Oleh :
DENNY PRASETYO
0631010068
JURUSAN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Jurusan Teknik Kimia
Oleh :
DENNY PRASETYO ( 0631010068 )
JURUSAN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
Disusun oleh :
DENNY PRASETYO : 0631010068
Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Dosen Penguji
pada tanggal 30 Maret 2011
Tim Penguji, Pembimbing,
1. 1.
Ir. Ketut Sumada, MS Ir. Sri Risnoyatiningsih, MPd NIP. 19 NIP. 030 147 545
2.
Ir. Suprihatin, MT NIP.
Mengetahui :
Dekan Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur
PEMBUATAN BIOGAS DARI LIMBAH CAIR TEPUNG IKAN
Oleh :
DENNY PRASETYO : 0631010068
Telah Disetujui untuk Seminar Hasil Pada 30 Maret 2011
Mengetahui, Dosen Pembimbing,
Dengan mengucapkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan dengan segala rahmat serta karunia-Nya sehingga penyusun telah dapat
menyelesaikan laporan skripsi “Pembuatan Biogas dari Limbah Cair Tepung Ikan”, dimana laporan ini merupakan tugas yang diberikan sebagai salah satu
syarat untuk menyelesaikan program pendidikan kesarjanaan di Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih atas segala bantuan baik berupa saran, bimbingan, nasehat, kritik, dan sarana maupun
prasarana sampai tersusunnya laporan skripsi ini kepada : 1. Bapak Ir. Sutiyono, MT
Selaku Dekan FTI UPN “Veteran” Jawa Timur
2. Ibu Ir. Retno Dewati, MT
Selaku Ketua Jurusan Teknik Kimia, FTI,UPN “Veteran” Jawa Timur.
3. Ibu Ir. Sri Risnoyatiningsih, MPd Selaku Dosen pembimbing.
4. Dosen Jurusan Teknik Kimia , FTI , UPN “Veteran” Jawa Timur.
5. Seluruh Civitas Akademik Jurusan Teknik Kimia , FTI , UPN “Veteran” Jawa Timur.
Penyusun menyadari bahwa laporan skripsi ini masih jauh dari
sempurna, karena itu segala kritik dan saran yang membangun penyusun harapkan dalam sempurnanya laporan ini.
Sebagai akhir kata, penyusun mengharapkan semoga laporan skripsi
yang telah disusun ini dapat bermanfaat khususnya bagi mahasiswa Fakultas Teknologi Industri jurusan Teknik Kimia.
Surabaya , Maret 2011
Kata Pengantar ………. i
Daftar Isi ……….. iii
Daftar Tabel ……….. v
Daftar Gambar ………... vi
Intisari ... vii
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang ……….. 1
I.2 Tujuan ……….. 3
I.3 Manfaat ……….. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Tepung ikan dan limbah cair tepung ikan ………….. 4
II.2 Biogas ……….. 8
II.3 Digester ……….. 11
II.4 Bahan Penghasil Biogas ……….. 12
II.5 Bakteri ………... 13
II.6 Landasan Teori ……… 16
III.2 Alat yang Digunakan ……….. 26
III.3 Gambar Alat ……….. 26
III.4 Variabel ……….. 27
III.5 Prosedur Penelitian ……….. 27
III.5.1 Tahap Pembuatan Starter ………... 27
III.5.2 Tahap pembuatan Biogas ……….. 27
III.6 Diagram Alir ……….. 28
III.6.1 Diagram Alir Pembuatan Starter ………….. 28
III.6.2 Diagram Alir Pembuatan Biogas ………….. 29
III.7 Analisa Hasil ……….. 29
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Tabel Hasil Pengamatan dan Perhitungan …………... 31
IV.2 Grafik dan Pembahasan ……… 35
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.1 Kesimpulan ………. 43
V.2 Saran ……… 44
DAFTAR PUSTAKA ……… 45
Tabel 2.1 Komposisi kimia dari limbah cair tepung ikan ... 7
Tabel 2.2 Kandungan gas bio untuk nilai kalor
antara 5500-6700 Kcal/m3 ……….. 8
Tabel 2.3 Rasio C/N dari beberapa bahan Organik ……….. 12
Tabel 4.1 Variasi penambahan starter terhadap volume Biogas
yang dihasilkan setiap harinya untuk kandungan C/N 15 .. 32 Tabel 4.2 Variasi penambahan starter terhadap volume Biogas
yang dihasilkan setiap harinya untuk kandungan C/N 20 .. 32 Tabel 4.3 Variasi penambahan starter terhadap volume Biogas
yang dihasilkan setiap harinya untuk kandungan C/N 25 .. 32 Tabel 4.4 Variasi penambahan starter terhadap volume Biogas
yang dihasilkan setiap harinya untuk kandungan C/N 30 .. 33 Tabel 4.5 Variasi penambahan starter terhadap volume Biogas
yang dihasilkan setiap harinya untuk kandungan C/N 35 .. 33 Tabel 4.6 Variasi penambahan starter terhadap Nilai Kalor yang dihasilkan
Gambar 2.1 Proses pembuatan Tepung Ikan ……….. 6
Gambar 2.2 Proses Produksi Gas Metan/Biogas ………. 10
Gambar 4.1 Hubungan antara penambahan starter dan volume
(laju pembentukan biogas) yang dihasilkan tiap harinya
pada penambahan jerami 96 gr (C/N 15) ………. 35
Gambar 4.2 Hubungan antara penambahan starter dan volume
(laju pembentukan biogas) yang dihasilkan tiap harinya
pada penambahan jerami 138 gr (C/N 20) ………. 36
Gambar 4.3 Hubungan antara penambahan starter dan volume
(laju pembentukan biogas) yang dihasilkan tiap harinya
pada penambahan jerami 184gr (C/N 25) ………. 37
Gambar 4.4 Hubungan antara penambahan starter dan volume
(laju pembentukan biogas) yang dihasilkan tiap harinya
pada penambahan jerami 233 gr (C/N30) ………. 38
Gambar 4.5 Hubungan antara penambahan starter dan volume
(laju pembentukan biogas) yang dihasilkan tiap harinya
pada penambahan jerami 287 gr (C/N 15) ………. 40
limbah, baik limbah peternakan, pertanian, rumah tangga, dan limbah industri untuk menghasilkan energy. Biogas dapat terjadi dari penguraian limbah organik yang mengandung protein, lemak, dan karbohidrat. Industri tepung ikan
menghasilkan limbah cair yang memiliki kandungan senyawa organik cukup tinggi. Tanpa proses penanganan dengan baik, limbah cair tepung ikan
menyebabkan dampak negatif seperti polusi air, sumber penyakit, bau tidak sedap, dan menurunkan estetika lingkungan sekitar. Oleh karena itu dilakukan penelitian pemanfaatan limbah cair tepung ikan sebagai bahan baku untuk memproduksi
biogas.
