• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.6 Landasan Teori

Prinsip pembuatan biogas adalah adanya dekomposisi bahan organik secara anaerobik (tertutup dari udara bebas) untuk menghasilkan suatu gas yang sebagian besar berupa metan (yang memiliki sifat mudah terbakar) dan karbon dioksida. Gas yang terbentuk disebut gas rawa atau biogas.

(Simamora,suhut,dkk.2006)

Pada umumnya penguraian bahan – bahan organik menjadi biogas dianggap melaluli tiga tahapan proses yaitu :

1. Tahap Hidrolisa

Pada tahap hidrolisis, bahan-bahan organic yang mengandung selulose, hemiselulosa, dan bahan ekstraktif seperti protein, karbohidrat, dan lipida akan diurai menjadi senyawa dengan rantai yang lebih pendek. Pada tahap hidolisis, mikroorganisme yang berperan adalah enzim ekstraselular seperti selulose, amylase, protease dan lipase.

2. Tahap Asidifikasi

Pada tahap pengasaman, bakteri akan menghasilkan asam yang berfungsi untuk mengubah senyawa pendek hasil hidrolisis menjadi asam asetat (CH3COOH), H2, dan CO2. Bakteri ini merupakan bakteri anaerob, untuk

menghasilkan asam asetat bakteri ini memerlukan oksigen dan karbon yang diperoleh dari oksigen terlarut dalam larutan

3. Tahap Metanasi

Bakteri yang berperan dalam pembentukan CH4 adalah bakteri methanogenesis (bakteri metana). Bakteri ini membutuhkan digester yang benar – benar kedap udara dan gelap. Pada akhir metabolism dihasilkan CH4 dan CO2 dari gas H2, CO2, dan asam asetat yang dihasilkan pada tahap pengasaman. Perlu diketahui bahwa pada kotoran sapi banyak mengandung bakteri metana sehingga sangat baik untuk starter.

Adapun reaksi pembentukan methane adalah sebagai berikut :

Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan produksi biogas. Faktor pendukung untuk mempercepat proses fermentasi adalah kondisi lingkungan yang optimal bagi pertumbuhan bakteri perombak. Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap produksi biogas sebagai berikut :

a. Kondisi Anaerob atau kedap udara

Biogas dihasilkan dari proses fermentasi bahan organic oleh mikroorganisme anaerob. Karena itu, instalasi pengolah biogas harus kedap udara (keadaan anaerob). (Simamora,suhut,dkk.2006)

b. Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman sangat berpengaruh terhadap kehidupan mikroorganisme. Produksi biogas secara optimum dapat dicapai bila nilai pH dari campuran input di dalam digester berada pada kisaran 6 dan 7.

Derajat keasaman (pH) dalam digester juga merupakan fungsi waktu. Pada tahap awal proses fermentasi, asam organik dalam jumlah besar diproduksi oleh bakteri pembentuk asam, pH dalam digester dapat mencapai di bawah 5. Keadaan ini cenderung menghentikan proses pencernaan atau proses fermentasi. Bakteri-bakteri metanogenik sangat peka terhadap pH dan tidak bertahan hidup di bawah pH 6,6 kemudian proses pencernaan berlangsung. (wahyuni,2009)

c. Suhu

Bakteri metanogen tidak dapat bekerja pada kondisi suhu ekstrim tinggi maupun rendah. Suhu optimum yaitu 35°C. ketika suhu udara turun sampai 10°C produksi gas menjadi berhenti. Produksi gas sangat bagus yaitu pada kisaran mesofilik, antara suhu 25°-30°C. penggunaan isolasi

yang memadai pada digester membantu produksi gas khususnya di daerah dingin. (wahyuni,2009)

d. Imbangan C/N

Hubungan antara jumlah karbon dan nitrogen yang terdapat di dalam bahan – bahan organik ditunjukkan dengan istilah ratio C/N antara 20 s.d 30 merupakan rentang optimum untuk proses penguraian anaerob. Jika rasio C/N terlalu tinggi, maka nitrogen akan terkonsumsi secara cepat oleh bakteri metanogen untuk memenuhi kebutuhan protein dan tidak akan lagi bereaksi dengan sisa karbonnya. Sehingga hasil produksi gas akan rendah. Sebaliknya jika ratio C/N sangat rendah, nitrogen akan dibebaskan dan terkumpul dalam bentuk NH4. NH4 akan meningkatkan nilai pH dalam digester anaerob. Jika pH lebih dari 8,5 maka populasi bakteri metanogen akan menurun.

Bahan dengan ratio C/N tinggi dapat dicampur dengan bahan ratio C/N rendah untuk memperoleh campuran yang sesuai dengan kebutuhan. Bahan yang mengandung karbon (C) tinggi adalah jerami, sedangkan bahan yang mengandung nitrogen (N) tinggi adalah urea

(http://www.che.itb.ac.id/sntki2009/daftar/prosiding/ETU22.pdf)

Kandungan C/N untuk limbah cair tepung ikan sendiri cukup rendah, yaitu berkisar ±2 (Sumber : Laboratorium Instrumentasi FTI UPN ”Veteran”

Jawa Timur,2010) nilai tersebut menunjukkan bahwa kandungan C dari limbah cair tepung ikan itu rendah. Oleh karena itu, dalam penelitian “Pembuatan Biogas dari Limbah Cair Tepung Ikan” ini menggunakan campuran berupa jerami padi agar dapat meningkatkan kandungan carbon (C) dalam bahan sehingga bisa mencapai kandungan C/N yang sesuai.

