 60 60 60

Emulsifier (SSL) 0.4 0.4 0.4

Roti tawar dalam penelitian ini dibuat dengan metode straight dough. Jumlah air yang digunakan dalam formulasi roti tawar ubi jalar ungu, sama dengan jumlah air yang digunakan dalam formulasi roti tawar 100% tepung terigu. Roti tawar yang disubstitusi dengan tepung ubi jalar ungu tersebut diuji secara organoleptik berdasarkan uji rating hedonik oleh 70 panelis tidak terlatih menurut ASTM (American Standard Testing Material). Penilaian terhadap produk akan lebih difokuskan pada warna, aroma, tekstur, dan rasa. Pemberian skor pada uji rating hedonik menggunakan sistem skala kategori yaitu sangat suka (1), suka (2), agak suka (3), netral (4), agak tidak suka (5), tidak suka (6), dan sangat tidak suka (7). Hasil uji organoleptik tersebut dianalisis menggunakan analisis ragam (ANOVA) dilanjutkan dengan metode Duncan apabila hasil yang diperoleh berbeda nyata antar sampel. Produk terpilih akan dianalisis secara kimia dan fisik.

[image:30.595.137.513.357.550.2]
(31)

18 kecepatan sedang selama 6 menit hingga terbentuk bulatan adonan utuh. Shortening disisipkan di bagian tengah bulatan adonan tersebut dan diaduk kembali pada kecepatan sedang hingga semua bahan kalis (9-14 menit). Adonan yang telah kalis berarti semua bahan telah tercampur rata, tidak menempel pada wadah, dan kering pada bagian luar. Adonan yang telah kalis dibulatkan (punch) lalu difermentasi pada suhu ruang selama 60 menit. Setelah tahap fermentasi selesai, adonan tersebut dibagi (dividing) menjadi ukuran 350 g (sesuai volume loyang yang digunakan) kemudian dibulatkan (rounding) seperti bola dan diistirahatkan selama 20 menit. Adonan yang telah mengembang, ditekan dan di-roll hingga gasnya hilang (moulding). Tahap selanjutnya adalah pembentukan loaf roti tawar. Loaf tersebut dimasukkan ke dalam loyang yang telah dioles dengan shortening untuk dilakukan proofing selama 60 menit pada suhu 38 oC dan RH 75%-85%. Tahap terakhir adalah pemanggangan pada suhu 190 oC selama ± 30 menit. Gambar 7 menunjukkan tahap pembuatan roti tawar metode straight dough.

Gambar 7. Diagram alir pembuatan roti tawar metode straight dough (Subarna, 1992) yang dimodifikasi

Pencampuran dan pengadukan (6 menit)

Fermentasi awal (27-30 oC, 80-85% RH, selama 60 menit)

Pembentukan (dividing, rounding, intermediate proofing, moulding)

Pemanggangan (190 oC selama 30 menit)

Roti tawar ungu

Proofing (38 oC, 75-85% RH, selama 60 menit)

Tepung terigu, tepung ubi jalar ungu, air, gula, susu skim, garam, ragi roti, bread improver

Depanning dan Pendinginan

Shortening

[image:31.595.112.511.276.693.2]
(32)

19

C.

ANALISIS

1.

Uji Organoleptik

Uji organoleptik yang dilakukan pada roti tawar ubi jalar ungu adalah uji rating hedonik. Panelis diminta untuk menilai produk pada 7 skala hedonik, sangat suka (1), suka (2), agak suka (3), netral (4), agak tidak suka (5), tidak suka (6), dan sangat tidak suka (7). Panelis yang digunakan adalah panelis tidak terlatih yang berjumlah 70 orang. Jumlah ini merupakan batas minimal panelis yang digunakan dalam uji rating hedonik menurut ASTM (American Standard Testing Material). Parameter yang digunakan dalam uji rating hedonik terhadap roti tawar ubi jalar adalah warna, aroma, tekstur, dan rasa. Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan analisis sidik ragam (Analysis of Variance / ANOVA) untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antara ketiga tingkat substitusi yang diberikan pada taraf (α) 0.5%. Jika terdapat perbedaan, analisis dilanjutkan dengan uji Duncan’s Multiple Test.

2.