Penelitian ini menggunakan digester yang kedap udara, karena fermentasi berlangsung secara anaerob. Digester dibuat dengan diameter 20 cm dan tinggi 40
cm yang dilengkapi dengan manometer, thermometer, dan valves. Bahan baku penelitian ini menggunakan limbah cair tepung ikan yang dicampur dengan jerami
untuk menghasilkan variasi C/N, yaitu C/N 15, C/N 20, C/N 25, C/N 30, dan C/N 35. Untuk mempercepat proses perombakan bahan organic menjadi biogas maka ditambahkan starter yang berasal dari pengepresan kotoron sapi dengan variasi
penambahan sebesar 5%, 10%, 15%, 20%, dan 25%. Fermentasi berlangsung selama 20 hari, hingga didapat kondisi yang statis. Untuk selanjutnya dilakukan
Untuk C/N 20 terjadi pada penambahan 15%, sedangkan untuk C/N 25, 30, 35
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Energi yang paling banyak digunakan untuk aktivitas manusia adalah
energi minyak bumi dan energi listrik. Energi minyak bumi yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah minyak tanah, bensin, dan solar. Pada saat ini perubahan harga energi minyak bumi sangat berpengaruh besar
terhadap perekonomian Indonesia. Kenaikan harga minyak bumi menjadi masalah bagi pemerintah karena akan menambah biaya subsidi pemerintah. Polemik yang
mendera bangsa Indonesia di bidang energi terasa semakin pelik.
(Sri wahyuni, 2009)
Adanya krisis energi ini disebabkan karena kebutuhan manusia untuk
menggunakan bahan bakar semakin meningkat, sedangkan persediaan minyak atau gas bumi sangat terbatas dan tidak dapat diperbaharui. Kondisi tersebut
dialami oleh hampir seluruh negara di dunia termasuk di Indonesia.
Untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar di Indonesia maka saat ini banyak dimunculkan energi alternatif. Salah satu bentuk energi alternatif tersebut
industri untuk menghasilkan energi. Biogas dapat terjadi dari penguraian limbah organik yang mengandung protein, lemak, dan karbohidrat. Teknologi ini
memanfaatkan mikroorganisme yang tersedia di alam untuk merombak dan mengolah berbagai limbah organic yang ditempatkan pada ruang kedap udara
(anaerob).
Biogas memiliki kandungan energi tinggi yang tidak kalah dari kandungan energi dari bahan bakar fosil. Nilai kalori dari 1m3 biogas setara
dengan 0,6-0,8 liter minyak tanah. Oleh karena itu biogas sangat cocok menggantikan minyak tanah, LPG, dan bahan bakar fosil lainnya.
Biogas mengandung 75% metana. Semakin tinggi kandungan metana
dalam bahan bakar, semakin besar kalori yang dihasilkan. Oleh karena itu, biogas juga memiliki karakteristik yang sama dengan gas alam. Dengan demikian, jika
biogas diolah dengan benar, bisa digunakan untuk menggantikan gas alam.
(Wahyuni, 2009)
Selain untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar, pembuatan bahan bakar
alternatif biogas ini juga dapat digunakan untuk menekan dan mengurangi jumlah limbah industri yang mempunyai dampak negatif bagi lingkungan
sekitar. Limbah yang awalnya dibuang ke sungai , dengan adanya teknologi biogas akhirnya dapat termanfaatkan dengan baik. Sehingga tingkat pencemaran
Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen pencemaran yang terdiri dari zat atau bahan yang tidak mempunyai kegunaan lagi
bagi masyarakat (Agustina, dkk, 2008). Limbah dapat menyebabkan kerusakan lingkungan yang cukup hebat. Itulah sebabnya berbagai upaya dilakukan untuk
meredam efek dari limbah, berbagai peraturan ditegakkan untuk menanggulanginya. Kalau dikaji limbah- limbah industri ataupun dari manusia sangat jarang yang diolah, dikarenakan instalasi pengolahannya masih tergolong
mahal dan tidak menguntungkan bagi pemiliknya.
Limbah industri dapat digolongkan kedalam tiga golongan yaitu limbah cair, limbah padat, dan limbah gas yang dapat mencemari lingkungan
(Djajadiningrat dan Harsono, 1993).
Industri tepung ikan menghasilkan limbah cair yang memiliki kandungan
senyawa organik cukup tinggi. Komposisi limbah cair tepung ikan antara lain: 4,62% protein; 30,19% lemak; 30,08% Karbohidrat; 13,84% Nitrogen; 16,28% TOC. (Laboratorium Instrumentasi FTI UPN ”Veteran” Jawa Timur, 2010)
Tanpa proses penanganan dengan baik, limbah cair tepung ikan menyebabkan dampak negatif seperti polusi air, sumber penyakit, bau tidak sedap,
I.2 Tujuan
Tujuan penelitian Pembuatan biogas dari limbah cair tepung ikan ini adalah untuk mencari kandungan C/N dan persentase penambahan starter terbaik
dalam menghasilkan nilai kalor terbesar.
I.3 Manfaat
1. Mengurangi pencemaran limbah cair tepung ikan. 2. Menghasilkan gas bio sebagai sumber energi alternatif.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Tepung Ikan dan Limbah cair tepung ikan
Tepung ikan (marine fish meal) adalah salah satu produk pengawetan ikan
dalam bentuk kering, kemudian digiling menjadi tepung. Bahan baku tepung ikan umumnya adalah ikan-ikan yang kurang ekonomis, hasil sampingan penangkapan dari penangkapan selektif, ikan yang melimpah pada musim
penangkapan dan sisa-sisa pabrik pengolahan ikan seperti pabrik pengalengan dan pembekuan ikan dan minyak ikan. (www.bisnisukm.com)
Indonesia mempuyai potensi besar dalam memproduksi tepung ikan karena
mempunyai banyak sumber ikan murah, produksi ikan pada musim-musim tertentu berlimpah dan sebagian besar sisa hasil pengolahan ikan belum dapat
dimanfaatkan sebagaimana mestinya. (Afrianto dan Liviawaty, 1989)
Tepung ikan akan bermutu baik , bila bahan mentah yang dipakai adalah ikan
yang tidak berlemak (lean fish). Jika bahan mentahnya adalah ikan-ikan berlemak
(fatty fish), tepung ikan yang dihasilkan biasanya banyak mengandung lemak. Hal ini merugikan sebab oksidasi lemak akan mengakibatkan tepung ikan mudah
Selama pemasakan, protein akan menggumpal (mengalami koagulasi) dan sel ikan yang mengandung lemak akan pecah, sehingga setelah dipisahkan dari air akan di
dapat hasil samping berupa minyak ikan.