Jerami padi merupakan limbah dari tanaman padi. Menurut sri wahyuni (Nursyamsi,1996) tanaman padi menghasilkan limbah berupa jerami sebanyak 3,0-3,7 ton/ha. Biasanya limbah jerami hanya dibakar, padahal aktivitas tersebut dapat menghasilkan CO2 dan asap yang berbahaya terhadap lingkungan sekitar. Untuk itu pemanfaatan jerami padi sebagai bahan campuran pembuatan biogas dapat mengurangi pencemaran lingkungan.

Jerami padi dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan biogas dengan cara memfermentasikannya dalam digester anaerob. (Wahyuni, 2009)

e. Waktu tinggal dalam digester

Waktu tinggal dalam digester adalah rata-rata periode waktu saat input masih berada dalam digester dan proses fermentasi oleh bakteri metanogen. Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan penguraian senyawa organic bervariasi tergantung pada parameter proses. Seperti temperature proses dan komposisi limbah. Untuk mesophilic sekitar 15 –

30 hari dan 12 – 14 hari untuk thermophilic digester. (http://www.che.itb.ac.id/sntki2009)

Pada umumnya, biogas dapat terbentuk pada 4-5 hari setelah digester diisi. (Suyitno dkk,2010)

f. Starter

Starter diperlukan untuk mempercepat proses perombakan bahan organik hingga menjadi biogas. (Simamora,2006)

Apabila unit biogas yang sudah dioperasikan dan ternyata tidak mengeluarkan/menghasilkan biogas maka perlu adanya ragi (starter) atau kotoran yang mengandung mikroba penghasil gas metan. Penambahan kotoran ternak yang mengandung mikroba penghasil metan tidak perlu terlalu banyak tetapi cukup memenuhi syarat saja. Biasanya kotoran yang digunakan sebagai ragi adalah dari ternak sapi sebanyak satu kaleng (10kg) untuk volume tangki pencerna 8,9 m3. Jumlah ini tidak selalu harus10 kg, karena mikroba mampu berkembang cepat dalam waktu yang relative singkat.

Pada penelitian “Aplikasi limbah cair tapioka sebagai sumber energi alternatif berupa biogas” oleh Afandi, Tito, dkk juga menggunakan starter dari kotoran sapi. Konsentrasi kotoran sapi yang digunakan adalah 5%, 10%, 15%, 20%, 25% dan 30%. Dalam penelitian tersebut menyatakan

pencampuran kotoran sapi ke dalam limbah cair tapioka yang paling baik adalah pada konsentrasi 5% dan 10% .

Starter bukan hanya didapat dari kotoran ternak sapi saja melainkan semua jenis ternak yang mempunyai rumen atau perut ganda. Ternak yang tergolong ruminansia adalah sapi, kerbau, kambing dan domba. Jadi pemanfaatan kotoran ternak jenis di atas sebagai starter bisa dilakukan. Khusus kotoran ternak domba, kambing, dan kelinci perlu dilakukan penghancuran terlebih dahulu sebelum dimasukkan. (Junus,1995).

g. Sludge

Sludge adalah limbah keluaran berupa lumpur dari lubang pengeluaran digester setelah mengalami proses fermentasi oleh bakteri metana dalam kondisi anaerobik. Setelah ekstraksi biogas (energi), sludge dari digester sebagai produk samping dari system pencernaan secara aerobic. Kondisi ini, dapat dikatakan manur dalam keadaan stabil dan bebas pathogen serta dapat dipergunakan untuk memperbaiki kesuburan tanah dan meningkatkan produksi tanaman. (Sri wahyuni, 2009)

Nilai Kalor

Pengertian nilai kalor bahan bakar menurut Eddy dan Budy (1990) merupakan jumlah energy panas maksimum yang dibebaskan oleh suatu bahan bakar melalui reaksi pembakaran sempurna per satuan massa atau volume bahan

bakar dengan satuan KJ/Kg, Kkal/Kg, KJ/m3. (www.seribd.com/jurnal-kalor-sampah-kota-mataram)

Nilai kalori gas methan 17% lebih tinggi dari bensin. Nilai kalori gas methan murni 8900 kkl/m3. Secara keseluruhan gas yang dihasilkan tidak begitu berbau, tidak berwarna, dan dalam pengapian berwarna biru. (www.suaramerdeka.com)

Menurut Filino Harahap (1978) gas bio mempunyai nilai kalori antara 4800-6700 Kcal/m3, untuk nilai kalor tersebut persentase kandungan gas methane dalam gas bio tersebut berkisar antara 54%-70%.

Untuk mengetahui nilai kalor pada biogas dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : Q = ( m. c. ∆T ) / Vb.

Keterangan :

Q = Kalor yang diterima suatu zat (joule,kilojoule, kalori, kilokalori)

m = Massa zat (gram, kilogram)

c = Kalor jenis (joule/kg.°C ; joule/gr.°C ; kalori/gr.°C) ∆T = perubahan suhu (°C )

Vb = Volume biogas (liter) (www.eprints.undip.ac.id)

Persamaan Gas Ideal

Jika CH4 dianggap sebagai gas ideal, maka CH4 dalam reaktor mengikuti persamaan sebagai berikut :

P.V = n.R.T

Dimana : P = Tekanan gas (KPa)

V = Volume ruang gas (liter)

n = mol gas CH4

R = Tetapan gas CH4 (KPa.Liter/mol.oK)

T = Suhu (oK)

Rumus di atas bisa digunakan untuk mencari massa biogas yang terbentuk, untuk selanjutnya bisa digunakan untuk menghitung volume atau laju pembentukan biogas.

Dokumen terkait