Analisis Fisik

a. Volume Spesifik Adonan

Pengukuran volume adonan dilakukan dengan prosedur sebagai berikut :

1. Gelas piala yang akan digunakan dalam pengukuran volume adonan diisi dengan jewawut hingga batas skala. Biji jewawut ini lalu disisihkan.

2. Adonan sejumlah 30 g yang telah kalis dimasukkan ke dalam gelas piala yang telah diketahui volumenya lalu ditambahkan biji jewawut yang digunakan pada prosedur nomor 1 hingga batas skala.

3. Sisa biji jewawut yang tidak digunakan pada prosedur nomor 2 diukur volumenya dengan gelas ukur dan dicatat sebagai volume adonan (V)

4. Volume spesifik adonan ini dinyatakan dalam satuan cm3/g

Volume spesifik adonan = V 30 g keterangan :

V = Volume roti yang diukur

b.

Potensi Pengembangan Adonan

Pengukuran potensi pengembangan adonan dilakukan dengan prosedur sebagai berikut :

1. Adonan sejumlah 30 g yang telah kalis dimasukkan ke dalam gelas piala dan diukur volumenya.

2. Volume adonan roti tersebut dicatat tiap 5 menit hingga volumenya menurun kembali. 3. Dibuat grafik hubungan volume adonan dengan waktu.

(33)

20

c.

Volume Spesifik Roti

Pengukuran volume roti dilakukan dengan prosedur sebagai berikut :

1. Wadah yang akan digunakan dalam pengukuran volume roti diisi dengan jewawut hingga batas atas. Biji jewawut ini lalu disisihkan.

2. Potongan roti yang telah ditimbang (M) dimasukkan ke dalam wadah yang digunakan pada prosedur nomor 1 lalu diisi dengan biji jewawut pada prosedur nomor 1.

3. Sisa biji jewawut pada prosedur nomor 2 diukur volumenya dengan gelas ukur dan dicatat sebagai volume roti (V).

4. Volume spesifik roti dinyatakan dalam satuan cm3/g.

Volume spesifik roti = V

M

keterangan :

V = Volume roti yang diukur M = Massa roti yang diukur

d.

Analisis Tekstur

[image:33.595.189.492.459.622.2]

Probe yang digunakan berbentuk silinder dengan diameter 36 mm dengan radius* (P/36R) menggunakan 5 kg load cell. Pengaturan TAXT–2 yang digunakan adalah untuk sampel roti. Tujuan tes ini adalah untuk menentukan ketegaran (firmness) roti menggunakan metode Standar AACC (74-09). Pengaturan TAXT-2 untuk mengukur crumb firmness dalam Tabel 7.

Tabel 7. Pengaturan TAXT-2 untuk mengukur crumb firmness

Mode : Measure Force in Compression

Option : Return to start

Pre-test speed : 1.0 mm/s

Test speed : 1.7 mm/s

Post-test speed : 10.0 mm/s

Strain : 40%

Trigger type : Auto –5 g

Tare mode : Auto

Data acquisition rate : 250 pps

(34)

21 Sebelum dilakukan tes, „%strain‟ pengukuran harus dikalibrasi terlebih dahulu. Jarak antara ujung probe dengan landasan yang ideal adalah sekitar 30 mm.

e.

Analisis Warna (Metode Hunter)

Pengukuran warna dilakukan menggunakan Chromameter CR 310 Minolta. Sampel roti ditempatkan pada alas putih. Untuk sampel tepung ditempatkan pada wadah sampel tepung. Pengukuran menghasilkan nilai L, a, b, dan derajat Hue. L menyatakan parameter kecerahan (warna kromatis, 0: hitam sampai 100: putih). Derajat Hue menunjukkan warna yang terlihat. Nilai hue dikelompokkan sebagai berikut : oHue 342-318 : Red purple; oHue 162-198 : Green; oHue 18-54 : Red; oHue 306-342 : Purple; oHue 54-90 : Yellow red; o

Hue 270-306: Blue purple; oHue 90-126 : Yellow; oHue 198-234 : Blue green; oHue 234-270 : Blue; dan oHue 126-162 : Yellow green.

3.

Analisis Kimia

a.