Secara garis besar proses pembuatan tepung ikan akan di sajikan dalam
skema diagram alir berikut ini :
Gambar 2.1. Proses pembuatan tepung ikan
(Afrianto dan Liviawaty, 1989) Ikan dibersihkan dari kot oran yang mungkin
ada berupa kert as, rant ing, at au mat a kait
Ikan direbus selama 30 m enit dan
selanjut nya dit iriskan
Selanjut nya dilakukan pengepresan unt uk
memisahkan cairan lemak yang
dikandungnya
Ampas hasil pengepresan di jemur sampai
kering
Ampas yang t elah kering segera digiling
sampai halus dan diayak
Limbah cair hasil
Dalam proses pembuatan tepung ikan di atas dapat diketahui bahwa proses tersebut juga dihasilkan limbah cair. Limbah cair ini jumlahnya sangat banyak dan
pada umumnya limbah cair ini dibuang begitu saja ke lingkungan.
Limbah cair ini menimbulkan bau yang sangat menyengat dan mencemari
lingkungan. Dilain pihak, limbah cair ini mengandung unsur hara makro yang sangat tinggi seperti N dan K. Selain itu, limbah cair ini juga mengandung unsur makro lainya dan unsur mikro.
Tabel.2.1 Komposisi kimia dari limbah cair tepung ikan:
No. Parameter Satuan Hasil Uji
1. Protein % 4,62
2. Lemak % 30,19
3. Karbohidrat % 30,08
4. N-Total % 13,84
5. TOC % 16,28
II.2 Biogas
Biogas adalah campuran gas yang dihasilkan oleh bakteri metanogenik yang terjadi pada material-material yang dapat terurai secara alami dalam kondisi
anaerobic. (Simamora,suhut,dkk.2006)
Biogas sangat potensial sebagai sumber energy terbaru karena kandungan
methane (CH4) yang tinggi dan nilai kalornya yang cukup tinggi. Menurut Filino harahap (1978) gas bio mempunyai nilai kalori antara 4800-6700 Kcal/m3, untuk nilai kalor tersebut kandungan gas bio dapat diuraikan sebagai berikut:
Tabel 2.2 Kandungan gas bio untuk nilai kalor antara 5500-6700 Kcal/m3
Kandungan Gas Bio Persentase (%)
Metana (CH4) 54% - 70%
Karbon dioksida (CO2) 27% - 45%
Nitrogen (N2) 0,5% - 3%
Karbon monoksida (CO) 0,1%
Oksigen (O2) 0,1%
Hidrogen Sulfida (H2S) kecil
Sumber : Filino Harahap (1978)
merupakan negara pelopor dan pengguna energy biogas sejak masih dijajah inggris.
Negara yang populasi ternaknya besar seperti Amerika, India, Taiwan, Korea, dan cina telah memanfaatkan kotoran ternak sebagai bahan baku
pembuatan bahan bakar. India sudah membuat instalasi biogas sejak tahun 1900. Negara tersebut mempunyai lembaga khusus yang meneliti pemanfaatan limbah kotoran ternak yang disebut Agricultural research Institute dan Gobar Gas
Research Station. Data yang diperoleh menyebutkan bahwa pada tahun 1980 diseluruh india terdapat 36.000 instalasi gas bio yang menggunakan fases sapi sebagai bahan bakar.
Indonesia mulai mengadopsi teknologi pembuatan biogas pada awal tahun 1970-an. Tujuannya untuk memanfaatkan buangan atau sisa limbah yang kurang
bermanfaat agar mempunyai nilai guna yang lebih tinggi. Tujuan lain adalah mencari sumber energi lain selain minyak tanah dan kayu bakar. (Simamora,suhut,dkk.2006)
Saat ini, banyak negara maju meningkatkan penggunaan biogas yang dihasilkan baik dari limbah cair maupun limbah padat atau yang dihasilkan dari
Proses pembuatan biogas sangat sederhana dan mudah. Cara yang paling umum digunakan yaitu fermentasi terhadap bahan-bahan organic seperti sampah
dan kotoran hewan secara anaerobik di dalam digester.
Penguraian bahan-bahan organik menjadi biogas melalui tiga proses
utama, yaitu hidrolisis, asidifikasi, dan metanisasi/fermentasi.
Gambar 2.2 Proses Produksi gas Metana /biogas (Hambali,2007)
Subst rat Polimer
Prot ein,Karbohidrat Lemak
Asam Amino Gula Asam lemak
Asam Acet at Hidrogen
CO2
Asam Organic Alkohol
Pada tahap hidrolisis terjadi penguraian senyawa rantai panjang (seperti lemak, protein, dan karbohidrat) menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Dalam
tahap asidifikasi terjadi proses pembentukan asam-asam organik dan pertumbuhan atau perkembangan sel bakteri, sedangkan pada tahap metanisasi terjadi
perkembangan sel mikroorganisme yang menghasilkan gas metana sebagai komponen utama biogas.
II.3 Digester
Untuk memproduksi biogas diperlukan digester. Digester dapat mengurangi emisi gas metana (CH4) yang dihasilkan pada dekomposisi bahan organik. (Wahyuni,2009)
Berdasarkan cara pengisiannya, ada dua jenis digester (pengolah gas), yaitu batch feeding dan continues feeding.
Batch feeding adalah jenis digester yang pengisian bahan organic (campuran bahan organik dan air) dilakukan sekali sampai penuh, kemudian ditunggu sampai biogas dihasilkan. Setelah biogas tidak bereproduksi lagi isian
digester dibongkar.
Continous feeding adalah jenis digester yang pengisian bahan organiknya
tertentu. Setiap pengisian bahan organic yang baru diikuti pengeluaran sludge. Oleh karena itu digester ini didesain dengan lubang pemasukan dan pengeluaran.
(Wahyuni,2009)
II.4 Bahan Penghasil Biogas
Biogas dapat diproduksi dari bahan organik dengan bantuan bakteri untuk proses fermentasi anaerobnya. Pada umumnya hampir semua jenis bahan organik dapat diolah menjadi biogas. Jenis-jenis bahan organik yang diproses sangat
mempengaruhi kualitas biogas yang dihasilkan. Bahan organik yang umumnya mampu menghasilkan kualitas biogas yang tinggi mempunyai rasio C/N sekitar
20-30 (Sasse,1988) atau 20-25 (Dennis A., 2001). Walaupun demikian, parameter ini bukan jaminan satu-satunya untuk kualitas biogas yang tinggi karena masih terdapat beberapa parameter lain yang harus diperhatikan khususnya pada reaktor
biogas.
Tabel 2.3 Rasio C/N dari beberapa bahan Organik
Bahan Organik Perbandingan C/N N berat kering (%)
Kotoran Manusia 6 – 10 6,0
Kotoran Ayam 15 6,3
Kotoran Kambing 25 3,8
Kotoran Babi 25 3,8
Kotoran Kuda 25 2,3
Kotoran Sapi/Kerbau 18 1,7
Rumput muda 12 4,0
Sayuran 11 – 19 2,5 – 4
Jerami gandum/padi 150 0,5
II.5 Bakteri
Dalam pertumbuhannya, bakteri melalui beberapa fase sebagai berikut :
a. Fase Adaptasi
Pada fase ini bakteri baru menyesuaikan diri dengan lingkungan baru.
Bermacam-macam enzim dan zat perantara dibentuk sehingga keadaannya memungkinkan terjadinya pertumbuhan lebih lanjut. Sel-selnya membesar tetapi belum membelah diri.
b. Fase pertumbuhan yang dipercepat
Pada fase ini bakteri mulai membelah diri, tetapi waktu generasinya masih panjang. Fase pertumbuhan yang dipercepat bersama-sama
masih panjang. Fase pertumbuhan sering disebut lag phase atau phase of adjustment.
c. Fase pertumbuhan logaritma
Pada fase ini kecepatan pembelahan paling tinggi, waktu regenerasinya pendek dan konstan. Selama fase ini metabolism paling pesat. Jadi
sintesis bahan sel sangat cepat dan konstan pula. Keadaan ini berlangsung terus sampai salah satu atau beberapa nutrient habis atau
d. Fase pertumbuhan yang mulai terhambat
Setelah melalui fase logaritma, kecepatan pembelahannya berkurang
dan jumlah bakteri yang mati bertambah banyak. Hal ini disebabkan karena makin berkurangnya nutrient dan mulai terjadinya penimbunan
racun sebagai hasil kegiatan metabolism. Selain itu karena perubahan pH dan lainnya.
e. Fase stationer yang maksimum
Adanya penurunan kadar nutrient dan meningkatnya zat-zat racun yang menghambat kecepatan pembelahan menjadi semakin meningkat.
Selain itu jumlah bakteri yang mati juga meningkat, pada fase ini jumlah bakteri yang dihasilkan sama dengan jumlah bakteri yang mati sehingga jumlah sel bakteri yang hidup menjadi konstan.
f. Fase kematian yang dipercepat dan fase kematian logaritma
Kedua fase ini biasanya dinyatakan sebagai satu fase yang disebut fase
menurun. Pada fase ini kecepatan kematian terus meningkat sedang kecepatan pembelahannya menjadi nol. Setelah sampai ke fase kematian, logaritma kecepatan kematian mencapai maksimal dan
Secara umum ada 3 rentang temperature yang disenangi oleh bakteri, yaitu :
1. Psicrophilic (suhu 4 – 20oC), biasanya untuk Negara – Negara subtropics
atau beriklim dingin.
2. Mesophilic (suhu 20 – 40oC)
3. Thermophilic (suhu 40 – 60oC), hanya untuk mendigesti material, bukan
untuk menghasilkan biogas.
Untuk Negara tropis seperti Indonesia, digunakan unheated digester (digester
tanpa pemanas) untuk kondisi temperatur 20 – 30oC.
(www.era29.ngeblogs.com/2009/12/14)
• Bakteri Metanogenik
Bakteri metanogenik atau bakteri metanogen adalah bakteri yang terdapat
pada bahan-bahan organik dan menghasilkan metan serta gas-gas lainnya dengan proses keseluruhan rantai hidupnya dalam keadaan anaerobik. Sebagai organisme-organisme hidup, ada kecenderungan untuk menyukai kondisi
tertentu dan peka pada iklim mikro dalam digester. Terdapat banyak spesies dari metanogen dan variasi sifat-sifatnya.
Bakteri metanogenik berkembang lambat dan sensitive terhadap perubahan mendadak pada kondisi-kondisi fisik dan kimiawi. Sebagai contoh, penurunan 2°C secara mendadak pada sludge mungkin secara signifikan berpengaruh
II.6 Landasan Teori
Prinsip pembuatan biogas adalah adanya dekomposisi bahan organik
secara anaerobik (tertutup dari udara bebas) untuk menghasilkan suatu gas yang sebagian besar berupa metan (yang memiliki sifat mudah terbakar) dan karbon
dioksida. Gas yang terbentuk disebut gas rawa atau biogas.
(Simamora,suhut,dkk.2006)
Pada umumnya penguraian bahan – bahan organik menjadi biogas
dianggap melaluli tiga tahapan proses yaitu :
1. Tahap Hidrolisa
Pada tahap hidrolisis, bahan-bahan organic yang mengandung selulose,
hemiselulosa, dan bahan ekstraktif seperti protein, karbohidrat, dan lipida akan diurai menjadi senyawa dengan rantai yang lebih pendek. Pada tahap
hidolisis, mikroorganisme yang berperan adalah enzim ekstraselular seperti selulose, amylase, protease dan lipase.
2. Tahap Asidifikasi
Pada tahap pengasaman, bakteri akan menghasilkan asam yang berfungsi untuk mengubah senyawa pendek hasil hidrolisis menjadi asam asetat
menghasilkan asam asetat bakteri ini memerlukan oksigen dan karbon yang diperoleh dari oksigen terlarut dalam larutan
3. Tahap Metanasi
Bakteri yang berperan dalam pembentukan CH4 adalah bakteri methanogenesis (bakteri metana). Bakteri ini membutuhkan digester yang
benar – benar kedap udara dan gelap. Pada akhir metabolism dihasilkan CH4 dan CO2 dari gas H2, CO2, dan asam asetat yang dihasilkan pada tahap pengasaman. Perlu diketahui bahwa pada kotoran sapi banyak
mengandung bakteri metana sehingga sangat baik untuk starter.