Kadar Air Metode Oven (Apriyantono

et al

. 1989)

Cawan aluminium dikeringkan dalam oven selama 15 menit, didinginkan dalam desikator selama 15 menit kemudian ditimbang. Sejumlah sampel (sekitar lima gram) dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya. Cawan beserta isinya dimasukkan ke dalam oven bersuhu 100 oC selama kurang lebih enam jam atau sampai beratnya konstan. Selanjutnya cawan beserta isinya didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang. Perhitungan kadar air dilakukan dengan rumus :

Keterangan : % bb = kadar air per bahan basah (%) % bk = kadar air per bahan kering (%)

W = bobot bahan awal sebelum dikeringkan (g) W1 = bobot contoh + cawan kosong kering (g) W2 = bobot cawan kosong (g)

b.

Kadar Abu (AOAC 1995)

(35)

22 Keterangan : % bb = kadar abu per bahan basah (%)

% bk = kadar abu per bahan kering (%)

W = bobot bahan awal sebelum diabukan (g)

W1 = bobot contoh + cawan kosong setelah diabukan (g) W2 = bobot cawan kosong (g)

c.

Kadar Lemak Metode Soxhlet (AOAC 1995)

Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven bersuhu 100–110 oC, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sampel tepung ditimbang sebanyak lima gram, dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan ke dalam alat ekstraksi (soxhlet) yang telah berisi pelarut (heksana atau dietil eter).

Refluks dilakukan selama lima jam (minimum) dan pelarut yang ada di dalam labu lemak didistilasi. Selanjutnya, labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven yang bersuhu 100 oC sampai beratnya konstan, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Kadar lemak dihitung dengan rumus :

Keterangan : % bb = kadar lemak per bahan basah (%) % bk = kadar lemak per bahan kering (%) W = bobot contoh (g)

W1 = bobot labu lemak + lemak hasil ekstraksi (g) W2 = bobot labu lemak kosong (g)

d.

Kadar Protein Metode Kjeldahl (AOAC 1995)

Sejumlah kecil sampel (kira–kira membutuhkan 3–10 ml HCL 0.01N atau 0.02 N) yaitu sekitar 0.1 gram ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 30 ml. Kemudian ditambahkan 0.9 g K2SO4, 40 mg HgO, dan 2 ml H2SO4. Jika bobot sampel lebih dari 15 mg, ditambahkan 0.1 ml H2SO4 untuk setiap 10 mg bahan organik di atas 15 mg. Sampel dididihkan selama 1–1.5 jam sampai cairan menjadi jernih.

(36)

23 indikator (campuran 2 bagian merah metil 0.2% dalam alkohol dan 1 bagian methylene blue 0.2% dalam alkohol). Kondensat tersebut kemudian dititrasi dengan HCl 0.02 N yang sudah distandardisasi hingga terjadi perubahan warna kondensat menjadi abu–abu. Penetapan blanko dilakukan dengan metode yang sama seperti penetapan sampel. Kadar protein dihitung dengan rumus :

% N =

-kadar protein (%bb) = % N x faktor konversi

Keterangan : % bb = kadar protein per bahan basah (%) % bk = kadar protein per bahan kering (%) %N = kandungan nitrogen pada contoh (%)

e.

Kadar Karbohidrat (

by difference

)

Kadar karbohidrat basis basah dan basis kering dihitung dengan menggunakan persamaan (8.1) dan (8.2).

Kadar karbohidrat (% bb) = 100% - (P + A+ KA + L)

Kadar karbohidrat (% bk) = 100% - (P + A + L)

Keterangan : % bb = kadar karbohidrat per bahan basah (%) % bk = kadar karbohidrat per bahan kering (%) P = kadar protein (%)

A = kadar abu (%) KA = kadar air (%) L = kadar lemak (%)

f.

Kadar Serat Kasar (AOAC 1995)

(37)

24 dididihkan, didinginkan dan disaring melalui kertas yang telah diketahui beratnya sambil dicuci dengan K2SO4 10%. Residu di kertas saring dicuci dengan air mendidih dilanjutkan dengan alkohol 95%. Kertas saring dikeringkan di dalam oven 100-105 oC sampai berat konstan (1-2 jam), didinginkan di dalam desikator dan ditimbang. Perhitungan kadar serat kasar basis basah dan basis kering didasarkan pada persamaan :

Keterangan : % bb = kadar serat kasar per bahan basah (%) % bk = kadar serat kasar per bahan kering (%) W = bobot contoh (g)

W1 = bobot residu + kertas saring kering (g) W2 = bobot kertas saring kering (g)

g.