Adapun reaksi pembentukan methane adalah sebagai berikut :
Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan produksi biogas. Faktor pendukung untuk mempercepat proses fermentasi adalah kondisi lingkungan yang
a. Kondisi Anaerob atau kedap udara
Biogas dihasilkan dari proses fermentasi bahan organic oleh
mikroorganisme anaerob. Karena itu, instalasi pengolah biogas harus kedap udara (keadaan anaerob). (Simamora,suhut,dkk.2006)
b. Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman sangat berpengaruh terhadap kehidupan mikroorganisme. Produksi biogas secara optimum dapat dicapai bila nilai
pH dari campuran input di dalam digester berada pada kisaran 6 dan 7.
Derajat keasaman (pH) dalam digester juga merupakan fungsi waktu. Pada tahap awal proses fermentasi, asam organik dalam jumlah besar diproduksi
oleh bakteri pembentuk asam, pH dalam digester dapat mencapai di bawah 5. Keadaan ini cenderung menghentikan proses pencernaan atau
proses fermentasi. Bakteri-bakteri metanogenik sangat peka terhadap pH dan tidak bertahan hidup di bawah pH 6,6 kemudian proses pencernaan berlangsung. (wahyuni,2009)
c. Suhu
Bakteri metanogen tidak dapat bekerja pada kondisi suhu ekstrim tinggi
maupun rendah. Suhu optimum yaitu 35°C. ketika suhu udara turun sampai 10°C produksi gas menjadi berhenti. Produksi gas sangat bagus
yang memadai pada digester membantu produksi gas khususnya di daerah dingin. (wahyuni,2009)
d. Imbangan C/N
Hubungan antara jumlah karbon dan nitrogen yang terdapat di dalam bahan – bahan organik ditunjukkan dengan istilah ratio C/N antara 20 s.d
30 merupakan rentang optimum untuk proses penguraian anaerob. Jika rasio C/N terlalu tinggi, maka nitrogen akan terkonsumsi secara cepat oleh
bakteri metanogen untuk memenuhi kebutuhan protein dan tidak akan lagi bereaksi dengan sisa karbonnya. Sehingga hasil produksi gas akan rendah. Sebaliknya jika ratio C/N sangat rendah, nitrogen akan dibebaskan dan
terkumpul dalam bentuk NH4. NH4 akan meningkatkan nilai pH dalam digester anaerob. Jika pH lebih dari 8,5 maka populasi bakteri metanogen
akan menurun.
Bahan dengan ratio C/N tinggi dapat dicampur dengan bahan ratio C/N
rendah untuk memperoleh campuran yang sesuai dengan kebutuhan. Bahan yang mengandung karbon (C) tinggi adalah jerami, sedangkan bahan yang mengandung nitrogen (N) tinggi adalah urea
(http://www.che.itb.ac.id/sntki2009/daftar/prosiding/ETU22.pdf)
Kandungan C/N untuk limbah cair tepung ikan sendiri cukup rendah, yaitu
Jawa Timur,2010) nilai tersebut menunjukkan bahwa kandungan C dari limbah cair tepung ikan itu rendah. Oleh karena itu, dalam penelitian
“Pembuatan Biogas dari Limbah Cair Tepung Ikan” ini menggunakan campuran berupa jerami padi agar dapat meningkatkan kandungan carbon
(C) dalam bahan sehingga bisa mencapai kandungan C/N yang sesuai.
Jerami padi merupakan limbah dari tanaman padi. Menurut sri wahyuni (Nursyamsi,1996) tanaman padi menghasilkan limbah berupa jerami
sebanyak 3,0-3,7 ton/ha. Biasanya limbah jerami hanya dibakar, padahal aktivitas tersebut dapat menghasilkan CO2 dan asap yang berbahaya terhadap lingkungan sekitar. Untuk itu pemanfaatan jerami padi sebagai
bahan campuran pembuatan biogas dapat mengurangi pencemaran lingkungan.
Jerami padi dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan biogas dengan cara memfermentasikannya dalam digester anaerob. (Wahyuni, 2009)
e. Waktu tinggal dalam digester
Waktu tinggal dalam digester adalah rata-rata periode waktu saat input masih berada dalam digester dan proses fermentasi oleh bakteri
30 hari dan 12 – 14 hari untuk thermophilic digester. (http://www.che.itb.ac.id/sntki2009)
Pada umumnya, biogas dapat terbentuk pada 4-5 hari setelah digester diisi. (Suyitno dkk,2010)
f. Starter
Starter diperlukan untuk mempercepat proses perombakan bahan organik hingga menjadi biogas. (Simamora,2006)
Apabila unit biogas yang sudah dioperasikan dan ternyata tidak mengeluarkan/menghasilkan biogas maka perlu adanya ragi (starter) atau kotoran yang mengandung mikroba penghasil gas metan. Penambahan
kotoran ternak yang mengandung mikroba penghasil metan tidak perlu terlalu banyak tetapi cukup memenuhi syarat saja. Biasanya kotoran yang
digunakan sebagai ragi adalah dari ternak sapi sebanyak satu kaleng (10kg) untuk volume tangki pencerna 8,9 m3. Jumlah ini tidak selalu harus10 kg, karena mikroba mampu berkembang cepat dalam waktu yang
relative singkat.
Pada penelitian “Aplikasi limbah cair tapioka sebagai sumber energi
pencampuran kotoran sapi ke dalam limbah cair tapioka yang paling baik adalah pada konsentrasi 5% dan 10% .
Starter bukan hanya didapat dari kotoran ternak sapi saja melainkan semua jenis ternak yang mempunyai rumen atau perut ganda. Ternak yang
tergolong ruminansia adalah sapi, kerbau, kambing dan domba. Jadi pemanfaatan kotoran ternak jenis di atas sebagai starter bisa dilakukan. Khusus kotoran ternak domba, kambing, dan kelinci perlu dilakukan
penghancuran terlebih dahulu sebelum dimasukkan. (Junus,1995).
g. Sludge
Sludge adalah limbah keluaran berupa lumpur dari lubang pengeluaran digester setelah mengalami proses fermentasi oleh bakteri metana dalam kondisi anaerobik. Setelah ekstraksi biogas (energi), sludge dari digester
sebagai produk samping dari system pencernaan secara aerobic. Kondisi ini, dapat dikatakan manur dalam keadaan stabil dan bebas pathogen serta
dapat dipergunakan untuk memperbaiki kesuburan tanah dan meningkatkan produksi tanaman. (Sri wahyuni, 2009)
• Nilai Kalor
Pengertian nilai kalor bahan bakar menurut Eddy dan Budy (1990) merupakan jumlah energy panas maksimum yang dibebaskan oleh suatu bahan
bakar dengan satuan KJ/Kg, Kkal/Kg, KJ/m3. (www.seribd.com/jurnal-kalor-sampah-kota-mataram)
Nilai kalori gas methan 17% lebih tinggi dari bensin. Nilai kalori gas methan murni 8900 kkl/m3. Secara keseluruhan gas yang dihasilkan tidak begitu
berbau, tidak berwarna, dan dalam pengapian berwarna biru. (www.suaramerdeka.com)
Menurut Filino Harahap (1978) gas bio mempunyai nilai kalori antara
4800-6700 Kcal/m3, untuk nilai kalor tersebut persentase kandungan gas methane dalam gas bio tersebut berkisar antara 54%-70%.
Untuk mengetahui nilai kalor pada biogas dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : Q = ( m. c. ∆T ) / Vb.
Keterangan :
Q = Kalor yang diterima suatu zat (joule,kilojoule, kalori, kilokalori)
m = Massa zat (gram, kilogram)
c = Kalor jenis (joule/kg.°C ; joule/gr.°C ; kalori/gr.°C) ∆T = perubahan suhu (°C )
• Persamaan Gas Ideal
Jika CH4 dianggap sebagai gas ideal, maka CH4 dalam reaktor mengikuti persamaan sebagai berikut :
P.V = n.R.T
Dimana : P = Tekanan gas (KPa)
V = Volume ruang gas (liter)
n = mol gas CH4
R = Tetapan gas CH4 (KPa.Liter/mol.oK)
T = Suhu (oK)
Rumus di atas bisa digunakan untuk mencari massa biogas yang terbentuk, untuk selanjutnya bisa digunakan untuk menghitung volume atau laju
pembentukan biogas.
II.7 Hipotesis
Biogas dapat dibuat dari limbah cair tepung ikan dengan penambahan jerami padi dan starter dari kotoran sapi cair yang mana pembentukan biogas
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
III.1. Bahan yang digunakan
§ Limbah Cair tepung ikan
Limbah cair tepung ikan yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan biogas diperoleh dari hasil pengepresan pada industry
tepung ikan yang berada di daerah Manyar, Gresik. § Jerami Padi
Jerami padi yang digunakan sebagai campuran bahan baku
diperoleh dari limbah tanaman padi yang terdapat di persawahan daerah sepanjang. Sebelum diproses, jerami padi terlebih dahulu
dilakukan pemotongan dengan panjang ± 1 cm.
§ Starter
III.2. Alat yang digunakan
1. Digester
2. Termometer
3. Selang
4. Manometer
5. Pipa
6. Kran
III.3. gambar alat
3
4 5
6
1
2
III.4. variabel
a. Kondisi yang ditetapkan
volume limbah : 5 liter
Tangki digester : Diameter : 20 cm
Tinggi : 40 cm Waktu fermentasi : 20 hari
b. Kondisi yang di jalankan
Volume stater : 5, 10, 15, 20, 25 % volume limbah
Berat jerami : 96 gr (C/N 15) , 138 gr (C/N 20), 184 gr (C/N 25),
233 gr (C/N 30), 287 gr (C/N 35)
III.5. Prosedur penelitian
III.5.1. Tahap pembuatan starter
• kotoran sapi dipress sampai didapat cairan kotoran sapi
III.5.2. Tahap pembuatan Biogas
• Limbah cair tepung ikan dengan volume 5 liter ditambahkan
jerami sesuai dengan variabel yang ditetapkan. Kemudian
ditambahkan starter dengan volume yang telah ditetapkan sebelumnya , kemudian diaduk hingga bercampur rata.
• Campuran bahan baku tersebut selanjutnya di masukkan ke
• Setelah itu kita tunggu dan amati produk gasbio yang
dihasilkan dari proses fermentasi anaerobic, serta dilakukan pengamatan mengenai tekanan dan suhu yang terjadi selama proses produksi gasbio. Pengamatan dilakukan selama 20 hari
dan dilakukan pengamatan setiap 2 hari sekali.
III.6. Diagram alir
III.6.1. Diagram alir pembuatan starter
Kot oran sapi + air 1 : 0,5
Di press
St art er kot oran sapi cair
Kot oran sapi
III.6.2. Diagram alir pembuatan biogas
Analisa nilai kalor gas metan dengan cara memanaskan air sebanyak 1 liter kemudian dilakukan pengukuran peningkatan suhu sampai nyala api padam, yang berarti bahwa biogas sudah habis terbakar. Diamati pula warna pada nyala yang dihasilkan gas tersebut
III.7 Analisa Hasil
Adapun cara untuk menganalisa hasil dari gas bio yang di hasilkan adalah sebagai berikut :
1. Limbah cair tepung ikan dengan volume 5 liter ditambahkan jerami padi
yang telah ditetapkan kemudian ditambahkan starter dengan volume yang telah ditetapkan sebelumnya. Dimasukkan dalam digester untuk dilakukan
proses fermentasi anaerobic.
Lim bah cair t epung ikan
M asukkan ke dalam t angki digest er
Terbent uknya Gas bio
2. Setelah beberapa hari maka dapat diketahui perubahan tekanan dan suhu
yang terjadi akibat aktivitas bakteri dalam merombak bahan organic
menjadi produk gas bio.
3. Untuk menghitung laju produksi gas bio maka dapat dihitung secara kuantitatif dengan menggunakan persamaan gas ideal dimana
persamaannya adalah ; PV = nRT
4. Perhitungan nilai kalor biogas dilakukan melalui analisa dengan cara
memanaskan air sebnayak 1 liter kemudian dilakukan pengukuran peningkatan suhu sampai nyala api padam, yang berarti bahwa biogas sudah habis terbakar. Diamati pula warna pada nyala yang dihasilkan gas
tersebut. Adapun nilai kalor biogas (Q) dihitung berdasarkan rumus :
BAB IV
HASILPENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Penelitian pembuatan biogas dari limbah cair tepung ikan untuk tiap-tiap perlakuan membutuhkan waktu fermentasi anaerob ≤ 20 hari sampai mencapai
kondisi statis. Penelitian tersebut dilakukan pada bulan Oktober 2010 – februari 2011, dari penelitian pembuatan biogas dari limbah cair tepung ikan yang telah
selesai dilakukan didapatkan bahwa kandungan C/N dan variasi penambahan starter mempunyai pengaruh terhadap waktu awal pembentukan gas , volume gas yang dihasilkan, serta nilai kalor yang dihasilkan.