Total Antosianin (Giusti dan Worlstad 2001)

Sebanyak 1 g sampel diekstrak menggunakan metanol (85%) dan HCl (15%) dan didiamkan selama 2 jam pada ruang gelap. Sejumlah 1 ml sampel hasil ekstraksi dimasukkan ke dalam 2 buah tabung reaksi. Tabung reaksi pertama ditambah larutan potasium klorida (0.025 M) pH 1 sebanyak 9 ml dan tabung reaksi kedua ditambahkan larutan sodium asetat (0.4 M) pH 4.5 sebanyak 9 ml. Pengaturan pH dalam pembuatan potasium klorida dan sodium asetat menggunakan HCl pekat. Absorbansi dari kedua perlakuan pH diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 530 nm dan 700 nm setelah didiamkan selama 15 menit.

Nilai absorbansi sampel ekstrak dihitung dengan menggunakan persamaan: A = [(A530-A700)pH1 – (A530 – A700)pH4.5]. Total antosianin dihitung sebagai sianidin-3-glikosida menggunakan koefisien ekstingsi molar sebesar 26,900 L cm-1 dan berat molekul sebesar 449.2 g/mol. Total antosianin dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:

A x BM x FP x 1000 Total Antosianin =

ε530 nm x b

Keterangan :

A = Absobansi

ε = Koefisien absortivitas (26,900) b = Diameter kuvet (1 cm)

(38)
(39)

26

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.

PENELITIAN TAHAP I : PEMBUATAN TEPUNG UBI JALAR UNGU

1.

Kondisi Proses

Desain proses pembuatan tepung ubi jalar ungu ditujukan agar dapat diterapkan di industri rumah tangga dan industri kecil, khususnya koperasi Harum Jaya, Cibungbulang, Bogor. Tepung ubi jalar ungu yang dibuat di koperasi Harum Jaya memiliki warna ungu pudar dan agak berwarna coklat. Tepung ubi jalar ungu tersebut dibuat seperti pembuatan tepung ubi jalar putih. Tepung ubi jalar ungu diperoleh dari pengeringan secara terpisah antara pati dan padatan (ampas) ubi jalar ungu. Ubi jalar ungu yang telah dibersihkan, diparut lalu diperas untuk memisahkan ampas dan larutan pati. Larutan pati diendapkan untuk diambil patinya, dan dibuang airnya. Pati dan ampas ubi jalar ungu dijemur hingga kering. Ampas dan pati yang dijemur secara terpisah akan lebih cepat kering daripada parutan ubi jalar karena jumlah air yang harus diuapkan lebih sedikit. Umumnya penjemuran parutan ubi jalar membutuhkan waktu 2-3 hari, sedangkan penjemuran pati dan ampas ubi jalar secara terpisah hanya membutuhkan waktu 1 hari. Meskipun lebih efisien, cara ini kurang sesuai untuk diterapkan dalam pembuatan tepung ubi jalar ungu karena akan menghasilkan tepung dengan penampakan warna ungu yang tidak cerah dan menarik seperti pada umbi basahnya. Gambar 8 menunjukkan tepung ubi jalar ungu yang dibuat dengan cara penjemuran ampas dan pati secara terpisah.

Gambar 8. Tepung ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki yang dibuat dari penjemuran ampas dan pati secara terpisah

Warna tepung ubi jalar ungu pada Gambar 8 menunjukkan warna ungu pucat dan sedikit kecoklatan. Hal ini disebabkan oleh terlarutnya antosianin ketika parutan ubi jalar ungu diperas. Antosianin merupakan pigmen yang larut dalam air (Markakis 1982). Air perasan tersebut hanya diambil patinya saja, sehingga antosianin yang terkandung di dalamnya terbuang. Selain itu, pencampuran pati dan ampas yang telah kering pada proses penggilingan menyebabkan warnanya agak sedikit pucat karena warna putih pati ubi jalar ungu yang bercampur dengan ampas. Warna sedikit kecoklatan pada tepung ubi jalar disebabkan adanya pencoklatan enzimatis ketika dilakukan pemarutan. Pencoklatan ini terjadi karena enzim yang aktif dari ubi jalar belum sempat dinon-aktifkan sesaat setelah dikupas dan bereaksi dengan udara yang mengandung oksigen sehingga menghasilkan senyawa polifenol peroksidase.