IV.1 Tabel Hasil Pengamatan dan Perhitungan
Pengamatan dilakukan setiap 2 hari sekali selama 20 hari, selanjutnya dari
data hasil pengamatan dilakukan perhitungan untuk volume gas yang terbentuk. Data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran A. untuk bab ini hanya disajikan
IV.1.1 Untuk kandungan C/N 15 (Penambahan 96 gr Jerami)
Tabel 4.1 Variasi penambahan starter terhadap volume Biogas yang dihasilkan
setiap harinya untuk kandungan C/N 15
Penambahan
Starter Hari ke-6 Hari ke-10 Hari ke-14 Hari ke-18 Hari ke-20
5% 0 0 0 0 0
10% 0 0 0 0 0
15% 0 0 0 0 0
20% 5.7859047 5.7859047 5.7864643 5.786464 5.786464 25% 5.7859047 5.7864643 5.7864643 5.787024 5.787024
IV.1.2 Untuk kandungan C/N 20 (Penambahan 138 gr Jerami)
Tabel 4.2 Variasi penambahan starter terhadap volume Biogas yang dihasilkan
setiap harinya untuk kandungan C/N 20
IV.1.3 Untuk kandungan C/N 25 (Penambahan 184 gr Jerami)
Tabel 4.3 Variasi penambahan starter terhadap volume Biogas yang dihasilkan
setiap harinya untuk kandungan C/N 25
Penambahan
IV.1.4 Untuk kandungan C/N 30 (Penambahan 233 gr Jerami)
Tabel 4.4 Variasi penambahan starter terhadap volume Biogas yang dihasilkan
setiap harinya untuk kandungan C/N 30
Penambahan starter
Hari ke-6 Hari ke-10 Hari ke-14 Hari ke-18 Hari ke-20
IV.1.5 Untuk kandungan C/N 35 (Penambahan 287 gr Jerami)
Tabel 4.5 Variasi penambahan starter terhadap volume Biogas yang dihasilkan
setiap harinya untuk kandungan C/N 35
Penambahan
IV.1.6 Untuk Nilai kalor
Tabel 4.6 Variasi penambahan starter terhadap Nilai Kalor yang dihasilkan
untuk setiap kandungan C/N
IV.2 Grafik dan Pembahasan
IV.1.1 Untuk kandungan C/N 15 (Penambahan 96 gr Jerami)
Gambar 4.1. Hubungan antara penambahan starter dan volume (laju pembentukan biogas) pada penambahan jerami 96 gr (C/N 15) untuk tiap hari pengamatan
Pembahasan :
Dari grafik di atas dapat diketahui bahwa pada penambahan jerami 96 gr (C/N 15)
biogas mulai terbentuk pada hari ke-6, yaitu pada penambahan starter 20% dan 25%. Laju pembentukan biogas untuk penambahan starter 20% dan 25% akan mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya hari (selama bakteri masih
mampu mengurai bahan organik menjadi gas bio). Nilai laju pembentukan biogas terbesar untuk C/N 15 ini diperoleh pada hari ke-20 untuk penambahan starter
25% yaitu sebesar 5.787024 liter.
Sedangkan untuk penambahan starter 5%,10%, dan 15% pada C/N 15 ini tidak mengalami pembentukan biogas. Hal tersebut disebabkan karena pada kondisi
C/N yang tegolong rendah serta tidak ditunjang dengan penambahan starter yang cukup memadai akan mengakibatkan nitrogen akan bebas dan berakumulasi
dalam bentuk NH4. Perlu diketahui bahwa NH4 dapat meningkatkan derajat pH bahan dalam digester. PH yang sangat tinggi tidak dianjurkan dalam proses ini, karena dapat berakibat racun pada populasi bakteri metan.
IV.1.2 Untuk kandungan C/N 20 (Penambahan 138 gr Jerami)
Gambar 4.2. Hubungan antara penambahan starter dan volume (laju pembentukan biogas) pada penambahan jerami 138 gr (C/N20) untuk tiap hari pengamatan
Pembahasan :
Dari grafik di atas dapat diketahui bahwa pada penambahan jerami 138 gr (C/N
20) gas bio mulai terbentuk pada hari ke-6, yaitu pada penambahan starter 5%,10%,15%,20% dan 25%. Volume awal pembentukan gas terbesar terjadi pada penambahan starter 15%, 20%, dan 25%. Hal tersebut dikarenakan semakin
banyak penambahan bakteri maka semakin cepat bahan organic yang terurai. Laju pembentukan biogas akan mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya
hari (selama bakteri masih mampu mencerna bahan organic untuk membentuk gas bio). Nilai laju pembentukan biogas terbesar untuk C/N 20 ini diperoleh pada
penambahan starter 15% yaitu sebesar 5.78982 liter.
IV.1.3 Untuk kandungan C/N 25 (Penambahan 184 gr Jerami)
Gambar 4.3. Hubungan antara penambahan starter dan volume (laju pembentukan biogas) pada penambahan jerami 184 gr (C/N25) untuk tiap hari pengamatan
Pembahasan :
Dari grafik di atas dapat diketahui bahwa pada penambahan jerami 184 gr (C/N
25) gas bio mulai terbentuk pada hari ke-6, yaitu pada penambahan starter 5%,10%,15%,20% dan 25%. Volume awal pembentukan gas terbesar terjadi pada penambahan starter 25%. Hal tersebut dikarenakan semakin banyak penambahan
bakteri maka semakin cepat bahan organic yang terurai. Laju pembentukan biogas akan mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya hari (selama
bakteri masih mampu mencerna bahan organic untuk membentuk gas bio). Nilai laju pembentukan biogas terbesar untuk C/N 25 ini diperoleh pada penambahan
IV.1.4 Untuk kandungan C/N 30 (Penambahan 233 gr Jerami)
Gambar 4.4. Hubungan antara penambahan starter dan volume (laju pembentukan biogas) pada penambahan jerami 233 gr (C/N30) untuk tiap hari pengamatan
Pembahasan :
Dari grafik di atas dapat diketahui bahwa pada penambahan jerami 233 gr (C/N
30) gas bio baru terbentuk pada hari ke-6, yaitu pada penambahan starter 5%,10%,15%,20% dan 25%. Pembentukan gas bio pada C/N 30 ini cenderung
lebih lama jika dibandingkan dengan C/N 15, 20, dan 25. Hal tersebut dimungkinkan karena padatan (jerami) yang ditambahkan pada C/N 30 lebih banyak. Sehingga bakteri membutuhkan waktu lebih lama untuk menguraikannya.
Volume awal pembentukan gas terbesar terjadi pada penambahan starter 25%. Hal tersebut dikarenakan semakin banyak penambahan bakteri maka semakin cepat
bahan organic yang terurai. Laju pembentukan biogas akan mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya hari (selama bakteri masih mampu
mencerna bahan organic untuk membentuk gas bio). Nilai laju pembentukan biogas terbesar untuk C/N 30 ini diperoleh pada penambahan starter 10% yaitu
sebesar 5.793740 liter.
IV.1.5 Untuk kandungan C/N 35 (Penambahan 287 gr Jerami)
Gambar 4.5. Hubungan antara penambahan starter dan volume (laju pembentukan biogas) pada penambahan jerami 287 gr (C/N35) untuk tiap hari pengamatan
Pembahasan :
Dari grafik di atas dapat diketahui bahwa pada penambahan jerami 287 gr (C/N
35), sama halnya dengan C/N 30 yakni gas bio mulai terbentuk pada hari ke-10, yaitu pada penambahan starter 5%,10%,15%,20% dan 25%. Hal tersebut juga
dimungkinkan karena banyaknya penambahan padatan (jerami) sehingga bakteri membutuhkan waktu yang lebih lama untuk merombak bahan organic menjadi gas
bio. Laju pembentukan biogas akan mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya hari (selama bakteri masih mampu mencerna bahan organik untuk
membentuk gas bio). Nilai laju pembentukan biogas terbesar untuk C/N 20 ini diperoleh pada penambahan starter 10% yaitu sebesar 5.78872 liter.
IV.1.5 Grafik Untuk Nilai Kalor
Gambar 4.6 Hubungan antara penambahan starter dan nilai kalor yang dihasilkan
pada berbagai kandungan C/N
Pembahasan :
Grafik nilai kalor di atas menunjukkan bahwa nilai kalor tertinggi diperoleh pada C/N = 25 pada penambahan starter 10% yaitu sebesar 2244 kal/L. Nilai kalor
terbaek yang dihasilkan dari pembuatan biogas dari limbah cair tepung ikan,
masih berada dibawah nilai kalor biogas pada umumnya yaitu sebesar 4800-6700 cal/dm3 dengan kandungan methane sebesar 54%-70%. (Harahap,1978)
Berdasarkan acuan tersebut, untuk nilai kalor sebesar 2244 kal/L dapat diperkirakan kandungan gas methannya paling sedikitnya hanya sekitar 25%.
Hal ini disebabkan karena gas yang terbentuk dalam biogas tidak hanya gas methan tapi masih banyak gas yang lainnya, seperti CO2 yang tidak dapat terbakar sehingga dapat mengganggu dalam pembakaran atau mengurangi daya
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan yang sudah dilakukan selama waktu tinggal 20 hari, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Dari hasil penelitian dan pengamatan yang telah dilakukan dapat diketahui
bahwa kandungan C/N dan penambahan starter mempunyai pengaruh terhadap waktu awal pembentukan gas dan volume gas yang dihasilkan. 2. Untuk setiap C/N memiliki kondisi penambahan starter terbaik yang
berbeda-beda dalam menguraikan bahan organic menjadi gas bio. Untuk C/N 15 penambahan starter terbaik terjadi pada penambahan 25%. Untuk
C/N 20 terjadi pada penambahan 15%, sedangkan untuk C/N 25, 30, 35 terjadi pada penambahan 10%.
3. Nilai kalor yang diperoleh untuk tiap kandungan C/N dan penambahan
starter menunjukkan hasil yang berbeda – beda. Nilai kalor di uji pada hari ke-20 dimana gas yang dihasilkan untuk masing – masing kondisi sudah
4. Nilai kalor terbesar terdapat pada kandungan C/N 25 untuk penambahan
starter 10% yaitu sebesar 2244 Kal/liter.
5. Nilai kalor yang diperoleh pada penelitian ini masih di bawah dari nilai kalor biogas pada umumnya yaitu sebesar 4800- 6700 kal/liter.
V.2 Saran
Berdasrkan hasil penelitian yang sudah dilakukan, maka saran yang bisa
diberikan adalah sebagai berikut :
1. Karena kandungan kalor yang masih di bawah nilai kalor biogas
pada umumnya, maka disarankan untuk penelitian selanjutnya
teknologi pembuatan biogas dilengkapi dengan pemurnian gas. Hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan kemurnian gas methan. Dapat juga disarankan untuk mencari alternative campuran bahan
lainnya selain jerami yang juga memiliki kandungan C tinggi hingga dapat diperoleh campuran yang lebih potensial.
2. Untuk penelitian pembuatan biogas sendiri perlu diperhatikan
banyak faktor antara lain, kandungan C/N, suhu, pH, dan yang tidak kalah penting kondisi digester harus benar – benar
diperhatikan jangan sampai mengalami kebocoran. Dan sebaiknya digester dilengkapi dengan alat pengaduk, hal tersebut bertujuan
DAFTAR PUSTAKA
Afrianto,E. dan E.Liviawaty, 2005. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Yogyakarta, kanisius.
Hambali,Erliza.dkk, 2007. Teknologi Bioenergi. Bogor, Agromedia.
Harahap, Filino. Dkk, 1978. Teknologi Gas Bio. Bandung, ITB.
Hidayat,Nur.dkk, 2006. Mikro Biologi Industri. Yogyakarta, ANDI.
Junus, Muhammad, 1995. Teknik Membuat Dan Memanfaatkan Unit Gas Bio. Gadjah Mada University Press.
Simamora, Suhud. dkk, 2006. Membuat Biogas Pengganti Bahan Bakar Minyak dan Gas dari kotoran Ternak. Bogor, PT. Agromedia Pustaka.
Suyitno, dkk. 2010. Teknologi Biogas : Pembuatan, Operasional, & Pemanfaatan. Yogyakarta, Graha Ilmu.
www.bisniskum.com
www.che.itb.ac.id/sntki2009
www.eprints.undip.ac.id
www.era29.ngeblogs.com/2009/12/14
www.suaramerdeka.com
www.scribd.com/jurnal-kalor-sampah-kota-mataram