[image:39.595.257.393.418.529.2]
(40)

27 Pengukusan yang dilakukan dapat menginaktivasi senyawa tripsin inhibitor dan menginaktivasi polifenol peroksidase yang terbentuk setelah pengupasan. Pengukusan merupakan cara paling mudah yang dapat diterapkan dalam industri rumah tangga untuk menginaktivasi enzim penyebab pencoklatan. Selain itu, panas yang diberikan selama proses pengukusan akan merata ke seluruh jaringan potongan ubi jalar ungu daripada pencelupan pada air panas.

Ketika proses pengeringan terjadi degradasi warna ungu yang dicirikan oleh lepasnya cincin antosianin. Jurd (1992) menyatakan bahwa pemanasan pada basa anhidrat dari malvidin, sianidin, dan peonidin 3,5-diglukosidase pada pH 7 akan mengubah sebagian strukturnya menjadi bentuk kalkon dan sebagian lagi terdekomposisi dengan kehilangan cincin B sehingga menghasilkan senyawa yang tidak berwarna. Senyawa ini didefinisikan sebagai kumarin glukosida (XXVIII). Antosianin yang larut air akan terbawa oleh uap air yang menghilang sehingga warnanya pudar.

Pembuatan tepung ubi jalar ungu dilakukan dengan mengupas kulit ubi jalar ungu dan segera merendamnya dalam air hingga proses selanjutnya. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya pencoklatan enzimatis. Ubi yang telah bersih tersebut dipotong dan dikukus. Tebal potongan yang dicoba adalah setelah 0.5, 1, dan 1.5 cm. Waktu pengukusan yang telah dilakukan adalah 5, 7, 10, 15, dan 20 menit. Cara pengeringan yang dilakukan, yaitu menggunakan oven pengering pada suhu 55-60 oC dan pengeringan matahari (penjemuran).

Berdasarkan hasil trial dan error yang telah dilakukan, ketebalan potongan ubi jalar sebesar 0.5 cm akan mempercepat terjadinya pelunakan jaringan akibat pengukusan. Pengukusan potongan ubi jalar setebal 0.5 cm selama 7 menit sudah mampu membuat seluruh bagian ubi menjadi lunak. Kondisi ini tidak memungkinkan untuk dilakukan penyawutan sebelum dikerin

Gambar

Gambar 1.  Bentuk daun pada tanaman ubi jalar :(a) bulat, (b) meyerupai jantung, dan
Gambar 3.  Ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki
Tabel 1.  Deskripsi ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki „109‟dan „Satsumahikari‟
Tabel 2. Kandungan kimia dan karakter fisik ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penggunaan tepung mocaf + ubi jalar ungu (tepung ubi jalar ungu maupun pasta ubi jalar ungu) meningkatkan senyawa fungsional (antosianin, aktivitas antioksidan

Analisis ragam menunjukkan waktu pengukusan dan fermentasi pada pembuatan tape ubi jalar ungu berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap warna, rasa, tekstur (uji

Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas ubi jalar mempengaruhi perubahan karakteristik granula pati yang terkandung dalam tepung ubi jalar yang diberikan perlakuan

Penggunaan tepung mocaf + ubi jalar ungu (tepung ubi jalar ungu maupun pasta ubi jalar ungu) meningkatkan senyawa fungsional (antosianin, aktivitas antioksidan

Penelitian yang dilakukan dengan satu tahap yakni pembuatan tepung ubi jalar ungupengeringan kabinet, tepung ubi jalar ungu penjemuran, pure ubi

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh substitusi tepung ubi jalar ungu sebanyak 5%, 10% dan 15% dari jumlah tepung terigu yang digunakan terhadap

Suhu modifikasi berpengaruh pada sifat fungsional tepung ubi jalar ungu, yaitu semakin tinggi suhu modifikasi maka nilai swelling power dan. solubility akan

Hal ini berarti perlakuan R1, R2 dan R3 dengan level penggunaan pelet daun ubi jalar ungu yang berbeda dan perlakuan R0 tanpa penggunaan pelet daun ubi jalar ungu terfermentasi